Anda di halaman 1dari 36

HIGIENE INDUSTRI (TL-5131)

LAPORAN KUNJUNGAN INDUSTRI


PT PUDAK SCIENTIFIC

Oleh:

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2015
1

BAB I
1.
1.1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan ekonomi dunia cenderung konstan bahkan beberapa negara mengalami


pertumbuhan yang negatif tetapi berbeda dengan Indonesia yang mengalami pertumbuhan
ekonomi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi suatu negara
didukung oleh perkembangan industrinya, semakin berkembang industri di suatu negara
berpengaruh terhadap perekonomian negara tersebut. Tuntutan dan perkembangan ekonomi
menuntut industri untuk mengembangkan dan meningkatkan produksinya, keadaan tersebut
berpengaruh terhadap proses produksi yang meliputi sumber daya manusia, pemakaian mesin
produksi, peralatan produksi, serta penggunaan bahan-bahan berbahaya dan proses produksi
yang berbahaya untuk menunjang kelancaran produksi. Hal ini sebanding dengan
meningkatnya potensi bahaya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Semakin kuatnya perekonomian Indonesia ditunjang dengan peningkatan di bidang
industri, sehingga standar keamanan proses produksi harus semakin ditingkatkan, rekayasa
teknologi digunakan untuk mengurangi dampak bahaya bagi manusia dan lingkungan akibat
perkembangan teknologi yang semakin meningkat. Tenaga kerja merupakan pelaku yang
sekaligus menjadi sasaran pembangunan, oleh karena itu perlu adanya pengembangan dan
pembinaan sumber daya manusia sehingga produktivitasnya meningkat. Pemerintah
mewajibkan perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk menerapkan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1970 Pasal 3 tentang Keselamatan Kerja, yang salah satu isinya adalah menciptakan
keserasian antara manusia, mesin, dan lingkungan sehingga dapat melakukan pekerjaan
dengan nyaman dan tidak terjadi kelelahan yang berlebihan serta mencegah timbulnya
penyakit akibat kerja. Keselamatan kerja yang dilaksanakan sebaik-baiknya akan membawa
iklim yang aman dan tenang dalam bekerja sehingga sangat membantu hubungan kerja dan
manajemen (Sumamur, 2001).
Semua indutri terutama di pabrik-pabrik yang proses produksinya menggunakan
tenaga manusia rentan akan ancaman terhadap keselamatan kerja karena menggunakan alatalat kerja berbahaya. Salah satu indutri yang perlu memperhatikan keselamatan kerja adalah
PT Pudak Scientific yaitu perusahaan pabrikasi yang membuat alat-alat peraga sekolah mulai
dari SD, SMP, SMA dan SMK. Alat yang dibuat digunakan untuk pembelajaran di
laboratorium atau untuk pelatihan otomotif. Pekerjaan di setiap bidang produksi di
perusahaan tersebut mengandung risiko, dapat menimbulkan potensi bahaya, kecelakaan
1

kerja, ketidaknyamanan dalam bekerja, dan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja,
terutama bagi para pekerja di lokasi produksi alat penunjang produksi dan pembuatan alat
laboratorium sekolah. Tahapan yang dilakukan dalam kunjungan industri ini adalah
melakukan indentifikasi dan evaluasi terhadap kemungkinan potensi bahaya dan gangguan
kerja yang mengacu kepada ambang batas di Indonesia. Prosesnya dengan melakukan
pengukuran terhadap beberapa faktor penyebab, seperti kebisingan, kelembaban, cahaya,
suhu, radiasi pada lingkungan kerja, dan kapasitas paru-paru pada pekerja. Hasil dari proses
pengukuran dibandingkan dengan nilai ambang batas sesuai regulasi yang berlaku di
Indonesia, seperti Peraturan Pemerintah atau aturan lainnya yang telah diterapkan di
Indonesia. Terakhir dilakukan evaluasi dan rekomendasi terhadap proses produksi, hasilnya
dapat diberikan kepada perusahaan sebagai saran dan masukan untuk meningkatkan standarstandar kselematan kerja selama proses produksi.
1.2.

Profil Perusahaan

PT Pudak Scientific adalah perusahaan terpercaya dalam bidang alat pendidikan. PT


Pudak melakukan pengembangan produksi dan distribusi berbagai jenis produk alat
pendidikan sekolah dasar, menengah dan kejuruan, universitas dan lembaga pendidikan
lainnya. Pudak menempati areal seluas 3,2 hektar dan bangunan 12.000 m 2 untuk kegiatan
administrasi, fasilitas produksi, gudang, dan departemen R&D. Pudak memiliki karyawan
2000 orang staff dan tenaga ahli

yang dikombinasikan dengan teknik produksi dan

managemen yang modern dan menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga yang
bersaing. PT Pudak Scientific menyediakan peralatan sains yang terdiri dari:

Ilmu Pengetahuan Alam (Fisika, Kimia, dan Biologi)

Matematika

Alat Pelatihan Vocational

Furnitur untuk Labolatorium

Pabrik Pudak memiliki beberapa divisi atau bagian yang di tempatkan pada ruang-ruang
tertentu yaitu:
1.

Ruang bahan dasar 1

Bahan dasar dalam pembuatan peralatan yang di produksi oleh Pudak scientific diantaranya:
- Bahan kaca Borosilikat yang tahan panas dan tidak pecah jika dibakar. Contoh Produk:
tabung reaksi, gelas kimia, gelas ukur, labu didih, buret, dan alat gelas lainya.
- Bahan kaca optik khusus untuk lensa , bukan kaca biasa yang berwarna kehijauan. Contoh
Produk: lensa-lensa optik, balok kaca.
1

- Bahan plastik Plastik ABS untuk keseragaman bentuk dan warna dan PS-HI untuk
karakterisitik keras dan tidak mudah pecah dan plastik SAN yang bening dan tidak mudah
pecah. Pudak tidak menggunakan plastik recycle yang getas mudah pecah. Contoh produk :
komponen kit berbahan plastik, lensa plastik dan lainnya.
- Stainless steel adalah besi tahan karat dengan masa pakai seumur hidup, jika dibandingkan
dengan besi krom harganya memang lebih mahal, tapi pada pemakaian umum lapisan krom
akan lepas dan berkarat. Contoh produk: statif set, pembakar spriritus.
- Aluminium diecast, untuk hasil produk yang presisi, kuat dan seragam. Contoh produk:
klem universal, klem bosshead.
- Aluminium extrusion berlapis anodize. Contoh produk : precision rail.
- Desain sekering otomatis elektronik pada unit catu daya, jika catu daya mengalami hubung
singkat atau kelebihan beban maka akan otomatis mati, catu daya akan berfungsi kembali
dengan menekan tombol reset tanpa perlu mengganti sekering seperti pada catu daya
umumnya.
- Bahan pelapis pada komponen umum digunakan cat powder coating menggantikan cat biasa
yang mudah tergores/lepas.
2.

Ruang bahan dasar 2

Terdapat dua divisi dalam perakitan yaitu perakitan mekanika dan elektronika, dalam
perakitan mekanika kami dapat melihat tentang perakitan balok untuk alat peraga di tingkat
sekolah dasar, sedangkan perakitan elektronika kami dapat melihat tentang pembuatan trafo,
dimulai dari pembuatan lilitan trafo hingga sampai menjadi trafo.
3.

Ruang sablon

Di ruang ini kami dapat melihat tentang pembuatan nama atau jenis perangkat yang di
sablonkan pada tempat perangkat tersebut seperti pada Kit.
4.

Ruang Kalibrasi dan printing

Ruangan ini adalah tempat untuk proses kalibrasi dan printing gelas yang biasanya digunkan
untuk pembuatan alat-alat kimia yang mempunyai skala atau ukuran.
5.

Ruang CNC

Ruang CNC adalah ruang pembuatan alat-alat yang berbahan dasar logam, terdapat beberapa
mesin yang bekerja dengan bantuan system computer.
6.

Ruang pengerjaan plastik

Di ruangan ini terdapat beberapa mesin pembuat alat-alat peraga yang berbahan dasar plastik.
Produk plastik dicetak menggunakan mesin Injeksi Plastik dengan Mold (matres) untuk
keseragaman bentuk dan warna, berbahan plastik ABS dan PS-HI untuk karakterisitik keras L
1

8.

Ruang pengemasan

Sebelum dikirimkan kepada konsumen, barang barang di kemas terlebih dahulu. Barangbarang dikemas secara manual ataupun menggunakan mesin. Barang yang akan dikirim
kebanyakan berbentuk kemasan Kit, yaitu wadah plastic dengan kompartemen individual
untuk masing-masing komponen sehingga mempermudah peletakan dan pengecekan alatalat. kotak plastic atau kotak kayu yang diberi kode warna (color code) juga di gunakan
sebgai tempat penyimpanan kit.
9.

Pembuangan limbah

Limbah dari hasil produksi di Pudak scientific di tempatkan pada ruangan tertentu, untuk
bahan dari kayu dan kaca tidak bisa di daur ulang. Pudak Scientifik bekerja sama dengan
warga sekitar dalam usaha industri kecil limbah berupa bahan plastik bisa di daur ulang dan
dijadikan alat-alat keperluan rumah tangga seperti gayung, ember dan yang lainya.
PT Pudak Scientifik memiliki banyak produk, yaitu berupa alat peraga sederhana
sampai dengan trainer system yang canggih. Mulai dari alat tunggal (single item) sampai
dengan perangkat atau set alat peraga berupa Kit yang terdiri dari komponen-komponen
untuk memenuhi pengajaran berdasarkan kurikulum tertentu.
Pelanggan atau konsumen bisa lebih fleksibel dalm pemelihan produk sesuai dengan
kebutuhan menerut jenjang pendidikan. Selain itu PT Pudak Scientifik memenuhi kebutuhan
set peralatan sesuai dengan kurikulum sekolah.
Komponen-komponen peralatan di Pudak Scientific dibuat dari material yang
berkualitas sehingga menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang baik dan tahan lama.
Seluruh produk Pudak memiliki garansi selama 1 tahun termasuk suku cadang dan biaya
service. Selain itu Pudak juga menjamin ketersediaan suku cadang selama 5 tahun.
1.3.
1.3.1.

Teori Dasar

Literatur Mengenai Potensi Bahaya di Industri PT PUDAK Scientific


Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat
kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian
yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Undang-Undang No 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan
atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang
sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber1

sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan
sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja
tersebut.
ILO memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal karena
kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja termasuk didalamnya 360.000 kecelakaan fatal
dan diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di ligkungan kerja. Hal
tersebut berarti bahwa pada akhir tahun hampir 1 juta pekerja akan mengalami kecelakaan
kerja dan sekitar 5.500 pekerja meninggal akibat kecelakaan atau penyakit di lingkungan
kerja. Dalam sudut pandang ekonomi, 4% atau senilai USD 1,25 Trilyun dari Global Gross
Domestic Prodct

(GDP) dialokasikan untuk biaya dari kehilangan waktu kerja akibat

kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja, kompensasi untuk para pekerja, terhentinya
produksi, dan biaya-biaya pengobatan pekerja. Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan
menyebabkan 651.000 angka kematian, terutama di negara-negara berkembang. Bahkan
angka tersebut mungkin dapat lebih besar lagi jika sistem pelaporan dan notifikasi nya lebih
baik. Data ILO menyebutkan ada 1 juta orang di Asia yang meninggal karena penyakit akibat
kerja.
Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan
oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari:
bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan. Potensi
bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta bahan yang digunakan dalam proses
produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu (tertusuk), pallet (tertimpa), dan bahan baku
(tertimpa, terjatuh dari tumpukan bahan baku), feed additive (kerusakan mata akibat terkena
debu feed additive), cutter, mesin bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet
akibat terkena part panas, dan kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka bakar
akibat kebocoran gas, terjepit part, semburan panas dari blow down otomatis, kebakaran, dan
peledakan. Berkut ini adalah referensi literature dalam pengukuran potensi bahaya bagi para
pekerja.
1.3.2. Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang
merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan
(Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk menyatakan
suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas
alam (Schilling, 1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak

dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan
seseorang maupun suatu populasi.
Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain: jumlah energi bunyi, distribusi
frekuensi, dan lama pajanan.
1)

Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya


konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.

2)

Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.

3)

Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak diklaim.
Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi

dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombanggelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari
campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau
arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel
(dB). Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka
bising dibagi dalam 3 kategori:
1)

Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang

disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
2)

Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi

antara 31,5 . 8.000 Hz.


3)

Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya

bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu
bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di
sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki atau bising.
Bising diukur dengan menggunakan alat Sound Level Meter dengan satuan desibel
(dB). Karena yang ditinjau adalah efek kebisingan terhadap manusia, maka skala yang
digunakan adalah pembobotan A. Desibel digunakan dalam lingkup polusi suara
(environmental noise pollution) untuk menyatakan suatu besaran tingkat daya, tingkat
intensitas, dan tingkat tekanan suara. Alat Sound Level Meter terdiri dari mikropon, sirkuit
elektronik, dan tampilan pembacaan. Mikropon akan mendeteksi tekanan udara yang
bervariasi yang kemudian bersama-sama dengan bunyi akan mengubahnya menjadi sinyal
elektrik. Sinyal ini kemudian akan diproses oleh sirkuit elektronik yang terdapat di dalam
alat. Pembacaan akan terlihat dalam satuan desibel. Untuk pengukuran, Sound Level Meter
1

digenggam dan diletakkan setinggi telinga manusia yang terpapar bising (Woodside dan
Kocurek, 1997).
Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen
Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan
yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai
berikut:
1) Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah
tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama
dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.
2) Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata
nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
3) Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang
kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan
kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi
statistik adalah 95% atau L-95.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada
indera pendengaran sampai kepada ketulian.
a. Dampak Kebisingan pada Kesehatan
Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan yang dapat dikelompokkan
secara bertingkat sebagai berikut:
1. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus
atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah ( 10
mmHg), peningkatan nadi, konstruksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan
dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Bising dengan
intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur,
dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan
penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan, dan lain-lain.
3. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau
melayang yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)
atau mual-mual.
4. Efek pada Pendengaran

Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran,
yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum
dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan
pemulihan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi
apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak
dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin
meluas ke frekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya
digunakan untuk percakapan.
b. Dampak Kebisingan pada Daya Kerja
Kebisingan mempunyai efek merugikan kepada daya kerja. Pengaruh-pengaruh negatif
demikan adalah sebagai berikut (Sumamur, 1996):
a. Gangguan
Kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki, maka dari itu kebisingan sering
mengganggu, walau pun terdapat variasi di antara penerangan dalam besarnya
gangguan atas jenis dan kekerasan suatu kebisingan. Pada umumya, kebisingan bernada
tinggi sangat mengganggu, terlebih lagi yang terputus-putus atau yang datangnnya
secara tiba-tiba dan tak terduga.
b. Komunikasi dengan pembicaraan
Resiko potensial kepada pendengaran terjadi jika komunikasi pembicaraan harus
dijalankan dengan berteriak. Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya
pekerjaan bahkan mungkin terjadi kesalahan terutama pada penggunaan tenaga baru.
Pengaruh pada komunikasi dengan pembicaraan dapat dilakukan dengan mengukur
rata-rata intensitas oktaf-oktaf di antara 600-1200, 1200-2400, dan 2400-4800 Hz. Nilai
ini disebut Tingkat Gangguan Pembicaraan (Speech Interferrence Level).
c. Kriteria Kantor
Kebutuhan pembicaraan, baik langsung atau pun lewat telepon adalah sangat penting di
kantor dan ruang sidang. Oleh karena itu telah ditemukan bahwa tingkat gangguan
pembicaraan saja tidak selalu memadai sebagai pedoman untuk menentukan tepat
tidaknya tingkat kegaduhan.
d. Efek pada Pekerjaan
Kebisingan mengganggu perhatian yang perlu terus-menerus dicurahkan. Maka dari itu,
tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses
produksi atau hasil dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat dari terganggunya
konsentrasi.
e. Reaksi masyarakat
Pengaruhnya akan besar apabila kebisingan akibat suatu proses produksi membuat
masyarakat sekitar protes agar kegiatan produksi tersebut dihentikan.

Peraturanperaturan yang berhubungan dengan lingkup kebisingan di industri antara


lain:
1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan. Nilai baku tingkat kebisingan untuk tiap kawasan yang ada pada
peraturan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Baku Mutu Tingkat Kebisingan

Peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan


a. Peruntukan kawasan
1. Perumahan dan pemukiman
2. Perdagangan dan jasa
3. Perkantoran dan perdagangan
4. Ruang terbuka hijau
5. Industri
6. Pemerintahan dan fasilitas umum
7. Rekreasi
8. Khusus
- Bandar udara
- Stasiun kereta api
- Pelabuhan laut
- Cagar budaya
b. Lingkungan kegiatan
1. Rumah Sakit atau sejenisnya
2. Sekolah atau sejenisnya
3. Tempat ibadah atau sejenisnya

Tingkat kebisingan dB(A)

55
70
65
50
70
60
70
60
70

55
55
55

2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika di Tempat Kerja. Salah satu faktor fisik yang diatur adalah kebisingan.
Dalam peraturan tersebut diatur nilai ambang batas kebisingan dimana diambil
hubungan antara waktu pemajanan kebisingan dan besaran intensitas kebisingan. Ratarata eksposur yang diterima seseorang dengan pembebanan waktu kerja disebut TimeWeight Average (TWA). Nilai ambang batas pada keputusan Menteri tersebut dapat
dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu Pemajanan per hari
8
4
2

Jam

Intensitas
dalam dB (A)
85
88
91

Kebisingan

Waktu Pemajanan per hari


1
30
15
7,5
3,75
1,88
0,94
28,12
14,06
7,03
3,52
1,76
0,88
0,44
0,22
0,11
1.3.3.

Menit

Detik

Intensitas

Kebisingan

dalam dB (A)
94
97
100
103
106
109
112
115
118
121
124
127
130
133
136
139

Suhu dan Kelembaban


Suhu adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari pergerakan molekul-molekul. Suhu

suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut, untuk
memindahkan atau transfer panas ke benda-benda lain atau menerima panas dari
benda benda lain tersebut. Selain itu suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas
dingin suatu benda. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur suhu adalah thermometer.
Indikator yang paling umum digunakan dalam melakukan uji kenyamanan pada temperatur
adalah suhu udara. Meskipun merupakan indikator penting yang harus diperhitungkan, suhu
bukan satu-satunya indikator. Menurut Haditia (2012), terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kenyamanan pekerja terhadap suhu suatu lingkungan pekerjaan, faktor
tersebut merupakan faktor personal maupun lingkungan, yaitu sebagai berikut:
a) Suhu Udara merupakan suhu di sekitar tubuh, hal ini biasanya ditunjukkan dalam derajat
Celcius maupun Farenheit.
b) Suhu Radiasi adalah panas yang terpancar dari benda yang menghasilkan panas. Panas
radiasi muncul ketika terdapat sumber panas dalam suatu lingkungan. Suhu radiasi
memiliki pengaruh lebih besar dari suhu udara karena suhu radiasi menentukan seberapa
besar suatu lingkungan mendapatkan panas dari sebuah sumber panas. Seperti contohnya
adalah matahari, api, tungku, mesin uap, dan mesin pelebur logam.

c) Kecepatan Udara menunjukkan kecepatan pergerakan udara yang melalui pekerja, udara
ini dapat saja membantu menyejukkan udara di sekitar pekerja jika udara disekitar pekerja
yang bertiup lebih dingin dari pada udara di lingkungan. Faktor kecepatan udara
merupakan faktor penting dikarenakan tubuh manusia sensitif terhadap hal tersebut. Udara
yang tidak bersikulasi akan menyebabkan pengap dan menimbulkan bau. Pergerakan
udara dalam suatu lingkungan yang bersuhu tunggi dapat mengurangi panas karena
pergerakan panas melalui konveksi.
d) Kelembaban udara adalah rasio antara jumlah aktual uap air di udara dan jumlah maksimal
uap air yang dapat disimpan udara pada suatu keadaan suhu tertentu. Kelembaban relatif
antara 40 % - 70% tidak berdampak besar terhadap kenyamanan.
e) Pakaian, pada dasarnya, pakaian akan mengganggu kemampuan manusia untuk
mengeluarkan panas ke lingkungan. Kenyamanan termal sangat tergantung pada efek
isolasi yang diberikan pakaian terhadap tubuh pekerja. Menggunakan pakaian yang
berlapis-lapis dapat menjadi penyebab utama tekanan panas bahkan saat lingkungan tidak
dianggap panas sekalipun.
f) Work Rate, tingkat pekerjaan atau metabolisme sangat penting untuk penilian resiko
termal. Ini menggambarkan panas yang dihasilkan dalam tubuh saat manusia melakukan
akivitas fisik. Semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan, semakin banyak panas yang
dihasilkan. Semakin banyak panas yang dihasilkan, semakin banyak pula panas yang harus
dikeluarkan tubuh agar tidak terjadi overheat. Tingkat metabolisme seseorang sangat
berdampak terhadap kenyamanan termal seseorang.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261 Tahun 1998, menyatakan bahwa
suhu pada lingkungan kerja industri dalam rentang 21-30 0C dan kelembaban antara 65%
95%.
1.3.4. Penerangan / Pencahayaan (Illuminasi)
Cahaya merupakan satu bagian berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang
terbang ke angkasa dimana gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu yang
nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spectrum elektromagnetisnya
(Suhadri, 2008). Menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran, dan Industri, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada
suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
Penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang
higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek
yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja. Berkaitan dengan
pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja
1

maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu
pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif
harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga
umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang.
Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan
yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda. Akibat dari kurangnya penerangan di
lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau
pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing),
menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir.
Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke
objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin
akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur. Untuk mengurangi kelelahan akibat dari
penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan
hal-hal sebagai berikut:
o Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang
objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras
dengan warna objek yang dikerjakan.
o Meningkatkan

penerangan,

sebaiknya

kali

dari

penerangan

diluar

tempat

kerja.Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampulampu tersendiri.
o Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja.
Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam
hari.
o Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan
/pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah
apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi
pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.
Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain:

Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan
silau dibandingkan lampu biasa.

Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga tidak


langsung mengenai bidang yang mengkilap.

Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang


langsung memasukkan sinar matahari.

Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.

Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda.
Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.

Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan
hal-hal sebagai berikut:

Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.

Kelemahan mental

Kerusakan alat penglihatan (mata).

Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat
kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan
ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut:
Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya

matahari ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari
harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya
matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti dengan penerangan lampu
yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi
32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang
yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap
dan menyebar serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman,
mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.
Keuntungan pencahayaan yang baik: meningkatkan semangat kerja, produktivitas,
mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja,
mengurangi kecelakaan kerja.
a.

Peraturan Sistem Pencahayaan


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 Tahun 2002, pencahayaan adalah

jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
secara efektif. Pencahayaan minimal yang dibutuhkan menurut jenis kegiatannya adalah
sebagai berikut:
Tabel 3. Pencahayaan Minimal untuk Beberapa Jenis Pekerjaan (Sumber: KEPMENKES RI.
No. 1405/MENKES/SK/XI/02)
1

Jenis Kegiatan

Tingkat Pencahayaan

Keterangan

Pekerjaan kasar dan tidak

Minimal (Lux)
100

Ruang penyimpanan & ruang

terusmenerus

peralatan/instalasi yang
memerlukan pekerjaan yang

Pekerjaan kasar dan terusmenerus


Pekerjaan rutin

200

kontinu/ terus menerus


Pekerjaan dengan mesin dan

300

perakitan kasar
Ruang administrasi, ruang
kontrol, pekerjaan mesin &

Pekerjaan agak halus

500

perakitan/penyusun
Pembuatan gambar atau
bekerja dengan mesin kantor,
pekerjaan pemeriksaan atau

Pekerjaan halus

1000

pekerjaan dengan mesin


Pemilihan warna, pemrosesan
teksti, pekerjaan mesin halus

1500

& perakitan halus


Mengukir dengan tangan,

Tidak menimbulkan

pemeriksaan pekerjaan mesin

bayangan

dan perakitan yang sangat

3000

halus
Pemeriksaan pekerjaan,

Tidak menimbulkan

perakitan sangat halus

Pekerjaan amat halus

Pekerjaan terinci

bayangan
b.

Penerangan di Tempat Kerja


Menurut Kepmenkes No. 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan

Kesehatan

Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, agar pencahayaan memenuhi persyaratan


kesehatan, perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:
1. Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan kesilauan dan
memiliki intensitas sesuai dengan peruntukannya.
2. Kontras sesuai dengan kebutuhan, hindarkan terjadinya kesilauan atau bayangan.
3. Untuk ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar dianjurkan untuk tidak
menggunakan lampu neon.
4. Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran yang optimum dan bola lampu
sering dibersihkan.

5. Bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik segera diganti.
1.3.5. Radiasi Elektromagnetik
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas,
partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa
sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu
penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain. Selain bendabenda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan berada di udara, di
dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan
Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan Deuterium
yang ada di dalam air. Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan
radiasi non-pengion.
a. Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi
(terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk
dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan
neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion
adalah partikel alfa (), partikel beta (), sinar gamma (), sinar-X, partikel neutron.
b. Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi
apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling
kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang
radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro
(yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah
(yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar
ultraviolet (yang dipancarkan matahari).
Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan sumber
radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut :
Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya diperlukan
suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi. Ada beberapa jenis
detektor yang secara spesifik mempunyai kemampuan untuk melacak keberadaan jenis
radiasi tertentu yaitu detektor alpha, detektor gamma, detektor neutron, dll.

Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi, eksitasi
dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian digunakan sebagai dasar
untuk membuat detektor radiasi.
c. Radiasi Ultraviolet
Berdasarkan panjang gelombang, radiasi UV dibagi atas UV-C (100 - 280 nm), UV-B (280 315 nm) dan UV-A (315 - 400 nm), sedangkan radiasi infra merah dibagi atas IR-A (770 nm
-1,4 m), IR-B (1,4 3 m) dan IR-C (3 m 1 mm). Efek yang ditimbulkan akibat pajanan
radiasi optik pada tubuh sangat bergantung pada panjang gelombang yang berhubungan
dengan daya tembus atau penetrasi radiasi optik pada jaringan tubuh. Sasaran utama dari
pajanan pada tubuh adalah kulit dan mata.
Tabel 4. Waktu Pemajanan radiasi Sinar Ultraviolet yang Diperkenankan

1.3.5.1 Pengaruh Radiasi Terhadap Tubuh Manusia


Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah
sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel
lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas
efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan
oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah
efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Waktu yang dibutuhkan sampai
terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan
efek tertunda. Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada
individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi
(rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah.
Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek

tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan)
setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker.
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi
dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang
disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek
yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya
perubahan pada sel.Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya
proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena
radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun
lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose)
dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek
deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang
bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang,
kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas
dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.
Efek Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk
menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Dengan
demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel Sel yang mengalami
modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan
tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau
transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa
ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis
paparan, semakin besar peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya
tidak ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah
sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya
sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel
tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan
yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau
kanker. Paparan radiasi dosis rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan
yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait
dengan paparan individu.

Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.

Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.

Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.


1

Contoh radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku

pembakaran.
Prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan
Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus dipatuhi untuk
mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3 prinsip yang
telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP) untuk
dipatuhi, yaitu :
1. Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada azaz
manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya disetujui jika
kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi individu atau masyarakat
dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.
2. Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh
melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi
dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi
peluang terjadinya efek stokastik.
3. Optimasi, Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as reasonably
achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan
dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendahrendahnya.
Berikut ini adalah efek dari radiasi sinar bagi manusia.

Gambar 1. Efek Radiasi Non Pengion

1.3.6. Debu
Salah satu tipe pencemar udara adalah partikel debu. Debu adalah salah satu partikel yang
melayang di udara, berukuran 1-500 m. Debu umumnya timbul karena aktivitas mekanis
seperti aktivitas mesin-mesin industri,
transportasi, bahkan aktivitas manusia lainnya.
Debu memiliki sifat-sifat berikut, antara lain :
Debu dapat mengendap karena dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi.
Debu memiliki permukaan yang selalu basah karena dilapisi oleh air.
Debu mampu membentuk gumpalan atau koloni karena permukannya yang selalu basah.
Debu bersifat listrik statis, artinya debu mampu menangkap partikel lain yang berlawanan.
Debu bersifat opsis, artinya debu mampu memancarkan cahaya pada saat gelap
Sedangkan menurut macamnya, debu diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu :
Debu organik, yaitu debu yang berasal dari makhluk hidup
Debu metal, yaitu debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam (Pb, Hg, Cd, dan
As)
Debu mineral, yaitu debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks
Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain
Debu fisik (debu tanah, batu, dan mineral),
Debu kimia (debu organic dan anorganik),
Debu biologis (virus, bakteri, kista),
Debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb),
Debu radioaktif (Uranium, Titanium),
Debu Inert (debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain)
Debu industri yang terdapat dalam udara terbagi dua, yaitu :
Deposit particulate matter yaitu partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel
ini segera mengendap karena daya tarik bumi.
Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah
mengendap.
Pengukuran total suspended particulate (TSP) dilakukan untuk mengetahui seluruh
kadar particulate matter (PM) yang terdapat di udara. PM merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk menunjukkan campuran partikel padat dan cairan droplet yang tersuspensi di
udara. Partikel-partikel ini terbentuk dari berbagai sumber, seperti pembangkit listrik, proses
industri, dan mesin kendaraan bermotor. Particulate matter tersusun atas partikel kasar dan
halus.
1

Partikel kasar memiliki diameter aerodinamis antara 2.5 m hingga 10 m (PM 10).
Terbentuk dari berbagai proses industri seperti crushing, grinding, abrasion of surfaces,
evaporation of sprays, dan suspension of dust. Waktu tinggal PM10 di udara berkisar dari
mulai menit hingga jam, dan memiliki jarak tempuh bervariasi antara <1km hingga 10 km.
Partikel halus memiliki diameter aerodinamis kurang dari 2.5 m (PM 2.5). PM 2.5
berbeda dari PM 10 dari segi ukuran dan komposisi kimia. Partikel ini terbentuk dari gas dan
kondensasi uap temperatur tinggi selama pembakaran, dan pada umumnya tersusun atas
senyawa sulfat, senyawa nitrat, senyawa karbon, ammonium, ion hidrogen, senyawa organik,
logam (Pb, Cd, V, Ni, Cu, Zn, Mn, dan Fe), dan partikel air. Sumber utama dari PM 2.5 adalah
pembakaran bahan bakar fosil, pembkaran vegetasi, dan pemrosesan logam. Waktu tinggal di
udara berkisar dari hari hingga minggu dan memiliki jarak tempuh yang berkisar antara 100
hingga >1000 km.
Debu yang berukuran 5-10 m akan tertangkap pernafasan bagian atas, 3-5 m
tertangkap pernafasan bagian tengah, 1-3 m tertangkap pada alveoli (paru-paru bagian
dalam). Sedangkan debu yang berukuran 0,1-1 m akan mengikuti gerak brown dan terbawa
keluar kembali.
Pengaruh debu terhadap kesehatan dapat berupa pneumoconiosis (silicosis, asbestosis,
dan fibrosis parah), keracunan sistemik (debu yang mengandung logam berat), metal fume
fever, alergi, iritasi pada hidung dan tenggorokan, infeksi bakteri dan jamur, serta kerusakan
jaringan organ dalam.
1.3.7.

WBGT
Iklim kerja merupakan kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan

gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor tersebut bila dihubungkan dengan
produksi panas oleh tubuh dapat disebut dengan tekanan panas. Indeks tekanan panas disuatu
lingkungan kerja adalah perpaduan antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan
udara, dan panas metabolisme sebagai hasil aktivitas seseorang.
Suhu tubuh manusia dapat dipertahankan secara stabil oleh sistem termoregulator
pada tubuh. Suhu dapat stabil karena adanya keseimbangan antara panas yang dihasilkan
didalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas diantara tubuh dengan
lingkungan sekitar. Produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada
temperatur sekitar 24-27C. Iklim kerja dibagi menjadi iklim kerja panas dan iklim kerja
dingin serta terdapat berbagai macam jenisnya, yaitu:
A.

Iklim Kerja Panas

Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat
disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi dan sinar matahari.
Panas merupakan energi kinetik gerak molekul yang secara terus menerus dihasilkan dalam
tubuh sebagai hasil sampingan dari metabolisme dan panas tubuh yang dikeluarkan
kelingkungan sekitar. Agar tetap seimbang antara pengeluaran dan pembentukan panas maka
tubuh mengadakan usaha pertukaran panas dari tubuh ke lingkungan sekitar melalui kulit
dengan cara konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi.
1. Konduksi, merupakan pertukaran keadaan antara tubuh dan benda-benda sekitar melalui
sentuhan atau kontak. Konduksi akan menghilangkan panas dari tubuh apabila benda-benda
sekitar lebih dingin suhunya, dan akan menambah panas kepada tubuh apabila benda-benda
sekitar lebih panas dari tubuh manusia.
2. Konveksi, adalah petukaran panas dari badan dengan lingkungan melalui kontak udara
dengan tubuh. Pada proses ini pembuangan panas terbawa oleh udara sekitar tubuh.
3. Radiasi, merupakan tenaga dari gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang
lebih panjang dari sinar matahari.
4. Evaporasi, adalah keringat yang keluar melalui kulit keudian menguap bila udara diluar
badan kering dan terdapat aliran angin sehingga terjadi pelepasan panas dipermukan kulit,
sehinggat terjadi penguapan yang cepat dan akhirnya suhu badan menurun.
Lingkungan kerja panas dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:
1. Lingkungan panas lembab ditandai dengan temperatur bola kering yang tinggi disertai
tekanan uap air yang tinggi.
2. Lingkungan panas kering ditandai dengan temperatur bola kering mencapai 40C disertai
beban panas radiasi tinggi.
Terdapat beberapa contoh tempat kerja dengan iklim kerja panas diantaranya:
1. Proses produksi yang menggunakan panas, misalnya peleburan, pengeringan dan
pemanasan.
2. Pekerjaan yang langsung terkena sinar matahari, misalnya pekerjaan jalan raya, bongkar
muat, nelayan dan petani.
3. Tempat kerja dengan ventilasi udara kurang.
B.

Iklim Kerja Dingin


Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi kerja disertai keluhan kaku atau

kurangnya koordinasi otot. Kondisi semacam ini dapat meningkatkan tingkat kelelahan
seseorang. Terdapat beberapa contoh tempat kerja dengan iklim kerja dingin diantaranya di

pabrik es, kamar pendingin, laboratorium, ruang komputer dan lain-lain. Masalah kesehatan
yang berhubungan dengan iklim dingin, yaitu:
Chilblains : Bagian tubuh yang membengkak, merah, panas dan sakit diselingi gatal.
Penyakit ini diderita akibat bekerja ditempat dingin dengan waktu lama dan akibat defisiensi
besi.
Trench foot : Kerusakan anggota badan terutama kaki akibat kelembaban atau dingin
walaupun suhu diatas titik beku. Stadium ini diikuti tingkat hyperthermis yaitu kaki
membengkak, merah, dan sakit. Penyakit ini berakibat cacat semetara.
Frosbite : Akibat suhu rendah dibawah titik beku, kondisi sama seperti trench foot namun
stadium akhir penyakit frosbite adalah gangrene dan bisa berakibat cacat tetap.
Efek panas terhadap kesehatan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, obesitas,
keseimbangan air dan elektrolit serta kebugaran. Ada 2 cara tubuh untuk menghasilkan panas
yang terdiri dari panas metabolisme dimana tubuh menghasilkan panas pada saat mencerna
makanan, bekerja dan latihan, kemudian panas lingkungan dimana tubuh menyerap panas dari
lingkungan sekeliling, berupa panas matahari atau panas ruangan.
Apabila tubuh terpapar cuaca kerja panas, secara fisiologis tubuh akan berusaha
menghadapinya dengan maksimal, dan bila usaha tersebut tidak berhasil akan timbul efek yang
membahayakan. Karena kegagalan tubuh dalam menyesuaikan dengan lingkungan panas maka
timbul keluhan-keluhan seperti kelelahan yang dijelaskan sebagai berikut :
Ruam panas (prickly heat), dapat terjadi dilingkungan panas, lembab dimana keringat tidak
dapat dengan mudah menguap dari kulit. Keadaan ini dapat mengakibatkan ruam yang dalam
beberapa kasus menyebabkan rasa sakit yang hebat. Prosedur untuk mencegah atau
memperkecil kondisi ini adalah beristirahat berulang kali ditempat yang dingin dan mandi
secara teratur untuk memastikan dengan seksama kekeringan pada kulit.
Kelelahan. Pekerja bekerja maksimal 40 jam/minggu atau 8 jam sehari. Tenaga kerja akan
merasa cepat lelah karena pengaruh lingkungan kerja yang tidak nyaman akibat tekanan panas.
Heat cramps, terjadi karena bertambahnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam
natrium dari dalam tubuh, sehingga bisa menyebabkan kejang otot, lemah dan pingsan.
Heat exhaustion, terjadi karena cuaca panas terutama bagi pekerja yang belum terbiasa
terhadap udara panas.

Heat stroke, terjadi karena pengaruh suhu panas yang sangat tinggi, sehingga suhu
badan naik, kulit kering dan panas. Kondisi ini dapat diatasi dengan mendinginkan
tubuh penderita dengan air atau menyelimutinya dengan kain basah (Budiono dkk.,
2003).

Tabel 5. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola yang diperkenankan di
Indonesia.
Beban kerja setiap jam

ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola) C


Beban Kerja

Pengaturan Waktu Kerja Setiap Jam

Ringan

Sedang

Berat

75-100%

31,0

28,0

50-75% kerja

31,0

29,0

27,5

25-50% kerja

32,0

30,0

29,0

0-25% kerja

32,2

31,1

30,5

Sumber : Keputusan Menteri Tenaga Kerja Indonesia No. 13/MEN/X/2011


Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas radiasi :
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu kering.
lndeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas radiasi:
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,3 Suhu bola.
Catatan:
- Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kilo kalori/jam.
- Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan kurang dari 350 Kilo
kalori/jam.
- Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang dari 500 Kilo
kalori/jam.
1.3.9.

Kapasitas Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada (mediastinum), dilindungi oleh struktur tulang

selangka. Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu sekat disebut diafragma. Berat paru-paru
kanan sekitar 620 gram, sedangkan paru-paru kiri sekitar 560 gram. Masing-masing paru-paru
dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluhpembuluh besar serta struktur-struktur
lain di dalam rongga dada. Selaput yang membungkus paru-paru disebut pleura.

Gambar 2. Anatomi Sistem Pernapasan


Sumber: American Lung Association: Occupational Lung Diseases: An Introduction.
New York, NY. Macmillan. 1979: pp 10. (5).
Fungsi Paru-Paru Fungsi paru yang utama adalah proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen dari udara luar yang masuk ke dalam saluran napas dan terus ke dalam darah. Oksigen
digunakan untuk proses metabolisme dan karbondioksida yang terbentuk pada proses tersebut
dikeluarkan dari dalam darah ke udara luar. Proses respirasi dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: 1.
Ventilasi yaitu proses keluar dan masuknya udara ke dalam paru, serta keluarnya
karbondioksida dari alveoli ke udara luar. 2. Difusi yaitu proses berpindahnya oksigen dari
alveoli ke dalam darah, serta keluarnya karbondioksida dari darah ke alveoli. 3. Perfusi yaitu
distribusi darah yang telah teroksigenasi di dalam paru untuk dialirkan ke seluruh tubuh
(Siregar, 2004). Semua volume paru dapat diukur secara langsung dengan spirometer, kecuali
volume residu. Untuk mengetahui fungsi paru, parameter yang digunakan ialah VC, FVC, dan
FEV.
Fisiologi Paru-Paru Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon
dioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut.
Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat
erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan membran, yaitu membran
alveoli-kapiler, memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan
dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini, dipompa di dalam
arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg
dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.
A.

Karakteristik Penyakit Paru Kerja yaitu:

1. Penyakit paru kerja mempunyai gejala yang tidak khas sehingga sulit dibedakan dengan
penyakit paru lainnya. Dengan demikian penyebab penyakit paru kerja atau lingkungan harus
dievaluasi dan ditata laksana secara berkala.
2. Pajanan di tempat kerja dapat menyebabkan lebih dari satu penyakit atau kelainan, misalnya
kobal dapat menyebabkan penyakit pada parenkim paru atau saluran napas.
3. Beberapa penyakit paru disebabkan oleh berbagai faktor, dan faktor pekerjaan mungkin
berinteraksi dengan faktor lainnya. Misalnya risiko menderita penyakit kanker pada pekerja
terpajan debu asbes yang merokok, lebih besar dibandingkan pekerja yang terpajan asbestos
atau rokok saja.
4. Dosis pajanan penting untuk menentukan proporsi orang yang terkena penyakit atau
beratnya penyakit. Dosis umumnya berhubungan dengan beratnya penyakit pada penderita
yang mengalami toksisitas langsung
nonimunologi seperti pneumonia toksik kimia, asbestosis atau silikosis. Pada penyakit
keganasan atau immune-mediated, dosis biasanya lebih berhubungan dengan insidens
dibandingkan beratnya penyakit.
5. Ada perbedaan kerentanan pada setiap individu terhadap pajanan zat tertentu. Faktor pejamu
kyang berperan dalam kerentanan terhadap agen lingkungan masih belum banyak diketahui,
tetapi diduga meliputi faktor genetik yang diturunkan maupun faktor yang didapat seperti diet,
penyakit paru lain dan pajanan lainnya.
6. Penyakit paru akibat pajanan di tempat kerja atau lingkungan biasanya timbul setelah
periode laten yang dapat diduga sebelumnya.
B.

Pengukuran Volume dan Kapasitas Paru


Volume dan kapasitas paru Menurut Guyton (2007) volume paru terbagi menjadi 4

bagian, yaitu:
1. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali
pernafasan normal. Besarnya 500 ml pada rata-rata orang dewasa.
2. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang diinspirasi setelah volume
tidal, dan biasanya mencapai 3000 ml.
3. Volume Cadangan Eskpirasi adalah jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan
ekspirasi maksimum pada akhir ekspirasi normal, pada keadaan normal besarnya 1100 ml.
4. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-paru setelah
ekspirasi kuat. Besarnya 1200 ml.
Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru dan dibagi menjadi empat
bagian, yaitu:

1. Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan inspirasi. Besarnya
3500 ml, dan merupakan jumlah 18 udara yang dapat dihirup seseorang mulai pada tingkat
ekspirasi normal dan mengembangkan paru sampai jumlah maksimum.
2. Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume residu.
Besarnya 2300 ml, dan merupakan besarnya udara yang tersisa dalam paru pada akhir
eskpirasi normal.
3. Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume tidal + volume
cadangan ekspirasi. Besarnya 4600 ml, dan merupakan jumlah udara maksimal yang dapat
dikeluarkan dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan kemudian
mengeluarkannya sebanyak-banyaknya.
4. Kapasitas Vital paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari
udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi
paksa minimum. Hasil ini didapat setelah seseorang menginspirasi dengan usaha maksimal
dan mengekspirasi secara kuat dan cepat ( Ganong, 2005).
5. Volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) atau Forced Expiratory Volume in One Second
(FEV1) adalah volume udara yang dapat dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum per satuan
detik. Hasil ini didapat setelah seseorang terlebih dahulu melakukakn pernafasan dalam dan
inspirasi maksimal yang kemudian diekspirasikan secara paksa sekuat-kuatnya dan 19
semaksimal mungkin, dengan cara ini kapasitas vital seseorang tersebut dapat dihembuskan
dalam satu detik.
6. Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu. Besarnya 5800ml,
adalah volume maksimal dimana paru dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi
paksa.Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita 20 25% lebih kecil daripada pria,
dan lebih besar pada atlet dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil
dan astenis (Guyton, 2007).
Tabel 6. Daftar nilai KVP dan VEP1 beserta interpretasinya

Sumber: Klasifikasi nilai KVP dan VEP1 (Pierce, 2007)

Gangguan fungsi paru dibagi menjadi dua digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi
paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru).
Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP
kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital
kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff dkk., 2005).

Gambar 3. Spirogram dari volume dan kapasitas paru, (Tortora, 2012)


1.3.10. Spirometri
Spirometri yang termasuk jenis paling umum dalam pulmonary function test (PFT),
digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap kesehatan paru-paru pekerja dalam program
pemeriksaan kesehatan dan untuk menyeleksi pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan
khusus. Hasil tes spirometri menjadi sumber acuan utama mengenai pekerjaan pekerja,
evaluasi APD yang digunakan, dan pemeriksaan efek kesehatan karena paparan (OSHA,
2013).
Beberapa jenis gangguan pernapasan akan mengurangi kecepatan dari udara yang
dihembuskan, sedangkan gangguan lain akan mengurangi volume udara yang dapat diambil
kemudian dihembuskan. Untuk mendeteksi gangguan ini, spirometry mengukur volume dan
kecepatan maksimal udara yang dikeluarkan setelah melakukan inspirasi maksimal. Forced
Vital Capacity ((FVC) diartikan sebagai volume udara total yang dihembuskan setelah
inspirasi maksimal. Kecepatan udara yang dikeluarkan ditentukan dengan membagi volume
udara pada detik pertama, misalnya Forced Expiratory Volume in one second (FEV1) dengan
total FVC untuk mendapatkan rasio FEV1/FVC (OSHA, 2013).

Gambar 4. Grafik volume dan laju udara pada waktu tertentu (OSHA, 2013)
Ketika seorang pekerja menghembuskan udara, maka grafik volume-waktu (Gambar
1-kiri) menunjukkan peningkatan volume yang cepat di awal ekshalasi. Volume ini kemudian
berangsur meningkat perlahan hingga ekshalasi berhenti dan FVC diketahui. Grafik aliranvolume (Gambar 1-kanan) dalam periode ekshalasi yang sama, menunjukkan PEF (Peak
Expiratory Flow) yang merupakan kecepatan maksimal udara yang dihembuskan pertama
kali dan berangsur turun perlahan hingga FVC tercapai.
Beberapa jenis data yang diperoleh dari pengukuran spirometry, diantaranya (Pierce,
R. dan Johns, D.P., 2008):
1.

VC (Vital Capacity) yaitu volume maksimal dimana udara dapat dihirup dan

2.
3.

dihembuskan selama maximally forced (FVC) ataupun secara perlahan (VC).


FVC yaitu volume udara total yang dihembuskan setelah inspirasi maksimal.
FEV1 yaitu volume udara yang dihembuskan pada detik pertama dari ekspirasi maksimal
setelah inspirasi maksimal dan sangat berguna untuk melihat seberapa cepat paru-paru

4.

dapat dikosongkan.
Rasio FEV1/FVC yaitu FEV1 yang ditampilkan sebagai perbandingan dengan FVC
(dengan volume yang lebih besar) dan memberikan nilai klinis yang menunjukkan
pembatasan dalam aliran udara.
Berbagai jenis hasil analisis spirometri yang dapat diperoleh (Pierce, R. dan Johns,

D.P., 2008):
A.

Obstructive impairment
Ketika FEV1/FVC dan FEV1 berada di bawah batas normal, menunjukkan adanya

airways obstruction. Pekerja dengan obstructive lung diseases, seperti Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) atau asma kronis seringkali memiliki nilai FEV 1/FVC dan FEV1
di bawah normal.
Ketika FEV1/FVC berada di bawah nilai normal, namun FEV 1 berada di atas batas
normal, maka pekerja mungkin mengalami borderline obstruction atau normal physiologic

variant. Borderline obstruction terjadi ketika FEV1 berada di bawah 100% dari FEV 1 normal.
Pekerja dengan hasil uji ini harus dipantau terus menerus dan dilihat riwayat pemeriksaan
paru-parunya. Namun jika FEV1 dan FVC berada di atas rata-rata, maka dapat disebut
sebagai normal physiologic variant.
Orang-orang yang memiliki obstructive lung disease memiliki nafas yang lebih
pendek karena kesulitan mengeluarkan seluruh udara dari dalam paru-paru. Karena rusaknya
paru-paru atau terjadi penyempitan jalur udara di dalam paru-paru, maka udara yang
dikeluarkan lebih sedikit dengan laju yang rendah. Pada akhir ekshalasi, sejumlah udara
abnormal masih terdapat dalam paru-paru.
Penyebab utama dari obstructive lung disease diantaranya:
a. COPD
Kondisi COPD merujuk kepada suatu kelompok kondisi berupa berkembangnya
keterbatasan aliran udara yang pada umumnya tidak akan pulih seperti semula dengan
pengobatan medis. Emphysema dan chronic obstructive bronchitis merupakan dua
penyebab utama COPD. Pada chronic obstructive bronchitis, pembatasan aliran udara
disebabkan karena inflamasi dan keluarnya mucus secara berlibihan yang
mengganggu aliran udara kecil di dalam paru. Sedangkan pada emphysema,
pembatasan aliran udara disebabkan karena destruksi jaringan elastis pada paru-paru
dimana terjadi pertukaran gas (bagian respiratory branchioles dan alveoli).
b. Asthma
c. Bronchiectasis
d. Cystic fibrosis
Obstructive lung disease membuat pernapasan semakin sulit untuk dilakukan,
terutama ketika adanya peningkatan aktivitas atau eksersi. Ketika laju pernapasan meningkat,
tidak terdapat cukup waktu untuk mengeluarkan seluruh udara yang ada di paru-paru sebelum
inhalasi berikutnya.
B.

Restrictive impairment
Jika FVC berada di bawah batas normal, maka restrictive impairment mungkin dapat

terjadi. Pulmonary function test yang lebih jauh untuk mengevaluasi volume paru-paru
mungkin diperlukan untuk memastikan restrictive impairment. Riwayat pemeriksaan klinis
dan uji gambaran berupa X-ray dada juga sangat direkomendasikan. Pekerja dengan
gangguan paru fibrosis, seperti asbestosis, terkadang memiliki nilai FVC dan FEV 1 yang
rendah, tetapi rasio FEV1/FVC secara umum akan berada di atas nilai normal.
Orang-orang dengan restrictive lung disease tidak dapat mengisi paru-paru mereka
dengan udara sepenuhnya. Paru-paru tersebut terbatas untuk melakukan pembesaran volume.
Restrictive lung disease seringkali disebabkan karena kaku yang terjadi di dalam paru-paru

tersebut. Kaku juga dapat terjadi pada dinding dada, otot yang lemah, atau saraf yang rusak
dapat menyebabkan kegagalan dalam perluasan volume paru.
Beberapa kondisi yang menyebabkan restrictive lung disease diantaranya:
a.
b.
c.
d.
e.

Interstitial lung disease, seperti idiopathic pulmonary fibrosis


Sarcoidosis, sebuah penyakit autoimun
Obesity, termasuk obesity hypoventilation syndrome
Scoliosis
Neuromuscular disease, seperti muscular dystrophy atau amyotrophic lateral sclerosis

(ALS)
f. Pneumonia
g. Asbestosis
h. Lung cancer
C.
Mixed impairment
Jika obstruction dan restriction ada, maka disebut dengan mixed impairment. Uji
fungsi paru yang lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah terjadi mixed impairment.
D.

Normal respiration
Jika FEV1/FVC lebih besar daripada batas normal, maka tidak terdapat obstructive

impairment. Jika FVC juga berada di atas batas normal, maka tidak terdapat restrictive
impairment, dan pekerja dinyatakan memiliki hasil spirometry normal.
1.4

Penentuan Lokasi Pengukuran


Proses pengukuran di PT Pudak Scientific dilakukan di beberapa titik sesuai dengan

lokasi pabrik yang dikunjungi, pengukuran berdasarkan kondisi di dalam pabrik, alat
pengukuran yang dipakai serta hasil pengukuran yang diinginkan. Berikut ini adalah
referensi-referensi dalam proses pengukuran.
A. Bising
Pengukuran kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sound
Level Meter. Ada tiga cara atau metode pengukuran akibat kebisingan di lokasi kerja.
1. Pengukuran dengan Titik Sampling
Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang batas hanya pada satu atau
beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk mengevalusai kebisingan
yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana, misalnya Kompresor/generator. Jarak
pengukuran dari sumber harus dicantumkan, misal 3 meter dari ketinggian 1 meter. Selain itu
juga harus diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang digunakan.
2. Pengukuran dengan Peta Kontur
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam mengukur kebisingan,
karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan
1

area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang
sesuai dengan pengukuran yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk
menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas
dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat kebisingan yang tinggi diatas 90 dBA, warna
kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85 90 dBA.
3. Pengukuran dengan Grid
Untuk mengukur dengan Grid adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada lokasi
yang di inginkan. Titiktitik sampling harus dibuat dengan jarak interval yang sama diseluruh
lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberpa kotak yang berukuran dan jarak
yang sama, misalnya : 10 x 10 m. kotak tersebut ditandai dengan baris dan kolom untuk
memudahkan identitas.
B. Cahaya
Pengukuran intensitas cahaya penerangan ini dilakukan dengan menggunakan alat
Luxmeter yang dinyatakan dalam satuan lux. Alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi
listrik, kemudian energi listrik dalam bentuk arus digunakan untuk menggerakkan jarum
skala. Pada luxmeter digital, energi listrik diub ah menjadi angka yang dapat dibaca pada
layar monitor
2. 1. Penentuan Titik Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja

Penerangan setempat: Obyek kerja berupa meja kerja maupun peralatan.


Bila objek yang diukur merupakan meja kerja, maka pengukuran dapat dilakukan di
atas meja yang ada.

Penerangan umum: Titik potong garis horisontal panjang dan lebar ruangan pada
setiap jarak tertentu setinggi 1 satu meter dari lantai.

3. 2. Jarak tersebut dibedakan lagi berdasarkan luas ruangan sebagai berikut :


1. Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi: titik potong garis horisontal panjang dan
lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1(satu) meter.
2. Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi: titik potong garis
horisontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3(tiga) meter.
3. Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong garis horisontal panjang dan
lebar ruangan adalah pada jarak setiap 6(enam) meter.
4. 3. Persyaratan Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja

Pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan kondiisi tempat pekerjaan dilakukan.

Lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan.

C.

Radiasi dan Spirometeri


Standar pengukuran radiasi elektromagnetik adalah dengan menggunakan alat

pengukur radiasi. Pengukuran dilakukan di ruangan yang terdapat alat-alat pabrik, misalnya
alat-alat yang terbuat dari logam, besi atau baja. Pengukuran dilakukan jika pada alat
menunjukan nilai apabila tidak terdapat nilai di alat otomatis pengukuran tidak perlu
dilakukan karena tidak terdapat radiasi eletromagnetik di ruangan tersebut. Spirometri
dilakukan terhadap pekerja pabrik yang sudah bekerja dalam rentang waktu yang lama,
pengukuran dilakukan terhadap pekerja dengan jenis kelamin laki-laki.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.airinfonow.org/pdf/particulate_matter.pdf (Diakses pada 25 November 2015).
http://www.pudak-scientific.com/profile.php (Diakses pada 25 November 2015).
https://www.osha.gov/Publications/concrete_manufacturing.html (Diakses pada 25
November 2015).
Afriyanti, F. 2012. Pengaruh Suhu, Kelembaban, Kecepatan Angin Terhadap Pekerja di
Industri Beton.Universitas Diponogoro. Semarang
Alatas, Zubaidah. 2004. Efek Radiasi Pengion dan Non Pengion pada Manusia. IPTEK.
Anies. 2007. Mengatasi Gangguan Kesehatan Masyarakat Akibat Radiasi Elektromagnetik
Dengan Manajemen Berbasis Lingkungan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang.
Djlante, S. 2010. Analsisis Tingkat Kebisingan Pabrik Studi Kasus Pabrik Industri Gula.
Jurusan Teknik Sipil Universitas Halu Uleo. Kendari.
Erwin, Dyah. 2004. WBGT As The Threshold Limit Value of Heat Stress in The Work Place.
Bagian Kesehatan Kerja. FKM-UNAIR. Surabaya.
Ilmiah Populer. Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir-BATAN.
Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 1998. Keputusan Menteri Kesehatan KepMen/Kep-26.Men/1998
Tentang Nilai Ambang Batas Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja di Kantor dan
di Industri.
Kementerian Tenaga Kerja RI. 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja KepMen/Kep51.Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
N, Macmillan. 1979.American Lung Association: Occupational Lung Diseases: An
Introduction. New York, USA.
1

Pusparini, Adriana., Budiono Sugeng dan Jusuf. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK
Semarang. Badan Penerbit UNDIP. Semarang.
Salami, dkk. (2015): Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan Kerja. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Kerja.
Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
OSHA (2013) : Spirometry Testing in Occupational Health Programs. Best Practices for
Healthcare Professionals. Occupational Safety and Health Administration. U.S.
Department of Labor.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 51 Tahun1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika di Tempat Kerja.
Pierce, R dan Johns, D.P. (2008) : Spirometry. The Measurement and Interpretation of
Ventilatory Function in Clinical Practice. National Asthma Council Ltd. Melbourne.
Prayudi, Teguh. (2001): Kualitas Debu dalam Sebagai Dampak Industri Pengolahan Logam.
Jurnal Teknologi Pertanian Vol.2, No. 2, Mei 2001 : 168-174.
Surat Keputusan Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen
Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04 tahun 1992.
Sumamur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: Sagung
Seto.
Tortora, G. 2012. Principles of Anatomy and Phyislogy. USA
OSHA. Pocket Guide Worker Safety Series: Concrete Manufacturing.
WHO. 1995. Guidelines for Community Noise. World Health Organization, Jenewa, Swiss.
Woodside, Gayle and Dianna Kocurek. 1997. Environmental, Safety, and Health Engineering.
John Wiley and Sons: Canada.

Anda mungkin juga menyukai