DISUSUN OLEH :
Kelompok 2R
Nama Anggota
Asisten
(1206263332)
2. Denny Setyadarma
(1206263351)
3. Gifari Setyarso
(1206263295)
4. Jeriko Rama
(1206201984)
: Denis Yanuardi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum UOP 1 untuk modul Fluidisasi dan
Transfer Panas dalam Unggun Terfluidisasi ini.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah memberikan bantuan dalam melakukan praktikum dan juga menyelesaikan laporan
praktikum UOP 1 untuk modul ini. Pihak-pihak yang turut membantu penulis antara lain:
1. Ibu Dr. Dianursanti, S.T., M.T.. selaku dosen pembimbing praktikum modul fluidisasi dan
transfer panas dalam unggun terfluidisasi.
2. Denis Yanuardi selaku asisten laboratorium praktikum modul fluidisasi dan transfer panas
dalam unggun terfluidisasi yang telah banyak mendampingi praktikan selama kegiatan
praktikum.
3. Pihak-pihak lain yang turut membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak
langsung selama penulisan proposal ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa Tiada gading yang tak retak. Penulis-pun juga
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan praktikum ini. Oleh
sebab itu, penulis memohon maaf apabila terjadi kesalahan teknis maupun non teknis di dalam
laporan praktikum ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk
perbaikan pada penulisan berikutnya.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan praktikum UOP 1 untuk modul fluidisasi dan
transfer panas dalam unggun terfluidisasi ini dapat menjadi sumber referensi di bidang Teknik
Kimia yang bermanfaat bagi banyak pihak.
Terima kasih.
Depok, 9 November 2014
Penulis
Page 2
DAFTAR ISI
SARAN ................................................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 60
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fluidisasi adalah suatu fenomena berubahnya sifat suatu padatan ( bed ) dalam
suatu reaktor menjadi bersifat seperti fluida dikarenakan adanya aliran fluida ke
dalamnya, baik berupa liquid maupun gas. Jika suatu aliran udara melewati partikel
unggun yang ada dalam tabung, maka aliran tersebut akan memberikan gaya seret (drag
force) pada partikel dan menimbulkan pressure drop sepanjang unggun. Pressure drop
akan naik jika kecepatan superficial naik.
Kecepatan superfisial adalah laju alir udara pada kolom yang kosong,
sedangkan kecepatan interstitial adalah kecepatan udara di antara partikel unggun. Pada
kecepatan superfisial rendah, ungun mula-mula diam. Jika kecepatan superfisial
dinaikkan maka pada suatu saat gaya seret fluida menyebabkan unggun mengembang
dan menyebabkan tahanan terhadap aliran udara mengecil, sampai akhirnya gaya seret
tersebut cukup untuk mendukung gaya berat partikel unggun. Hal ini menyebabkan
unggun terfluidisasi dan sistem solid-fluida menunjukkan sifat-sifat seperti fluida.
Kecepatan superfisial terendah yang dibutuhkan agar terjadi fluidisasi disebut minimum
fluidization velocity ( Umf ). Fluidisasi berhubungan dengan banyak proses industri
kimia, misalnya dalam proses katalisasi maupun dalam proses pemurnian gas. Proses
fluidisasi ini memiliki beberapa hal penting yang harus diperhatikan, seperti jenis dan
tipe fluidisasi, aplikasi dalam industri serta spesifikasi dan cara kerja alatnya.
Aplikasi fluidisasi dalam proses industri sangat banyak. Hal ini dimulai pada
tahun 1926 untuk Gasifier Winkler berskala besar lalu Fluidized-bed Catalytic Cracking
(FCC) crude oil menjadi bensin pada tahun 1942. Aplikasi tersebut semakin
berkembang dan pada tahun 1990 dapat diklasifikasikan menjadi proses-proses kimia
katalitik (seperti FCC dan sintesis Fischer-Tropsch), proses-proses kimia nonkatalitik
(seperti thermal cracking dan gasifikasi batubara), dan proses-proses fisik (seperti
pengeringan dan absorpsi). Selain itu, fluidisasi kontinu banyak dimanfaatkan dalam
pabrik pengolahan untuk memindahkan padatan dari satu tempat ke tempat lain.
Page 4
2. Tujuan Percobaan
Percobaan Fluidisasi dan Transfer Panas dalam Unggun Terfluidisasi ini
memiliki tujuan percobaan dalam pelaksanaannya, sebagai berikut :
1. Mengetahui perilaku partikel unggun (bed) dengan udara yang mengalir ke atas
2. Mengetahui hubungan antara pressure drop dan ketinggian unggun dengan laju alir
atau kecepatan superficial fluida baik menggunakan heater maupun tidak.
3. Mengetahui dan memahami pengaruh transfer panas pada unggun terfluidisasi
4. Mengetahui hubungan antara transfer panas pada unggun terfluidisasi dengan
kecepatan superficial, pressure drop
3. Perumusan Masalah
Berikut adalah perumusan masalah dari percobaan ini
1. Bagaimana hubungan antara ketinggian unggun dan pressure drop serta kaitannya
dengan kecepatan superfisial baik dengan menggunakan atau tidak menggunakan
heater.
2. Bagaimana pengaruh kecepatan superfisial dan kedalaman kerendaman (depth
immersion) suatu permukaan yang terendam dalam unggun terfluidisasi tarhadap
transfer panas pada unggun.
3. Bagaimana pengaruh laju alir fluida terhadap transfer panas dalam unggun
terfluidisasi yang meliputi suhu heater, koefisien transfer panas, kedalaman heater
dan kedalaman termokopelnya.
4. Bagaimanakah posisi heater yang baik untuk mendapatkan hasil transfer panas yang
optimal pada unggun terfluidisasi.
Page 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fenomena Fluidisasi
Fluidisasi adalah suatu fenomena berubahnya sifat suatu padatan (bed) dalam suatu
reaktor menjadi bersifat seperti fluida dikarenakan adanya aliran fluida ke dalamnya, baik
berupa liquid maupun gas. Hal ini dikarenakan adanya kontak antara butiran-butiran padatan
dengan fluida baik cair maupun gas dengan cara mengalirkannya melalui padatan tersebut.
Pada percobaan ini, padatan unggun (bed) memiliki perilaku menyerupai fluida setelah
dialirkan fluida berupa gas dari bawah unggun.
P2
Padatan unggun
P1
Page 6
Page 7
Gambar 3. Ilustrasi fluidisasi partikel unggun melalui perubahan laju alir gas
(Sumber: McCabe, Warren L. dkk. 399:499)
Page 8
Page 9
Page 10
150Vs (1 )2 x
...(1)
F
2 3
( Dp )
PgzF ...(2)
dengan gambar sebagai berikut :
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS INDONESIA
Page 11
Pada gambar terlihat bahwa besarnya penurunan tekanan sepanjang unggun berbanding
lurus dengan laju alir volumetrik selama fluidisasi belum tercapai. Pada praktikum ini, butiran
padatan yang digunakan dapat bervariasi seperti butiran pasir ataupun butiran lainnya. Ukuran
partikel juga dapat divariasikan dengan mengatur ukuran partikel dengan proses pengayakan
dengan mesh tertentu. Jika padatan berupa partikel seperti pasir, ketahanan partikel tersebut
terhadap aliran flida akan menurun dengan meningkatknya porositas partikel tersebut.
Pengukuran P pada sepanjang unggun dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut
150Vs (1 ) 2 x
P
( Dp )2 3
Maka bila Vs meningkat, meningkat dan P dijaga agar konstan. Dalam hal ini x juga akan
meningkat, akan tetapi pengaruh dari kenaikan x ini lebih kecil dibandingkan pengaruh yang
ditimbulkan oleh perubahan . Adapun hubungan x, P dan kecepatan aliran fluida dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Page 12
Gambar 12. Grafik Transisi dari Fenomena Packed Bed ke Fluidized Bed
(Sumber: McCabe, Warren L.)
Untuk kecepatan yang kurang dari kecepatan fluidisasi minimum (Umf) maka unggun
akan berperilaku sebagai packed bed. Namun, jika kecepatan aliran fluida dinaikkan melebihi
Umf, maka tidak hanya unggun yang terangkat, tetapi partikel akan bergerak dan akan saling
berbenturan satu sama lain dan akhirnya keseluruhan massa partikel akan menjadi fluida.
C. Jenis-jenis Fluidisasi
1. Fluidisasi Partikulat
Fluidisasi Partikulat merupakan suatu proses fluidisasi di mana partikel-partikel
bergerak menjauh satu sama lain dan gerekannya bertambah hebat dengan bertambahnya
kecepatan. Tetapi, densitas hamparan rata-rata pada suatu kecepatan tertentu adalah sama di
segala arah hamparan. Ciri dari proses ini adalah adanya ekspansi hamparan yang cukup besar
tetapi seragam pada kecepatan yang cukup tinggi. Seiring dengan bertambahnya kecepatan
fluida dan penurunan tekanan, maka unggun akan terekspansi dan pergerakan partikel semakin
cepat. Jalan bebas rata-rata suatu partikel di antara tumbukan-tumbukan dengan partikel lainnya
akan bertambah besar dengan meningkatnya kecepatan fluida. Akibatnya porositas unggun
akan meningkat.
Page 13
Hamparan zat padat yang terfluidisasi dalam udara biasanya menunjukkan peristiwa yang
dikenal dengan fludisasi agregat atau gelembung. Fluidisasi ini terjadi jika kecepatan gas di
atas kecepatan fluidisasi minimum. Pada kondisi ini unggunakan mengalami bubbling dan
rongga-rongga seperti gelembunguap akan membangkitkan sirkulasi partikel unggun.
Dalam fluidisasi gelembung pengembangan volume hamparan terutama disebabkan oleh
volume yang dipakai oleh gelembung gas karena fasa rapat pada umumnya tidak berekspansi
dengan peingkatan aliran. Akan tetapi jika kecepatan ditambah maka hamparan akan
mengembang secara seragam sehingga akhirnya gelembung mulai terbentuk. Dan jika
kecepatan ditingkatka lagi sampai melewati titik gelembung, hamparan itu akan berangsurangsur mengempis kembali, tetapi akan mengembung lagi.
Dalam fluidisasi agregat fluida akan membuat gelembung pada padatan unggun dalam
tingkah laku yang khusus. Gelembung fluida akan meningkat melalui unggun dan pecah pada
permukaan unggun dan akan terjadi splashing di mana partikel unggun akan bergerak atas.
Seiring dengan meningkatnya kecepatan fluida, prilaku gelembung akan bertambah besar.
Kriteria untuk fluidisasi partikulat dan agregat dapat ditentukan dengan bilngan Froude
: v2/(gDp) yang dipakai untuk menentukan apakah suatu sistem akan terfluidisasi partikulat atau
terfluidisasi agregat.
3. Fluidisasi Kontinu
Bila kecepatan fluida melalui hamparan zat padat cukup besar, maka semua partikel
dalam hamparan itu akan terbawa ikut oleh fluida hingga memberikan suatu fluidisasi kontinu.
Prinsip fluidisasi ini terutama diterapkan dalam pengangkutan zat padat dari suatu titik ke titik
lain dalam suatu pabrik pengolahan di samping ada beberapa reaktor gas zat padat lama yang
bekerja dengan prinsip ini. Contohnya adalah dalam tranportasi lumpur dan tranportasi
pneumatic.
Page 14
Sifat unggun yang menyerupai fluida akan memungkinkan adanya aliran zat padat yang
bergerak secara kontinu dan memudahkan dalam pengoperasiannya dengan sistem otomatis
dan pengontrolannya.
Laju pencampuran antar padatan yang tinggi akan membantu pencapaian kondisi isotermal
yang lebih cepat dan membuat reaktor dapat selalu berada dalam kondisi isotermal sehingga
memberi kemudahan dalam pengendalian kondisi operasi.
Laju perpindahan panas dan perpindahan massa antar partikel cukup tinggi.
Fluidisasi dapat dilakukan untuk jenis operasi dengan skala yang besar.
Perpindahan panas antara medium perpindahan panas (partikel fluida) dengan partikelpartikel padatan terfluidakan yang muncul di permukaan sangat cepat dan baik sehingga
memungkinkan pemakaian alat penukar panas yang memiliki luas permukaan yang kecil.
Page 15
Vo
= tinggi unggun
= density fluida
Dp
= diameter partikel
Persamaan (4) disebut persamaan ERGUN. Bila kecepatan fluida yang melewati
unggun dinaikkan maka perbedaan tekanan di sepanjang unggun akan meningkat pula. Pada
saat perbedaan tekanan sama dengan berat unggun dibagi luas penampang, maka unggun akan
mulai bergerak dan melayang ke atas. Partikel padat ini kemudian akan bergerak-gerak dan
mempunyai perilaku sebagai fluida. Keadaan unggun seperti ini dikenal sebagai unggun
terfluidakan (fluidized bed).
Page 16
2
=
3
di mana :
: faktor konversi
: viskositas fluida
: porositas unggun yang didefinisikan sebagai perbandingan volume ruang kosong dan dalam
unggun dengan volume unggun
: kecepatan alir superfisial fluida
: luas permukaan spesifik partikel
1,75
2 = ( )
3
(1 )( )
=
1
x
di
pi
di mana:
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS INDONESIA
Page 17
d sv
dv
Material yang melingkar seperti katalis dan pasir bulat memiliki nilai sphericity sebesar 0.9
atau lebih.
d. Kecepatan terminal
Kecepatan terminal suatu partikel (Ut) merupakan kecepatan gas yang dibutuhkan untuk
mengatur partikel tunggal yang tersuspensi dalam aliran gas. Kecepatan terminal suatu
partikel dinyatakan dalam persamaan:
4 gd p ( p g )
Ut
3 g C d
1/ 2
Cd
Re p
24
Re p
d pU g
Page 18
Ut
g ( p g )d p
18
1/ 2
Persamaan ini mengindikasikan bahwa untuk partikel yang berukuran kecil viskositas
merupakan faktor dominan setiap gas dan untuk partikel berukuran besar densitas
merupakan faktor yang terpenting. Kedua persamaan di atas mengabaikan gaya antar
partikel. Secara umum kecepatan selip (Uselip) atau kecepatan efektif terminal untuk partikel
dalam suspensi (U*t) adalah:
Uselip = U*t = Ut . f(e)
Kekosongan f(e) dari unggun yang terfluidisasi adalah fraksi mol yang terjadi oleh gas.
Fungsi t dapat dinyatakan dengan pendekatan Kozeny-Charman berikut.
f(e) = 0.1 e2/(1-e)
Pendekatan lain yang digunakan untuk sistem banyak fasa yaitu korelasi Richardson-Zaki
untuk partikel tunggal dalam suspensi, yaitu:
U/Ut =en
n merupakan fungsi dari dp/D dan bilangan Re yang divariasikan.
Page 19
Suku pertama persamaan Ergun dominan untuk aliran laminer sedangkan suku kedua
dominan pada aliran turbulen. Pengukuran Umf dapat diperoleh dari grafik P vs Umf, yaitu
sesuai titik potong atau antara bagian kurva yang datar seperti yang digambarkan pada
gambar II.10.
f. Batas partikel
Partikel diklasifikasikan berdasarkan bagaimana partikel tersebut terfluidisasi dalam
udara pada kondisi tertentu. Partikel tersebut dapat diklasifikasikan menjadi:
Partikel halus
Partikel kasar
Kohesif, partikel yang sangat halus
Unggun yang bergerak
Page 20
Page 21
Page 22
Untuk partikel unggun dengan diameter lebih kecil dari 500 dan densitas lebih kecil dari
4000 kg/m3 (kecuali partikel halus yang sangat kohesif), mekanisme utama adalah adanya
sirkulasi antara bulk unggun dan partikel yang berdekatan dengan permukaan panas
(particle convective mechanism). Partikel mampu mentransfer banyak panas karena
mempunyai kapasitas panas. Pada saat awal partikel berdekatan dengan permukaan panas,
terdapat gradien suhu lokal yang besar yaitu adanya perbedaan suhu yang besar antara bulk
unggun dengan permukaan sehingga laju perpindahan panas sangat besar. Tapi, semakin
lama suhu unggun semakin mendekati suhu permukaan. Jadi untuk selang waktu tertentu
laju transfer panas semakin tinggi jika pertikel bersinggungan dengan permuikaan panas
dalam resident time yang singkat yang dapat diperoleh dengan mengatur kondisi operasi.
Tetapi harus diingat bahwa resident time yang kecil untuk memperoleh koefisien
perpindahan panas yang paling tinggi dibatasi oleh konduktivitas panas gas dan jarak jalur
transfer panas terpendek di mana panas mengalir secara konduksi antara partikel unggun
dan permukaan panas.
Untuk partikel unggun dengan ukuran atau densitas yang lebih besar, kecepatan interstitial
yang terjadi adalah turbulen, yang berarti bahwa transfer panas konveksi melalui gas
menjadi penting. Jika transfer panas mode ini menjadi dominan, maka transfer panas akan
naik dengan naiknya diameter partikel. (karena makin besar partikel, makin besar turbulensi
kecepatan interstitial).
Untuk partikel unggun dengan temperatur yang lebih tinggi, partikel akan terdapat
perbedaan temperatur yang sangat besar antara unggun dan permukaan panas sehingga
Page 23
Salah satu persamaan empiris yang dapat digunakan untuk menghitung koefisien
perpindahan panas dari heateri yang ditempatkan secara vertikal di dalam unggun adalah
persamaan empiris dari Wender-Cooper.
=
= 0,01844 (1 ) (
0,43
0,23
( )
0,8
0,66
( )
...(20)
Keterangan :
-
= fraksi gas pada unggun terfluidisasi. Secara estimasi, nilai bisa dirumuskan:
g = densitas udara;
Karakteristik fluidisasi seperti digambarkan pada kurva fluidisasi ideal hanya terjadi pada
kondisi yang betul-betul ideal dimana butiran zat padat dengan mudah saling melepaskan
pada saat terjadi kesetimbangan antara gaya seret dengan berat partikel. Pada kenyataannya,
keadaan di atas tidak selamanya bisa terjadi karena adanya kecenderungan partikel-partikel
untuk saling mengunci satu dengan lainnya (interlock), sehingga akan terjadi kenaikan
hilang tekan (P) sesaat sebelum fluidisasi terjadi. Fenomena interlock ini dapat dilihat pada
dibawah, terjadi pada awal fluidisasi saat terjadi perubahan kondisi dari unggun tetap
menjadi unggun terfluidakan.
Page 24
Umf
Gambar 13. Kurva Karakteristik Fluidisasi saat terjadi interlock
(Sumber: McCabe, Warren L.)
2.
Page 25
(a)
(b)
(c)
(d)
Page 26
BAB III
PERCOBAAN
A. Instrumentasi Percobaan (Alat dan Bahan)
Berikut adalah penjelasan tiap komponen dari alat fluid bed heat transfer unit H692 yang
digunakan pada percobaan ini :
Page 27
2) Cylinder Mounting
Bagian ini terdiri dari elemen pemanas (heater), termokopel, dan pengukur tekanan.
Ketiga alat tersebut dapat digerakkan secara vertikal untuk disesuaikan dengan ketinggian bed
di dalam bed chamber. Tiga elemen ini sudah terhubung dengan masing-masing alat
pengukurnya yaitu indikator suhu, indikator tekanan manometer, dan kontrol suhu pemanas.
Spesifikasi elemen heater :
o 12.7 mm diameter x 37 mm panjang
o Surface area 16 cm2
Page 28
4) Kontrol Suhu
Variabel transformer merupakan alat untuk mengontrol laju perpindahan panas dari
heater. Pada permukaan heater, terdapat dua buah termokopel yang berfungsi untuk mengukur
temperatur permukaan heater dan yang satunya lagi berfungsi untuk melindungi dari nilai
setting yang berlebih.
Temperatur dari permukaan heater, bed, serta udara masuk yang mengalir akan
ditampilkan pada panel display lainnya. Pada bagian lain terdapat dua buah manometer yang
berisi fluida untuk mengukur penurunan tekanan udara yang mengalir sebelum dan sesudah
melewati bed chamber.
5)
Unggun
Page 29
54
80
100
320
177
125
460
274
194
460
274
194
1720
1620
1560
Partikel unggun (bed) yang digunakan dalam percobaan ini adalah alumina. Pada
dasarnya, jenis bed yang digunakan dapat diganti-ganti sesuai dengan kebutuhan. Namun,
karena keterbatasan (misalnya harus melepas beberapa komponen alat), maka dalam percobaan
ini variasi bed tidak dilakukan.
6) Manometer
Pada bagian lain alat ini terdapat dua buah manometer yang berisi fluida air. Manometer
pertama digunakan untuk mengukur penurunan tekanan unggun sedangkan manometer kedua
digunakan untuk mengukur penurunan tekanan udara sebelum dan sesudah melewati orifice.
Pengukur laju alir ini sangatlah penting karena semua hasil pengukuran harus ada
variasi kecepatan laju fluida untuk mendapatkan nilai kecepatan fluidisasi. Nilai yang tertera
pada tabung ini berkisar antara 0,2-1,7 m3/s. Kita dapat menentukan besarnya laju alir dengan
memutar valve yang ada pada bagian bawah. Pada alat pengukur laju alir udara ini, terdapat
penunjuk besanya kecepatan berupa beban yang akan terangkat saat udara diperbesar.
Page 30
1. Mengatur laju alir udara dengan mengatur keran atau knop aliran udara sebesar Q = 1.7
L/s.
2. Mencatat ketinggian unggun awal (Ho).
3. Mengurangi laju alir udara secara bertahap sehingga diperoleh variasi laju udara dari
1.6 L/s ; 1.4 L/s ; 1.2 L/s ; 1 L/s ; 0.8 L/s ; 0.6 L/s ; dan 0.4 L/s.
4. Mencatat ketinggian fluida dalam unggun dalam tiga posisi setiap penurunan laju alir
udara, yaitu sisi kanan (H1), tengah (H2) dan kiri (H3).
5. Mencatat nilai tekanan 1 dan 2 (P1 dan P2) setiap penurunan laju alir udara.
1. Mengatur laju alir udara dengan mengatur keran atau knop aliran udara sebesar Q = 0.4
L/s.
2. Mencatat ketinggian unggun awal (Ho).
3. Menaikkan laju alir udara secara bertahap sehingga diperoleh variasi laju udara dari 0.4
L/s ; 0.6 L/s ; 0.8 L/s ; 1 L/s; 1.2 L/ s; 1.4 L/s; 1.6 L/s ; dan 1.7 L/s.
4. Mencatat ketinggian fluida dalam unggun dalam tiga posisi setiap penurunan laju alir
udara, yaitu yaitu sisi kanan (H1), tengah (H2) dan kiri (H3).
5. Mencatat nilai tekanan 1 dan 2 (P1 dan P2) setiap penurunan laju alir udara.
Percobaan 2
1. Mengatur heater agar berada di dalam unggun Suhu heater diset pada nilai 80 oC.
2. Dengan cara yang sama termokopel diset dalam kondisi tercelup.
3. Mengatur laju alir udara (Q = 1.7 L/s) dengan mengatur knop aliran udara.
4. Mencatat datadata berikut dengan cara mengubahubah knop temperature indicator:
tempetatur termokopel dalam heater (T1), temperatur termokopel (T2) dan temperatur
udara (T3).
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS INDONESIA
Page 31
C. Data Pengamatan
Percobaan 1
H1 (cm)
H1 (cm)
H2 (cm)
P1 (cmH2O)
P2 (cmH2O)
1.7
9.6
9.7
9.9
5.1
5.8
1.6
9.5
8.7
9.3
4.8
5.9
1.4
8.2
9.2
9.2
4.2
5.8
1.2
7.5
8.2
8.1
3.6
5.7
6.5
6.9
7.4
3.1
5.6
0.8
5.7
5.5
6.9
2.5
5.5
0.6
5.6
5.5
5.6
2.9
5.2
H1 (cm)
H1 (cm)
H2 (cm)
P1 (cmH2O)
P2 (cmH2O)
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.7
5.6
5.5
6.7
7.3
7.8
8.7
8.9
6.2
5.5
6.9
8.2
8.2
9.2
9.7
5.6
5.7
7.1
8.4
8.4
9.4
9.9
2.9
2.4
3.1
3.6
4.2
4.9
5.1
5.2
5.5
5.6
5.7
5.9
5.9
5.9
Page 32
U (L/s)
TERMOKOPEL
DI ATAS
TERMOKOPEL
TERCELUP
1
1
1
1.4
1.4
1.4
1
1
1
1.4
1.4
1.4
H1
(cm)
6.5
7
7.2
8.1
8.4
8.5
7.5
8
7.5
9
9.5
10
H2
(cm)
7.1
6.9
6.9
7.9
7.8
7.9
7.7
8.2
7.7
9.7
10.2
10.2
H3
(cm)
7.4
7.2
7.2
7.4
7.8
8.2
9
8.9
9.9
10.4
10.2
10.9
P1
(cmH2O)
2.9
2.8
2.9
4.1
4.1
4.1
3
3
3
3.9
4.1
4.1
P2
T1 (oC)
(cmH2O)
5.6
73
5.7
68
5.7
61
5.9
44
5.9
47
5.9
44
5.8
51
5.8
50
5.8
52
6
44
6
46
6
44
T2 (oC)
T3 (oC)
65
64
66
44
47
49
58
56
54
52
51
50
23
25
25
24
25
26
30
29
29
29
29
29
TERMOKOPEL
DI ATAS
TERMOKOPEL
TERCELUP
T = 120 C
U (L/s)
1
1
1
1.4
1.4
1.4
1
1
1
1.4
1.4
1.4
H1
(cm)
7.2
7.3
7.7
8.7
8.5
8.6
7
7.5
7.5
9.5
9
9
H2
(cm)
7.2
7.2
7.2
7.8
8
8.1
7.2
7.2
7.4
8.7
9.2
10.2
H3
(cm)
7.1
7.7
7.9
8.4
8.9
8.9
7.9
7.4
7.9
9.1
10.4
9.9
P1
(cmH2O)
2.9
2.8
2.9
4.1
4.1
4.1
3
3
3
3.9
4.1
4.1
P2
T1 (oC)
(cmH2O)
5.6
108
5.7
93
5.7
91
5.9
78
5.9
82
5.9
82
5.8
88
5.8
88
5.8
89
6
89
6
88
6
87
T2 (oC)
T3 (oC)
81
81
85
65
66
68
60
57
57
56
58
60
25
26
27
27
27
28
28
28
28
28
29
29
Page 33
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
Percobaan 1
Berikut ini adalah tabel dan hasil perhitungan untuk perilaku unggun terfluidisasi dengan laju
alir naik dan laju alir turun.
Ketinggian awal bed (Ho) adalah 5,667 cm.
Tabel 5. Pengolahan data percobaan 1 laju alir naik
U
(L/s)
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.7
H1
(cm)
5.6
5.9
6.7
7.3
7.8
8.7
8.9
H2
(cm)
6.2
6.3
6.9
8.2
8.2
9.2
9.7
H3
(cm)
5.6
6.4
7.1
8.4
8.4
9.4
9.9
P1
(cmH2O)
2.4
2.9
3.1
3.6
4.2
4.9
5.1
P2
(cmH2O)
5.2
5.5
5.6
5.7
5.9
5.9
5.9
P
(cmH2O)
2.8
2.6
2.5
2.1
1.7
1.0
0.8
P2
(cmH2O)
5.8
5.9
5.8
5.7
5.6
5.5
5.3
P
(cmH2O)
0.7
1.1
1.6
2.1
2.5
2.6
2.8
H1
(cm)
9.6
9.5
8.2
7.5
6.5
5.7
5.7
H2
(cm)
9.7
8.7
9.2
8.2
6.9
5.5
5.7
H3
(cm)
9.9
9.3
9.2
8.1
7.4
6.9
5.9
P1
(cmH2O)
5.1
4.8
4.2
3.6
3.1
2.9
2.5
Dimana :
-
P1 = nilai tekanan pada manometer saat batang manometer di atas unggun (tekanan
udara di luar unggun)
P2 = nilai tekanan pada manometer saat batang manometer di dalam unggun (tekanan
dalam unggun)
Page 34
U vs H
1,8
1,6
1,4
U (L/s)
1,2
1,0
Increasing Flowrate
0,8
Decreasing Flowrate
0,6
0,4
0,2
0,0
0,000
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
H (cm)
Grafik 1. Kurva Pengaruh Perubahan Laju Alir Superfisial Udara terhadap Perubahan
Ketinggian Bed
U vs P
1,8
1,6
1,4
U (L/s)
1,2
1,0
0,8
Increasing Flowrate
0,6
Decreasing Flowrate
0,4
0,2
0,0
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
P (cmH2O)
Grafik 2. Kurva Pengaruh Perubahan Laju Alir Superfisial Udara terhadap Penurunan
Tekanan (Pressure Drop)
Page 35
Percobaan 2
Tabel 7. Data Q, Hbed, T1, T2, T3 dan P dengan variasi posisi termokopel saat T = 80oC
TERMOKOPEL
TERANGKAT
TERMOKOPEL
TERCELUP
T = 80 C
Q
(m3/s)
0,0010
0,0010
0,0010
0,0014
0,0014
0,0014
0,0010
0,0010
0,0010
0,0014
0,0014
0,0014
Hb
0,070
0,070
0,071
0,078
0,080
0,082
0,081
0,084
0,080
0,097
0,100
0,104
3,600
5,700
5,700
5,900
5,900
5,900
5,800
5,800
5,800
6,000
6,000
6,000
73,000
68,000
61,000
44,000
47,000
44,000
51,000
50,000
52,000
44,000
46,000
44,000
65,000
64,000
66,000
44,000
47,000
49,000
58,000
56,000
54,000
52,000
51,000
50,000
23,000
25,000
25,000
24,000
45,000
46,000
30,000
29,000
29,000
29,000
29,000
29,000
Tabel 8. Data Q, Hbed, T1, T2, T3 dan P dengan variasi posisi termokopel saat T = 120oC
TERMOKOPEL
TERCELUP
T = 120
OC
Q
(m3/s)
0,00100
0,00100
0,00100
0,00140
0,00140
0,00140
Hb
(m)
0,072
0,074
0,076
0,083
0,085
0,085
P1
(mmH20)
2,900
3,000
2,900
4,100
4,100
4,100
P2
T1
T2
T3
O
O
(mmH2O)
( C)
( C)
(OC)
5,700 108,000 81,000 25,000
5,700 93,000 81,000 26,000
5,700 91,000 85,000 27,000
5,900 78,000 65,000 27,000
5,900 82,000 66,000 27,000
6,000 82,000 68,000 28,000
Page 36
TERMOKOPEL
TERANGKAT
0,074
0,074
0,076
0,091
0,095
0,097
2,700
2,700
2,800
3,900
4,100
4,200
5,800
5,800
5,800
6,000
6,000
6,000
88,000
88,000
89,000
89,000
88,000
87,000
60,000
57,000
57,000
56,000
58,000
60,000
28,000
28,000
28,000
28,000
29,000
29,000
suhu(C)
60
Q=1 termokople tercelub
T1
50
Q=1,4 termokople
tercelup T1
40
30
20
10
0
0
0,5
1,5
2,5
3,5
percobaan
Grafik 3. Hubungan antara Suhu Heater (T1) dengan Percobaan pada saat T= 80oC
Suhu (C)
100
80
60
40
Q = 1, Termokopel Tidak
Tercelup
20
0
0
0,5
1,5
2,5
Percobaan
Grafik 4. Hubungan antara Suhu Heater (T1) dengan Percobaan pada saat T= 120oC
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS INDONESIA
Page 37
suhu(C)
50
40
30
20
10
0
0
percobaan
Grafik 5. Hubungan antara Suhu Termokopel (T2) dengan Percobaan pada saat T= 80oC
Suhu (C)
60
50
40
Q = 1, Termokopel Tidak
Tercelup
30
20
10
0
0
0,5
1,5
2,5
Percobaan
Grafik 6. Hubungan antara Suhu Termokopel (T2) dengan Percobaan pada saat T= 120oC
Page 38
suhu(C)
25
20
15
10
5
0
0
percobaan
Grafik 7. Hubungan antara Suhu Udara (T3) dengan Percobaan pada saat T= 80oC
Suhu (C)
28
27,5
Q=1.4, Termokopel Tercelup
27
26,5
Q = 1, Termokopel Tidak
Tercelup
26
25,5
25
24,5
0
0,5
1,5
2,5
Percobaan
Grafik 8. Hubungan antara Suhu udara (T3) dengan Percobaan pada saat T= 120oC
Pada percobaan kedua, digunakan heater sehingga peristiwa fluidisasi yang terjadi
mempengaruhi perpindahan panas.
Page 39
Gambar 16 Pressure drop versus kecepatan fluida untuk packed dan fluidized beds
Gambar 4.1 di atas analog dengan grafik 4.2. Garis lurus OA merupakan region packed bed. Di
sini, partikel tidak berpindah relatif satu sama lain dan pemisahan nya konstan. Kehilangan
tekanan versus kecepatan fluida pada zona ini digambarkan dalam persamaan Ergun berikut.
p 150 1 2
H
U
x sv2
1 fU
1.75
x sv
..(1)
Daerah BC merupakan daerah unggun terfluidisasi. Pada titik A, peningkatan pressure drop
lebih tinggi daripada nilai yang diprediksi. Kenaikan ini terjadi ketika kecepatan fluidisasi
minimum dicapai; disini diperlukan gya tarik interpartikel yang lebih besar karena pada kondisi
yang demikian partikel unggun saling berasosiasi. Persamaan yang berlaku untuk daerah ini
adalah:
p H 1 p f g
..(2)
Untuk mengetahui besarnya kecepatan superficial di semua region, melalui kedua persamaan
diatas dikombinasikan sehingga diperoleh persamaan berikut ini:
Page 40
..(3)
Dari persamaan tersebut diperoleh bilangan tak berdimensi, Ar (Archimedes number) yang
didefinisikan dengan
Ar 150
1 Re 1.75
Re 2
..(4)
atau
f p f gxsv3
Ar
2
..(5)
dengan nilai Reynolds number sebagai berikut:
Uxsv f
Re
..(6)
Dengan menentukan Ar dari persamaan (5), kemudian mendapatkan nilai Re dari persamaan
(4), maka dapat ditentukan nilai U dari persamaan (6). Untuk menggunakan persamaan (5) dan
(4) diperlukan harga viskositas dan porositas. Karena yang sedang diujicoba adalah pengaruh
fluidisasi terhadap perpindahan panas, maka nilai viskositas merupakan fungsi suhu; untuk
menghitungnya digunakan persamaan Hagen-Poiseuille berikut:
pR 4
8QL ..(7)
f
p ..(8)
Nilai pressure drop dapat dihitung terlebih dahulu dari persaman hidrosatis, P = .g.H. Berikut
adalah tabulasi perhitungan untuk mendapatkan harga kecepatan superfisial. Untuk
menyelediki pengaruh fluidisasi terhadap transfer panas, hendak dicari nilai koefisien
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS INDONESIA
Page 41
Nu
hc d p
k g ..(9)
Untuk partikel berbentuk bola, digunakan persamaan empiris yang dikemukakan oleh Morelus
dan Schweinzer,
Nu 0.0247 ( Ar )0.4304Pr
0.33
..(10)
Dimana Ar merupakan Archimedes number yang telah dinyatakan dalam persamaan (5) dan Pr
merupakan bilangan Prandtl,
C
Pr p
k g ..(11)
Nilai kapasitas panas pada tekanan konstan, Cp merupakan fungsi suhu,yang nilainya disajikan
pada tabel berikut:
T(K)
Cp(J/kg.K)
-150
123
1.026
-100
173
1.009
-50
223
1.005
273
1.005
20
293
1.005
40
313
1.005
60
333
353
373
393
413
1.009
80
100
120
140
1.009
1.009
1.013
1.013
Page 42
1.017
433
180
1.022
453
200
1.026
473
250
1.034
523
300
1.047
573
350
1.055
623
400
1.068
673
Sumber : http://www.engineeringtoolbox.com/air-properties-d_156.html
Grafik T vs Cp
1.080
6
5
4
3
2
1.070 y = 9E-14x - 2E-10x + 2E-07x - 0,0001x + 0,0328x - 4,7842x + 1290,5
Cp (J/kg.K)
1.060
1.050
1.040
1.030
1.020
1.010
1.000
0
100
200
300
400
500
600
700
800
T(K)
T vs Cp
Poly. (T vs Cp)
Dengan mengeplot T terhadap Cp, akan diperoleh grafik seperti di atas, sehingga untuk udara,
hubungan konduktivitas termal dan temperatur dinyatakan dalam persamaan,
Cp = 9E-14x6 - 2E-10x5 + 2E-07x4 0.0001x3 + 0.032x2 4.784x + 1290
Selain itu, nilai konduktivitas termal, k, juga merupakan fungsi suhu berdasarkan persamaan,
k k 0 1 T k 0T k 0
..(12)
Dibawah ini ditampilkan nilai konduktivitas termal udara pada berbagai macam suhu:
k (W/m K)
-150
0.0116
Page 43
0.016
-50
0.0204
0.0243
20
0.0257
40
0.0271
60
0.0285
80
0.0299
100
0.0314
120
0.0328
140
0.0343
160
0.0358
180
0.0372
200
0.0386
250
0.0421
300
0.0454
350
0.0485
400
0.0515
sumber: engineeringtoolbox.com/air-properties-d_156.html
Hubungan T vs k
0,06
y = 7E-05x + 0,0068
k(W/m.K)
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0
0
100
200
300
400
500
600
700
800
T(K)
Hubungan T vs k
Linear (Hubungan T vs k)
Page 44
..(13)
Selanjutnya dibawah ini adalah tabel data nilai viskositas untuk menghitung nilai Pr:
Tabel 11. Nilai Untuk Menghitung Pr
TERMOKOPEL
TERANGKAT
TERMOKOPEL
TERCELUP
T = 80 C
T3
T3(K)
.10^-5
23,0000
25,0000
25,0000
24,0000
45,0000
46,0000
30,0000
29,0000
29,0000
29,0000
296,0000
298,0000
298,0000
297,0000
318,0000
319,0000
303,0000
302,0000
302,0000
302,0000
1,851
1,8608
1,8608
1,8559
1,9576
1,9624
1,8853
1,8804
1,8804
1,8804
1,8804
1,8804
Q
(m3/s)
0,0010
0,0010
0,0010
0,0014
0,0014
0,0014
0,0010
0,0010
0,0010
0,0014
TERMOKOPEL
DIATAS
TERMOKOPEL
TERCELUP
T=
120 OC
Q
(m3/s)
0.00100
0.00100
0.00100
0.00140
0.00140
0.00140
0.00100
0.00100
0.00100
0.00140
0.00140
0.00140
T3
( C)
25.000
26.000
27.000
27.000
27.000
28.000
28.000
28.000
28.000
28.000
29.000
29.000
O
T3
(K)
298.000
299.000
300.000
300.000
300.000
301.000
301.000
301.000
301.000
301.000
302.000
302.000
.10^5
(kg/m.s)
1.8608
1.8657
1.8706
1.8706
1.8706
1.8755
1.8755
1.8755
1.8755
1.8755
1.8804
1.8804
Sumber : http://www.lmnoeng.com/Flow/GasViscosity.php
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS INDONESIA
Page 45
TERMOKOPEL
TERANGKAT
TERMOKOPEL
TERCELUP
T = 80
C
Q
T3
(m3/s)
0,0010 23,0000
296,0000
0,0010
25,0000
0,0010
T3(K)
Visc
Cp
Ar
Pr
Nu
hc
1,851
0,02672
1226,1076
253,7072
0,84937
0,25359
54,20643
298,0000
1,8608
0,02686
1230,4813
251,0419
0,85245
0,25274
54,30808
25,0000
298,0000
1,8608
0,02686
1230,4813
251,0419
0,85245
0,25274
54,30808
0,0014
24,0000
297,0000
1,8559
0,02679
1228,2876
252,3693
0,85091
0,25316
54,25718
0,0014
45,0000
318,0000
1,9576
0,02826
1277,3169
212,1503
0,88481
0,23798
53,80308
0,0014
46,0000
319,0000
1,9624
0,02833
1279,811
211,1137
0,88652
0,23763
53,85699
0,0010
30,0000
303,0000
1,8853
0,02721
1241,6572
244,5596
0,86031
0,25066
54,56473
0,0010
29,0000
302,0000
1,8804
0,02714
1239,3942
245,8358
0,85872
0,25107
54,51311
0,0010
29,0000
302,0000
1,8804
0,02714
1239,3942
245,8358
0,85872
0,25107
54,51311
0,0014
29,0000
302,0000
1,8804
0,02714
1239,3942
245,8358
0,85872
0,25107
54,51311
0,0014
29,0000
302,0000
1,8804
0,02714
1239,3942
245,8358
0,85872
0,25107
54,51311
0,0014
29,0000
302,0000
1,8804
0,02714
1239,3942
245,8358
0,85872
0,25107
54,51311
Page 46
hc (W/m2.K)
54,4
54,3
54,2
54,1
54
53,9
53,8
53,7
0
Percobaan
Grafik 11. Hubungan antara percobaan dengan hc pada saat TTermokopel = 80oC
Page 47
hc (W/m2.K)
54,5
54,45
Termokopel Tercelup;
Q=0,001 m3/s
54,4
Termokopel Tercelup;
Q=0,0014 m3/s
54,35
Termokopel Terangkat;
Q=0,001 m3/s
54,3
Termokopel Terangkat;
Q=0,0014 m3/s
54,25
0
Percobaan
Grafik 12. Hubungan antara percobaan dengan hc pada saat TTermokopel = 120oC
Page 48
BAB V
ANALISIS
Percobaan 1
A. Analisis Percobaan
Percobaan pertama (perilaku unggun terfluidisasi) dilakukan untuk memenuhi tujuan
percobaan dalam menentukan pengaruh perubahan laju alir superfisial udara yang diberikan
dari bawah unggun (U) terhadap perubahan ketinggian unggun (H), menentukan pengaruh
laju alir superfisial udara yang diberikan dari bawah unggun (U) terhadap penurunan tekanan
unggun (P), menentukan pengaruh perbedaan kondisi pemberian laju alir udara (penambahan
atau penurunan laju alir) terhadap perubahan ketinggian unggun (H), menentukan pengaruh
perbedaan kondisi pemberian laju alir udara (penambahan atau penurunan laju alir) terhadap
penurunan tekanan unggun (P), menentukan laju alir superfisial udara minimum yang dapat
menyebabkan fluidisasi (Um), dan menentukan penurunan tekanan (pressure drop) unggun
maksimal yang terjadi pada saat fluidisasi (Pmax).
Unggun yang digunakan pada percobaan ini ialah merupakan padatan alumina (Al2O3)
sementara fluida yang dialirkan ke dalam chamber berisi unggun tersebut adalah udara. Pada
percobaan pertama ini, variabel yang diukur adalah perubahan ketinggian bed dan pressure
drop (P1 dan P2) yang terjadi saat unggun (bed) dialiri dengan laju alir udara yang berbedabeda besarnya. Pengukuran ketinggian bed dilakukan dengan melihat ketinggian bed rata-rata
dalam bed chamber dengan cara mengambil nilai tengah dari ketinggian maksimum dan
ketinggian minimum bed yang terjadi. Hal ini dilakukan karena ketinggian bed pada setiap titik
(ketika unggun sudah terfluidisasi) pada bed chamber tidak sama. Di satu titik, terdapat bed
(unggun) yang terhempas naik ke atas namun di titik yang lain bed tidak bergerak ke atas.
Pergerakan bed yang tidak beraturan membuat praktikan mengalami kesulitan dalam membaca
ketinggian bed yang terjadi pada saat dialiri udara dengan laju alir tertentu. Oleh karena itu,
maka ketinggian bed yang diukur dan dicatat ialah ketinggian bed rata-rata dalam bed chamber.
Pada saat melakukan percobaan pertama ini tidak diperlukan heater karena praktikan hanya
ingin mengetahui fenomena fluidisasi yang terjadi saat udara dialirkan ke dalam unggun. Oleh
karena itu, batang heater dan batang termokopel dalam chamber dinaikkan ke atas unggun agar
tidak mempengaruhi ketinggian bed.
Page 49
Page 50
Page 51
T2
Sb
8,66 . 10-3 m2
T3
sehingga untuk menjelaskan hubungan dari kecepatan superfisial udara (laju alir udara pada
kolom kosong) dengan ketinggian unggun dan pressure drop telah dapat dijelaskan dengan
variasi laju alir udara yang ditentukan dalam percobaan ini.
Page 52
Hubungan Antara Laju Alir Udara dan Pressure Drop (Penuurunan Tekanan)
Grafik hubungan antara laju alir dan pressure drop yang diperoleh dari data pada sistem
percobaan ini cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari kestabilan garis grafik nilai pressure drop
pada grafik 2 saat laju alir udara dinaikkan ataupun diturunkan. Perbedaan kondisi pemberian
laju alir baik itu diturunkan maupun dinaikkan tidak berpengaruh pada penurunan tekanan
sistem. Hal ini dapat dilihat dari grafik 2 yang cukup konstan dan menunjukkan perubahan
pressure drop yang sama dan stabil pada saat berbagai laju alir. Hal ini sesuai dengan tinjauan
teoritis, di mana pressure drop hanya dipengaruhi besaran laju alir udara yang di-set dan tidak
dipengaruhi oleh bagaimana udara dialirkan baik itu diturunkan dari kondisi laju alir yang
tinggi maupun dinaikkan dari kondisi laju alir yang rendah.
Pada saat laju alir udara sebesar 0,2 1 liter/sekon, unggun menunjukkan perilaku
mengalami peningkatan pressure drop. Hal ini disebabkan gaya seret dari fluida terhadap
partikel akan meningkat seiring meningkatnya laju alir fluida. Gaya seret yang semakin besar
akan menimbulkan penurunan tekanan yang semakin besar di sepanjang unggun. Aliran udara
pada keadaan tersebut menunjukkan laju alir yang semakin besar namun viskositas alirannya
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS INDONESIA
Page 53
2
3
72 (1 )2
di mana dapat terlihat bahwa laju alir superfisial udara (u) berbanding lurus dengan pressure
drop. Semakin besar u, dengan tetapnya luas permukaan, maka pressure drop (P) yang
dihasilkan pun semakin besar pada aliran udara yang kecil.
Pada laju alir di atas 1 liter/sekon, menunjukkan bahwa nilai pressure drop cenderung
konstan. Hal ini disebabkan karena gaya seret udara terhadap partikel-partikel padatan sudah
cukup atau sudah mampu mengimbangi gaya berat partikel. Kondisi ini merupakan fenomena
yang khas dari unggun terfluidisasi. Pada kondisi unggun terfluidisasi, porositas unggun
semakin besar seiring dengan kenaikan laju alir udara (u). Namun, untuk mengimbangi
peningkatan u, maka nilai P (pressure drop) menjadi relatif konstan. Dengan kata lain, pada
unggun terfluidisasi, porositas unggun semakin menurun seiring meningkatnya u namun nilai
P akan menjadi lebih konstan sehingga peningkatan laju alir hanya akan mempengaruhi
penurunan porositasnya saja.
Pada grafik 2, ditunjukkan bahwa nilai P (pressure drop) maksimum sistem pada
kondisi laju alir udara dinaikkan dicapai pada laju alir udara sebesar 1,0 L/s di mana laju alir
tersebut merupakan batas antara region kondisi fixed bed dengan kondisi fluidized bed. Pada
saat kondisi laju alir udara diturunkan, terlihat pula bahwa pada laju alir 1,0 liter/sekon
merupakan batas kondisi fixed bed ke fluidized bed di mana nilai P mulai menunjukkan nilai
yang konstan.
Hubungan antara kenaikan laju alir dan ketinggian unggun serta pressure drop dapat
membantu untuk memberikan hubungan antara ketinggian unggun dengan pressure drop. Dari
kedua grafik di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar laju alir yang diberikan maka
semakin besar pula ketinggian unggun dan semakin besar pula pressure drop yang berada pada
sistem.. Fenomena ini dapat pula dijelaskan dengan persamaan :
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS INDONESIA
Page 54
C. Analisis Kesalahan
Page 55
Percobaan 2
A. Analisis Percobaan
Pada percobaan 2 ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan superfisial
dan posisi thermocouple pada koefisien transfer panas. Oleh karena itu, pada percobaan ini,
data yang diambil meliputi ketinggian unggun, suhu heater, suhu udara, suhu unggun, dan
pressure drop pada thermocouple tercelup/tidak tercelup. Seperti pada percobaan sebelumnya,
ketinggian unggun yang diukur ialah ketinggian unggun rata-rata yang dilihat dari tiga sisi
berbeda, karena ketinggian unggun pada tiap sisi tidak selalu sama, khususnya ketika terjadi
fluidiasi.
Selain itu, pada percobaan ini, suhu heater yang diberikan juga divariasi, yaitu pada suhu
80oC, dan 120oC. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu
terhadap koefisien transfer panas. Percobaan dimulai dengan suhu yang lebih rendah, yaitu
80oC. Lalu terdapat dua perlakuan pada thermocouple, yakni tercelup atau diatas unggun.
Maksud dari thermocouple tercelup adalah thermocouple tercelup di dalam unggun saat terjadi
fluidisasi, sedangkan thermocouple diatas berarti thermocouple terdapat diatas unggun saat
terjadi fluidisasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui proses penyebaran transfer panas terjadi
secara merata di dalam chamber atau tidak. Pengukuran pressure drop dan suhu dilakukan
sebanyak 3 kali dalam rentang waktu 3 menit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
waktu terhadap suhu yang digunakan.
B. Analisis Grafik
Dalam percobaan kedua ini didapatkan data berupa ketinggian unggun, suhu udara,
suhu unggun, suhu termokopel dan tekanan. Setelah melalui pengolahan data didapatkan nilai
koefisien transfer panas. Nilai koefisien transfer panas antara termokopel tercelup dan
termokopel tidak tercelup tidaklah beda jauh. Hal ini disebabkan karena pada percobaan telah
terbentuk gelembung yang menyatakan bahwa unggun telah terfluidisasi. Dengan
terfluidisasinya unggun maka profil suhu dalam kolom akan merata atau sama.
Selanjutnya pengaruh laju alir udara dan nilai k. Dalam grafik ini terlihar bahwa dengan
bertambahnya laju alir maka nilai k akan semakin besar. Hal ini membuktikan bahwa dengan
ditambahnya kecepatan superfisial akan berbanding lurus dengan perpindahan panas dalam
unggun. Ketika kecepatan superfisial naik maka akan terjadi turbulensi yang membentuk
gelembung. Hal ini akan membantu dalam perpindahan panas.
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS INDONESIA
Page 56
C. Analisis Kesalahan
Ketidakstabilan pada compressor (yant terus cenderung turun sedikit demi sedikit). Hal
tersebut tentunya mempengaruhi besarnya kecepatan superfisial yang diberikan pada
unggun sehingga data yang diperoleh menjadi kurang tepat.
Pembacaan tinggi unggun sangat bersifat relatif karena mengharuskan praktiktan untuk
mengira-ngira tinggi berdasarkan penglihatan saja, terlebih lagi bubbling terjadi sangat
cepat. Hal ini menyebabkan data yang diperoleh menjadi kurang akurat.
Kedalaman dari thermocouple maupun heater yang dicelupkan ke dalam ungguun tidak
selalu sama untuk setiap percobaan sehingga mempengaruhi nilai temperatur yang
diperoleh yang kemudian akan mempengaruhi perhitungan proses transfer panasnya.
Suhu yang terbaca pada alat cenderung naik turun dan sulit untuk konstan pada suatu
nilai, sehingga mengharuskan praktikan untuk mengambil salah satu nilai suhu yang
terbaca, yang memungkinkan terjadinya sedikit ketidakakuratan data
Page 57
BAB V
KESIMPULAN
1. Pada laju alir rendah (di bawah laju alir fluidisasi minimum), unggun berperan sebagai fixed
bed karena tidak ada pergerakan partikel unggun walaupun telah dialiri udara.
2. Pada laju alir menengah (dalam percobaan 0,8-1 liter/sekon), terjadi non-bubbling
fluidization dimana partikel unggun telah bergerak dan gaya berat partikel masih mampu
menahan agar tidak terbentuk rongga udara.
3. Pada laju alir tinggi (dalam percobaan lebih dari 1,2 liter/sekon), terjadi bubbling
fluidization dimana gaya berat partikel unggun tidak dapat lagi menahan agar rongga udara
tidak terbentuk.
4. Fluidisasi yang terjadi dipengaruhi oleh laju alir udara. Semakin besar laju alir, maka
semakin tinggi bed.
5. Variasi kondisi laju alir (dinaikkan atau diturunkan) tidak mempengaruhi proses fluidisasi.
6. Laju alir udara mempengaruhi besarnya pressure drop yang terjadi. Semakin besar laju alir,
semakin besar pressure drop pada kolom hingga pressure drop bernilai stabil. Pressure
drop akan bernilai stabil apabila gaya seret partikel padatan sudah cukup mengimbangi
gaya berat partikel.
7. Perbedaan kondisi pemberian laju alir baik itu diturunkan maupun dinaikkan tidak
berpengaruh pada penurunan tekanan sistem.
8. Laju alir udara mempengaruhi distribusi kalor yang terjadi pada bed. Semakin besar laju
alir, semakin baik distribusi kalor yang terjadi, dilihat dari suhu bed yang meningkat seiring
dengan kenaikan laju alir. Jadi, fluidisasi mempengaruhi transfer panas yang terjadi.
9. Besarnya transfer panas tidak mempengaruhi proses fluidisasi yang terjadi.
Page 58
SARAN
Page 59
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Modul Praktikum POT 1. Depok : Departemen Teknik Gas dan Petrokimia
De Nevers, Noel. Fluid Mechanics Chemical Engineering. 1951. New York : McGraw-Hill
Inc.
McCabe W.L., J. C. Smith, and P. Harriot .1985. Unit Operations of Chemical Engineering.
McGraw Hill : New York.
.
Page 60