Melihat tatanan sosial di masyarakat petani dapat ditemui sebuah prinsip
moral yang mengakar, resiprositas, dimana secara sederhana gagasan ini mengenai balas budi jasa. Contoh pola sistem ini bisa ditemui di masyarakat petani Asia Tenggara, semisal saat masyarakat akan panen hasil pertaniannya pastinya membutuhkan bantuan orang lain untuk menyelesaikannya. Sehingga bentuk gotong royong disini begitu kental, diperkuat lagi secara ritual dengan sebuah acara selamatan. Kebutuhan akan resiprositas akan selalu tumbuh dalam suatu masyarakat bila suatu pertukaran jasa yang diberikan sebanding nilai-nilainya. Di dalam masyarakat petani yang belum mengenal pemisahan antar kelas tata hubungan biasanya berbentuk ikatan patron dan klien. Bentuk pertukaran barang maupun jasa yang dipertukarkan berbeda antara keduanya karena didasarkan atas kebutuhan masing. Patron biasanya akan bertugas memberi kemudahan bagi klien, contoh nyatanya berupa pemilik tanah. Sedangkan klien akan membutuhkan perlindungan dari patron, contoh nyatanya penyewa tanah. Sehingga pola hubungan antara pihak-pihak yang kurang seimbang sering menuju ke arah eksploitasi. Akan tetapi selama hubungan resiprositas ini terjadi antar golongan yang berkedudukan sama maka pertukaran yang dilakukan akan cenderung stabil dan seimbang. Persoalan dalam membahas proses pertukaran barang dan jasa berinti pada tentang sepadan atau tidaknya nilai yang ditukarkan. Sehingga mempengaruhi tata hubungan antar masyarakat.
Subsistensi sebagai Hak Sosialisasi
Selain prinsip moral resiprositas yang ditemukan aktif dalam tradisi kecil masyarakat kecil, terdapat prinsip moral hak atas subsistensi. Hak subsistensi merupakan hak bagi masyarakat komunitas setempat untuk mendapat nafkah hidup selama sumber-sumber kekayaan memungkinkan. Secara jauh, hak ini merupakan tuntutan minimal individu dari masyarakatnya, sehingga hak ini memiliki kekuatan moral yang begitu besar. Bila melihat dari sisi resiprositas terlihat kentara bagaimana bentuk perimbangan yang
tidak sepadan atau dominasi eksploitasi oleh kaum elit. Hal ini pada suatu titik akan menimbulkan pergolakan pada masyarakat kecil. Sehingga masyarakat berhak atas subsistensi ini, semisal bantuan subsistensi saat gagal panen atau keadaan sakit.
Tradisi dan Gangguan dalam Pertukaran yang Stabil
Dalam hal perimbangan resiprositas, pertukaran tradisional lebih memiliki kekuatan moral yang dihubungkan. Hal ini disebabkan dalam perimbangan seringkali resiprositas dinilai tidak sepadan atau seimbang sehingga perlu adanya aturan yang lebih adil yakni menggunakan aturan tradisi. Segala bentuk norma-norma yang memberikan perlindungan dan jaminan dasar akan dijaga baik-baik terhadap pelanggaran yang mencoba merugikan. Sehingga ketika ada usaha-usaha yang berusaha merugikan kaum tani dianggap sebagai pelanggaran terhadap tradisi. Kaum tani dalam mempertahankan resiprositas yang tradisonal, bertindak tidak dalam tindakan yang serampangan. Karena mereka dilandasi oleh rasa takut manakala perubahan dalam perimbangan dapat merugikan mereka. Sehingga timbul perlawanan yang terjadi, semisal di Inggris dan Perancis.