Anda di halaman 1dari 3

FATWA HARAMKAN MEROKOK, LEGALKAN PRODUKSI ROKOK

Oleh : Khairuddin Kedang


Mahasiswa PPKn, Universitar Negeri Surabaya

Setelah berepisode tertayang di televise seputar kasus Century yang tidak berujung
pangkal, pemberontakan pihak separatis di Aceh yang kian hari kian memakan koorban,
Indonesia kini dihadapkan lagi kepada sebuah kasus (Fatwa Haram Rokok) yang apabila
ditelaah lebih jauh, tidak kalah penting dengan kadua kasus tersebut di atas.

Pertama tentang kasusu pelanggaran hak anak yang membuat Ka Seto angkat bicara.
Dalam sebuah media on-line terkemuka (KOMPAS Forum) menyebutkan bahwa Komisi
Nasional Perlindungan Anak (KNPA) melarang, promosi dan sponsorship rokok yang
mengancam hak hidup anak. Oleh karena itu, iklan, promosi dan sponsorship rokok harus
dilarang, kata Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi saat
audiensi ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Selasa (12/8).

Kedua tentang perang pandangan seputar hukum merokok itu sendiri yang menuai
perdebatan antar NU dan Muhammadiyah. Hal in oleh dua kubu organisasi islam terbesar
di Indonesia itu juga angkat bicara. Disisi lain, Muhammadiyah mengatakan bahwa rokok
haram dan harus dibuat sebuah perundang-undangan untuk itu, yang kemudian
diwujudkan dengan adanya surat dengan Nomor. 6/SM/MTT/III/2010 tertanggal 8 Maret
2010 yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tentang
keharaman merokok, etapi di sisi lain, NU mengtakan sebagaimana yang kemukakan
oleh mantan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid yang mengkritik fatwa haram yang juga
berlaku bagi perusahaan rokok yang memberi bantuan. Hidayat mempertanyakan fatwa
Majelis Tarjih Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah itu.

"Saya kira harus ditanyakan juga apakah memang sesaklek (kaku) itu?" kata Hidayat Nur
Wahid di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 17 Maret 2010.

Menurut Hidayat, kedudukan fatwa dalam teknis hukum sifatnya tidak mengikat. Fatwa
berlaku hanya kepada kelompok atau lembaga yang mengeluarkannya. "Fatwa memang
tidak mengikat, Apalagi bagi pihak yang punya fatwa lainnya," kata politisi yang kini
menjadi anggota DPR dari Komisi I ini. Hidayat mengambil contoh misalnya fatwa
makruh rokok dari Nahdlatul Ulama (NU). Itu artinya, fatwa rokok haram dari
Muhammadiyah juga tidak harus diikuti oleh warga NU. Karena, kata politisi PKS ini,
NU merupakan lembaga yang memiliki fatwa sendiri, yaitu makruh, yang maknanya jika
dilakukan tidak apa-apa namun jika ditinggalkan lebih baik atau berpahala.

Maka dari itu menurut Hidayat, sebaiknya fatwa itu memang disampaikan setelah
Muktamar Muhammadiyah. Tujuannya, agar lebih jelas dan memiliki kompetensi.

"Pak Din Syamsudin (Ketua PP Muhammadiyah) sendiri kan mengatakan bahwa hal itu
(fatwa rokok haram) masih akan dibawa dalam pembahasan ke Muktamar. Kita lihat saja
nanti," ujar Hidayat. (VIVA News On-Line)

Kedua hal tersebut di atas tentunya tidak akan berujung jika diperdebatkan, karena
hukum positif di negeri ini telah lebih jauh masuk ke ranah hukum Islam yang tentunya
mempunyai peran dan fungsi sendiri-sendiri. Kalau tentang merokok itu haram ataupun
makruh, kenapa tidak dengan Pabriknya. Bahwa ketika pabrik rokok itu juga difatwakan
tentang hal serupa, atau mungkin haram saja, saya rasa permasalahan ini akan cepat
berakhir.

Perlu di ingat bahwa Indonesia akhir-akhir ini mempunyai berbagai permasalahan yang
harus dipandang serius demi terciptanya sebuah keamanan dan ketertiban dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, jadi jangan jadi orang yang bertele-tele di republik
ini. Kasus kita bukan saja Century, perlawanan separatais di Aceh dan lain sebagainya
yang harus dipandang lebih penting, tetapi masih banyak lagi kasus-kasus yang juga
punya andil dan mempengaruhi jalannya roda pemerintahan negeri ini.

Sebentar lagi Obama (Presiden AS) itu akan datang ke Indonesia. Kisruh dan demo
penolakanpun kian marak di negeri ini. Bagaimana kemudian kita menyikapi itu semua?
Oleh karena itu sekali lagi jangan menjadi orang yang bertele-tele di negeri ini.

Anda mungkin juga menyukai