Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia setelah katarak yang
biasanya terjadi pada usia lanjut. Berbeda dengan katarak, kebutaan pada glukoma
bersifat permanen atau tidak dapat diperbaiki (irreversible). Hal ini menjadi
tantangan tersendiri dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus glaukoma. Di
beberapa negara, dua persen penduduk yang berusia diatas 40 tahun menderita
glaukoma. Sedangkan di Indonesia sendiri jumlah penderita glaukoma mengalami
peningkatan dalam beberapa decade terakhir.1,2
Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokular yang disertai oleh
pencekungan diskus optikus dan penyempitan lapang pandang. Pada sebagian besar
kasus, tidak terdapat penyakit mata lain (glaukoma primer). Hampir 80.000 penduduk
Amerika Serikat buta akibat glaukoma, sehingga penyakit ini menjadi penyebab
utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat
diperkirakan terdapat 2 juta pengidap glaukoma. Glaukoma sudut terbuka primer,
bentuk tersering, menyebabkan penyempitan lapang pandang bilateral progresif
asimtomatik yang timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi
penyenpitan lapang pandang yang ekstensif. Bentuk-bentuk glaukoma lain
merupakan morbiditas visual yang parah pada semua usia.2,3
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan
aliran keluar humor akueus akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior
(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke sistem drainase
(gaukoma sudut tertutup). Penurunan pembentukan humor akueus adalah suatu
metode untuk menurunkan tekanan intraokular pada semua bentuk glaukoma.
Beberapa obat dapat menurunkan pembentukan humor akueus. Juga terdapat
tindakan-tindakan bedah yang menurunkan pembentukan humor akueus tetapi
biasanya digunakan hanya setelah terapi medis gagal. 2,4
Pada semua pasien galukoma, perlu tidaknya terapi segera diberikan dan
efektivitasnya dinilai dengan melakukan pengukuran tekanan intraokular (tonometri),
1

inspeksi diskus optikus, dan pengukuran lapangan pandang secara teratur.


Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan oleh ahli oftalmologi, tetapi besar
masalah dan pentingnya deteksi kasus-kasus asimtomatik mengharuskan adanya
kerjasama dengan bantuan dari semua petugas kesehatan.2

Anda mungkin juga menyukai