Temuan Penelitian
Temuan Penelitian
Temuan Penelitian
1. Penyelenggaraan Program Kelas Akselerasi di MTsN Kota Madiun
minimal 8,0 tes akademik minimal 8, dan wawancara dengan calon siswa
dengan Bahasa Inggris juga dipertimbangkan.
b. Perekrutan atau Seleksi Guru
Guru merupakan salah satu pihak yang sangat menentukan keberhasilan
dalam proses belajar mengajar. Dalam program akselerasi di mana siswa
memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa serta memiliki ciri yang khas,
maka guru yang digunakan dalam program akselerasi adalah guru yang benarbenar
memiliki kompetensi keguruan. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh informan 2 bahwa ya anak aksel itu kan kecerdasannya
diatas rata-rata, jadi kita harus carikan guru yang bisa mengimbangi
kemampuan mereka, kalau ndak ya nantinya bisa menghambat proses
pembelajaran... ..(Wawancara, tanggal 7 April 2009)
Senada dengan hal di atas, informan 1 menyatakan bahwa Kalau syarat
khususnya tidak ada, intinya ya mbak, task commitment nya harus ada, tingkat
lxiii
kemampuan akademiknya cukup baik, lulusan S1, kemudian rata-rata
pengalaman mengajar 5 tahun.
Senada dengan hal di atas informan 2 juga menambahkan bahwa:
rekruitment untuk tenaga guru dipilih guru-guru SMA 3 yang baik, punya
kompetensi tinggi, harus bisa mengajar dengan cepat tapi jelas, masalahnya
waktu kan tinggal 2/3. jadi harus bisa menyajikan materi secara jelas, cepat,
dengan prinsip Pakemin (pembelajaran aktif, kreatif, menyenangkan,
inovatif). (Wawancara, tanggal 7 April 2009)
Hal tersebut juga sesuai dengan informasi hasil wawancara dengan
informan 3. Salah satu informasi dari informan 3 menyataka bahwa yang
jelas harus punya komitmen tinggi, harus lebih keras dari yang lainya kan?,
dan harus punya kompetensi yang cukup..(Wawancara, tanggal 7 April
2009)
Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh beberapa informan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa guru yang mengajar di kelas akselerasi adalah
mereka yang mempunyai task commitment, bertanggung jawab, mempunyai
kemampuan akademik yang baik, pendidikan minimal S1, pengalaman
mengajar minimal 5 tahun, yang bisa mengajar dengan cepat tapi jelas, dan
yang mengajar dengan prinsip PAKEMIN.
c. Persiapan Kurikulum
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi
dan bahan pelajaran serta tata cara yang digunakan sebagai penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar dalam suatu program pendidikan untuk mencapai
tujuan pada satuan pendidikan dalam rangka mencapai pendidikan nasional.
Kurikulum antara program akselerasi dan reguler tidak jauh berbeda,
perbedaannya hanya terletak pada alokasi waktu yang lebih singkat untuk
program akselerasi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari informan 1 yang menyatakan bahwa
sama, kurikulumnya itu begini mbak, sebetulnya kurikulumnya itu biasa,
hanya saja standar isinya dinaikkan apa itu namanya eskalasi.. (Wawancara,
tanggal 6 April 2009)
lxiv
Guru mempunyai kewajiban untuk membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran dalam setiap kompetensi dasar dimana guru harus dapat
menyesuaikan materi pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia dengan
sebaik mungkin untuk dapat menyesuiakan materi pelajaran yang ada.
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh informan 2 bahwa sama, sama
dengan yang reguler, hanya saja waktunya lebih singkat, kalau yang regular
tiga tahun, ini cuma dua tahun, kalau yang reguler satu tahun dua semester,
yang ini satu tahun tiga semester.. (Wawancara, tanggal 7 April 2009).
Kurikulum yang digunakan untuk kelas akselerasi untuk tahun ajaran
2008/2009 sama dengan yang digunakan untuk kelas reguler yaitu KTSP,
yang alokasi waktunya dipersingkat dan standar isinya dinaikkan. Hal tersebut
juga diperkuat oleh pernyataan dari informan 5 yang mengatakan bahwa
kurikulum yang digunakan pada program akselerasi adalah kurikulum KTSP
yang alokasi waktu nya dipercepat dan juga di tambah dengan pendalaman
materi (pengayaan).
Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh beberapa informan di atas
dapat disimpulkan bahwa kurikulum yang digunakan di kelas akselerasi
adalah KTSP sama seperti kurikulum kelas reguler, hanya saja guru yang
mengajar di kelas akselerasi harus membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran dalam setipa kompentensi dasar yang disesuaikan dengan
alokasi waktunya.
d. Persiapan Sarana Prasarana
Sarana prasarana sangat mendukung dalam mencapai keberhasilan dalam
suatu pendidikan. Sarana prasarana dalam suatu sekolah dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu sarana prasarana edukatif dan sarana prasarana non edukatif.
Seperti yang diungkapkan oleh informan 3 bahwa sarana dan prasarana yang
disediakan untuk anak akelerasi lebih bagus dibanding dengan kelas reguler
karena mereka kan berlajar nya lebih keras dibanding dengan yang reguler.
(wawancara,7 April 2009)
Sarana prasarana dalam suatu sekolah dapat dibagi menjadi dua yaitu
sarana prasarana edukatif yang merupakan segala sesuatu yang bersifat fisik
lxv
yang diperlukan untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar, misalnya
ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang BP, papan tulis,
spidol, dan lain-lain, dan sarana prasarana non edukatif merupakan segala
sesuatu yang menunjang pelaksanaan kegiatan di sekolah, misalnya kantin
sekolah, ruang koperasi, mushola.
Sarana prasarana untuk kelas akselerasi seharusnya dibedakan dengan
kelas reguler, karena sarana prasarana siswa harus disesuaikan dengan sifat
khas siswa yang memang tingkat kecerdasannya tinggi. Di SMA Negeri 3
Surakarta, siswa kelas akselerasi berada di tempat yang terpisah dengan siswa
kelas reguler. Kelas akselerasi berada di warung miri, sedangkan siswa kelas
reguler berada di Kerkop.
Perhatian sekolah dalam penyediaan ruang kelas cukup baik, seperti yang
diungkapkan oleh informan 1 oo ya sudah ada. Jadi tiap-tiap kelas itu sudah
ada LCD, komputer,TV, VCD, AC, ada tape nya, jadi nanti kalau mau
listening itu sudah ada tape nya di tiap-tiap kelas.(Wawancara, 6April 2009)
Di setiap ruang kelas terdapat sarana prasarana belajar yang sangat
memadai. Di setiap kelas telah dilengkapi dengan whiteboard, spidol, AC,
LCD, VCD/DVD Player, komputer, printer, dispenser, tape. Hal tersebut
sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh informan 3 bahwa Trus mestinya
kita menyediakan fasilitas, media pembelajaran, komputernya nyambung
internet, trus sumber bacaan, buku, internet, video. (Wawancara, 7April
2009)
Berdasarkan pendapat yang telah disampaikan oleh beberapa informan
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sarana prasarana yang tersedia untuk
siswa akselerasi sudah memadai, dan lebih baik dibandingkan dengan siswa
kelas reguler.
e. Sosialisasi
Setiap program pendidikan hendaknya disosialisakan kepada stake holder
pendidikan, dalam artian diberitahukan kepada pihak internal maupun pihak
eksternal sekolah agar diketahui keberadaannya. Informan 2 mengungkapkan
bahwa selama ini kegiatan sosialisasi dilakukan dengan pengiriman leaflet
lxvi
atau surat khusus yang ditujukan kepada SMP se-Surakarta dan sekitarnya
kepada siswa kelas IX sebagai sasarannya.
Hal tersebut juga diperkuat oleh informan 1 yang mengungkapkan bahwa:
biasanya itu, yang angkatan pertama itu, dulu kita undang, ya anak-anak
SMP itu kita undang, kita beri penjelasan tentang aksel, nah itu tadi yang
angkatan pertama, kemudian setelah itu mulai angkatan 2, 3 dan seterusnya
mereka sudah tahu dengan sendirinya. Jadi alumni-alumni anak-anak SMP
mereka itu saya suruh kembali ke sekolah-sekolah mereka untuk
memberikan sosialisasi ke adik-adik kelas, karena yang tahu persis keadaan
disini kan mereka.
Jadi misalkan saya sosialisasi, kan saya mesti ngomong nya nggak relistis,
saya mesti memberikan yang manis-manis, jadi yang pernah duduk di sini
yang merasakan jadi saya suruh kembali katakanlah untuk memberi
penjelasan.(Wawancara, 7April 2009)
Informan 1 memambahkan bahwa sosialisasi juga lakukan dengan
mengadakan iklan di media elektronik yaitu melalui radio PTPN FM. Selain
itu Informan 2 menambahkan bahwa, jadi pakai brosur, leaflet, ngirim surat
dulu ke SMP yang mau dituju, kalau boleh ya sosialisasi, kalau ndak ya
tempel leaflet, brosur aja, sehingga smua tau bahwa aksel itu butuhnya anak
yang nilainya brapa..(Wawancara, 7April 2009). Informan 2 juga
memambahkan bahwa dulunya sosialisasi juga dilakukan melalui media cetak
yaitu koran Solopos.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi
program akselerasi memiliki sasaran khusus yaitu siswa kelas IX di Surakarta
dan sekitarnya. Banyak cara yang ditempuh untuk sosialisasi tersebut baik
melalui media cetak seperti koran (Solopos), maupun media elektronik yaitu
radio (PTPN FM), pembuatan leafleat, brosur untuk dikirim ke sekolahsekolah
dan juga presentasi di sekolah-sekolah di Surakarta dan sekitarnya.
2) Tahap proses penyelenggaraan program akslerasi.
Tahap ini berhubungan dengan pelaksanaan program akselerasi. Bentuk
penyelenggaraan program akselerasi dapat dibedakan menjadi 3 model, yaitu,
Pelayanan khusus, model kelas khusus, dan model sekolah khusus. Siswa
yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajar dalam kelas
khusus, sedangkan pada model sekolah khusus semua siswa yang belajar di
lxvii
sekolah ini adalah siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa. Sedangkan penyelenggaraan program akselerasi yang ada di SMA
Negeri 3 menurut informan 1 bahwa, kita pakai nya yang kelas khusus, saat
ini masih kelas khusus, nanti suatu saat bisa juga jadi sekolah khusus.
(wawancara, 6 April 2009).
Hal ini juga didasarkan pada kebutuhan belajar siswa tersebut, mereka
memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa sehingga mereka harus
mendapat layanan khusus dalam memenuhi kebutuhan belajarnya. Apabila
mereka tidak diberi layanan khusus misalnya dicampur dengan siswa reguler,
mereka cenderung akan mengalami underachiever. Jadi penyelenggaraan
program akselerasi di SMA Negeri 3 menggunakan model kelas khusus, yang
mana setiap tahun ajaran nya terdiri dari dua kelas, dan tiap kelasnya terdiri
dari 20 siswa.
Pemilihan bentuk model kelas khusus didasarkan pada kebutuhan belajar
dari siswa tersebut, mereka memiliki kemampuan dan kecerdasan istimewa
sehingga mereka harus mendapat pelayanan khusus dalam memenuhi
kebutuhan belajarnya. Apabila mereka tidak diberikan layanan khusus
misalnya dicampur dengan siswa kelas reguler, maka cenderung akan
underachiever yaitu berprestasi jauh dibawah kemampuan aslinya.
Dalam proses penyelenggaraan program akselerasi ini salah satunya
adalah kegiatan belajar mengajar di kelas. Proses belajar mengajar merupakan
kegiatan terencana untuk mencapai tujuan instruksional. Proses tersebut akan
berdaya guna dan berhasil guna bila dilaksanakan secara seksama, berencana,
dan sistematik. Dengan seksama artinya dilaksanakan dengan penuh
pertimbangan dan perhatian, berencana mengandung makna ada tujuan yang
jelas dan disertai langkah-langkah dan teknik yang jelas untuk mencapai
tujuan tersebut, sedangkan sistematik berarti komponen-komponen dalam
proses belajar-mengajar (tujuan, materi, metode, media, guru, siswa, sarana
prasarana, dan evaluasi) tersusun sedemikian rupa sehingga merupakan satu
kesatuan yang terpadu. Hal ini dimaksud agar tujuan program akselerasi yaitu
untuk memberikan pelayanan khusus bagi siswa yang mempunyai
lxviii
kemampuan dan kecerdasan luar biasa agar mereka mendapat kesempatan
untuk menyelesaikan belajarnya lebih singkat daripada siswa normal lainnya.
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak lepas dari kegiatan evaluasi hasil
belajar. Di sini guru wajib melaksanakan evaluasi setiap akan mengakhiri
proses belajar mengajar. Secara periodik evaluasi dilakukan berdasarkan
program tertentu, misalnya ulangan harian, caturwulan, dan semesteran. Pada
program akselersi, siswa SMA yang seharusnya menyelesaikan belajar selama
3 tahun dapat menyelesaikan belajarnya hanya dalam waktu 2 tahun. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh informan 1 bahwa:
bedanya kita dengan kelas reguler itu ya pada waktu yang lebih cepat
mbak, sistem evaluasi yang kita lakukan juga sama saja koq, kita juga
mengadakan ulangan harian, mid semester, ujian semester, cuma
waktunya saja yang beda, di aksel itu satu semester itu cuma 4 bulan, mid
nya tiap 2 bulan sekali, tiap 8 bulan sekali kenaikan kelas. (Wawancara,
7April 2009)
Waktu 2 tahun ini digunakan untuk 3 tingkatan, sehingga setiap tingkatan
nya hanya membutuhkan waktu 8 bulan. Untuk itu guru harus dapat
merencanakan, membuat alat tes dan melaksanakan evaluasi sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Sebagaimana yang disamapaikan oleh informan 2
bahwa guru harus bisa mengajar dengan jelas dan cepat agar materi pelajaran
yang seharusnya diselesaikan dalam waktu 3 tahun bisa diselesaikan dalam
waktu 2 tahun. Mereka juga diwajibkan untuk mengadakan evaluasi setelah
satu kompetensi dasar dalam suatu bidang studi. Sehingga mereka bisa
menilai apakah siswa tersebut telah menguasai materi yang diajarkan atau
belum. Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan dari informan 1 dan
informan 4 mengatakan bahwa setiap semester hanya membutuhkan waktu 4
bulan, kenaikan kelas dilakukan setiap 8 bulan sekali. Sistem evaluasi yang
dilakukan di kelas akselerasi sama dengan sistem evaluasi yang dilakukan di
kelas reguler, yaitu ulangan harian, mid semester setiap 2 bulan sekali, ujian
semester setiap 4 bulan sekali dan kenaikan kelas setiap 8 bulan sekali.
Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh beberapa pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan akselerasi di SMA Negeri 3
lxix
Surakarta adalah model kelas khusus, dimana siswa dikelompokkan dalam
satu kelas khusus. Tujuan dari penyelenggaraan program akselerasi adalah
memberi layanan khusus bagi siswa yang mempunyai kemampuan dan
kecerdasan luar biasa agar dapat menyelesaikan belajarnya lebih awal, tujuan
tersebut tidak akan bisa tercapai jika tidaka didukung oleh komponenkomponen
dalam proses belajar mengajar. Evaluasi belajar yang dilakukan di
kelas akselerasi tidak jauh berbeda dengan kelas reguler, bedanya hanya
terletak pada waktu pelaksanaan dan target yang harus dicapai.
3) Tahap Evaluasi
Salah satu komponen dalam penyelenggaraan pendidikan anak berbakat
adalah evaluasi program. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana
program yang telah dijalankan berdayaguna dan berhasilguna. Untuk itu,
evaluasi dilakukan secara berkesinambungan baik bagi siswa maupun bagi
program itu sendiri. Komponen-komponen yang perlu dievaluasi yaitu:
sasaran belajar, prosedur identifikasi, kurikulum, sarana prasarana, tenaga
pendidikan/ guru, biaya, evaluasi.
Penyelenggaraan program akselerasi merupakan layanan yang diberikan
transparan dalam hasil tes siswa, seolah-olah untuk masuk dalam kelas
akselerasi adalah dapat dengan mudah diperoleh bagi mereka yang anak
orang kaya.
Meskipun di SMAN 1 Karanganyar memiliki kriteria bagi penerimaan
siswa dalam program akselerasi yang kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa berjalannya program akselerasi tidak dijalankan sesuai persyaratan,
banyak guru yang belum benar-benar mengerti karakteristik yang dimiliki
anak yang memang layak untuk mendapatkan pelayanan dalam kelas
akselerasi dan sebaliknya, padahal sebagai seorang guru adalah penting
untuk mengetahui bagaimana karakteristik peserta didik dalam kelas untuk
mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Hal ini seperti yang diungkapkan
informan berinisial SH yang merupakan guru Fisika kelas akselerasi dan
juga kelas reguler bahwa:
ya saya kurang tau detailnya mbak kalau perihal syarat siswa
akselerasi sendiri, tapi sekolah ini kan sudah ada rambu-rambunya
mbak, Pak Brata yang punya, sudah ada itu, mulai dari IQ nya harus
130 atau lebih, dan sebagainya. (W/SH/27/03/2013).
Selain penerimaan siswa, untuk tenaga pendidik di program akselerasi
sendiri memang semestinya harus melalui seleksi pula, idealnya harus
memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan, misalnya IQ tinggi. Seperti yang
diungkapkan oleh Bu ED yang merupakan guru kelas akselerasi bahwa:
ya kalau guru di akselerasi sendiri dipilih dengan berdasarkan
pengalaman mengajar sesuai dengan bidangnya mbak, keterikatan
pada kewajiban mengajar yang tinggi, kemudian benar-benar
menguasai ilmu dalam bidangnya mbak. (W/ED/26/03/2013).
Selain pengalaman mengajar yang sesuai dengan bidangnya, hal lain
yang menjadi pertimbangan dalam memilih guru untuk kelas akselerasi
adalah memiliki dedikasi tinggi yang tidak hanya membutuhkan pengalaman
dan kecerdasan yang tinggi dalam mengajar siswa kelas akselerasi. Hal ini
dipertegas dengan penuturan Bu ED bahwa:
ya kalau guru di akselerasi sendiri dipilih dengan berdasarkan
pengalaman mengajar sesuai dengan bidangnya mbak, keterikatan
pada kewajiban mengajar yang tinggi, kemudian benar-benar
menguasai ilmu dalam bidangnya mbak. (W/ED/26/03/2013).
Akan tetapi, pendapat informan di atas bertentangan dengan informan
lain, yakni Pak SH yang merupakan guru akselerasi yang menyatakan bahwa
guru akselerasi di SMAN 1 Karanganyar memang memiliki pengalaman dan
kemampuan yang kompeten dalam bidangnya. Akan tetapi, sebagai seorang
guru tidak cukup hanya menggunakan kemampuan akademiknya dalam
mengajar kelas akselerasi. Hal yang penting juga adalah bagaimana guru
menjalin ikatan emosional terhadap siswa guna memahami karakteristik
sis itu sendiri. Pemahaman terhadap karakteristik siswa akan
wa
memudahkan guru dalam penyampaian materi pelajaran. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Pak SH bahwa:
ya kalau di sini untuk guru akselerasi itu ya dipilih pertama tentu
harus memiliki pengalaman dibidangnya, alias berpengalaman mbak,
yang kedua memiliki dedikasi yang tinggi, nha kalau disini kan asalasalan mbak, ya ada yang memang benar-benar pantas untuk ngajar
akselerasi ya ada juga yang sak-sak e. Ya pinter tapi kalau seperti tadi
mbak, ngomongi siswa dengan marah-marah gitu kan namanya gak
pinter mbak, perlakuannya yang salah mbak. Selain itu kita juga
dituntut untuk ointer mbak, karena kan kalau kita gak pinter kan kita
sendiri tidak akan bisa menghandle mereka mbak.
(W/SH/27/03/2013).
Hal diatas juga dipertegas oleh Bu PJ yang merupakan manager
akselerasi pada tahun ajaran 2011/2012. Akselerasi di SMAN 1 Karanganyar
dijalankan tidak seperti halnya idealnya kelas akselerasi. Misalnya saja dari
segi tenaga pendidik atau guru dalam kelas akselerasi. Menurut pedoman
penyelenggaran program akselerasi, guru dalam kelas akselerasi adalah
mereka yang memiliki sikap positif terhadap siswa akseleran dan concern
terhadap kematangan sosial emosional siswa, yang dibuktikan dari masukan
orang tua dan psikolog. Guru dalam kelas akselerasi idealnya memiliki
kemampuan yang lebih dan dan memiiki beberapa klasifikasi misalnya
memiiki IQ tinggi, kemudian emosional yang stabil, tidak halnya demikian
yang ada dalam program akselerasi di SMAN 1 Karanganyar. Hal ini seperti
ungkapan Bu PJ bahwa:
sekarang gurunya di kelas aksel tidak seperti dulu mbak. kalau
periode awal kelas aksel dibuka, untuk menjadi guru akselerasi, guru
harus melalui seleksi dan syarat-syarat misalnya seperti gini ya mbak,
IQ tinggi, melakukan tes psikologi dan kemampuan akademik,
sekarang ttidak begitu mbak, aksel ya cuma buat tombok-tombokan
saja. (W/PJ/11/02/2013).
Beberapa pernyataan di atas juga didukung oleh Pak Tryas bahwa
dalam mengajar kelas akselerasi juga dibutuhkan tenaga pendidik atau guru
yang memiliki kemampuan yang tentu saja harus mengimbangi peserta
didik dalam kelas akselerasi, seperti penuturan Pak Tryas bahwa:
ya memang untuk mengajar kelas akselerasi, seorang guru memang
harus benar-benar mampu mengajar dalam bidangnya ya mbak,
meskipun saya akui bahwa sebenarnya penentu keberhasilan dalam
proses pembelajaran itu guru bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan, ini sudah saya buktikan sendiri. Ketika anak itu berada
dalam suatu kelas yang kompetitif, anak akan terdorong untuk belajar
secara kompetitif, karena jika tidak, pasti akan tertinggal dengan
teman-temannya. (W/Pak Tryas/23/04/2013).
Selain persyaratan yang harus dipenuhi siswa dan guru dalam program
akselerasi, hal penting yang tidak dapat diabaikan dalam berjalannya suatu
program yakni adanya sarana dan prasarana yang memadai selain tenaga
pendidik dan guru dalam program akselerasi. Dengan sarana dan prasarana
yang memadai, hal ini akan mendukung keberhasilan suatu proses
pembelajaran dan program pendidikan, karena tanpa adanya sarana dan
prasarana yang memadai, siswa dan guru tidak dapat menjalankan proses
pembelajaran secara maksimal dan kondusif.
Dari hasil observasi yang didapat selama penelitian dapat dikatakan
bahwa di SMAN 1 Karanganyar sendiri fasilitas yang diberikan sudah
memadai untuk dijalankan program akselerasi. Fasilitas berupa ruang kelas,
lapangan olahraga, laboratorium, perpustakaan, serta fasilitas penunjang lain
sudah layak untuk dijadikan tempat pembelajaran bagi siswa dan guru
terlebih dalam program akselerasi, dan segala fasilitas sarana dan prasarana
dengan kelas reguler tidak dibedakan. Yang membedakan hanya pada biaya
yang dihabiskan untuk menempuh pendidikan.
Sarana dan prasarana di SMAN 1 Karanganyar yang ada sudah
mendukung berjalannya program akselerasi. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Pak SH bahwa:
pada dasarnya kan SMA ini sekolah RSBI mbak, meskipun ini kan
katanya RSBI mau dihapus, tapi kan kalau gedung sama fasilitas kan
bisa dilihat saja mbak, misale saja ruang kelasnya yang selalu bersih
sama fasilitas lain seperti whiteboard, komputer lengkap dengan LCD
proyektor, akses internet, AC, dan penerangan yang memadai.
(W/SH/23/01/2013).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bu ED bahwa:
dari sarana dan prasarana misalnya gedung dan fasilitas memang bisa
dikatakan SMAN 1 Karanganayar sudah memadai dalam menjalankan
program akselerasi mbak, dari guru dan siswa sendiri kan untuk
menjadi pengajar dalam kelas akselerasi kan memang dipiih bagi guruguru yang sudah dikatakan berpengalaman dalam hal mengajar,
misalnya sudah lama mengajar di SMA N 1 Karanganyar, dan
tentunya sesuai kualifikasi dalam bidangnya. (W/ED/04/02/2013).
Hal demikian sependapat dengan informan berinisial AM, yang
merupakan siswa akselerasi SMAN 1 Karanganyar dan merupakan siswa
aksel XI 2. Informan menyatakan bahwa di SMAN 1 Karanganyar sendiri
ruangan kelas untuk program akselerasi sama halnya dengan ruangan yang
digunakan kelas reguler dalam belajar mengajar. Hanya saja, jika dalam
kelas reguler ruangan kelas siswa berjumlah sekitar kurang lebih tiga puluh
siswa, akan tetapi dalam kelas akselerasi siswa hanya berjumlah dua puluh
empat siswa. Seperti ungkapan informan berikut:
sarana dan prasarana ya sama saja kok mbak, lihat saja mbak,
mbaknya bisa mengetahui sendiri to, fssilitas kelas sama, mulai dari
AC, ruangannya, komputer, dan sebagainya kan sama mbak dengan
sekarang ya beda jauh mbak. Dulu kelasnya mbak kan tau sendiri, tapi
kalau dikuliah sekarang kan pengap mbak. Angkatanku aj ada 248
siswa mbak, dan dibagi jadi dua kelas, jadi bisa dibayangin kan mbak
betapa pengapnya, ya jauh lah mbak kalau dibandingin kelas akselerasi
SMA 1. Kalau dulu aku ruangan kelasnya gak seperti sekarang mbak,
kalau dulu aku kan di kelas yang sekarang dijadiin lab komputer itu
mbak, dan kal dulu itu ya sepi itu mbak, karna kelas kan belum
dibagun rapi seperti sekarang, jadi ya kita ya sepi lah mbak, gak kyak
sekarang. (W/KU/05/04/2013).
Selain fasilitas sarana dan prasarana dalam lingkup gedung dan media,
sarana dan prasarana secara teknis misalnya metode dan materi pelajaran,
antara kelas reguler dan kelas akselerasi tidak memiliki perbedaan yang jauh,
yang membedakan hanya kecepatan dalam proses pembelajaran mengenai
penyampaian materi dan metode yang digunakan masing-masing guru,
seperti yang diungkapkan oleh pak SH bahwa:
ya kalau materi sih sama saja mbak, semuanya sama, cuma kan kita
ngoyak waktu kan mbak, jadi bener-bener cepet memang materi
dikasih ke siswa itu, slide satu ok, ganti ke slide berikutnya, terus tak
tanya mengerti gak, kalau iya ya sudah lanjut mbak. Kalau dalam kelas
reguler kan harus rekoso mbak, jelasin satu demi satu. Tapi ya tetep aj
mbak, dalam kelas ya ada yang kemampuannya relatif, tapi kan
serelatif-relatifnya kan kalau masalah tanggungjawab jelas di
akselerasi itu lebih gampang diarahkan mbak, ibaratnya disetir, kalau
dalam reguler wah jangan ditanya mbak, ramenya itu lho, gak digagas
mau guru bilang apa. (W/SH/23/01/2013).
Dalam hal materi pelajaran, antara kelas akselerasi dengan kelas
reguler sebenarnya tidak ada perbedaan. Hanya saja, yang membandingkan
kelas akselerasi dengan kelas reguler adalah terletak pada waktu yang
diperlukan dalam penyampaian materi. Hal ini seperti yang diungkapkan
oleh Pak SH bahwa:
dalam kelas akselerasi, materi disamakan dengan kelas reguler, akan
tetapi penyampaiannya dipadatkan, sehingga dalam penyampaiannya
membutuhkan waktu yang singkat dan pemilahan materi secara tepat.
(W/SH/23/01/2013).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan berinisial KU yang
merupakan alumni akselerasi di SMA N 1 Karanganyar bahwa:
kalau soal guru ya begitu mbak, kalau soal materi pelajaran sendiri,
ya sebenernya sama kok mbak, tapi kan yang bikin beda kita itu kan
cepatnya itu lho mbak, waktunya belajar yang beda.
(W/KU/05/04/2013).
Selain materi dalam proses pembelajaran, metode juga tidak kalah
pentingnya dengan materi, karena dengan metode yang tepat maka siswa
akan lebih mudah memahami isi materi dalam suatu pelajaran. Hal ini tentu
sangat berguna bagi seorang guru terlebih guru kelas akselerasi yang dalam
(W/ED/26/03/2013).
ya kal silabus, SK, dan KD kita kalau guru
akselerasi itu ya tinggal
menjalankan saja mbak dari atas, atau yang
sudah ditentukan manager
aksel atau penanggung jawab program
akselerasi, nha dari silabus yang
berlaku secara nasional yang sama dengan
kelas reguler, itu diatur
sedemikian rupa berdasarkan waktu belajar
siswa akselerasi yang lebih
padat, yaitu empat bulan sekali mbak, sama
sebenarnya, hanya saja
kalau di akselerasi disebut sebagai
kurikulum aksel.
(W/SH/27/03/2013).
Kemudian, untuk evaluasi hasil belajar
yang digunakan untuk
mengukur keberhasilan siswa sendiri juga tidak
jauh berbeda dengan kelas
reguler. Hanya saja, untuk ujian akhir semester
dalam kelas reguler
dilakukan setiap enam bulan sekali, dalam kelas
akselerasi dilakukan setiap
empat bulan sekali. Selain ujian akhir semester, untuk penilaian hasil belajar
siswa, masing-masing guru dalam kelas
akselerasi menggunakan cara yang
biasanya digunakan dalam kelas reguler pada
umunya, misalnya ulangan
harian, tugas praktikum, termasuk presentasi. Hal
ini seperti yang
diungkapkan oleh Pak SH:
ya sama mbak, ulangan harian, ujian
semester, presentasi, ya sama
mbak. Tapi kan bobot soalnya yang beda
mbak, jelas.
(W/SH/23/01/2013).