Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan industri di Indonesia yang cukup pesat mengharuskan perguruan
tinggi sebagai sebuah lembaga pendidikan untuk lebih meningkatkan kualitas dari
lulusannya. Sehingga dapat dihasilkan sumber daya manusia (SDM) dengan
kualitas dan kemampuan intelektual yang baik serta mampu mengelola industri
menjadi lebih baik lagi. Untuk menunjang hal tersebut, maka untuk mahasiswa S1
Jurusan Fisika Universitas Negeri Surabaya wajib menempuh mata kuliah
praktek kerja lapangan (PKL) sebagai salah satu syarat kelulusan. Dengan diadakan
praktek kerja lapangan (PKL) diharapkan mahasiswa mampu menerapkan teoriteori yang diperoleh selama dibangku perkuliahan ke dalam dunia kerja yang
sebenarnya. Selain itu kegiatan praktek kerja lapangan ini merupakan sarana bagi
mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman dan ilmu sebanyak mungkin yang
sesuai dengan bidang keahlian yang sedang ditekuni.
Dalam perkuliahan sebelumnya telah dipelajari materi mengenai paduan
nonferrous serta teknik fabrikasi logam dimana teknik pembuatan paduan logam ini
dimulai dari proses pembentukan ulang (refining), pemaduan (alloying) dan
kemudian proses perlakuan panas (heat-treating). Oleh karena itu, Penulis sebagai
mahasiswa program studi S-1 Fisika FMIPA UNESA memilih melakukan kegiatan
PKL di P.T. H.P. Metals Indonesia blok K1-K2, sehingga Penulis dapat melihat
secara langsung teknik fabrikasi logam didunia industri.
P.T. H.P. Metals Indonesia merupakan salah satu produsen alumunium
terkemuka di Indonesia yang telah beroperasi sejak tahun 1995. P.T. H.P. Metals
Indonesia memiliki beberapa cabang yang tersebar di beberapa daerah seperti
Mojokerto, Jakarta, dan Pasuruan. P.T. H.P. Metals Indonesia yang berada di
kawasan Ngoro Industri Persada, Mojokerto memiliki beberapa divisi yang tersebar
di beberapa tempat seperti blok K1-K2, L2, dan M1. Untuk blok K1-K2 ini
merupakan divisi yang memproduksi billet dan alumunium ingots. Dalam proses
pembuatan billet alumunium yang dilakukan di P.T. H.P. Metals Indonesia ini
menggunakan prinsip pengecoran logam yaitu pembuatan alumunium dengan
logam cair. Dalam proses produksi billet, untuk menghasilkan billet dengan
beberapa tipe tertentu seperti 6063 ataupun 6005 dilakukan paduan dengan
PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

menggunakan batangan alumunium murni dan beberapa bahan yang memiliki


kandungan alumunium yang berbeda. Di pasaran produk-produk industri lebih
banyak menggunakan paduan alumunium dibandingkan dengan alumunium murni.
Penggunaan paduan alumunium banyak dimanfaatkan terutama untuk kebutuhan
rumah tangga dan bahan bangunan seperti galvalum, siku, dan yang
lainnya. Penggunaan paduan alumunium memiliki kelebihan, yaitu
tahan terhadap korosi diberbagai kondisi lingkungan termasuk
suasana

ambient.

Paduan

alumunium

yang

ada

dipasaran

memiliki beragam jenis tipe yang tentu komposisinya juga


berbeda untuk masing-masing tipe.
Berdasarkan hal tersebut maka Penulis mengambil judul laporan Analisis
Proses Produksi dan Uji Komposisi dari Billet alumunium 6063 dan
6005 serta Batangan Alumunium ADC-12 agar dapat sedikitnya
membantu mengetahui proses terbentuknya beberapa tipe paduan alumunium
hingga menganalisis unsur-unsur yang ada di dalamnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut diperoleh pokok permasalahan yang akan
diselesaikan dalam praktek kerja lapangan (PKL) ini adalah bagaimana proses
produksi dan uji komposisi dari billet alumunium 6063 dan 6005 serta batangan
alumunium ADC-12 di P.T. H.P. Metals Indonesia.
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam praktek kerja lapangan ini adalah mengetahui
proses produksi dan uji komposisi dari billet alumunium 6063 dan 6005 serta
batangan alumunium ADC-12.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
antara lain :
1. Bagi Mahasiswa, memberikan manfaat dalam penerapan teori-teori yang
diperoleh di bangku kuliah dengan praktek yang nyata di dunia kerja dan
masyarakat serta melatih diri dan menambah pengalaman untuk beradaptasi
dengan dunia kerja yang sesungguhnya.

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

2. Bagi Akademik, Praktek Kerja Lapangan ini diharapkan dapat dijadikan


referensi bagi mahasiswa selanjutnya. Dan dapat mempererat kerjasama antara
akademik dengan perusahaan atau instansi.
3. Bagi Perusahaan, dapat memberikan masukan dan pertimbangan untuk lebih
meningkatkan kualitas dan kuantitas perusahaan serta ikut memajukan
pembangunan dalam bidang pendidikan.
1.5 Metodologi Penyusunan Laporan
Laporan kerja praktek ini dilakukan secara sistematis dan disusun dari lima bab,
dengan penjelasan sebagai berrikut :
1. BAB I Pendahuluan menjelaskan latar belakang, perumusan masalah, tujuan,
serta sistematika penulisan.
2. BAB II Profil P.T. H.P. Metals Indonesia menjelaskan struktur organisasi,
kapasitas produksi, denah pabrik.
3. BAB III Tinjauan pustaka menjelaskan
4. Bab IV Pembahasan
5. Bab V Kesimpulan dan Saran
1.6 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kerja Praktek
Adapun tempat dan waktu pelaksanaan kerja praktek adalah :
Tempat : PT. H.P. Metals Indonesia
Alamat : Ngoro Industri Persada Blok K1 K2, Ngoro, Mojokerto
Waktu : 22 Juni - 10 Juli 2015.

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
2.1 Tentang Perusahaan
PT. H.P. Metals Indonesia merupakan salah satu perusahaan alumunium
terkemuka di Indonesia yang telah beroperasi sejak tahun 1995. Memiliki pabrik
seluas hampir empat acre di Ngoro Industri Persada K1 K2, Ngoro, Mojokerto,
Jawa Timur. Perusahaan yang didukung oleh 600 lebih karyawan dan tenaga ahli
dari China dan Taiwan. Kapasitas produksi dari PT. H.P. Metals Indonesia ini
mencapai 36.000 MT.
Untuk PT. H.P. Metals Indonesia divisi alumunium billet dan ingot ini
memproduksi produk billet alumunium yang berkualitas tinggi dengan harga yang
kompetitif. Dengan didukung oleh beberapa mesin dan peralatan canggih, ketelitian
produksi serta kontrol kualitas yang ketat, PT. H.P. Metals Indonesia mampu
menghasilkan billet dengan komposisi yang sesuai dengan permintaan konsumen.
Keunggulan lain dari PT. H.P. Metals Indonesia adalah komitmennya dalam proses
packaging dan pengiriman yang selalu aman dan tepat waktu. dengan keunggulan
inilah yang menjadikan PT. H.P. Metals Indonesia berintegrasi dengan berbagai
bidang industri terkemuka di kota-kota besar di Indonesia serta dunia, seperti
arsitektur dan konstruksi bangunan, elektronika dan kelistrikan, industry meubel,
industry otomobil, profile standard dan industri lainnya.
PT. H.P. Metals Indonesia selalu mengembangkan kapasitasnya untuk memenuhi
kebutuhan billet alumunium baik domestik maupun internasional. Dengan tujuan
menjadi perusahaan peleburan alumunium kelas dunia, PT. H.P. Metals Indonesia
bertekad untuk terus meningkatkan kualitas produk maupun pelayanan pelanggan
serta menjalin kerja sama yang baik dalam proyek dan pengembangan produk.
2.2 Lokasi Perusahaan
Lokasi Perusahaan PT. H.P. Metals Indonesia :
Ngoro Industri Persada K1 K2, Ngoro, Mojokerto
Jawa Timur, Indonesia
Telp. (0321) 6818899 (Hunting)
Fax. (0321) 6818900, 6819086

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

2.3 Denah PT. H.P. Metals Indonesia

Gambar 2.1. Denah PT H.P. Metals Indonesia


Sumber : Data Perusahaan

2.4 Visi dan Misi Perusahaan

Visi
Menjadi perusahaaan peleburan alumunium yang memiliki reputasi dan terandal
di Indonesia

Misi
Menghasilkan produk alumunium ingot dan billet yang bermutu secara
berkesinambungan, untuk memberikan kepuasan tertinggi terhadap semua
pelanggan melalui proses produksi yang efisien dan efektif.

2.5 Kebijakan Mutu


Manajemen PT. H.P. Metals Indonesia Divisi Billet dan Ingot mempunyai
komitmen penuh untuk mencapai Kepercayaan Tertinggi dari pelanggan dengan
menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2000. Untuk mewujudkannya
maka PT. H.P. Metals Indonesia Divisi Billet dan Ingot akan melaksanakan :
PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

1. Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menghasilkan produk Billet dan


Ingot yang berkualitas sesuai dengan keinginan pelanggan.
2. Menjaga kestabilan operasi melalui perencanaan produksi sehingga dihasilkan
produk dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai.
3. Meningkatkan efisiensi di segala sektor guna memperkokoh daya saing
internasional.
4. Menjalin hubungan yang baik dengan pemasok (supplier) untuk menjamin
kualitas raw material yang diterima secara konsisten.
5. Memelihara fasilitas produksi serta lingkungan dengan baik untuk menciptakan
suasana kerja yang kondusif.
6. Meningkatkan kedisiplinan pada seluruh karyawan secara berkesinambungan
sehingga mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi akan mutu.
2.6 Struktur Organisasi Perusahaan
Sebagai sebuah perusahaan besar PT. H.P. Metals Indonesia memerlukan suatu
manajemen dan organisasi yang baik dalam mengelola dan melaksanakan kegiatan
operasional perusahaan, PT. H.P. Metals Indonesia memiliki struktur organisasi
perusahaan seperti berikut ini :

Gambar 2.2. Struktur Organisasi


PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

Sumber : Data Perusahaan

2.7 Jam Kerja


Jam kerja di perusahan ini ada 3 shift yaitu shift pagi mulai jam 07.00-15.00,
shift sore jam kerja mulai 15.00-23.00 sedangkan shift malam mulai jam kerja
23.00-07.00. Untuk bagian produksi jam kerja bersifat kontinyu dan jika ada salah
seorang berkerja yang ingin beristirahat maka harus bergantian dengan rekannya,
dan untuk bagian produksi tidak ada libur masa kerja mulai hari senin sampai
minggu. Dan rolling shift dilakukan setiap satu minggu sekali untuk bagian
produksi.
Untuk bagian office masa kerja mulai hari senin sampai hari jumat, hari sabtu
untuk bagian kantor libur. Jam kerja untuk bagian kantor yaitu mulai jam 08.00
16.00.
2.8 Produk PT. H.P. Metals Indonesia

Batangan Al Si

Batangan Rotary

Billet Alumunium
Gambar 2.3. Hasil Produksi dari PT. H.P. Metals Indonesia
PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

Sumber : Dokumentasi

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Alumunium
Alumunium yang memiliki lambang Al merupakan unsur kimia
dengan nomor atom 13. Alumunium tidak termasuk kedalam jenis
logam berat, namun merupakan elemen logam paling berlimpah
yang berjumlah sekitar 8% dari permukaan bumi. Alumunium
merupakan konduktor listrik dan panas yang baik, ringan serta
kuat. Pembuatan alumunium dapat ditempa menjadi lembaran
yang ditarik menjadi kawat dan diekstrusi menjadi batangan
dengan bermacam-macam penampang. Sifat yang diunggulkan
dari alumunium ini adalah tahan terhadap korosi diberbagai
kondisi lingkungan termasuk suasana ambient. Alumunium ini
dapat digunakan dalam berbagai hal, kebanyakan dipergunakan
sebagai kabel bertegangan tinggi karena sifat konduktornya yang
baik. Dalam bidang meubel, alumunium banyak dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan bingkai jendela dan beberapa
peralatan rumah tangga lainnya. Untuk bidang transportasi,
alumunium banyak dimanfaatkan sebagai pembuatan badan
pesawat terbang karena sifatnya yang ringan dibandingkan besi,
baja dan logam lainnya.
Tabel 3.1. Sifat-sifat alumunium
Sifat Alumunium
Struktur kristal

Face-centered cubic

Sifat magnetic

Paramagnetic

Hambatan listrik
Konduktivitas
termal
Ekspansi termal

28,2 n.m pada suhu 20C

Kecepatan suara
(batang ringan)

237 W.m-1.K-1
23,1 m.m-1.K-1 pada suhu 25C
5000 m.s-1 (rolled) pada suhu kamar

Modulus young

70 GPa

Modulud shear

26 GPa

Bulk modulus

76 GPa

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

Rasio poisson

0,35

Kekerasan mohs

2,75

Kekerasan viker

167 MPa

Kekerasan brinell

245 MPa

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Aluminium

3.2 Sejarah Alumunium


Pada abad ke-19, sebelum ditemukannya proses elektrolisis
aluminium hanya bisa didapatkan dari bauksit dengan proses
kimia Whler. Dibandingkan dengan elektrolisis, proses ini sangat
tidak ekonomis dan harga aluminium dulunya jauh melebihi harga
emas. Karena dulu dianggap sebagai logam berharga, Napoleon III
dari

Perancis

(1808-1873)

pernah

melayani

tamunya

yang

pertama dengan piring aluminium dan tamunya yang kedua


dengan piring emas dan perak. Pada tahun 1886, Charles Martin
Hall dari Amerika Serikat (1863-1914) dan Paul L.T. Hroult dari
Perancis (1863-1914) menemukan proses elektrolisis yang sampai
sekarang digunakan untuk memproduksi alumunium karena lebih
ekonomis.
3.3 Proses Pembuatan Alumunium
Dalam pembuatan alumunium terbagi dalam dua tahap, yaitu :
1. Proses Bayer
Proses Bayer merupakan proses pemurnian bijih bauksit
untuk memperoleh aluminium oksida (alumina). Bijih bauksit
mengandung 50 60% Al2O3 yang bercampur dengan zat-zat
pengotor terutama Fe2O3 dan SiO2. Untuk memisahkan Al2O3
dari zat-zat yang tidak dikehendaki, dapat dimanfaatkan sifat
amfoter dari Al2O3. Tahap pemurnian bauksit dilakukan untuk
menghilangkan pengotor utama dalam bauksit. Pengotor utama
bauksit biasanya terdiri dari SiO 2, Fe2O3, dan TiO2. Caranya
adalah dengan melarutkan bauksit dalam larutan natrium
hidroksida (NaOH),
Al2O3 (s) + 2NaOH (aq) + 3H2O(l) 2NaAl(OH)4 (aq)
PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

10

Aluminium oksida larut dalam NaOH sedangkan pengotornya


tidak larut. Pengotor-pengotor dapat dipisahkan melalui proses
penyaringan. Selanjutnya aluminium diendapkan dari filtratnya
dengan cara mengalirkan gas CO2 dan pengenceran.
2NaAl(OH)4 (aq) + CO2(g) 2Al(OH)3(s) + Na2CO3 (aq) + H2O(l)
Endapan aluminium hidroksida disaring, dikeringkan lalu
dipanaskan

sehingga

diperoleh

aluminium

oksida

murni

(Al2O3)
2Al(OH)3(s) Al2O3 (s) + 3H2O (g)

Gambar 3.1. Tahapan Pertama Proses Pembuatan Alumunium


(Proses Bayer)
Sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/2/22/Refining.png

2. Proses Hall-Heroult
Proses Hall-Heroult merupakan proses peleburan aluminium
oksida untuk menghasilkan aluminium murni. Proses peleburan
ini dilakukan dengan cara reduksi melalui proses elektrolisis.
Dalam proses Hall-Heroult, aluminum oksida dilarutkan dalam
lelehan kriolit (Na3AlF6) dalam bejana baja berlapis grafit yang
sekaligus berfungsi sebagai katode. Selanjutnya elektrolisis
dilakukan pada suhu 950 C. Sebagai anode digunakan batang
grafit.
Setelah diperoleh Al2O3 murni, maka proses selanjutnya
adalah elektrolisis leburan Al2O3. Pada elektrolisis ini Al2O3
dicampur dengan CaF2 dan 2 8% kriolit (Na3AlF6) yang
PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

11

berfungsi untuk menurunkan titik lebur Al2O3 (titik lebur Al2O3


murni mencapai 2000 C), campuran tersebut akan melebur
pada suhu antara 850-950 C. Anode dan katodenya terbuat
dari grafit. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Al2O3 (l) 2Al3+ (l) + 3O2- (l)
Anode (+) : 3O2- (l) + 3/2 O2 (g) + 6e
Katode (-) : 2Al3+ (l) + 6e + 2Al (l)
Reaksi sel : 2Al3+ (l) + 3O2- (l) 2Al (l) + 3/2 O2 (g)
Peleburan alumina menjadi aluminium logam terjadi dalam
wadah baja yang disebut pot reduksi atau sel elektrolisis.
Bagian bawah pot dilapisi dengan karbon, yang bertindak
sebagai suatu elektroda (konduktor arus listrik) dari sistem.
Secara umum pada proses ini, leburan alumina dielektrolisis,
dimana lelehan tersebut dicampur dengan lelehan elektrolit
kriolit dan CaF2 di dalam pot dimana pada pot tersebut terikat
serangkaian batang karbon dibagian atas pot yang berfungsi
sebagai katoda. Pada bagian bawah pot dilapisi oleh karbon
yang berfungsi sebagai anoda dengan aliran arus 5 10 A.
Proses elektrolisis ini terjadi diantara anoda dan katodanya.
Tetapi, arus listrik dapat diperbesar sesuai keperluan seperti
dalam keperluan industri. Alumina mengalami pemutusan
ikatan akibat elektrolisis, lelehan aluminium akan menuju
kebawah pot, yang secara berkala akan ditampung menuju
cetakan berbentuk silinder atau lempengan.

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

12

Gambar 3.2. Tahapan Kedua Proses Pembuatan Alumunium


(Proses Hall-Heroult)
Sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/5/52/Smelting.png

3.4 Alumunium dan Paduannya


Alumunium dan paduannya memiliki karakteristik tertentu, yaitu densitas
paduan rendah (2,7 g/cm3) dibandingkan dengan kepadatan baja yaitu 7,9 g/cm3.
Konduktivitas termal dan listrik yang tinggi, serta tahan terhadap korosi di berbagai
lingkungan. Paduan alumunium ini mudah dibentuk karena sifatnya lebih ulet, hal
ini dibuktikan dengan lembar alumunium foil tipis dimana lembaran tersebut dapat
digulung. Karena alumunium ini memiliki struktur kristal FCC, keuletannya dapat
dipertahankan bahkan pada suhu yang sangat rendah. Kekuatan mekanik
alumunium dapat ditingkatkan dengan penambahan paduan pekerjaan dingin.
Namun proses tersebut cenderung menurunkan kemampuan tahan korosi pada
bahan.
Elemen paduan utamanya meliputi tembaga, magnesium, silikon, mangan dan
seng. Dalam beberapa paduan alumunium, adanya pengerasan pada presipitasi ini
terjadi karena adanya pengendapan elemen dari alumunium yang membentuk
senyawa intermetalik seperti MgZn2. Komposisi paduan alumunium ditunjukkan
oleh empat nomor digit yang menunjukkan pengotor dan tingkat kemurniannya.
Untuk paduan cor, titik desimal terletak diantara dua digit terkahir. Misalnya F, H,
dan O yang mewakili masing-masing proses. T3 berarti paduan alumunium
mengalami perlakuan panas, dingin dan akhirnya mengalami proses pengerasan.
Komposisi, sifat, dan aplikasi dari beberapa paduan tempa dan cor dapat dilihat
dalam tabel 3.2. Beberapa aplikasi dari paduan alumunium termasuk suku cadang
pesawat struktural, kaleng minuman, dan suku cadang otomotif (blok mesin, piston,
dan manifold). Namun yang terbaru adalah sebagai bahan rekayasa untuk
transportasi, untuk efek pengurangan konsumsi bahan bakar (Misalnya Mg dan Ti).
Meskipun paduan alumunium memiliki kekuatan tarik yang lebih rendah bila
dibandigkan dengan baja namun material ini mampu mempertahankan beban yang
lebih besar.
Tabel 3.2. Komposisi, sifat mekanik dan aplikasinya pada paduan alumunium

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

13

Komposisi seimbang pada Al


Sumber : Diadaptasi oleh ASM Handbook, Vol.2, Properties and Selection : Nonferrous Alloys
and Special-Purpose Materials, 1990. Reprinted by permission ASM International, Materials Park,
OH.

3.5 Pengecoran Logam (Casting)


Pengecoran (casting) merupakan proses pembentukan paduan logam dimana
logam cair dituangkan ke dalam cetakan sesuai dengan bentuk yang diinginkan,
kemudian mengalami proses pendinginan didalam cetakan sehingga terbentuk
logam padat yang sesuai dengan bentuk cetakannya.

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

14

Gambar 3.3. Logam cair sedangkan dituangkan ke dalam cetakan


Sumber : Dokumentasi

Proses pengecoran digunakan untuk membentuk logam dalam kondisi panas


sesuai dengan bentuk cetakan yang telah dibuat. Teknik pengecoran ini dapat
diterapkan ketika bentuk akhir logam sangat besar atau amat rumit sehingga metode
lain tidak praktis untuk digunakan, logam yang digunakan memiliki keuletan yang
rendah sehingga jika dilakukan proses hot working ataupun cold working keduanya
sulit dilakukan dan jika dibandingkan dengan teknik fabrikasi logam yang lain,
proses pengecoran logam inilah yang paling ekonomis. Keuntungan dari proses ini
antara lain :
1. Dapat membuat komponen-komponen dengan bentuk yang rumit.
2. Dapat menghasilkan billet yang berukuran besar.
3. Dapat digunakan untuk berbagai macam logam yang dipanaskan hingga
melebur.
4. Proses pengecoran ini sesuai untuk digunakan sebagai keperluan produksi masal.
Selain memiliki beberapa keuntungan, terdapat juga kerugian dalam proses
pengecoran, diantaranya :
1.
2.
3.
4.

Sifat mekanik yang rendah.


Sering terjadi porositas pada produk yang dihasilkan.
Permukaan benda yang dihasilkan kurang halus.
Pada saat penuangan logam panas, dapat membahayakan pekerja.

Langkah-langkah pengecoran logam secara umum adalah :


1. Logam dilebur pada suhu tinggi hingga melebur, tiap-tiap logam memiliki suhu
peleburan yang berbeda-beda.
2. Logam yang telah cair dituang kedalam cetakan.
3. Didalam cetakan, logam cair mengalami proses pendinginan.
4. Seiring adanya penurunan suhu, logam akan mengalami proses pengerasan.
PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

15

5. Selama proses pengerasan, terjadi perubahan fasa pada logam (membentuk


karakteristik hasil pengecoran)
6. Apabila proses pendinginan dan pengerasan selesai, cetakan dilepas.
7. Proses lanjutan dapat berupa trimming, cleaning, inspecting dan heat treatment.
3.6 Dasar-dasar Pengecoran
Untuk menghasilkan produk pengecoran yang maksimal, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan selama proses pengecoran
berlangsung, diantaranya :
Solidification
Setiap logam, paduan logam memiliki titik leleh dan titik beku
masing-masing sehingga saat proses peleburan, temperatur
harus diperhatikan agar logam maupun paduan logam mencair
dengan sempurna.
Fluid Flow
Karakteristik aliran logam merupakan suatu ukuran kecepatan
logam cair yang dapat memenuhi bentuk dari cetakan sebelum
membeku. Agar logam dapat mengalir dengan lancar maka ada
beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : temperatur
penuangan, komposisi logam, viskositas serta perpindahan
panas yang terjadi di sekitar proses.
Heat Transfer
Energi panas pada proses produksi alumunium ini diperlukan
untuk menaikkan temperatur hingga titik lebur, merubah zat
padat menjadi zat cair dan menaikkan temperatur logam lebur
hingga temparatur penuangan yang diinginkan
Pouring
Proses penuangan merupakan salah satu proses vital dalam
pengecoran,

sehingga

ada

beberapa

hal

yang

harus

diperhatikan, diantaranya :
Temperatur penuangan
Apabila temperatur saat penuangan terlalu rendah maka

logam akan mengeras sebelum rongga cetakan terisi penuh.


Kecepatan Penuangan

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

16

Jika terlalu lambat logam akan mengeras sebelum rongga


cetakan terisi penuh, dan apabila terlalu cepat dapat

menimbulkan turbulensi.
Turbulensi
o Mempercepat
terbentuknya

oksida

logam

dan

terperangkap dalam proses pengerasan sehingga kualitas


cor menurun
o Menimbulkan

erosi

cetakan

(mold

erosion)

sehingga

cetakan mudah terkikis/habis


3.7 Macam-macam Pengecoran
a. Sand Casting
Sand Casting ini merupakan metode yang paling umum digunakan, dalam
metode ini pasir yang digunakan sebagai bahan cetakan adalah pasir silika.
Kelebihan dari metode ini adalah cetakan yang digunakan ini lebih ekonomis
dibandingkan proses casting lainnya karena tidak membutuhkan perlakuanperlakuan khusus.
b. Die Casting
Die Casting merupakan proses pengecoran dengan menggunakan cetakan
permanen. Proses pengecoran ini dilakukan dengan menginjeksikan logam lebur
kedalam rongga cetakan dengan tekanan yang tinggi (7 350MPa). Kelebihan
dari metode ini adalah dapat digunakan untuk memproduksi dalam skala besar.
c. Invesment Casting
Proses investment casting atau disebut juga sebagai proses menghilangkan lilin.
Proses ini pertama kali digunakan selama periode 4000 3500 SM, dengan
menggunakan pola yang terbuat dari lilin atau plastik seperti polistiren. Disekitar
pola dituangkan lilin atau plastik cair sehingga terbentuk cetakan padat dan
dilapisi perekat. Cetakan kemudian dipanaskan sampai pola meleleh melalui
pola cetakan. Namun untuk metode ini terdapat kekurangan yaitu beberapa
bahan catakan tidak dapat digunakan kembali serta membutuhkan waktu
produksi yang cukup lama.
3.8 Cacat pada Pengecoran

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

17

Misrun : Pengecoran yang mengeras sebelum rongga cetakan terisi sempurna.


Penyebab : fluiditas logam lebur kurang, temperatur tuang rendah, kecepatan
penuangan lambat, bagian cross-section rongga cetakan tipis.

Cold shut : Terjadi jika dua aliran logam lebur bertemu tetapi kurang terjadi fusi

antar keduanya akibat adanya pendinginan yang prematur.


Cold shots : Percikan (splattering) logam lebur saat penuangan mengakibatkan

gelembung logam (solid globules) yang mengeras terperangkap dalam cetakan.


Shrinkage cavity : Depresi yang terjadi pada permukaan atau bagian internal

pengecoran akibat terjadinya pengerasan yang menyusut.


Microporosity : Terjadinya pengerasan yang menyusut secara lokal dan
terdistibusi secara merata pada structur dendritic.

Hot tearing/hot cracking; retaknya logam pada titik yang mengalami tegangan
(tensile stress) yang tinggi akibat dari ketidakmampuan logam untuk menyusut
secara natural.

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

18

BAB IV
PROSES PRODUKSI BILLET DAN BATANGAN ALUMUNIUM
4.1 Bahan Baku Pembuatan Alumunium Billet 6005, 6063
dan ADC-12
4.1.1. Bahan Baku Pembuatan Alumunium Billet 6005
Batangan alumunium murni (import)
Sisa bahan cetak sebelumnya dengan persentase

alumunium 98%
Sisa potongan billet
Afkiran (Sisa barang jadi yang tidak bisa dipakai lagi)
Batangan Al-Si

Batangan Mg (Magnesium)

4.1.2. Bahan Baku Pembuatan Alumunium Billet 6063


Batangan alumunium murni (import)
Scrap lembek siku A
Scrap lembek kawat
Scrap lembek plat A
Scrap lembek coca-cola
Afkiran
Batangan Al-Si
Batangan Mg (Magnesium)

Batangan Rotary
NB : Yang dimaksud alumunium lembek disini adalah
yang bahan yang memiliki persentase alumunium >90%

4.1.3. Bahan Baku Pembuatan Alumunium ADC-12


Batangan Rotary
Alumunium coca-cola
Alumunium plat A
Alumunium sortir siku A
Scrap dari Jakarta
Tembaga

Silikon

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

19

4.2 Proses Produksi Billet dan Batangan Alumunium


Sebenarnya untuk proses produksi baik billet alumunium
maupun batangan alumunium ADC-12 memiliki proses yang sama.
Namun terdapat perbedaan, yaitu jika batangan alumunium
proses

pengadukannya

dilakukan

secara

manual

tidak

menggunakan bantuan mesin maupun alat-alat berat.


Proses terpenting dari produksi billet dan batangan alumunium
adalah proses pemasakan bahan-bahan baku didalam oven. Dan
sebelum dilakukan pemasakan didalam oven terlebih dahulu
bahan baku awal ditimbang. Berat dari bahan baku awal
disesuaikan dengan kebutuhan produksi billet. Untuk bahan baku
awal yang digunakan biasanya berupa ingot murni (import), sisa
bahan cetak sebelumnya, dan potongan-potongan billet dari sisa
pemotongan billet. Namun dalam produksi batangan ADC-12
bahan baku awalnya tidak menggunakan ingot murni, karena
batangan ADC-12 yang dihasilkan tidak memerlukan komposisi
alumunium yang tinggi (>90,00%). Selain itu jika menggunakan
ingot murni sebagai bahan baku awal, harga jual batangan
alumunium ADC-12 tidak sebanding dengan harga beli ingot
murninya.

Gambar 4.1. Batangan Alumunium


Murni

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

20

Gambar 4.2. Potongan Billet


Alumunium

Setelah semua bahan baku awal dimasukkan didalam oven


selanjutnya dilakukan proses pre-heating pada suhu 650C yang
bertujuan untuk menghilangkan kandungan air pada permukaan
material. Setelah proses pre-heating kemudian dilanjutkan proses
peleburan bahan baku awal, selama proses peleburan temperatur
untuk peleburan logam harus dijaga kestabilannya. Pada proses
peleburan ini dilakukan pengambilan sampel untuk menguji
komposisi dari paduan alumunium yang telah dileburkan tadi. Dari
tahap pengujian sampel ini kemudian dilihat apakah komposisinya
sudah sesuai dengan spek yang diminta. Jika belum sesuai maka
dilakukan penambahan bahan yang sesuai dengan komposisi yang
dibutuhkan.
Pada alumunium ada beberapa komposisi penting yang harus
diperhatikan seperti Si, Fe, Cu, Mg, Zn dan Pb. Bahan-bahan yang
digunakan

sebagai

tambahan

untuk

mengahasilkan

spek

alumunium yang sesuai dengan permintaan biasanya berupa


scrap alumunium lembek seperti scrap kawat, scrap siku, scrap
plat A, scrap coca-cola, selain itu tambahan yang digunakan dapat
berupa

batangan

alumunium

silikon

(Al

Si),

batangan

magnesium ataupun batangan rotary.


Tahap produksi selanjutnya adalah proses pengadukan bahan
baku

dalam

oven

dengan

menggunakan

pengaduk

forklift,

pengadukan ini bertujuan untuk meratakan komposisi alumunium


cair agar ketika di uji komposisi hasil setiap titik uji memiliki nilai
yang tidak jauh berbeda. (ketidakpastian yang sesuai dengan
PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

21

standard identifikasi dari alat uji yang digunakan) untuk standard


identifikasi dari alat spektro dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3. Standard identifikasi dari ALCOA Spectro Chemical


Standards
Sumber : Dokumentasi

Setelah

dilakukan

pengadukan,

pada

temperatur

700C

Alumunium yang telah cair didegassing. Proses degassing ini


bertujuan untuk mengeluarkan kotoran yang terdapat didalam
alumunium cair.
Mekanisme pengeluaran kotoran pada logam alumunium cair
adalah

dengan

menembakkan

gas

N2

dan

flux

kedalam

alumunium cair secara merata. Kandungan gas bersama kotoran


akan naik ke permukaan melalui gelembung-gelembung yang
timbul dari proses degassing. Kotoran-kotoran tersebut nantinya
akan kembali di recycle di dalam oven rotary sehingga nantinya
dapat digunakan kembali sebagai campuran pembuatan billet.

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

22

Pipa
stainless

Gambar 4.4. Pipa stainless yang digunakan untuk mengalirkan gas


N2
ke dalam oven
Sumber : Dokumentasi

Gambar 4.5. Gas nitrogen untuk proses degassing

Sumber : Dokumentasi

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

23

Gambar 4.6. Dross/kotoran yang dihasilkan dari proses degassing


alumunium cair
Sumber : Dokumentasi

Proses berikutnya adalah pengujian komposisi kembali untuk


menentukan apakah paduan alumunium sudah siap cetak atau
belum. Pada umumnya jika telah dilakukan proses degassing,
paduan

alumunium

telah

siap

cetak.

Proses

pencetakan

alumunium dimulai dengan mengalirkan alumunium cair kedalam


cetakan yang telah disediakan sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan. Alumunium yang telah masuk ke dalam cetakan ini
mengalami proses pendinginan oleh aliran air pendingin pada
konveyor sehingga akan otomatis mengeras. Alumunium yang
telah dalam bentuk billet selanjutnya ditimbang dan diperiksa
sesuai dengan prosedur mutu pemeriksaan proses produksi. Jika
terdapat billet yang tidak sesuai maka dipisahkan ke tempat
khusus untuk diolah kembali.
Pemeriksaan yang dilakukan salah satunya adalah uji keretakan
billet dengan ultrasonic flaw detector, uji keretakan billet ini
berlaku untuk billet yang memiliki ukuran diameter >3,5 inch.

Gambar 4.7. Billet yang tidak sesuai standard


Sumber : Dokumentasi

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

24

Setelah dilakukan pemisahan billet yang sesuai standard,


langkah terkahir adalah proses packaging billet untuk dikirimkan
atau diekspor ke beberapa pabrik.
4.3 Proses Pengolahan Dross/padatan Sisa
Dross/padatan sisa yang dihasilkan dari proses pembuatan billet
maupun batangan alumunium diproses kembali didalam oven
rotary yang bentuknya seperti mesin pengaduk semen. Didalam
oven rotary ini nantinya padatan padatan-padatan sisa ini akan
memisah berdasarkan berat jenisnya. Padatan sisa yang memiliki
berat jenis lebih tinggi akan melebur dan selanjutnya dicetak
menjadi balok rotary yang dapat diolah kembali sebagai bahan
baku pembuatan billet dan batangan alumunium.

Gambar 4.8. Batangan rotary


Sumber : Dokumentasi

Untuk padatan sisa yang memiliki berat jenis yang lebih rendah
akan diproses kembali dalam mesin rotary pendingin. Hasilnya
kemudian di olah kembali dalam mesin oven rotary seperti proses
yang sebelumnya sampai menghasilkan padatan yang tidak dapat
diolah kembali. Padatan tersebut selanjutnya dihisap dengan
menggunakan dust collector untuk di recycle ulang.

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

25

Gambar 4.9. Padatan sisa yang tidak bisa diolah kembali


Sumber : Dokumentasi

BAB V
UJI KOMPOSISI
Uji

komposisi

alumunium

dalam

berfungsi

proses
untuk

produksi

billet

menentukan

dan

batangan

unsur-unsur

yang

terkandung di dalamnya serta persentase dari masing-masing unsur


untuk dibandingkan dengan standard internasional yang sesuai
dengan tipe alumuniumnya. Tabel dibawah ini merupakan beberapa
contoh standard internasional yang digunakan sebagai acuan dalam
uji komposisi alumunium.
Tabel 5.1. Nilai komposisi billet 6061 sesuai standard internasional
Ukuran
3,5
5
7
8

Si
0,54-0,66
0,54-0,66
0,54-0,66
0,54-0,66

Fe
0,35
0,35
0,35
0,35

Cu
0,2-0.3
0,2-0.3
0,2-0.3
0,2-0.3

Mn
0,05
0,05
0,05
0,05

Mg
0,83-0,97
0,83-0,97
0,83-0,97
0,83-0,97

Cr
0,06-0,1
0,06-0,1
0,06-0,1
0,06-0,1

Zn
0,05
0,05
0,05
0,05

Sumber : PT H.P. Metals Indonesia


Tabel

5.2.

Nilai

komposisi

billet

Cu
0,01 MAX
0,01 MAX

Mn

murni

sesuai

standard

internasional
Ukuran
3,5
5

Si
0,25 MAX
0,25 MAX

Fe
0,35 MAX
0,35 MAX

Mg
0,25 MAX
0,25 MAX

Cr

Zn
0,1 MAX
0,1 MAX

Sumber : PT H.P. Metals Indonesia


Ada beberapa unsur yang komposisinya harus diperhatikan seperti
Si, Fe, Cu, Mg, Zn dan Pb. Pengujian komposisi ini dilakukan di
PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

26

laboratorium PT H.P. Metals Indonesia dengan menggunakan alat uji


ALCOA SPECTROCHEMICAL STANDARDS.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan uji
komposisi. Ketika dilakukan pengujian pertama, yang pertama kali
dilihat adalah komposisi dari Fe (besi) nya. Jika belum sesuai standard
maka dilakukan penambahan bahan-bahan yang sesuai. Untuk
mengetahui berapa banyak bahan yang harus ditambahkan, terlebih
dahulu

dilakukan

perhitungan

dengan

menggunakan

beberapa

persamaan berikut :

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

27

a. Jika komposisi Fe yang belum sesuai standard.


Fe pertama=

Fetambah=

Komposisi Fe
x isi pertama( kg)
100

Persentase Fe dari bahan yang ditambahkan


x isi tambahan(kg)
100

Fetotal=Fe pertama + Fe tambah

Persentase Fe setelah penambahan=

Fetotal
x 100
total isi

Jika komposisi Fe melebihi standard maka bahan yang perlu


ditambahkan adalah alumunium lembek yang mengandung
komposisi Fe sebesar 0,2%.

Jika komposisi Fe sangat rendah sekali maka bahan yang perlu


ditambahkan adalah rotary, dan jika tidak terlalu rendah maka
ditambahkan billet bahan.

b. Jika komposisi Si yang belum sesuai standard


Si yang harus ditambahkan=

( Standard Sikomposisi Si ) x isi( kg)


x 10
100

AlSi yang ditambahkan=persentase Si x Si yang harus ditambahkan


c. Jika komposisi Mg yang belum sesuai standard
Mg pertama =

Mgtotal =

komposisi Mg
x isi pertama (kg)
100

standard Mg
x total isi(kg)
100

Selisih=Mg totalMg pertama


PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

28

banyak bt . Mg yang ditambahkan=

selisih Mg
persentase Mg

Setelah semua bahan yang diperlukan sudah ditambahkan, untuk


memastikan apakah komposisi unsur-unsurnya sudah memenuhi
standard, maka dilakukan uji cetak terlebih dahulu. Jika semua
komposisi sudah memenuhi itu artinya alumunium siap untuk dicetak.
Jika belum maka perlu dilakukan penambahan lagi agar sesuai
dengan standard dari spek yang diminta.
Berikut beberapa hasil uji komposisi dengan tipe billet 6063, 6005
dan batangan ADC-12.
5.1

Uji Komposisi Billet 6063

Untuk standard internasional alumunium dengan tipe 6063 yang


digunakan sebagai acuan dalam pengujian komposisi dapat dilihat
pada tabel 5.3.
Tabel 5.3. Nilai komposisi billet 6063 sesuai standard internasional
Ukuran
3,5
5
7
8

Si
0,40-0,45
0,40-0,45
0,40-0,45
0,40-0,45

Fe
0,36-0,40
0,36-0,40
0,36-0,40
0,36-0,40

Cu
0,15 MAX
0,15 MAX
0,15 MAX
0,15 MAX

Mn
0,1 MAX
0,1 MAX
0,1 MAX
0,1 MAX

Mg
0,55-0.60
0,62-0,65
0,62-0,65
0,62-0,65

Cr

Zn
0,15 MAX
0,15 MAX
0,15 MAX
0,15 MAX

Sumber : PT H.P. Metals Indonesia


Tabel 5.4. Hasil uji komposisi pertama billet 6063
Ukuran
3,5

Si
0,317

Fe
0,365

Cu
0,0590

Mn
0,0422

Mg
0,226

Cr
0,0082

Zn
0,0775

Sumber : PT H.P. Metals Indonesia


Jika dibandingkan antara tabel 5.3 dan tabel 5.4, diketahui bahwa
nilai komposisi Si masih belum sesuai dengan standardnya yaitu
0,40 untuk billet dengan ukuran diameter 3,5. Oleh karena itu
perlu ditambahkan Al-Si yang memiliki komposisi silikon serta
alumunium

yang

tinggi.

Agar

ketika

bahan-bahan

tersebut

ditambahkan dapat meningkatkan komposisi silikonnya, namun


tidak mempenaruhi komposisi alumuniumnya. Setelah dilakukan
PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

29

perhitungan, maka perlu ditambahkan 14 batangan Al-Si untuk


meningkatkan komposisi silikonnya. Sehingga diperoleh hasil
setelah dilakukan penambahan (uji cetak) seperti pada tabel 5.5.
Tabel 5.5. Hasil uji cetak billet 6063
Ukuran
3,5

Si
0,431

Fe
0,396

Cu
0,0626

Mn
0,0443

Mg
0,582

Cr
0,0126

Zn
0,0763

Sumber : PT H.P. Metals Indonesia


Tabel 5.5 menunjukkan bahwa billet 6063 siap untuk dicetak,
karena semua komposisi unsur-unsurnya telah sesuai dengan
standard spek yang diminta.

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

30

5.2 Uji Komposisi Billet 6005


Untuk standard internasional alumunium dengan tipe 6063 yang
digunakan sebagai acuan dalam pengujian komposisi dapat dilihat
pada tabel 5.4.
Tabel 5.6. Nilai komposisi billet 6005 sesuai standard internasional
Ukuran
3,5
5
7
8

Si
0,60-0,90
0,60-0,90
0,60-0,90
0,60-0,90

Fe
0,35 MAX
0,35 MAX
0,35 MAX
0,35 MAX

Cu
0,1 MAX
0,1 MAX
0,1 MAX
0,1 MAX

Mn
0,1 MAX
0,1 MAX
0,1 MAX
0,1 MAX

Mg
0,40-0,60
0,40-0,60
0,40-0,60
0,40-0,60

Cr
0,1 MAX
0,1 MAX
0,1 MAX
0,1 MAX

Zn
0,1 MAX
0,1 MAX
0,1 MAX
0,1 MAX

Mg
0,607

Cr
0,0121

Zn
0,0460

Sumber : PT H.P. Metals Indonesia


Tabel 5.7. Hasil uji komposisi billet 6005
Ukuran
5

Si
0,677

Fe
0,345

Cu
0,0475

Mn
0,0328

Sumber : PT H.P. Metals Indonesia


Pada tabel 5.7 untuk semus nilai komposisi unsurnya memiliki
kesesuaian dengan data standard yang terdapat pada tabel 5.6.
Hal ini menunjukkan bahwa billet 6005 siap untuk dicetak.
5.3

Uji Komposisi ADC-12

Untuk standard internasional alumunium dengan tipe 6063 yang


digunakan sebagai acuan dalam pengujian komposisi dapat dilihat
pada tabel 5.8.
Tabel 5.8. Nilai komposisi ADC-12 sesuai standard internasional
Si

Fe

Cu

Mg

Zn

Pb

Ca

10,16-10,69

0,94-0,97

1,70-2,00

0,23-0,28

0,90-0,97

0,13 MAX

0,0040 MAX

Sumber : PT H.P. Metals Indonesia


Tabel 5.9. Hasil uji komposisi perta ma ADC-12
Si
5,28

Fe
1,245

Cu
0,929

Mg
0,1649

Zn
0,670

Pb
0,0718

Ca
<0,0010

Sumber : PT H.P. Metals Indonesia


Jika tabel 5.9 dibandingkan dengan tabel 5.8 dapat diketahui
bahwa masih banyak komposisi yang masih belum sesuai dengan
standard seperti Si, Fe, Cu, Mg, dan Zn. Untuk menaikkan
PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

31

komposisi Si dapat dilakukan dengan menambahkan batangan AlSi, untuk menurunkan komposisi Fe dapat dilakukan dengan
menambahkan alumunium lembek yang memiliki komposisi Fe
sebesar 0,2%. Sedangkan untuk meningkatkan komposisi dari Cu
dapat dilakukan dengan menambahkan tembaga didalam paduan.
Dan

untuk

meningkatkan

komposisi

Mg

dilakukan

dengan

menambahkan batangan Mg. yang terakhir adalah komposisi Zn


ini dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan-bahan seperti
scrap coca-cola maupun batangan rotary. Setelah dilakukan
penambahan, hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10. Hasil uji cetak ADC-12.
Si
10,54

Fe
0,946

Cu
1,803

Mg
0,2449

Zn
0,939

Pb
0,0626

Ca
0,0022

Sumber : PT H.P. Metals Indonesia


Pada tabel 5.10, semua komposisinya sudah memenuhi standard
pada tabel 5.8. Hal ini menunjukkan bahwa batangan ADC-12 ini
siap untuk dicetak.

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

32

BAB VI
PENUTUP
6.1

Kesimpulan
Dari hasil praktek kerja lapangan yang dilakukan di PT H.P.

Metals Indonesia diperoleh kesimpulan sebagai berikut :


1. PT H.P. Metals Indonesia K1-K2 merupakan divisi

yang

memproduksi billet dan batangan alumunium dengan berbagai


tipe sesuai dengan pemesanan.
2. Produksi billet dan batangan alumunium memiliki proses yang
sama

namun

terdapat

perbedaan,

yaitu

jika

batangan

alumunium proses pengadukannya dilakukan secara manual


tidak menggunakan bantuan mesin maupun alat-alat berat.
3. Tahapan dalam pembuatan alumunium di PT H.P. Metals
Indonesia meliputi persiapan bahan baku awal, pemasakan
bahan baku di dalam oven, uji komposisi pertama, penambahan
bahan baku yang sesuai dengan tipe, proses degassing, uji
cetak, proses pencetakan dan pengecekan paduan alumunium
yang telah dibuat sebelum diekspor.
4. Untuk menentukan persentase unsur-unsur

dari

paduan

alumunium yang telah dibuat ini dilakukan uji komposisi di


laboratorium PT H.P. Metals Indonesia dengan menggunakan
alat ALCOA SPECTROCHEMICAL STANDARDS, hasilnya kemudian
dibandingkan apakah sudah sesuai dengan standard.
5. Pada alumunium ada beberapa komposisi penting yang harus
diperhatikan seperti Si, Fe, Cu, Mg, Zn dan Pb.
6.2

Saran
Dari
kerja

praktek

yang

telah

dilakukan,

penulis

menyumbangkan saran-saran yang nantinya dapat membantu


dalam kinerja perbaikan perusahaan antara lain :
1. Memperbesar kapasitas produksi dan memperluas

pasar

sehingga keuntungan yang diperoleh lebih besar.


2. Meningkatkan keterampilan kerja karyawan melalui program
pelatihan dan pengembangan sehingga nantinya karyawan
dapat bekerja dengan lebih efektif dan efisien.
PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

33

3. Meningkatkan sarana dan prasarana keamanan bagi setiap


karyawan saat berada dilingkungan pabrik agar sesuai dengan
prinsip dari K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).

3.7

PT H.P. Metals Indonesia | Laporan Praktek Kerja Lapangan


(PKL)

34

Anda mungkin juga menyukai