Anda di halaman 1dari 19

UNIVERSITAS TADULAKO

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan

HARI/TGL

: Selasa, 13-10-15

NIM

ACARA

: Proses Pemfosilan

: F 121 14 010

TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Fosil
Fosil adalah sisa, jejak, atau bekas hewan maupun tumbuhan yang hidup
pada masa lampau yang terawetkan maupun tertimbun secara alamiah. Syarat
terbentuknya suatu fosil adalah organisme memiliki bagian tubuh yang keras.,
mengalami pengawetan, terbebas dari bakteri pembusuk, terjadi secara alamiah
tanpa rekaya manusia, mengandung kadar O 2 yang sedikit dan berumur lebih dari
10.000 tahun lamanya.
Menurut definisi tersebut, Mummy Mesir tidaklah dapat dikategorikan
sebagai fosil. Begitupula dengan peralatan-peralatan hidup manusia purba. Batas
antara masa lampau dan masa kini adalah pada awa Holosen, atau kira-kira 11.000
tahun yang lalu.
2. Pengawetan Fosil
Suatu kehidupan dapat menjadi fosil melalu proses pemfosilan. Proses ini
merupakan proses dimana terekamnya data-data kehidupan suatu organisme atau
perubahan-perubahanyang terjadi pada saat organisme tersebut mati dan terkubur,
serta terawetkan dengan baik dalam suatu tubuh batuan sedimen, baik berupa
sebagian atau seluruh kehidupan organisme tersebut.
Adapun beberapa proses pemfosilan, adalah sebagai berikut:
1

Petrifikasi, berubahnya organisme menjadi batuan karena bahan-bahan


seperti:
a. Silika (SiO2), berasal dari ledakan gunung api, dapat berupa abu. Jika
bercampur dengan air kemudian memasuki pori-pori organisme dan

mengganti molekul-molekul organisme oleh komponen silika dan


kemudian mengalami proses pembatuan.
b. Kolofan, zat yang terdiri dari kalsium karbonat (CaCO 3), sulfat (SO4)
dan air (H2O). Proses pemfosilan oleh kolofan sama seperti yang
terjadi pada proses pemfosilan oleh silika (SiO2).
c. Kalsium karbonat (CaCO3), zat yang berasal dari kapur yang
terlapukkan dan terlarut dalam air yang bercampur dengan bagian
keras dari suatu organisme dan terkompaksikan sehingga membentuk
sebuah fosil.
d. Oksida besi(FeO) dan sulfida besi (FeS), zat ini berupa limonit,
vivianit,
2

atau

hematit.

Pemfosilan

dengan

bahan

ini

dapat

menyebabkan fosil berwarna gelap karena mengandung unsur besi.


Karbonisasi, penimbunan organisme sehingga mengalami destilasi
maupun kompresi sehingga komponen gas dan air dalam tubuhnya hilang
dan tersisa unsur karbon (C).
a. Destilasi, proses dimana sutu tumbuhan atau bahan organik lainnya
yang telah mati dengan cepat tertutup oleh tanah.
b. Kompresi, proses yang ditandai dengan organisme tertimbun dalam
lapisan tanah, maka air dan gas yang terkandung dalam suatu
organisme tertekan keluar oleh bertanya lapisan tanah yang

menimbunnya.
Mineralisasi, proses penggantian sebagian atau seluruh tubuh organisme
oleh mineral yang lebih tahan terhadap prose pelapukan. Meski material
yang menyusun organisme telah digantikan oleh mineral, struktur sel dari
organisme itu sendiri masih tampak jelas dengan menggunakan
mikroskop. Proses mineralisasi dapat terjadi dengan tiga cara, yaitu:
a. Rekristalisasi, pengkristalan kembali mineral penyusun rangka
organisme menjadi mineral yang lebih stabil. Perubahan ini terjadi
karena atom-atom penyusun mineral akan menyesuaikan diri dan
membentuk mineral yang lebih solid. Fosil yang mengalami
rekristalisasi akan mempunyai bentuk dam struktur yang tetap. Tetapi
hanya komposisi mineralnya yang berubah.
b. Permineralisasi, proses dimana bagian lunak dari suatu organisme
berkontak langsung dengan air. Dimana, air ini mengandung ion-ion

terlarut seperti silika, kalsium karbonat atau oksida besi. Maka, unsurunsur tadi mengisi rongga-rongga dengan mineral. Dengan adanya
proses ini, fosil akan menjadi lebih berat dan tahan lama.
c. Replacement, material penyusun organisme yang mengalami pelarutan
dan digantikan oleh mineral yang lain. Selama proses ini, volume dan
bentuk asli organisme tidaklah berubah, tetapi material penyusunnya
4

mengalami perubahan.
Pengawetan, proses yang menyebabkan suatu organisme baik seluruh atau
sebagian dari tubuhnya tetap terawetkan dengan sedikit perubahan sifat

kimia maupun fisiknya.


Mold and cast, cangkang yang tertupi material sedimen yang mengalami
kompaksi mengalami pelarutan dan meninggalkan cetakan pada batuan
sedimen disebut mold. Apabila mold terisi oleh mineral-mineral sekunder

lainnya disebut cast.


Organic trap, organisme yang secara utuh terjebak pada suatu material

sehingga tertimbun dan menjadi fosil.


Tracks and Trails, jejak perpindahan suatu organisme pada materialmaterial lunak

dan meninggalkan tapak yang sangatlah jelas disebut

track. Sedangkan trail adalah jejak perpindahan organisme yang


8

menimbulkan kenampakan yang sangat halus.


Fake fosil, fosil rekayasa yang sengaja dibentuk oleh manusia sebagai

peraga.
Bekas gigtan, fosil tulang yang memiliki bekas gigitan dari carnivora
maupun hewan pengerat.
10 Koprolit, kotoran hewan yang terawetkan. Koprolit digunakan untuk
menentukan habitat, jenis makanan serta memperkirakan ukuran hewan
tersebut.
11 Gastrolit, batu yang permukaannya halus yang ditemukan di dalam
badan hewan yang telah menjadi fosil.
3. Jenis Fosil
Berdasarkan tipe pengawetan, fosil dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,

yaitu:
1. Fosil tidak Terubah
Semua bagian organisme yang terawetkan, baik yang lunak maupun

yang keras. Misalnya, mammoth yang terawetkan dalam es di Siberia.


2. Fosil yang Mengalami Perubahan
Perubahan dapat berupa:
a. Permineralisasi
b. Replacement
c. Rekristalisasi
3. Fosil berupa Jejak atau Bekas
Tidak semua fosil terawetkan dalam bentuk siap dikenal, sering hanya
bukti-bukti

tidak

langsung

dari

jejak

fosil

yang

ada

untuk

diinterpretasikan. Contoh bukti tidak langsung adalah:


a. Mold and cast, cangkang yang tertupi material sedimen yang
mengalami kompaksi mengalami pelarutan dan meninggalkan cetakan
pada batuan sedimen disebut mold. Apabila mold terisi oleh mineralmineral sekunder lainnya disebut cast
b. Imprint, jejak yang terbentuk pada sedimen yang halus, pasir halus,
maupun lumpur.
c. Tracks and Trails, jejak perpindahan suatu organisme pada materialmaterial lunak dan meninggalkan tapak yang sangatlah jelas disebut
track. Sedangkan trail adalah jejak perpindahan organisme yang
menimbulkan kenampakan yang sangat halus.
d. Burrow, jejak dari organisme penggali. Lubang atau galian
ditinggalkan oleh organisme sering terawetkan oleh pengisian mineral
yang memiliki komposisi yang berbeda.
e. Koprolit, kotoran hewan yang terawetkan. Koprolit digunakan untuk
menentukan habitat, jenis makanan serta memperkirakan ukuran
hewan tersebut.
4. Fosil Kimia
Jejak asam organik

seperti

yang

dijumpai

dalam

sedimen

Prakambrium yang dipandang sebagai fosil kimia.


4. Manfaat Fosil
Paleontologi adalah bagian dari ilmu geologi yang menguraikan
penyelidikan dan interpretasi fosil. Ilmu ini banyak membantu ahli geologi dalam
memahami sejarah masa lalu. Ahli paleontologi menggunakan fosil untuk banyak
hal, beberapa diantaranya adalah:
1. Untuk menentukan umur relatif suatu batuan. Batuan yang berasal dari
zaman tertentu mengandung fosil yang berbeda dengan zaman yang

lainnya. Fosil pada zaman yang lebih tua memiliki persebaran yang sedikit
dan bentuknya lebih primitif, sedangkan fosil pada zaman yang lebih muda
dapat dijumpai lebih banyak dan bentuknya lebih kompleks.
2. Untuk menentukan keadaan lingkungan dan ekologi suatu batuan sedimen
yang mengandung fosil.
3. Untuk menentukan korelasi batuan, dengan ditemukannya suatu fosil maka
dapat ditarik kesimpulanan bahwa lapisan yang juga terdapat fosil tersebut
terbentuk pada zaman yang sama.
Untuk mengetahui evolusi makhluk hidup. Setelah meneliti isi fosil dari lapisan
batuan-batuan yang berbeda umurnya dapat disimpulkan bahwa batuan yang lebih
tua mengandung fosil yang lebih sedikit dan bentuknya lebih primitif.

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan

HARI/TGL

: Selasa, 13-10-15

NIM

ACARA

: Proses Pemfosilan

: F 121 14 010

PEMBAHASAN
Pada Praktikum Paleontologi Acara 1, Fosil dan Proses Pemfosilan ini,
terdapat 5 fosil yang di teliti dan di deskripsi.
1. Fosil Pleurotoma

Pleurotoma steinworthi S. termasuk dalam filum Molusca, kelas


Gastropoda, family Pleurotomanidae, genus Pleurotoma. Fosil ini memiliki
bentuk konikal, karena diameter dari bawah ke atas semakin bertambah. Memiliki
komposisi kimia CaCO3, karena bila ditetesi HCl 0,1 M cangkangnya berbuih.
Berdasarkan komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan
pengendapan fosil ini adalah pada zona laut dangkal.
Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah,
test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil, suture yaitu hubungan antar bagian
yang lain, aperture yaitu mulut bagian atas, dan septa yaitu pembatas yang
memisahkan rongga atau ruang. (Gambar 1)
Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian
tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan
kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini
akan menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil.
Kemudian fosil ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif
kedudukannya berupa cekungan.

Gambar 1. Sketsa Pleurotoma

Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan
tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari
tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat
bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Proses pemfosilan yang terjadi
yaitu permineralisasi, proses dimana bagian lunak dari suatu organisme berkontak
langsung dengan air yang mengandung ion-ion terlarut seperti silika, kalsium
karbonat atau oksida besi. Maka, unsur-unsur tadi mengisi rongga-rongga dengan
mineral. Dengan adanya proses ini, fosil akan menjadi lebih berat dan tahan lama.
Selanjutnya terjadi proses kompaksi yang kemudian mengalami pemadatan
yang mengakibatkan pori-pori pada fosil mengecil. Kemudian setelah kompaksi
terjadi proses sementasi. Sementasi adalah proses melengketnya material-material
sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang telah mengalami sementasi lama
kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses litifikasi adalah proses pembatuan
material sedimen. Namun karena mengalami penimbunan maka fosil tersebut
tidak dapat langsung dilihat.

Diperkirakan terjadi gaya endogen dan eksogen,

gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses tektonik.

Proses

tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas permukaan laut.


Melalui proses up lift/pengangkatan atau perubahan permukaan air laut.
Meskipun telah

terangkat namun

fosil yang ada di dalamnya

belum

tersingkap. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang
menutupi

fosil

terlapukan

dan

tererosi,

Sehingga

fosil

tersingkapkan

kepermukaan.
Berdasarkan skala waktu geologi, fosil ini berumur Miosen Atas (Sekitar 12
juta tahun). Manfaat dari fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada
masa miosen atas, untuk menentukan umur relatif suatu batuan, dan menentukan
lingkungan pengendapan dimana fosil tersebut didapatkan.

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan

HARI/TGL

: Selasa, 13-10-15

NIM

ACARA

: Proses Pemfosilan

: F 121 14 010

2. Fosil Hysterolithes
Hysterolithes elegans termasuk dalam filum Molusca, kelas Brachiopoda,
family Hysterolithesidae, genus Hysterolithes . Fosil ini memiliki bentuk

bikonveks, karena cangkang atas dan cangkang bawah saling meratap. Memiliki
komposisi kimia CaCO3, karena bila ditetesi HCl 0,1 M cangkangnya berbuih.
Berdasarkan komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan
pengendapan fosil ini adalah pada zona laut dangkal.
Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah,
test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil, pedical valve yaitu cangkang
bagian atas, pedical opening yaitu sumbu yang menghubungkan cangkang atascangkang bawah. (Gambar 2)
Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian
tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan
kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini
akan menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil.
Kemudian fosil ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif
kedudukannya berupa cekungan.

Gambar 2. Sketsa Hysterolithes

Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan
tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari
tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat
bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Proses pemfosilan yang terjadi
yaitu petrifikasi, berubahnya organisme menjadi batuan karena adanya kalsium
karbonat (CaCO3). Yaitu zat yang berasal dari kapur yang terlapukkan dan terlarut
dalam air yang bercampur dengan bagian keras dari karang dan terkompaksikan
sehingga membentuk sebuah fosil.
Selanjutnya terjadi proses kompaksi yang kemudian mengalami pemadatan
yang mengakibatkan pori-pori pada fosil mengecil. Kemudian setelah kompaksi
terjadi proses sementasi. Sementasi adalah proses melengketnya material-material
sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang telah mengalami sementasi lama
kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses litifikasi adalah proses pembatuan
material sedimen. Namun karena mengalami penimbunan maka fosil tersebut
tidak dapat langsung dilihat.

Diperkirakan terjadi gaya endogen dan eksogen,

gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses tektonik.

Proses

tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas permukaan laut.


Melalui proses up lift / pengangkatan atau perubahan permukaan air laut.
Meskipun telah

terangkat namun

fosil yang ada di dalamnya

belum

tersingkap. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang
menutupi

fosil

terlapukan

dan

tererosi,

Sehingga

fosil

tersingkapkan

kepermukaan.
Berdasarkan skala waktu geologi, fosil ini berumur Devon Bawah ke Devon

Tengah (Sekitar 395 370 juta tahun). Manfaat dari fosil ini adalah sebagai bukti
adanya kehidupan pada masa devon bawah-tengah, untuk menentukan umur
relatif suatu batuan, dan menentukan lingkungan pengendapan dimana fosil
tersebut didapatkan.

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan

HARI/TGL

: Selasa, 13-10-15

NIM

ACARA

: Proses Pemfosilan

: F 121 14 010

3. Fosil Exogyra
Exogyra termasuk dalam filum Molusca, kelas Pelechypoda, family

Exogyranidae, genus Exogyra Sp. . Fosil ini memiliki bentuk konveks, karena
hanya terdiri dari cangkang atas atau biasanya cangkang atas dan cangkang bawah
tidak saling meratap. Memiliki komposisi kimia CaCO 3, karena bila ditetesi HCl
0,1 M cangkangnya berbuih. Berdasarkan komposisi kimianya dapat ditarik
kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan fosil ini adalah pada zona laut
dangkal.
Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah,
test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil, umbo yaitu buntut fosil, suture yaitu
hubungan antar bagian yang lain, klep atau sendi, dan septa yaitu pembatas yang
memisahkan rongga atau ruang. (Gambar 3)
Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian
tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan
kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini
akan menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil.
Kemudian fosil ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif
kedudukannya berupa cekungan.

Gambar 3. Sketsa Exogyra


Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan
tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari
tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat
bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Proses pemfosilan yang terjadi
yaitu petrifikasi, berubahnya organisme menjadi batuan karena adanya kalsium
karbonat (CaCO3). Yaitu zat yang berasal dari kapur yang terlapukkan dan terlarut
dalam air yang bercampur dengan bagian keras dari karang dan terkompaksikan
sehingga membentuk sebuah fosil.
Selanjutnya terjadi proses kompaksi yang kemudian mengalami pemadatan
yang mengakibatkan pori-pori pada fosil mengecil. Kemudian setelah kompaksi
terjadi proses sementasi. Sementasi adalah proses melengketnya material-material
sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang telah mengalami sementasi lama
kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses litifikasi adalah proses pembatuan
material sedimen. Namun karena mengalami penimbunan maka fosil tersebut
tidak dapat langsung dilihat.

Diperkirakan terjadi gaya endogen dan eksogen,

gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses tektonik.

Proses

tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas permukaan laut.


Melalui proses up lift / pengangkatan atau perubahan permukaan air laut.
Meskipun telah

terangkat namun

fosil yang ada di dalamnya

belum

tersingkap. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang
menutupi

fosil

terlapukan

dan

tererosi,

Sehingga

fosil

tersingkapkan

kepermukaan.
Berdasarkan skala waktu geologi, fosil ini berumur Devon Bawah ke Devon
Tengah (Sekitar 395 370 juta tahun). Manfaat dari fosil ini adalah sebagai bukti
adanya kehidupan pada masa devon bawah-tengah, untuk menentukan umur
relatif suatu batuan, dan menentukan lingkungan pengendapan dimana fosil
tersebut didapatkan.

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan

HARI/TGL

: Selasa, 13-10-15

NIM

ACARA

: Proses Pemfosilan

: F 121 14 010

4. Fosil Hyalotragos

Fosil ini berasal dari Filum Porifera, Family Hyalotragosidae, Kelas


Demospongia, Genus Hyalotragos, spesies Hyalotrgos rugosum (MSTR).
Setelah organisme ini mati, akan mengalami transportasi oleh media
geologi berupa air, angin atau es ke daerah cekungan, selama tranportasi,
material-material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami
pergantian terhadap material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang relatif stabil. Bersaman
dengan itu, material-material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah
cekungan inilah material akan terakumulasi, semakin lama material akan
bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan, dari tekanan tersebut akan
mengakibatkan material terkompaksi mengakibatkan pori-pori akan mengecil, air
yang terkandung di antara material-material akan keluar, masuklah material
sementasi yang halus. Setelah itu material mengalami sementasi dan terjadi proses
leaching (proses pencucian fosil). Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya
organisme dan material sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme
tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dilakukan oleh fosil ini adalah
permineralisasi. Mineralisasi adalah proses pengawetan dimana rongga dalam
cangkang terisi oleh mineral yang diendapkan oleh air tanah yang memasukinya,
sehingga terbentuk cetakan bagian dalam dari cangkang.
Proses munculnya fosil ini di pengaruhi oleh tenaga endogen berupa
tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik
di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa erosi air, angin, atau es
sehingga tampak di permukaan.
Adapun bentuk tubuh fosil ini adalah Conical, yaitu fosil yang terbentuk
kerucut . Dan bagian fosil yang masih dapat dijumpai seperti, ostia, yaitu lubang
kecil tempat maasuknya air ke dalam tubuh, spongocoel, saluran tengah tubuh.
(Gambar 4)

Gambar 4. Sketsa Hyalotragos

Jika ditetesi dengan larutan HCl 0,1 M maka fosil ini akan beraksi
membentuk buih-buih, maka dapat diketahui bahwa fosil ini mengandung kalsium
karbonat (CaCO3), menandakan bahwa lingkungan pengendapannya adalah pada
laut dangkal. Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah Jura Atas
yaitu antara 180-135 juta tahun yang lalu.
Kegunaan fosil ini adalah

penentu umur relatif lapisan sedimen, penentu

lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi batuan, dan penentu iklim pada saat
terjadinya sedimentasi,

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan

HARI/TGL

: Selasa, 13-10-15

NIM

ACARA

: Proses Pemfosilan

: F 121 14 010

5. Fosil Verruculina
Fosil ini berasal dari Filum Porifera, Kelas calcarea, Family
Verruculinanidae, Genus Verruculina, dan dengan nama spesies Verruculina
tenuis.
Setelah organisme ini mati, akan mengalami transportasi oleh media
geologi berupa air, angin atau es ke daerah cekungan, selama tranportasi,
material-material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami
pergantian terhadap material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang relatif stabil. Bersaman
dengan itu, material-material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah
cekungan inilah material akan terakumulasi, semakin lama material akan
bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan, dari tekanan tersebut akan
mengakibatkan material terkompaksi mengakibatkan pori-pori akan mengecil, air
yang terkandung di antara material-material akan keluar, masuklah material
sementasi yang halus. Setelah itu material mengalami sementasi dan terjadi proses
leaching (proses pencucian fosil). Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya
organisme dan material sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme
tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dilakukan oleh fosil ini adalah
permineralisasi. Mineralisasi adalah proses pengawetan dimana rongga dalam
cangkang terisi oleh mineral yang diendapkan oleh air tanah yang memasukinya,
sehingga terbentuk cetakan bagian dalam dari cangkang hingga seluruh tubuh
fosil.

Proses munculnya fosil ini di pengaruhi oleh tenaga endogen berupa


tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik
di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa erosi air, angin, atau es
sehingga tampak di permukaan.
Adapun

bentuk tubuh fosil ini adalah Konikal, yaitu fosil yang

membentuk seperti kerucut. Dan bagian fosil yang masih dapat dijumpai seperti,
endoderm yaitu spongocoel, oskulum yaitu saluran penyebaran air, ostia yaitu

lubang masuknya air, endoderm lapisan dalam, dan eksoderm yaitu lapisan luar
fosil atau organisasi.

Gambar 5. Sketsa Verruculina

Jika ditetesi dgn larutan HCl 0,1 M maka fosil ini akan beraksi
membentuk buih-buih, maka dapat diketahui bahwa fosil ini mengandung kalsium
karbonat (CaCO3) hal ini menandakan bahwa lingkungan pengendapannya di laut
dangkal.Berdasarkan skala waktu geologi, umur fosil ini adalah Kapur Atas yaitu
antara 100-70 juta tahun yang lalu.
Adapun kegunaan fosil ini diantaranya adalah

penentu umur relatif lapisan

sedimen, penentu lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi batuan, dan


penentu iklim pada saat terjadinya sedimentasi

Catatan Asisten

Paraf Asisten

Tanggal

Anda mungkin juga menyukai