Lapsus
Lapsus
Oleh:
Puga Sharaz Wangi
I1A009032
Pembimbing:
dr. Enita Rakhmawati Kurniaatmaja M.Sc, Sp.PD
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
Oleh
Pembimbing
..
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................6
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................19
BAB IV PENUTUP...............................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
1.
2.
Identitas pasien
Nama
: Ny. N
Umur
: 38 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Banjar
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
Alamat
MRS
RMK
: 1-08-07-73
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 22 Desember 2013.
3.2.I
KELUHAN UTAMA
Nyeri perut.
skala 1-10, pasien mengaku nyeri yang dirasakannya bernilai 9 hingga 10.
Nyeri yang dirasakan muncul perlahan-lahan, kadang terasa kadang
menghilang (hilang timbul). Selain itu, pasien juga mnegeluh muntahmuntah, juga sejak 2 mingu sebelum masuk rumah sakit. Muntahan seperti
air dan encer, tidak ada darah dan tidak ada lendir. Nafsu makan pasien
juga menurun, namun pasien masih dapat minum. Tidak ada keluhan sesak
napas. Kentut dan buang air besar masih bisa dilakukan oleh pasien,
namun tinja yang keluar, menurut pasien, jadi sedikit dan warnanya msih
kuning seperti biasanya. Buang air kecil masih lancar. Pasien mengaku
tidak pernah mengonsumsi obat-obatan dalam jangka waktu lama. Pasien
juga mengaku tidak pernah meminum minuman beralkohol. Karena
keluhan-keluhan yang dirasakannya, pasien dibawa ke puskesmas Aluhaluh. Dari puskesmas, pasien diberi obat suntik, namun nyeri yang
dirasakannya tidak berkurang. Dari puskesmas Aluh-aluh, pasien dirujuk
ke RS Ulin.
3.2.III RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien tidak memiliki riwayat sakit kuning.
3.2.IV RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Pasien mengaku di keluarganya tidak ada yang memiliki keluhan
serupa, tidak ada riwayat sakit kuning.
3.
Pemeriksaan fisik
KU
Kesan gizi
: Kurang
Berat badan
: 40 kg
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
GCS
: 4-5-6
tensimeter aneroid
Laju nadi
Laju nafas
: 18 kali/menit
: 36,8oC
Kepala
: normosefali
Leher
Mata
Telinga
Hidung
: sekret (-/-)
Mulut
Toraks
Paru
Ins
Pal
Per
Ins
Pal
Per
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Eksremitas
Atas
Bawah
4.
Pemeriksaan penunjang
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 22 Desember 2013
Pemeriksaan
Hemoglobin
Lekosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
RDW-CV
MCV
MCH
MCHC
GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
HbsAg
5.
Hasil
Referensi
9,3
10.300
3,89
27,9
316.000
14,7
71,8
23,9
33,3
103
374
76
35
0,6
Negatif
12,0-16,0
4.000-10.500
3,90-5,50
37,00 47,00
150.000-450.000
11,5 14,7
80,0-97,0
27,0-32,0
32,0-38,0
<200
0 - 46
0 45
10 - 50
0,6 1,2
Negatif <1,00
Positif > 1,00
Satuan
g/dL
/uL
juta/uL
vol%
/uL
%
Fl
Pg
%
mg/dl
U/I
U/I
mg/dl
mg/dl
Daftar masalah
Berdasarkan data-data di atas didapatkan beberapa daftar masalah:
6.
bilirubin
total/direk/indirek,
10
: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
Inj. Ranitidin 2 x 1 ampul
PO Curcuma 3 x 1 tablet
Vitamin B6 B12 3 x 1 tablet
: Penjelasan
mengenai
keadaan
11
12
13
14
15
16
ULTRASONOGRAFI ABDOMEN
Hepar & gallbladder
Pemeriksaan
Hemoglobin
Lekosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
RDW-CV
MCV
Hasil
Referensi
9,4
11.100
3,88
27,7
305.000
12,5
71,5
12,0-16,0
4.000-10.500
3,90-5,50
37,00 47,00
150.000-450.000
11,5 14,7
80,0-97,0
17
Satuan
g/dL
/uL
juta/uL
vol%
/uL
%
fl
MCH
MCHC
GDS
LDH
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
SGOT
SGPT
Protein total
Albumin
Ureum
Kreatinin
AFP
24,2
33,9
101
8146
3,89
2,01
1,88
491
75
6,6
3,5
52
0,6
32,49
27,0-32,0
32,0-38,0
<200
225-450
0,20-1,20
0,00-0,40
0,20-0,60
0 - 46
0 45
6,2-8,0
3,5-5,5
10 - 50
0,6 1,2
< 5,80
pg
%
mg/dl
U/L
mg/dl
mg/dl
mg/dl
U/I
U/I
g/dL
g/dl
mg/dl
mg/dl
UI/ml
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan nyeri perut 2 minggu yang
awalnya dirasakan di perut bagian atas lalu menyebar hingga ke bagian bawah
perut, terasa diremas-remas dan perih, muncul perlahan-lahan, hilang timbul;
18
mual, muntah berupa air, tanpa darah dan tanpa lendir; dan penurunan nafsu
makan. Keluhan-keluhan pasien tersebut bersifat tidak khas dan pendekatan
diagnostik sementara berpusat pada kelainan gastrointestinal.
Nyeri perut merupakan variasi kondisi dari yang bersifat sangat ringan
sampai yang bersifat fatal. Dapat berasal dari nyeri viseral abdomen akibat
rangsang mekanik (seperti regangan atau spasme) atau kimiawi (seperti inflamasi
atau iskemia), yang bersifat tumpul, rasa terbakar dan samar batas lokasinya.
Sedangkan nyeri peritoneum parietal lebih bersifat tajam dan lokasinya lebih
jelas.4
Berdasarkan lokasi nyeri di abdomen, dapat diduga sumber nyerinya. Bila
dirasakan nyeri di regio epigastrium, dapat diduga sumber nyeri berasal dari
gaster, pankreas, atau duodenum. Bila nyeri dirasakan di regio kuadran kanan
atas, dapat diduga sumber nyeir berasal dari hati, duodenum, atau kandung
empedu. Bila nyeri dirasakan di kuadran kiri atas, dapat diduga nyeri berasal dari
pankreas, limpa, gaster, kolon, atau ginjal.4
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesan gizi pasien kurang dengan berat
badan 40 kg, tanda vital masih dalam batas normal, konjungtiva kedua mata
pucat, abdomen tampak cembung, tidak tampak venektasi; pada perkusi abdomen
ditemukan suara pekak pada regio hipokondrium kanan, regio epigastrium, regio
lumbal kanan dan regio umbilikus; shifting dullness (-), pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada regio hipokondrium kanan dan regio epigastrium;
19
5)
varises
esofagus
(hematemesis
melena);
6)
rasio
20
21
meningkat
dibandingkan
SGPT. Pemeriksaan
SGOT
dan
SGPT
22
hepatitis B kronik masih diperlukan pemeriksaan penunjang yang lain yaitu anti
HBs dan HbeAg. Sedangkan pada tumor hepar, titer SGOT dan SGPT pada
karsinoma hepatoseluler pada waktu permulaan biasanya tidak memperlihatkan
kenaikan kecuali apabila penyakit dasarnya adalah sirosis hati. Bila tumor
semakin besar dan kerusakan hati makin hebat dapat ditemukan peninggian SGOT
dan SGPT. Namun hal ini juga masih belum spesifik untuk tumor hepar, sehingga
diperlukan pemeriksaan lain yaitu pemeriksaan alfa fetoprotein (AFP), alkali
fosfatase (ALP) dan gamma glutamil transferasi (gamma GT) dan USG.8
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh
sel hati fetal, sel yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal.
Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60%70% dari pasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau
sangat sugestif untuk HCC. Nilai normal juga dapat ditemukan juga pada
kehamilan. Penanda tumor lain untuk HCC adalah des-gamma carboxy
prothrombin (DCP) atau PIVKA-2, yang kadarnya meningkat pada hingga 91%
dari pasien HCC, namun juga dapat meningkat pada defisiensi vitamin K,
hepatitis kronis aktif atau metastasis karsinoma. Ada beberapa lagi penanda HCC,
seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucosidase serum, dll, tetapi tidak
ada yang memiliki agregat sensitivitas dan spesifitas melebihi AFP, AFP-L3 dan
PIVKA-2.9
Pada tanggal 23 Desember 2013 dilakukan pemeriksaan USG abdomen
pada pasien dengan hasil ukuran membesar, sudut tumpul, tampak massa solid
hiperekhoik, batas tegas, ukuran bervariasi, dengan area nekrotik di dalamnya
23
pada kedua liver. Kesimpulan dari USG abdomen tersebut adalah massa solid
multipel dengan area nekrotik kedua liver, kesan HCC (hepatocellular
carcinoma), dengan asites. Hasil dari USG ini memperkuat dugaan diagnosis
hepatoma (karsinoma hepatoseluler). USG dapat sensitif dalam mendeteksi
hepatoma, dan tergantung dari operatornya, dapat mendeteksi lesi-lesi yang kecil.
Hepatoma dengan massa yang kecil dapat tampak hiperekhoik homogen, dan
dapat menyerupai hemangioma. Massa hepatoma yang kecil juga dapat tampak
hipoekhoik.
Massa
hepatoma
yang
besar
seringkali
bervariasi
dalam
kelainan
vaskular
berupa
hipervaskularisasi
massa
tumor
24
lagi,
yaitu
LDH
8146
U/L,
Bilirubin
total/direk/indirek
3,89/2,01/1,88 mg/dl; SGOT 491 U/L, SGPT 75 U/L, dan AFP 32,49 UI/ml.
Tingginya kadar LDH berdasarkan hasil pemeriksaan ini menunjukkan proses
inflamasi dan kerusakan jaringan yang sangat progresif pada pasien. Kadar
bilirubin total, direk, dan indirek yang meningkat tidak spesifik untuk penyakit
tertentu tetapi memperjelas adanya suatu gangguan di hepar yang menyebabkan
bilirubin tereksresi kembali ke dalam darah walaupun jumlahnya tidak terlalu
besar. Hasil yang penting di sini adalah kadar AFP yang tinggi, yaitu 32,49 UI/ml.
Naik 560% atau 5 kali lipat dari nilai normalnya. Alfa fetoprotein (AFP)
merupakan protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk
sacdan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Protein ini diekspresikan
dari pembelahan hepatosit dan sel oval peribilier sehingga biasanya dapat
ditemukan peningkatan sedang dari regenerasi hati. Peningkatan kadar AFP
25
hingga lebih dari 60-80% sangat sugestif untuk diagnosis hepatoma. Namun kadar
AFP pada tiap-tiap kasus yang dicurigai hepatoma dapat bervariasi pula. Sehingga
menurut studi terbaru, kombinasi pemeriksaan AFP, SGOT, SGPT dan HPSE
(heparanase) dapat meningkatkan nilai prediktif hepatoma hingga 96%.10
Karena penegakkan diagnosis pasti masih belum dapat dibuktikan, pasien
direncanakan untuk dilakukan FNAB (fine needle aspiration biopsy) dengan
bantuan USG (USG guiding) pada tanggal 28 Desember 2013. Namun, hingga
tanggal 1 Januari 2014 hal ini belum dapat dilakukan, diduga karena banyaknya
antrian pasien untuk pemeriksaan USG atau karena pasien sendiri yang belum
juga memberikan persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan.
Pada kasus ini, pasien diberikan terapi suportif berupa pemberian cairan
intravena ringer laktat, dan kemudian ditambah dengan pemberian larutan
intravena dekstrosa 5% untuk maintenance
menambah asupan nutrisi untuk energi pasien. Injeksi ranitidin diberikan pada
pasien untuk mengurangi asam lambung atau dispepsia yang umum terjadi pada
pasien-pasien rawat inap lama.
Selain terapi suportif, pasien juga diberikan terapi simptomatik, berupa
injeksi ketorolak dan Profenid (ketoprofen) suppositoria sebagai analgesik untuk
mengurangi nyeri yang dirasakan pasien, Curcuma (pulverised curcuma roots)
tablet dan Methioson (methionine 100 mg, choline bitartrate 100 mg, vit B1 2
mg, vit B2 2 mg, vit B6 HCl 2 mg, vit B12 0,67 mcg, vit E 3 mg, biotin 100 mcg,
pantothenate acid 3 mg, folic acid 400 mcg, nicotinamide 6mg) tablet sebagai
hepatoprotektor.
26
BAB V
PENUTUP
laboratorium,
dan
pencitraan
27
melalui
USG.
Pasien
telah
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
28
4.
Budihusada, U. Karsinoma Hati. Dalam: Aru, W, S., Bambang, S., Idrus, A.,
Marcellus, S.K., Siti, S., (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing, 2009; h: 310 - 16.
5.
6.
7.
Llovet, J.M., Fuster, J., Bruix, J. The Barcelona approach: diagnosis, staging,
and treatment of hepatocellular carcinoma. Liver Transplantation. 2004;
10(2): 115-120.
8.
Saffroy, R., Pham, P., Reffas, M. New perspectives and strategy research
biomarkers for hepatocellular carcinoma. Clinical Chemistry of Laboratory
Medicine. 2007; 45(9): 1169-79.
9.
29