Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pencemaran Udara

2.1.1. Pengertian Pencemaran Udara


Keputusan Menteri Negara kependudukan dan Lingkungan Hidup R.I KEP03/ MENKLH/II/1991 menyebutkan:
Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi dan atau kelompok lain keudara oleh kegiatan manusia atau proses alam,
sehingga kualitas udara turun sampai ketingakat tertentu yang menyebabkan udara
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya
(Mulia, 2005).
Pencemaran udara adalah adanya bahan polutan di atmosfer yang dalam
konsentrasi tertentu akan mengganggu keseimbangan dinamik atmosfer dan
mempunyai efek pada manusia dan lingkungannya (Mukono, 2005)
Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke
dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat
dideteksi oleh manusia (yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek
pada manusia, binatang, vegetasi dan material (Mukono, 2008).
Berdasarkan buletin WHO yang dikutip Holzworth & Cormick (1976:690),
penentuan pencemar atau tidaknya udara suatu daerah berdasarkan parameter sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Parameter pencemar Udara


No

Parameter

Udara bersih

Udara tercemar

1.

Bahan partikel

0,01-0,02 mg/m3

0,07- 0,7 mg/m3

2.

SO2

0,003-0,02 ppm

0,02- 2 ppm

3.

CO

< 1 ppm

5- 200 ppm

4.

NO2

0,003- 0,02 ppm

0,02 0,1 ppm

5.

CO2

310- 330 ppm

350 700 ppm

6.

Hidrokarbon

< 1 ppm

1 20 ppm

Sumber : Buletin Who dalam Mukono, 2005


2.1.2.

Penyebab Pencemaran Udara


Menurut Sunu (2001), secara umum penyebab pencemaran udara ada 2

macam, yaitu:
a.

Karena faktor internal (secara alamiah) yaitu:


1) Debu yang beterbangan akibat tiupan angin misalnya debu jalan raya.
2) Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi beserta gas-gas
vulkanik.
3) Proses pembusukan sampah organik.

b.

Karena faktor eksternal (akibat ulah manusia) yaitu:


1) Hasil pembakaran bahan bakar fosil.
2) Debu/serbuk dari kegiatan industri.
3) Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Klasifikasi Bahan Pencemar Udara


Bahan pencemar udara atau polutan dapat dibagi menjadi dua bagian
(Mukono, 2006) yaitu:
1.

Polutan primer
Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu
dan dapat berupa:
a. Polutan gas terdiri dari:
1. Senyawa karbon, yaitu hidrokrbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan karbon
oksida (CO atau CO2).
2. Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida.
3. Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak
4. Senyawa halogen, yaitu flour, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon
terklorinasi, dan bromin.
b. Partikel
Partikel dalam atmosfer mempunyai karakteristik spesifik, dapat berupa
zat padat maupun suspensi aerosol cair. Bahan partikel tersebut dapat berasal dari
proses kondensasi, proses dispersi (proses menyemprot (spraying) maupun proses
erosi bahan tertentu. Asap (smoke) seringkali dipakai untuk menunjukkan
campuran bahan partikulat (paticulate matter), uap (fumes), gas dan kabut (mist)
(Mukono, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Adapun yang dimaksud dengan:


1) Asap, adalah partikel karbon yang sangat halus (sering disebut jelaga) dan
merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna.
2) Debu, adalah partikel padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan
merupakan hasil proses pemecahan suatu bahan.
3) Uap, adalah partikel padat yang merupakan hasil dari proses sublimasi,
distilasi atau reaksi kimia.
4) Kabut, adalah partikel cair dari reaksi kimia dan kondensasi uap air.
Berdasarkan ukuran, secara garis besar partikel dapat merupakan suatu:
1.

Partikel debu kasar (coarse particle), jika diameternya > 10 mikron.

2.

Partikel debu, uap dan asap, jika diameternya diantara 1 - 10 mikron.

3.

Aerosol, jika diameternya < 1 mikron.


Penyebab pencemaran lingkungan di atmosfer biasanya berasal dari sumber

kendaraan bermotor dan atau industri. Bahan pencemar yang dikeluarkan antara lain
adalah gas NO2, SO2, SO3, ozon, CO, HC, dan partikel debu. Gas NO2, SO2, HC
dan CO dapat dihasilkan dari proses pembakaran oleh mesin yang menggunakan
bahan bakar yang berasal dari bahan fosil ( Mukono, 2008).
Menurut Agusnar (2007) sumber polusi utama berasal dari transportasi,
dimana hampir 60% dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan
sekitar 15% terdiri dari hidrokarbon, Sumber- sumber polusi lainnya misalnya
pembakaran, proses industri, pembuangan limbah, dan lain-lain.
2.

Polutan sekunder

Universitas Sumatera Utara

Menurut (Mukono, 2005), polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi


dari dua atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi foto kimia, sebagai contoh
adalah disosiasi NO2 yang menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan
arah reaksinya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Konsentarsi relatif dari bahan reaktan
2) Derajat foto aktivasi
3) Kondisi iklim
4) Topografi lokal dan adanya embun
Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil.
Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy acyl Nitrat (PAN) dan
Formaldehida (Mukono, 2011).
2.1.4. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara
Beberapa keadaan cuaca yang dapat mempengaruhi kualiatas udara (Junaidi,
2002) yaitu:
1. Suhu udara
Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar udara. Suhu udara
yang tinggi menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi
pencemar menjadi makin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan
udara makin padat sehingga konsentrasi pencemar di udara tampaknya makin
tinggi.

2. Kelembapan

Universitas Sumatera Utara

Kelembapan udara dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara. Pada


kelembapan yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan
pencemar udara, menjadi zat lain yang tak berbahaya atau menjadi pencemar
sekunder.
3. Tekanan udara
Tekanan udara dapat mempercepat atau menghambat terjadinya suatu reaksi
kimia antara pencemar dengan zat pencemar diudara atau zat-zat yang ada di
udara, sehingga pencemar udara dapat bertambah maupun berkurang
4. Angin
Angin adalah udara yang bergerak. Akibat pergerakan udara maka akan terjadi
suatu proses penyebaran sehingga dapat mengakibatkan pengenceran dari
bahan pencemaran udara, sehingga kadar suatu pencemar pada jarak tertentu
sumber akan mempunyai kadar yang berbeda. Demikian juga halnya dengan
arah dan kecepatan angin dapat mempengaruhi kadar bahan pencemar
setempat
5. Sinar matahari
Sinar matahari juga mempengaruhi kadar pencemar udara, karena dengan
adanya sinar matahari tersebut maka beberapa pencemar di udara dapat
dipercepat atau diperlambat reaksinya dengan zat-zat lain di udara sehingga
sehingga kadarnya dapat berbeda menurut banyaknya sinar matahari yang
menyinari bumi. Demikian juga halnya mengenai banyaknya panas

Universitas Sumatera Utara

matahari yang sampai ke bumi, yang dapat mempengaruhi kadar pencemar


udara
6. Curah hujan
Curah hujan yang merupakan suatu partikel air di udara yang bergerak dari
atas jatu ke bumi, dapat menyerap pencemar gas tertentu kedalam partikel
air, serta dapat menangkap partikel debu baik yang inert maupun partikel
debu yang lain, menempel pada partikel air dan di bawa jatuh ke bumi.
Dengan demikian pencemar dalam bentuk partikel dapat berkurang
konsentrasinya akibat jatuhnya hujan.
2.1.5. Sumber Pencemaran Udara
Sumber pencemaran yang utama berasal dari transportasi, dimana hampir
60% dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan sekitar 15%
terdiri dari hidrokarbon. Sumber-sumber polusi lainnya misalnya pembakaran, proses
industri, pembuangan limbah dan lainnya (Agusnar, 2007).
Sumber pencemar udara dapat dikelompokkan menjadi sumber bergerak dan
sumber tidak bergerak (Sarudji, 2010).
1.

Sumber Bergerak
Sumber pencemar udara bergerak dapat dikelompokkan menjadi:
(a). Kendaraan bermotor,
(b). Pesawat terbang
(c). Kereta api dan
(d). Kapal, (Sarudji, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Baku Mutu Udara Emisi Sumber Bergerak


No

Kategori
Kendaraan

Bahan
Bakar

Uji tahap
Operasi

CO gr/Km

Maks
Rata-rata
Mobil
penumpang
dengan tempat duduk
Maksimal 9 orang
Mobil dengan berat
dari 2-3 ton
Kendaraan bermotor
disel*)
-Direct injection
-Inderect injection

1.

2.
3.

Kendaraan roda 2*)


-Untuk 4 tak
-Untuk 2 tak

4.

Baku Mutu
Hidrokarbon
gr/Km
Maks
Rata-rata

Maks

Ratarata

Bensin
Bensin

10
10

28,2 24,6
31,4 26,8

4,2
4,8

3,6
4,3

3,7
3,7

3,1
3,3

Solar
Solar

6
6

1.050 920
1.050 920

680

590

1.010
1.010

920
920

Bensin
Bensin

Idling
Idling

4,5

3.300

Keterangan : *) dalam ppm


Sumber : Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor
Kep-02/MENKLH/I/1988

2.

Sumber tak bergerak (menetap)


Menurut (Sarudji, 2010), yang termasuk sumber pencemar dari bahan bakar

bersumber menetap adalah pembakaran beberapa jenis bahan bakar yang diemisikan
pada suatu lokasi yang tetap. Bahan bakar tersebut terdiri atas batu bara, minyak
bakar, gas alam, dan kayu destilasi minyak. Berbeda dengan sarana transportasi,
sumber pencemar udara menetap mengemisikan polutan pada udara ambien tetap,
sehingga dalam pengelolaan lingkungannya perlu perencanaan yang matang,
misalnya harus dipertimbangkan keadaan geografi dan tofografi, metereologi, serta
rencana tata ruang di wilayah tersebut.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Karbon Monoksida


2.2.1. Pengertian Karbon Monoksida
Karbon monoksida (CO) adalah suatu gas yang tidak bewarna, tidak berbau
dan tidak berasa dengan jumlah sedikit di udara sekitar 0,1 ppm yang berada di
lapisan atmosfer, oleh karena itu lingkungan yang tercemar oleh gas CO tidak dapat
dilihat oleh mata. Gas CO diproduksi oleh proses pembakaran yang tidak sempurna
dari bahan bahan yang mengandung karbon. Gas CO dapat berbentuk cairan pada
suhu dibawah 192 C, gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar
fosil dengan udara, berupa gas buangan (Wardhana, 2001).
Menurut Sunu (2001), gas karbon monoksida sebagian besar berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan yang tidak
berwarna dan tidak bau dengan jumlah sedikit di udara sekitar 0,1 ppm yang berada
di lapisan atmosfer. Oleh karena itu lingkungan yang telah tercemar oleh gas CO
tidak dapat di lihat oleh mata. Di daerah perkotaan yang lalu lintasnya padat,
konsentrasi gas CO dapat mencapai antara 10-15 ppm. Secara umum terbentunya gas
CO adalah melalui proses berikut:
a.

Pembakaran bahan bakar fosil dengan udara

b.

Pada suhu tinggi terjadi reaksi antara karbon dioksida (CO2) dengan
karbon (C) yang menghasilkan gas (CO).

c.

Pada suhu tinggi, CO2 dapat terurai kembali menjadi CO

Transportasi sangat diperlukan untuk mengangkut bahan baku dari daerah


pertambangan ketempat industri (pabrik) untuk diolah lebih lanjut menjadi bahan jadi

Universitas Sumatera Utara

(produk). Selanjutnya dengan transportasi pula produk yang dihasilkan dibawa ke


pemakai. Hal ini sejalan dengan kegiatan itu akan berdampak meluasnya pencemaran
lingkungan terutama pencemaran udara (Wardhana, 2001).
2.2.2. Pengaruh Karbon Monoksida Terhadap Manusia
Bertambahnya gas CO, pada umumnya terjadi karena proses pembakaran
tidak sempurna, terutama dari kendaraan atau mesin bermotor. Gas ini dapat
membentuk

senyawa

yang

stabil

dengan

hemoglobin

darah

menjadi

karboksihemoglobin. Senyawa tersebut dalam jumlah kecil tidak berbahaya, namun


dalam jumlah besar akan berbahaya bahkan dapat mematikan. Pengaruhnya terhadap
kesehatan yaitu bahwa karbon monoksida dapat merintangi darah untuk mengangkut
oksigen ( Sunu, 2001). Faktor penting yang menentukan pengaruh CO terhadap tubuh
manusia adalah konsentrasi COHb yang terdapat dalam darah, dimana semakin tinggi
persentase hemoglobin yang terikat dalam bentuk COHb, semakin parah pengaruhnya
terhadap kesehatan manusia. Konsentrasi COHb di dalam darah dipengaruhi secara
langsung oleh konsentrasi CO dari udara yang terhisap (Agusnar, 2007).
Keadaan normal konsentrasi CO di dalam darah berkisar antara 0,2% sampai
1,0% dan rata-rata sekitar 0,5%. Kadar CO didalam darah dapat seimbang selama
kadar CO di atmosfer tidak meningkat dan pernafasan tetap konstan (Mukono, 2008).
Kadar 20 bpj CO dalam udara dapat menyebabkan manusia sakit, dalam waktu 30
menit 1300 ppm dapat menyebabkan kematian. Menghisap gas yang keluar dari
knalpot mobil di ruang garasi tertutup lebih banyak menyebabkan kematian
(Sastrawijaya, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3. Pengaruh Konsentrasi COHb di dalam Darah terhadap Kesehatan


NO
1.
2.
3.

Konsentrasi COHb
di dalam darah
< 1.0
1.0 2.0
2.0 5.0

Pengaruhnya terhadap kesehatan

Tidak berpengaruh
Penampilan agak tidak normal
Pengaruh terhadap sistem syaraf sentral, reaksi
panca indera tidak normal, benda terlihat agak
kabur
4.
5.0
Perubahan fungsi jantung dan pulmonary
5.
10.0 80.0
Kepala pening, mual, berkunang kunang, pingsan,
kesukaran bernafas, kematian.
Sumber : Manahan dalam Agusnar, 2007
2.3. Partikel Debu
2.3.1. Pengertian Debu
Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatankekuatan alami atau mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan,
pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun
anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan
sebagainya (Sumamur, 1998).
Sedangkan menurut Sarudji (2010), dalam buku Kesehatan Lingkungan, debu
(partikulat) adalah bagian yang besar dari emisi polutan yang berasal dari berbagai
macam sumber seperti mobil, truk, pabrik baja, pabrik semen, dan pembuangan
sampah terbuka. Mungkin hal ini sangat mengejutkan bahwa Environmental
Protection Agency (EPA) memperkirkan bahwa kebakaran hutan menghasilkan
seperempat dari seluruh emisi partikulat. Sepertiga darinya berasal dari kebakaran
hutan yang dapat dikendalikan dan dua pertiganya dari kebakaran hutan yang tak
terkendali.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Sifat Debu


Partikel (debu) sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup, yaitu pada
saat partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke
bumi. Waktu hidup partikel berkisar antara beberapa detik sampai beberapa bulan.
Sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis
partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang sudah mati karena
jatuh mengendap di bumi, dapat hidup kembali apabila tertiup oleh angin kencang
dan melayang-layang lagi di udara (Wardhana, 2001). Menurut Departemen
Kesehatan RI tahun 1994 yang dikutip oleh Sihombing (2006), sifat-sifat debu adalah
sebagai berikut:
1. Mengendap
Debu cenderung mengendap karena gaya grafitasi bumi. Namun karena
ukurannya yang relatif kecil berada di udara. Debu yang mengendap dapat
mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara.
2. Permukaan cenderung selalu basah
Permukaan

debu

yang

cenderung

selalu

basah

disebabkan

karena

permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi
penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja.
3. Menggumpal
Debu bersifat menggumpal disebabkan permukaan debu yang selalu basah,
sehingga debu menempel satu sama lain dan membentuk gumpalan.

Universitas Sumatera Utara

4. Listrik statis (elektrostatik)


Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan.
Adanya partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya proses
penggumpalan.
5. Opsis
Opsis adalah debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancakan
sinar yang dapat terlihat pada kamar gelap. Menurut sifatnya, partikel dapat
menimbulkan rangsangan saluran pernapasan, kematian karena bersifat racun, alergi,
fibrosis, dan penyakit demam (Agusnar, 2008).
2.3.3. Sumber- Sumber Debu
Sumber pencemar partikel (debu) dapat berasal dari peristiwa alami dan dapat
juga berasal dari ulah manusia dalam rangka mendapatkan kualitas hidup yang lebih
baik. Pencemaran partikel yang berasal dari alam (Wardhana, 2001) antara lain:
1. Debu tanah/pasir halus yang terbang terbawa oleh angin kencang.
2. Abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke udara akibat letusan gunung
berapi.
3. Semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah
pegunungan.
Sedangkan sumber pencemaran partikel akibat ulah manusia sebagian besar
berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan
alat transportasi (Wardhana, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate
matter adalah partikel debu yang hanya berada di udara, partikel ini segera
mengendap karena ada daya tarik bumi. Dan Suspended particulate matter adalah
debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus, 1997).
2.3.4.

Nilai Ambang Batas (NAB) untuk Debu


Nilai ambang batas adalah kadar tertinggi suatu zat dalam udara yang

diperkenankan, sehingga manusia dan makhluk lainnya tidak mengalami gangguan


penyakit atau menderita karena zat tersebut (Agusnar, 2008).
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999
tentang pengendalian pencemaran udara dijelaskan mengenai pengertian baku mutu
udara ambien, yaitu ukuran batas atau kadar zat, energi dan/atau komponen yang
ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam udara ambien. Baku mutu kadar debu dalam udara ambien
yang tercantum di dalam PP RI No. 41 tahun 1999 tersebut untuk PM10 (Partikel
<10 m) adalah 150 g/m3.
2.3.5. Dampak Pencemaran Debu terhadap Manusia
Ada tiga cara masuknya bahan polutan seperti debu dari udara ke tubuh manusia
yaitu melalui inhalasi, ingesti, dan penetrasi kulit. Inhalasi bahan polutan udara ke
paru-paru dapat menyebabkan gangguan di paru dan saluran napas. Bahan polutan
yang cukup besar tidak jarang masuk ke saluran cerna. Refleks batuk juga akan
mengeluarkan bahan polutan dari paru yang kemudian bila tertelan akan masuk ke
saluran cerna. Bahan polutan dari udara juga dapat masuk ketika makan atau minum.

Universitas Sumatera Utara

Permukaan kulit juga dapat menjadi pintu masuk bahan polutan di udara khususnya
bahan organik dapat melakukan penetrasi kulit dan dapat menimbulkan efek sistemik
(Aditama, 1992). Kerusakan kesehatan akibat debu tergantung pada lamanya kontak,
konsentrasi debu dalam udara, jenis debu itu sendiri dan lain-lain (Agusnar, 2008).
Ukuran debu atau partikel yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan
letak penempelan atau pengendapannya. Partikel yang terhisap oleh manusia dengan
ukuran kurang dari 1 mikron akan ikut keluar saat napas dihembuskan. Partikel yang
berukuran 1-3 mikron akan masuk ke dalam kantong udara paru-paru, menempel
pada alveoli. Partikel berukuran 3-5 mikron akan tertahan pada saluran pernapasan
bagian tengah. Partikel yang berukuran di atas 5 mikron akan tertahan di saluran
napas bagian atas (Sunu, 2001). Penyakit peneumokoniosis banyak jenisnya,
tergantung dari jenis partikel yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru.
2.4.

Industri Pabrik Kelapa Sawit


Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri penting penghasil minyak masak,

minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel) dan berbagai jenis turunannya
seperti minyak alkohol, margarin, lilin, sabun, industri kosmetika, industri baja,
kawat, radio, kulit, dan industri farmasi. Sisa pengolahannya dapat dimanfaatkan
menjadi kompos dan campuran pakan ternak (Soepadiyo, 2008).
Pada tahun 2008, luas areal pertanaman kelapa sawit Indonesia yang telah
menghasilkan sekitar 6,6 juta Ha dengan total produksi sekitar 17,6 juta ton CPO.
Terdiri dari Perkebunan Rakyat seluas 2,6 juta ha dengan produksi 5.895.000 ton
CPO, Perkebunan Besar Nasional seluas 687 ribu Ha dengan produksi 2.313.000 ton

Universitas Sumatera Utara

CPO, dan Perkebunan Besar Swasta seluas 3,4 juta Ha dengan produksi 9.254.000
ton CPO. Sedangkan untuk luas areal pertanaman kelapa sawit Indonesia tahun 2008
yang belum menghasilkan seluas 2,8 juta Ha ( Ditjenbun, 2008).
Dalam operasional Pabrik Kelapa Sawit, salah satu kegiatan dalam pengelolaan
lingkungan adalah melakukan pengukuran dan pemantauan emisi udara. Penggunaan
boiler atau ketel uap dengan bahan bakar berupa serabut dan cangkang sawit
(Abunajmu, 2007).
2.5. Baku Mutu Udara Ambien
Menurut Srikandi Fardiaz (2010) untuk menghindari terjadinya pencemaran
udara di lingkungan ditetapkan baku mutu udara yang dapat dibedakan atas baku
mutu udara ambien dan baku mutu udara emisi. Baku mutu udara ambien adalah
batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara,
namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh tumbuhan
dan atau benda. Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi
zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara,
sehinga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien.
Berdasarkan Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun1999
tentang pengendalian pencemaran udara, nilai ambang batas kadar karbon monoksida
(CO) yang diperbolehkan di udara sebesar 30.000 g/ Nm3 dalam 1 jam pengukuran.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang
pengendalian pencemaran udara dijelaskan mengenai pengertian baku mutu udara
ambien, yaitu ukuran batas atau kadar zat, energi dan/atau komponen yang ada atau

Universitas Sumatera Utara

yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
udara ambien. Baku mutu kadar debu dalam udara ambien yang tercantum di dalam
PP RI No. 41 tahun 1999 tersebut untuk PM10 (Partikel <10 m) adalah 150 g/m3.

Prosedur Pengukuran Kadar Debu di udara

2.6.

Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar debu
pada suatu lingkungan, konsentrasinya sesuai dengan kondisi lingkungan yang aman
dan sehat bagi masyarakat. Dengan kata lain, apakah kadar debu tersebut berada di
bawah atau di atas nilai ambang batas (NAB) debu udara (Asiah, 2008).
Pengambilan/pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan metode
gravimetric, yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam volume
tertentu melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yang biasanya digunakan
untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara (Asiah, 2008), seperti:
1. High Volume Air Sampler
Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1 - 1,7
m3/menit, partikel debu berdiameter 0,1-100 mikron akan masuk bersama aliran
udara melewati saringan dan terkumpul pada permukaan serat gelas. Alat ini dapat
digunakan untuk mengambil contoh udara selama 24 jam, dan bila kandungan
partikel debu sangat tinggi maka waktu pengukuran dapat dikurangi menjadi 6-8 jam.
2.

Low Volume Air Sampler

Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita inginkan dengan
cara mengatur flow rate. Untuk flow rate 20 liter/menit dapat menangkap partikel

Universitas Sumatera Utara

berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui berat kertas saring sebelum dan sesudah
pengukuran maka kadar debu dapat dihitung.
3. Low Volume Dust Sampler
Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat low
volume air sampler.
4. Personal Dust Sampler (LVDS)
Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di udara atau
debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernapas. Untuk
flow rate 2 liter/menit dapat menangkap debu yang berukuran < 10 mikron. Alat ini
biasanya digunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang pekerja
karena ukurannya yang sangat kecil.
2.7.

Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Udara Ambien


Secara umum, sampel udara ambien diambil di daerah pemukiman penduduk,

perkantoran, kawasan industri, atau daerah lain yang dianggap penting. Tujuannya
adalah untuk mengetahui kualitas udara yang dapat dipengaruhi oleh kegiatan
tertentu. Kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan lokasi pengambilan
sampel udara ambien (Hadi, 2005), yaitu:
1. Daerah yang mempunyai konsentrasi pencemar tinggi
2. Daerah padat penduduk
3. Daerah yang diperkirakan menerima paparan pencemar dari emisi cerobong
industri
4. Daerah proyeksi untuk mengetahui dampak pembangunan

Universitas Sumatera Utara

Di samping itu, faktor meteorologi, seperti arah angin, kecepatan angin, suhu
udara, kelembapan, dan faktor geografi, seperti topografi dan tata guna lahan, harus
dipertimbangkan. Beberapa acuan dalam menentukan titik pengambilan (Hadi, 2005)
adalah:
1. Hindari daerah yang dekat dengan gedung, bangunan, dan/atau pepohonan yang
dapat mengabsorpsi atau mengadsorpsi pencemar udara ke gedung atau pepohonan
tersebut.
2. Hindari daerah di mana terdapat pengganggu kimia yang dapat memengaruhi
polutan yang akan diukur.
3. Hindari daerah di mana terdapat pengganggu fisika yang dapat memengaruhi hasil
pengukuran. Sebagai ilustrasi, pengukuran total partikulat di dalam udara ambien
tidak diperkenankan di dekat insinerator.
2.8.

Dampak Pencemaran Udara Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan

2.8.1. Anatomi Pernapasan


Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring trakes, bronkus, bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus
dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung,
udara akan disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama mukosa inspirasi yan terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan
bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi mukosa yang ekskresi oleh goblet dan
kelenjar serose. Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam
rongga toraks atau dada. Kedua paru saling terpisah oleh mediastum sentral yang

Universitas Sumatera Utara

didalamnya terdapat jantung dan pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai
apeks dan basis. Jika arteri pulmonalis dan darah arteria bronkialis, bronkus, saraf,
dan pembuluh limfe masuk ke setiap paru menunjukan telah terjadi gangguan paru,
yaitu terbentuknya hilus berupa akar paru. Paru kanan lebih besar dari paru kiri dan di
bagi 3 lobus oleh fistrus interlobaris, sedangkan paru-paru kiriterbagi menjadi 2 lobus
(Price dan Wilson, 1994).
2.8.2. Mekanisme Pernapasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam
keadaan tertidur sekalipun, karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf
otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan
atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah
pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam
kapiler. Pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler
dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika
tekanan diluar rongga dada lebih besar, maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila
tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar (Surya, 1990).
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi)
dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua
macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut
terjadi secara bersamaan. Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot
antar tulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Pernapasan Dada
a. Fase inspirasi
Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk sehingga rongga dada
mengembang. Pengembangan rongga dada menyebabkan volume paru-paru juga
mengembang akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada
tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
b.

Fase ekspirasi
Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antar tulang rusuk ke

posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi
kecil. Rongga dada yang mengecil menyebabkan volume paru-paru juga mengecil
sehingga tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar dari pada tekanan luar.
Hal tersebut menyebabkan udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida
keluar.
2. Pernapasan perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktivitas
otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme
pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua fase, yakni:
a. Fase inspirasi
Fase inspirasi merupakan kontraksi otot diafragma sehingga mengembang,
akibatnya paru-paru ikut mengembang. Hal tersebut menyebabkan rongga dada
membesar dan tekanan udara di dalam paru-paru lebih kecil daripada tekanan udara
luar sehingga udara luar dapat masuk ke dalam.

Universitas Sumatera Utara

b. Fase ekspirasi
Fase ekspirasi merupakan fase relaksasi otot diafragma (kembali ke posisi semula)
sehingga rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam paruparu lebih besar
daripada tekanan udara luar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.

2.8.3. Gangguan Saluran Pernapasan


Saluran pernapasan adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta
organ adneks seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah atau pleura. Gangguan
saluran pernapasan adalah ganguan pada organ mulai dari hidung sampai alveoli serta
organ-organ adneksnya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Depkes RI,
1999).
Gangguan saluran pernapasan menurut Wardhana (2004) adalah penyakit
saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel atau debu yang masuk dan
mengendap di dalam paru-paru dan polusi udara lainnya.
2.8.4. Gejala-gejala Gangguan Saluran Pernapasan
Penyakit paru atau saluran napas dengan gejala umum maupun gejala
pernapasan antara lain batuk, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada. Secara terinci
yaitu (Surya,1990):
a. Batuk
Batuk merupakan gejala penyakit pernapasan yang paling umum, berfungsi
terutama untuk pertahanan paru terhadap masuk/ terhisapnya benda asing, baik itu
pada orang sehat maupun pada orang yang sakit, batuk dapat terjadi dengan disadari
maupun tidak disadari. Batuk yang disadari merupakan suatu respons terhadap

Universitas Sumatera Utara

perasaan adanya sesuatu didalam saluran napas. Batuk yang tidak disadari terjadi
akibat refleks yang dipacu oleh perangsangan laring, trakhea atau bronkhi yang besar
karena hilangnya compliance paru. Batuk merupakan gejala yang paling umum akibat
pernapasan. Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan
mekanik dan kimia. Inhalasi debu, asap dan benda-benda asing berukuran kecil
merupakan penyebab batuk yang paling sering (Surya,1990).
c. Batuk Darah
Batuk berdarah adalah batuk yang disertai darah. Jika darahnya sedikit dan
tipis kemungkinan adalah luka lecet dari saluran napas, karena batuk yang terlalu
kuat. Batuk berdarah dengan darah yang tipis dan sedikit bisa terjadi pada penderita
maag kronis dimana maag penderita mengalami luka akibat asam lambung yang
berlebih. Batuk berdarah dengan jumlah darah yang banyak biasanya terjadi pada
penderita TB paru (tuberculosis paru) yang sudah lama dan tidak diobati. Batuk
berdarah pada penderita TBC merupakan suatu hal gawat darurat (emergency) karena
dapat menyebabkan kematian dan harus mendapat pertolongan yang cepat.
Pengobatan batuk berdahak adalah memberikan antibiotik, dicari penyebabnya jika
karena TBC maka harus diberikan obat TBC, diberikan obat penekan batuk
(Surya,1990).
d. Sesak Napas
Sesak napas merupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran pernapasan.
Sesak napas bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari penyakit
yang menyerang saluran pernafasan. Penyakit yang bisa menyebabkan sesak napas

Universitas Sumatera Utara

sangat banyak sekali mulai dari infeksi, alergi, inflamasi bahkan keganasan. Hal-hal
yang bisa menyebabkan sesak napas antara lain :
1. Faktor psikis.
2. Peningkatan kerja pernapasan.
a. Peningkatan ventilasi (Latihan jasmani, hiperkapnia, hipoksia, asidosis metabolik).
b. Sifat fisik yang berubah ( Tahanan elastis paru meningkat, tahanan elastis dinding
toraks meningkat, peningkatan tahanan bronkial).
3. Otot pernapasan yang abnormal
a. Penyakit otot ( Kelemahan otot, kelumpuhan otot, distrofi).
b. Fungsi mekanis otot berkurang.
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika
ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada pertukaran
gas antara O2 dan CO2.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas
juga akan terganggu dan juga dapat menyebabkan dispnea. Dispnea juga dapat terjadi
pada orang yang mengalami penurnan terhadap compliance paru, semakin rendah
kemampuan terhadap compliance paru maka makin besar gradien tekanan transmural
yang harus dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang
normal.
Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satunya adalah
digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau
iritan yang sama.sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat

Universitas Sumatera Utara

sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah
sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada
saluran pernapasan maka ruang mati akan meningkat (Surya, 1990).
e. Nyeri dada
Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan di
klinik. Sebahagian besar penderita merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut
disebabkan oleh penyakit jantung ataupun penyakit paru yang serius. Diagnosa yang
tepat sangat tergantung dari pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan khusus
lainnya serta anamnesa dari sifat nyeri dada mengenai lokasi, penyebaran, lama nyeri
serta faktor pencetus yang dapat menimbulkan nyeri dada. Salah satu bentuk nyeri
dada yang paling sering ditemukan adalah angina pektoris yang merupakan gejala
penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif serta menyebabkan kematian,
sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan
penangannan yang serius (Surya , 1990 ).
Sedangakan menurut Anwar gejala-gejala gangguan saluran pernafasan adalah:
a. Pilek
Pilek adalah sekelompok gejala pada saluran pernapasan atas yang disebabkan
oleh sejumlah besar virus yang berbeda. Meskipun lebih dari 200 virus dapat
menyebabkan pilek, pelaku biasanya rhinovirus, yang harus disalahkan karena
menyebabkan 10% sampai 40% dari pilek. Juga, coronaviruses menyebabkan sekitar
20% dari pilek dan virus RSV (RSV) menyebabkan 10% dari pilek. Pilek biasa
menghasilkan gejala ringan yang hanya berlangsung 5-10 hari. Keluhan yang paling

Universitas Sumatera Utara

umum adalah ingusan, bersin, penyumbatan hidung, sakit kepala, sakit tenggorokan
dan batuk (Anwar, 2004).
Tanda dan gejala umum pilek yaitu :
1. Demam dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil, gemetar)
2.

Batuk

3.

Hidung tersumbat

4.

Nyeri tubuh, terutama sendi dan tenggorokan

5.

Kelelahan

6.

Nyeri kepala

7.

Iritasi mata, mata berair

8.

Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta kemerahan pada mulut,
tenggorokan, dan hidung
b. Asma
Asma adalah penyakit yang menyerang cabang-cabang halus bronkus yang

tidak memiliki kerangka cincin tulang rawan, sehingga terjadi penyempitan


mendadak. Akibatnya penderita sesak napas, sehingga untuk membantu pernapasan
seluruh otot-otot pernapasan difungsikan secara maksimal. Penyebab asma adalah
alergi atau peka terhadap berbagai bahan seperti: butir-butir sari bunga, bulu kucing,
spora jamur dan sebagainya.
c.

Infeksi tenggorokan/ Faringitis


Infeksi tenggorokan adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang

tenggorok atau hulu kerongkongan. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok.

Universitas Sumatera Utara

Radang ini bisa disebabkan oleh virus atau bakteri, disebabkan daya tahan yang
lemah. Faringitis biasanya disebabkan oleh bakteri streptococcus. Pengobatan
dengan antibiotika hanya efektif apabila karena terkena bakteri.
2.9.

Penanggulangan Dampak Pencemaran Lingkungan


Pencemaran lingkungan mempunyai dampak yang sangat luas dan sangat

merugikan manusia maka perlu diusahakan pengurangan pencemaran lingkungan


atau bila mungkin meniadakan sama sekali. Usaha untuk mengurangi dan
menanggulangi pencemaran tersebut ada 2 macam cara utama yaitu penanggulangan
secara non-teknis dan penanggulangan secara teknis.
2.9.1. Penanggulangan secara Non-Teknis
Penganggulangan secara non-teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi dan
menanggulangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan
perundangan yang dapat merencanakan, mengatur, dan mengawasi segala macam
bentuk kegiatan industri dan teknologi sedemikian rupa sehingga tidak terjadi
pencemaran lingkungan (Agusnar, 2007).
Peraturan perundangan yang dimaksud hendaknya dapat memberikan
gambaran secara jelas tentang kegiatan industri dan teknologi yang akan dilaksanakan
di suatu tempat yang meliputi:
1. Penyajian Informasi Lingkungan (PIL)
2. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
3. Perencanaan Kawasan Kegiatan Industri dan Teknologi,
4. Pengaturan dan Pengawasan Kegiatan,

Universitas Sumatera Utara

5. Menanamkan perilaku disiplin.


2.9.2. Penanggulangan secara Teknis
Kriteria yang digunakan dalam memilih dan menentukan cara yang digunakan
dalam penanggulangan secara teknis tergantung pada faktor berikut:
1. Mengutamakan keselamatan lingkungan
2. Teknologinya telah dikuasai dengan baik
3. Secara teknis dan ekonomis dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan kriteria tersebut di peroleh beberapa cara penanggulangan secara teknis,
Antara lain sebagai berikut:
1. Mengubah Proses
2. Mengganti Sumber Energi
3. Mengelola Limbah
4. Menambah Alat Bantu

Universitas Sumatera Utara

2.10. Kerangka Konsep

Memenuhi Syarat
Kualitas Udara dikawasan Pabrik
Industri Kelapa Sawit PTPN IV
22 Desember 2010.
Sosa II
CO (Karbon monoksida)
PM10 (Particulate matter)

Karakteristik Penduduk

PP RI No 41
tahun 1999
Tidak Memenuhi
Syarat
Keluhan Gangguan Pernafasan
Pada Masyarakat di Kawasan
Industri Pabrik Kelapa Sawit

1. Umur
2. Lama bermukim
3. Pekerjaan

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai