PEMBIMBING :
Gembong Nuswanto, dr.,MSc
OLEH :
Talita Nandia. P
09700052
Shelivia Destiana
09700023
Alam Indramawan
09700090
Lengginus Arief .T
09700125
09700312
Dwi Setiawan .H
09700232
Nur Aini
09700328
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karuniaNya kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat berdasarkan data dan informasi serta
pengetahuan yang diperoleh selama kepanitraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat
dengan judul Tuberkulosis. Penyusunan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
kepanitraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Gembong Nuswanto, dr.,MSc selaku dosen
pembimbing, serta semua teman sejawat yang turut me mbantu dalam penyusunan
makalah ini hingga selesai.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dapat
bermanfaat bagi para membaca.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN.........................................................................................................
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI ..
iii
BAB I. PENDAHULUAN...........................
2.1 ANALISA.........................................................................................................
2.2 TUBERKULOSIS............................................................................................
17
25
DAFTAR PUSTAKA.....
26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan
sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di dunia.
Setiap tahun terdapat 9 juta kasus baru dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta
manusia. Di semua negara telah terdapat penyakit ini, tetapi yang terbanyak di Afrika
sebesar 30%, Asia sebesar 55%, dan untuk China dan India secara tersendiri sebesar
35% dari semua kasus tuberkulosis.
Laporan WHO (global reports 2010), menyatakan bahwa pada tahun 2009
angka kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4 juta (antara 8,9 juta hingga 9,9 juta
jiwa) dan meningkat terus secara perlahan pada setiap tahunnya dan menurun lambat
seiring didapati peningkatan per kapita. Prevalensi kasus TB di seluruh dunia sebesar
14 juta (berkisar 12 juta sampai 16 juta). Jumlah penderita TB di Indonesia
mengalami penurunan, dari peringkat ke tiga menjadi peringkat ke lima di dunia,
namun hal ini dikarenakan jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria
melebihi dari jumlah penderita TB di Indonesia.
Estimasi prevalensi TB di Indonesia pada semua kasus adalah sebesar 660.000
dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian
akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahun. Selain itu, kasus resistensi
merupakan tantangan baru dalam program penanggulangan TB. Pencegahan
meningkatnya
Pemberantasan
kasus
kasus
TB
yang
resistensi
tuberkulosis
paru
obat
menjadi
menjadi
prioritas
perhatian
dunia
penting.
karena
1.2.2
I.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan tingginya angka TB di Puskesmas
Sukamandi dan mengetahui cara menurunkan prevalensi TB di Kecamatan
Sukamandi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui penyebab kurangnya penyuluhan TB
b. Mengetahui peranan rendahnya PMO pada prevalensi TB
c. Mengetahui peranan kondisi lingkungan pada prevalensi TB
d. Mengetahui peranan kondisi kepadatan hunian pada prevalensi TB
e. Mengetahui peranan kondisi sosial ekonomi pada prevalensi TB
f. Mengetahui prioritas dalam menurunkan prevalensi TB
BAB II
ANALISA DATA
2.1 Analisa
Skenario
Dokter dari Puskesmas Sukamandi ingin melaksanakan program menekan
tingginya prevalensi diwilayahnya. Prevalensi Tb di daerahnya termasuk tertinggi di
Kabupaten. Angka prevalensi Kecamatan Sukamandi 455/100.000 penduduk
sedangkan angka prevalensi Kecamatan kesuluruhan sekitar 385/100.000 penduduk.
Dokter Puskesmas tersebut ingin membuat program yang mungkin dapat
menurunkan angka prevalensi dengan menggunakan beberapa faktor risiko terjadinya
tingginya angka prevalensi Tb tersebut. Dalam analisi odds ratio dari penelitian yang
dilakukan terlihat sebagai berikut :
Faktor risiko
1. Kurangnya penyuluhan
2.
3.
4.
5.
Tb
Rendahnya PMO
Kondisi lingkungan
Kepadatan hunian
Rendahnya pengertian
PHBS
6. Rendahnya pendidikan
7. Kodisi sosial ekonomi
Odds ratio
2
Keterangan
OR>1
9
5
6
0,2
OR>1
OR>1
OR>1
OR<1
1
4
OR=1
OR>1
Dari data pada skenario diatas dapat dianalisis permasalahan sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sukamandi karena bernilai odds ratio >1. Sedangkan rendahnya tingkat pendidikan bukan
menjadi faktor risiko dikarenakan odds = 1, dan rendahnya pemahaman PHBS menjadi
faktor protektif dikarenakan odds ratio <1.
Rendahnya pemahaman tentang PHBS merupakan faktor protektif karena pemahaman
masyarakat hanya sebagian kecil dan tidak menyeluruh. Ada beberapa indikator dalam
PHBS, namun yang berkaitan dengan TB hanya sebagian kecil saja. Diperkirakan yang
dikuasai oleh masyarakat tidak berkaitan dengan TB.
Berdasarkan analisis kelompok kami priorotas masalah yang diangkat adalah
menekan prevalensi TB dan meningkatkan motivasi PMO di Kecamatan Sukamndi dan
dapat disimpulkan faktor risiko yang terusun dalam inventarisasi masalah adalah sebagai
faktor penyebab dan tingginya prevalensi TB sebagai faktor akibat. Setelah mengetahui
prioritas masalah dan penyebab tingginya prevalensi TB, maka kepala Puskesmas harus
membuat program penurunan prevalensi TB dan memotivasi PMO. PMO di data agar
dapat diketahui berapa besar minat warga untuk ikut berperan dalam berpartisipasi
sebagai PMO.
Penyebab menurunnya peranan PMO dikarenakan faktor berikut, yaitu :
a.
b.
c.
d.
Tingkat pengetahuan kader dan petugas tentang tugas dan fungsi PMO
Motivasi PMO menurun dikarenakan tidak adanya reward, misalnya tidak digaji
Sarana transportasi tidak menujang untuk kerumahpasien TB yang jauh
Pelaporan kurang memadai, biarpun pasien rajin minum obat namun PMO jarang
melaporkan maka perhitungan tempo waktu jangka sembuh pasien di puskesmas
menjadi rancu.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor tinggi prevalensi TB yaitu kurangnya
dan pengetahuan tentang penyakit TB, maka membutuhkan peranan dokter dan dinas
kesehatan.
Fish bone
Proses
Masukan
Penyuluhan
Pelayanan kesehatan
Kepatuhan pasien
Rendahnya pendidikan
Tingginya
prevalensi TB
Rendahnya PMO
Rendahnya sosial ekonomi
Kepadatan hunian
Kondisi Lingkungan
Lingkungan
2.2 TUBERKULOSIS
2.2.1
Definisi TB
2.2.2
2.2.3
Faktor Risiko TB
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru Teori John
Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga
faktor yaitu agent, pejamu (host), dan lingkungan (environment) ( Soemirat, 2010).
1. Agent
Agent adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent
dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak, suasana
sosial, yang dalam jumlah yang berlebih atau kurang merupakan penyebab
utama/esensial dalam terjadinya penyakit ( Soemirat, 2010).
Agent yang
2. Host
Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan
arthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam. Manusia
merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman
tuberkulosis menular melalui droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat
menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002).
Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah manusia. Beberapa faktor host yang
mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah :
a. Jenis kelamin Beberapa penelitian menunjukan bahwa laki-laki sering terkena
TB paru dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki
aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga kemungkinan
terpapar lebih besar pada laki-laki (dalam Sitepu, 2009).
b. Umur Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia
produktif yaitu 15-50 tahun (Kementrian Kesehatan RI,2010). Karena Pada usia
produktif selalu dibarengi dengan aktivitas yang meningkat sehingga banyak
berinteraksi dengan kegiatan kegiatan yang banyak pengaruh terhadap resiko
tertular penyakit TB paru.
c. Kondisi sosial ekonomi WHO 2003 menyebutkan 90% penderita tuberkulosis
paru di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin
(dalam Fatimah,2008). Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya
kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan
menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena
infeksi TB Paru.
d. Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalan alamiah dan buatan.
Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis
paru dan secara alamiah tubuh membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan
diperoleh sewaktu seseorang diberi vaksin BCG (Bacillis Calmette Guerin). Tetapi
bila kekebalan tubuh lemah maka kuman tuberkulosis paru akan mudah
menyebabkan penyakit tuberkulosis paru ( dalam Fatimah, 2008)
e. Status gizi Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup
akan berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap
infeksi kuman tuberkulosis paru. Namun apabila keadaan gizi buruk maka akan
mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini, karena kekurangan kalori dan
protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberkulosis paru
(dalam Sitepu, 2009).
3. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar dari host, baik benda tidak
hidup, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat
interaksi semua elemen-elemen tersebut, termasuk host yang lain (Soemirat,
2010). Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama
lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan
salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan
penghuninya.
Kondisi Fisik Rumah Rumah sehat menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (2005), merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik,
kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari
tanah. Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Bagi
sebagian besar masyarakat, rumah merupakan tempat berkumpul bagi semua
anggota keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya. Namun, yang perlu
diingat kondisi kesehatan perumahan juga sangat berperan sebagai media
penularan penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya (Winarsih,
2007).
Rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya taraf kesehatan
jasmani dan rohani yang memudahkan terjangkitnya penyakit dan mengurangi
daya kerja atau daya produktif seseorang. Rumah tidak sehat ini dapat menjadi
berkembang
biaknya
mikroorganisme.
Mikroorganisme
tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara , selain itu kelembaban
yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering
sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban
tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya
kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh
dan berkembang biak lebih bagi kuman Mycobacterium tuberculosis. Dengan
demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah
melalui saluran pernafasan.
e. Lantai rumah
Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidup dan
perkembangbiakan kuman dan vektor penyakit, menjadikan udara dalam
ruangan lembab, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat
menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya. Keadaan lantai rumah
perlu dibuat dari bahan yang kedap terhadap air seperti tegel, semen atau
keramik. Secara hipotesis jenis lantai rumah memiliki peran terhadap proses
kejadian tuberkulosis, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah
cenderung menimbulkan kelembaban, dengan demikian viabilitas kuman
tuberkulosis di lingkungan juga sangat dipengaruhi.
2.2.4
Pencegahan TB
Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru Mencegah lebih baik dari pada
mengobati, kata-kata itu selalu menjadi acuan dalam penanggulangan penyakit TB
Paru di masyarakat.
Dalam buku Kementrian Kesehatan RI, 2010 upaya pencegahan yang harus
dilakukan adalah:
1. Minum obat TB secara lengkap dan teratur sampai sembuh
2. Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk karena pada saat
bersin dan batuk ribuan hingga jutaan kuman TB keluar melalui percikan dahak.
Kuman TB yang keluar bersama percikan dahak yang dikeluarkan pasien TB saat :
a. Bicara : 0-200 kuman, b. Batuk : 0-3500 kuman, c. Bersin : 4500-1.000.000 kuman
3. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang pada tempat khusus
dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan wadah/kaleng tertutup yang sudah diberi
karbol/antiseptik atau pasir. Kemudian timbunlah kedalam tanah.
2.2.5
Program penanggulangan TB
Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Untuk dapat memberikan
pelayanan kesehatan menyeluruh, puskesmas menjalankan beberapa program pokok
salah satunya adalah program pemberantasan penyakit menular (P2M) seperti
program penanggulangan TB Paru yang dilakukan dengan strategi DOTS dan
Penyuluhan Kesehatan. Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB
mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap.
Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK (Unit
Pelayanan Kesehatan) terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan
kesehatan dasar (Muninjaya, 2004; Depkes, 2007).
Strategi DOTS . Fokus utama DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) adalah penemuan dan penyembuhan penderita, prioritas diberikan
kepada penderita TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan
waktu yang telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita
TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri
ke Unit Pelayanan Kesehatan, dan tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti
kewajiban penderita mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan. Petugas
kesehatan harus memberikan informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk
disampaikan kepada penderita dan keluarganya bahwa TB disebabkan kuman bukan
penyakit keturunan atau kutukan, TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur, cara
penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya, cara
pemberian pengobatan penderit, pentingnya pengawasan supaya penderita berobat
secara teratur, kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke UPK (Depkes, 2007).
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar,
tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan melakukan suatu anjuran yang ada
hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari
promosi kesehatan adalah rangkaian dari rangkaian kegiatan yang berlandaskan
prinsif-prinsif belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok, atau
masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan cara memelihara,
melindungi dan meningkatkan kesehatan (Depkes RI, 2002;Effendy, 1998).
Penyuluhan TB Paru perlu dilakukan karena masalah TB Paru banyak
berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan
adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam
penanggulangan TB Paru. Penyuluhan TB Paru dapat dilaksanakan dengan
menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun menggunakan media.
Penyuluhan langsung dapat dilakukan dengan perorangan atau kelompok.
Penyuluhan tidak langsung dengan menggunakan media seperti: bahan cetak seperti
leaflet, poster atau spanduk, sedangkan bentuk media massa dapat berupa koran,
majalah, radio dan televisi.
Dalam program penanggulangan TB Paru, penyuluhan langsung perorangan
sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita.
Penyuluhan langsung perorangan dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para
kader dan PMO. Pada kunjungan pertama ada beberapa informasi penting tentang TB
Paru yang dapat disampaikan pada penderita, antara lain: pengertian atau arti TB
Paru, penyebab TB Paru, cara penularan TB Paru dan resiko penularan TB Paru,
riwayat pengobatan sebelumnya, cara pengobatan TB Paru, pentingnya pengawasan
menelan obat. Sedangkan pada kunjungan berikutnya informasi yang dapat
disampaikan adalah cara menelan obat, jumlah obat dan frekuensi menelan obat, efek
samping dari OAT, pentingnya jadwal pemeriksaan ulang dahak, apa yang dapat
terjadi bila pengobatan tidak teratur atau tidak lengkap.
Penyuluhan ini selain ditujukan kepada penderita, tetapi juga disampaikan
kepada keluarganya. Tujuannya supaya penderita menjalani pengobatan secara teratur
sampai sembuh dan bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan
meningkatkan kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB Paru. Penyuluhan
dengan menggunakan bahan cetak dan media massa dilakukan untuk dapat
menjangkau masyarakat yang lebih luas, untuk mengubah persepsi masyarakat
tentang TB Paru sebagai suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan
memalukan, menjadi suatu penyakit yang berbahaya tapi dapat disembuhkan. Bila
penyuluhan ini berhasil, akan meningkatkan penemuan penderita secara pasif
(Depkes RI, 2002).
BAB III
RENCANA PROGRAM
No
Kegiatan
efektivitas
Efisiensi
Hasil
1. Penyuluhan TB
M
4
I
3
V
4
C
3
16
2. Pembentukan
20
TIM PMO
3. Peningkatan
12
kesehatan
4. Promosi
kesehatan
5. Kerja bakti
mutu pelayanan
Keterangan :
P : Prioritas jalan keluar
M : Magnitude, besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi ini
dilaksanakan ( turunnya prevelensi dan besarnya masalah lain)
I : Implementasi, kelanggengan selesainya masalah
V : Vulnerability, sensitifnya dalam mengatasi masalah
C : Cost, biaya yang diperlukan
Jadi dapat disimpulkan urutan prioritas, yaitu :
Penyuluhan TB
Pembentukan TIM PMO
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan
Promosi kesehatan
N Kegiatan
Sasaran
Target
Volume
Rincian
Lokasi
Kegiata
Kegiatan
pelaksanaa Pelaksan
han
pelaksa
Dokter
Januari,
naan
Pembic
n
1 Penyuluhan
TB
Warga desa
di
Jadwal
Kebutu
Meningkat 4 bulan
Pencega
kan
han
dan
Mei,
ara,
sekali
Balai desa
Tenaga
Kecamatan
pengetahu
Bahaya
petugas
Septemb
materi,
sukamandi
an tentang
pengoba
kesehata
er
konsum
TB
tan
n PKM
Meningkat Setiap
Mengaja
Rumah
Keluarga
kan
ada
k dan
warga,
pasien
kesehat
TB dan
kualitas
pasien
monitori
khususnya
dan
an dan
tenaga
PMO
baru
ng
pasien TB
tenaga
dana
2 Pembentuka Keluarga
n TIM PMO penderita
kesehatan
keluarga
pasien,
medis
si,sewa
Relatif
lokasi
Tenaga
kegiatan
PMO,
dan
evaluasi
hasil
kegiatan
3 Peningkatan Tenaga
Meningkat 6 bulan
PMO
Pelatihan
tenaga
medis,
kesehat
Relatif
Tenaga
mutu
medis,
kan
pelayanan
pelayanan
kinerja
medis,
dokter,
an dan
kesehatan
fasilitas
tenaga
monitori
manajem
dana
kesehatan
medis,
ng
en
kualitas
fasilitas
puskesm
pelayanan
kesehata
as
kesehatan
Warga desa
Meningkat 1 kali
Memberi
di Kec.
kan
kan
kesehata
kesehat
Sukamandi
pengetahu
pengetah
n dan
an,
an tentang
uan
puskesm
dana,
PHBS
tentang
as
poster,
4 Promosi
kesehatan
per kali
Puskesmas Tenaga
PHBS
dan
pencegah
an
penulara
n TB,
serta
mudahny
akses ke
puskesm
as
terdekat
Balai desa
Tenaga
1 kali
Tenaga
masker
5 Kerja bakti
Lingkungan
Meningkat 1
Gotong
Di sekitar
Seluruh
Setiap
Alat
sekitar
kan
royong,
tempat
warga
hari
kebersi
tempat
dan
tinggal
secara
Minggu
han,
tinggal
lingkunga
menyedi
penduduk
bergantia
dana,
n rumah
akan
alat
dan
fasilitas
pembua
sekitarnya
untuk
ngan
kebersih
sampah
minggu
an
lingkung
an
1. Penyuluhan TB
Penyuluhan ini ditujukan untuk semua warga desa yang berada di Kecamatan
Sukamandi karena tingginya prevalensi TB pada daerah tersebut. Dengan adanya
penyuluhan, diharapkan agar bisa mengikuti penyuluhan tersebut dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Di mana pengetahuan mengenai pengertian, faktor
risiko, gejala-gejala, bahaya TB, pencegahan, pengobatan TB bisa diketahui oleh
warga desa. Agar upaya dalam penyuluhan TB ini dapat menurunkan tingginya
prevalensi TB di wilayah Puskesmas Sukamandi.
2. Pembentukan Tim PMO
Pembentukan TimPMO di wilayah PKM Sukamandi ditujukan untuk keluarga
pasien TB dan tenaga medis. Dengan adanya pembentukan tim ini diharapkan
kepatuhan dalam mengonsumsi obat lebih baik dan terjadwal. Sehingga pengobatan
efektif TB selama 6 bulan dapat menurunkan prevalensi TB. Selain itu juga dilakukan
monitoring pada kegiatan PMO itu sendiri guna mengevaluasi kelancaran tim PMO
dalam melaksanakan tugasnya.
3. Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulaan
Tingginya prevalensi TB di Kecamatan Sukamndi dipengaruhi beberapa faktor
risiko yaitu kurangnya penyuluhan TB, rendahnya peran PMO, kondisi lingkungan
yang buruk, kepadatan hunian dan kondisi sosial ekonomi menengah kebawah.
Kurangnya penyuluhan TB pada masyarakat di Kecamatan Sukamandi
mengakibatkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TB. Kondisi sosial
ekonomi yang rendah menyebabkan adanya kondisi gizi memburuk, serta perumahan
yang tidak sehat, dan akses terhadap pelayanan kesehatan menurun. Kondisi
lingkungan yang buruk dan kepadatan hunian dapat mempermudah proses penularan.
Faktor yang paling mempengaruhi prevalensi TB di Kecamatan Sukamandi
adalah rendahnya PMO di Kecamatan Sukamandi, karena diperlukan pengawasan
meminum obat yang dapat dilakukan oleh keluarga bila penderita merasa bosan atau
jenuh meminum obat.
Saran
1. Melakukan penyuluhan TB secara berkala di Kecamatan Sukamandi agar warga
mendapat pengetahuan yang cukup dan melakukannya dengan baik, yaitu meliputi
pengertian TB, gejala, cara penularannya, faktor risiko, bahaya, pengobatan dan
pencegahan TB.
2. Meningkatkan peran PMO untuk mengarahkan pasien agar mau mengkonsumsi
obat secara teratur sampai pengobatan selesai, menjelaskan tata cara minum obat
dan menjelaskan juga efek samping obat.
3. Meningkatkan peningkatan mutu kualitas pelayanan kesehatan baik pada
penyeddia layanan kesehatan maupun sarana dan prasarana yang menunjang
kinerja dalam pencegahan dan penanggulangan TB.
4. Mengadakan promosi kesehatan guna warga desa mengetahui kiat-kiat dalam cara
penularan, pencegahan, dan bahaya TB.
Semarang.
Undip;
2008.
Makassar.
Unhas;
2012.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3935/Imam
%20Bac
htiar-K11108031.pdf?sequence=1.
Diakses
tanggal
27
Desember 27 2013
7. Naben, AX. Suhartono. Nurjazuli. Kebiasaan Tinggal Di Rumah Etnis
Timor Sebagai Faktor Resiko Tuberkulosis Paru. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia. Vol. 12 No. 1/April 2013. Diakses tanggal 25
Maret 2014.
8. World Healty Organization. Global tuberculosis report 2013 : WHO.
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/91355/1/9789241564656_eng.
pdf. diakses tanggal 5 juni 2014
9. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Depkes RI;
2013. http://www.kemkes.go.id. Diakses tanggal 11 Desember 2013
10. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
2013. http://www.terbitan.litbang.depkes.go.id. Diakses tanggal 7 April
2014
Faktor
Lingkungan
Rumah
Dengan
kabupaten
tapanuli
utara.
[online].
2009.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6656/1/09E01348.pdf
[diakses 25 agustus 2014]