RETINOPATI DIABETIKUM
12100114050
Preseptor:
Retti N Miraprahesti, dr., SpM
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
2.1
Anatomi Retina..........................................................................................2
2.2
Histologi Retina.........................................................................................4
2.2.1
Sel Batang..........................................................................................7
2.2.2
Sel Kerucut.........................................................................................8
2.2.3
Sel-sel Lainnya...................................................................................9
2.3
Fisiologi Mata..........................................................................................11
Definisi....................................................................................................13
3.2
Insidensi...................................................................................................14
3.3
Faktor Risiko...........................................................................................14
3.4
Patofisiologi.............................................................................................15
3.5
Manifestasi Klinis....................................................................................20
3.6
Klasifikasi................................................................................................23
3.6.1
Retinopati Nonproliferatif................................................................25
3.6.2
Retinopati Preproliferatif.................................................................28
3.6.3
Retinopati Proliferatif......................................................................28
3.7
3.8
3.9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Retina
Lapis internal atau retina merupakan lapisan tipis dan semitransparan yang
terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian optik, bagian siliari dan bagian iridial.3,4
Bagian optik dari retina menerima cahaya dan memiliki 2 lapisan, yaitu
lapisan neural dan lapisan berpigmen. Lapisan neural adalah bagian penerima
cahaya. Lapisan berpigmen terdiri dari selapis sel. Bagian siliari dan iridial retina
merupakan kelanjutan anterior dari lapisan berpigmen.3
Pada fundus (bagian posterior) dari mata terdapat titik bundar sirkular
yang terdepresi disebut diskus nervi optici atau papil optik, yaitu tempat nervus
opticus memasuki bulbus oculi. Karena pada diskus nervi optici hanya terdapat
serabut saraf dan tidak terdapat reseptor cahaya, daerah ini tidak peka terhadap
cahaya. Sedikit lateral dari bintik buta ini, terdapat sebuah bintik yang berwarna
kuning, yaitu makula lutea. Bagian kuning dari makula hanya terlihat saat retina
diperiksa dengan lampu atau cahaya. Makula lutea merupakan daerah oval kecil
dari retina dengan sel fotoreseptor kerucut yang dikhususkan untuk ketajaman
penglihatan. Pada bagian tengah makula, terdapat daerah yang terdepresi, yaitu
fovea centralis sebuah area penglihatan tertajam dengan diameter 1,5 mm.3
Bagian fungsional optik dari retina berakhir pada ora serrata, dengan batas
ireguler posterior dari badan siliari. Ora serrata menandai akhir anterior dari
bagian retina yang menerima cahaya. Kecuali untuk kerucut dan batang dari
lapisan neural, retina disuplai oleh arteri centralis retinae, cabang areti ophtalmica.
Kerucut dan batang dari lapisan neural luar menerima nutrien dari lapisan
choriocappilare. sistem retina yang bergabung membentuk vena centralis retinae.3
Retina menerima suplai darah dari dua sumber, yaitu choriocapillaris yang
ada di luar membran Bruchs, yang mensuplai 1/3 luar retina meliputi lapisan
nuklear luar dan pleksiform luar, fotoreseptor dan epitel pigmen retina dan a.retina
sentralis yang mensuplai 2/3 bagian dalam retina. Fovea disuplai oleh
choriocapillaris. Pembuluh darah retina merupakan endotel nonfenestrata. Endotel
pembuluh koroid adalah fenestrata.5
2.2
Histologi Retina
Retina merupakan membran tipis lapisan dalam bola mata yang terdiri dari
bagian posterior yang fotosensitif dan bagian anterior yang tidak fotosensitif, yang
menyusun lapisan dalam dari korpus siliaris dan bagian posterior iris.6
Terdapat 10 lapisan yang dapat dilihat secra histologik dari luar ke dalam,
yaitu:2,4,5,6
1. Lapis pigmen epitel yang merupakan bagian koroid.
2. Lapis sel kerucut dan batang yang merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan luar.
4. Lapis nukleus luar merupakan nukleus sel kerucut dan batang.
5. Lapis pleksiform luar, persatuan akson dan dendrit.
6. Lapis nukleus dalam merupakan susunan nukleus sel bipolar.
7. Lapis pleksiform dalam, persatuan dendrit dan akson.
8. Lapis sel ganglion.
9. Lapis serat saraf, yang meneruskan dan menjadi saraf optik.
10. Membran limitan interna yang berbatas dengan badan kaca.
Epitel pigmen terdiri atas sel silindris dengan inti di basal. Daerah basal
sel melekat dengan erat pada membran Bruch dan membran sel memiliki banyak
invaginasi basal. Mitokondria lebih banyak terdapat di daerah sitoplasma dekat
invaginasi ini. Kedua ciri ini menggambarkan aktivitas transpor ion bagi daerah
ini. Membran lateral sel memperlihatkan tautan sel dengan zonula okludens dan
zonula adherens mencolok pada apeksnya, selain desmosom dan taut rekat. Apeks
sel memiliki banyak juluran dari 2 jenis mikrovili langsing dan selubung silindris
yang membungkus ujung-ujung dari fotoreseptor. Sitoplasma sel epitel berpigmen
memiliki banyak retikulum endoplasma licin, yang merupakan tempat esterifikasi
vitamin A dan transpor ke fotoresptor. Granul melanin benyak terdapat di
sitoplasma apikal dan mikrovili. Melanin dibuat dalam sel-sel ini melalui
mekanisme serupa dengan yang ada dalam melanosit pada kulit. Pigmen ini
berfungsi menyerap cahaya setelah fotoresptor dirangsang.6
Retina pars optika, bagian posterior atau bagian fotosensitif adalah bagian
yang lebih majemuk dengan sekurang-kurangnya 15 jenis neuron dan sel-sel ini
membentuk sekurang-kurangnya 38 jenis sinaps. Retina pars optika terdiri atas
lapisan luar sel-sel fotosensitif, yaitu batang dan kerucut, lapisan tengah neuron
bipolar, yang menghubungkan batang dan kerucut dengan sel-sel ganglion, dan
lapisan dalam sel-sel ganglion yang berhubungan dengan sel-sel bipolar melalui
dendritnya dan mengirim akson ke susunan saraf pusat. Akson-akson ini
berkumpul pada papila optikus membentuk nervus optikus.4,6
Diantara lapisan batang dan kerucut dan sel-sel bipolar, terdapat daerah
yang disebut lapisan pleksiform luar atau lapisan sinaptik, tempat terbentuknya
sinaps antara kedua jenis sel itu. Daerah tempat terbentunya sinaps antara sel
bipolar dan sel ganglion disebut lapisan pleksiform dalam. Retina memiliki
struktur terbalik, karena cahaya mula-mula melintasi lapisan ganglion kemudian
lapisan bipolar sebelum mencapai lapisan batang dan kerucut.6
Batang dan kerucut adalah neuron terpolarisasi, pada satu kutub terdapat
satu dendrit fotosensitif dan pada yang lain terdapat sinaps dengan sel dari lapisan
bipolar. Sel batang dan kerucut dapat dibagi menjadi segmen luar dan dalam,
daerah inti dan daerah sinaps. Segmen luar adalah silia yang dimodifikasi dan
mengandung tumpukan kantong-kantong gepeng berlapis membran membentuk
cakram. Pigmen fotosensitif dari retina terdapat dalam membran dari kantongkantong ini. Sel batang dan kerucut menembus lapisan tipis, membran limitans
eksterna, yang merupakan sederetan kompleks tautan antara sel fotoresptor dan sel
glia dari retina (sel Muller). Inti sel-sel kerucut biasanya terletak dekat membran
limitans, sedangkan inti batang dekat dengan pusat segmen dalam.6
2.2.1
Sel Batang
Sel batang adalah sel halus dan langsing terdiri atas 2 bagian. Bagian
fotosensitif berbentuk batang luar terutama terdiri atas banyak (6000-10000)
cakram gepeng bermembran yang bertumpuk-tumpuk mirip tumpukan uang
logam. Cakram dalam batang tidak berhubungan dengan membran plasma,
segmen luar dipisahkan dari segmen dalam oleh sebuah penyempitan. Tepat di
bawah penyempitan ini terdapat segmen basal yang memunculkan sebuah silium
dan berjalan ke segmen luar. Segmen dalam banyak mengandung glikogen dan
2.2.2
Sel Kerucut
2.2.3
Sel-sel Lainnya
Lapisan sel bipolar terdiri atas 2 jenis sel, yaitu sel bipolar difus yang
memiliki sinaps dengan 2 atau lebih fotoreseptor dan sel bipolar monosinaps yang
berhubungan dengan akson dari satu fotoreseptor kerucut dan hanya satu sel
ganglion. Karenanya terdapat kerucut yang meneruskan impulsnya langsung ke
sistem saraf pusat.6
10
11
2.3
Fisiologi Mata
Sel batang dan sel kerucut merupakan sel reseptor untuk indera
penglihatan. Cahaya merubah visual purple yang terdapat di segmen luar sel
batang dan di epitel pigmen menjadi zat yang tak berwarna. Fungsi sel pigmen
untuk pembentukan kembali visual purple yang telah terurai, dan vitamin A
diperlukan untuk membentuk visual purple.
Cahaya yang jatuh di retina diterima sel batang dan kerucut, gelombang
cahaya ini dirubah menjadi rangsangan saraf yang dihantarkan melalui sel-sel
bipolar dan sel-sel ganglion sampai di otak dan diterima di sana sebagai sensasi
cahaya. Impuls saraf disalurkan dengan aliran bioelektrik yang dapat dicatat
dengan alat Elektro Retinogram (ERG).
Sel-sel kerucut berperan utama pada penglihatan di tempat terang
(penglihatan fotopik) sedangkan sel-sel batang terutama untuk penglihatan di
tempat gelap (penglihatan skotoptik). Sel-sel kerucut digunakan melihat jelas dan
persepsi warna dan sel-sel batang berperan terutama untuk penglihatan malam dan
orientasi visual.
Cahaya dideteksi oleh sel batang dan sel kerucut retina yang dianggap
sebagai organ akhir khusus sensori, kemudian badan sel reseptor ini
memanjangkan prosesus yang bersinaps dengan sel bipolar, neoron kedua pada
jaras penglihatan. Sel bipolar bersinaps dengan sel ganglion retina dan berkumpul
membentuk saraf optik. Sarafnya muncul dari belakang bola mata, berjalan secara
posterior dengan otot kerucut memasuki cavitas cranial melalui optik kanal.
Secara intrakranial 2 saraf optik bergabung dan membentuk optik kiasma. Pada
12
optik kiasma, lebih dari serabut (dari bagian nasal retina) menyilang dan
bergabung dengan serabut temporal yang tidak menyilang dari saraf optik untuk
membentuk optic tract. Masing-masing optic tract mengelilingi cerebral peduncle
ke nuklei genikulatum lateral dimana dia bersinaps. Semua serabut membawa
impuls dari lapang pandang kanan dari masing-masing mata menjadi membuat
optic tract kiri dan memproyeksikannya ke cerebral hemisfer kiri dan lapang
pandang kiri memproyeksikan ke hemisfer kanan.5
Dua puluh persen serabut pada tract digunakan untuk fungsi pupil, yang
mana serabut ini meningggalkan tract ke anterior dan melewati brachium dari
coliculus superior ke nuklei pretectal di otak tengah. Sisanya, serabut bersinaps
pada nuklei genikulatum lateral dan berakhir di kortex oksipital.5
BAB III
PEMBAHASAN RETINOPATI DIABETIKUM
3.1
Definisi
Retinopati diabetikum adalah kerusakan progresif pada retina akibat
13
14
3.2
Insidensi
Retinopati diabetikum merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes melitus
memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.
Di Amerika Utara, 3,6% pasien IDDM dan 1,6% pasien NIDDM mengalami
kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat
mengalami kebutaan sebagian atu total setiap tahun.8
Retinopati diabetikum biasanya timbul setelah menderita diabetes melitus
selama 5-15 tahun. Predisposisi terbanyak pada wanita dibanding laki-laki,
umumnya berusia 50-55 tahun. Retinopati diabetikum sendiri merupakan penyulit
yang penting pada penyakit diabetes, dengan frekuensi 40-50%. Onset retinopati
diabetikum pada penderita diabetes melitus juvenile lebih lambat dibandingkan
dengan penderita diabetes melitus dengan usia yang lebih tua (>40 tahun).1
3.3
Faktor Risiko
Faktor resiko retinopati diabetikum antara lain:
15
3.4
Patofisiologi
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari foto reseptor dan sel
saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler rerina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Dinding kapiler retina
terdiri dari 3 lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membran basalis dan sel
endotel. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetikum terletak pada
kapiler retina tersebut. Perubahan histopatologi kapiler retina pada retinopati
diabetikum dimulai dari penebalan membran basalis, hilangnya perisit dan
proliferasi endotel dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel
dan sel perisit dapat mencapai 1 : 10.8
16
17
18
19
20
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari
aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose
reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan
21
22
3)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik.
Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari
AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus
menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan
meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa.
Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih
tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit
saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak,
dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.
23
4)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS
meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.
Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang
menambah kerusakan sel.
retinopati
diabetik
dengan
gangguan
24
ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada
pemeriksaan funduskopi.
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi
karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih
tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan
kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang
berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya,
terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding
tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada
pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular
lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang
juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya
dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada
penglihatan.
25
3.5
Manifestasi Klinis
Retinopati diabetikum biasanya ditemukan bilateral, simetris, dan
buruknya
penyakit..
Perdarahan
terjadi
akibat
gangguan
26
27
Klasifikasi
Terdapat banyak klasifikasi retinopati diabetikum, tetapi pada umumnya
atas
nonproliferatif
dan
proliferatif.
Retinopati
diabetikum
28
perfusi
akan
merangasang
proliferasi
pembuluh
darah
baru
29
Derajat I
fundus okuli.
Derajat II
3.6.1
Retinopati Nonproliferatif.
Retinopati diabetikum nonproliferatif merupakan stadium awal dari proses
30
oleh adanya
peningkatan
permeabilitas
kapiler, dilatasi
vena,
31
32
3.6.2
Retinopati Preproliferatif
Seiring
dengan
progresivitas
dari
oklusi
mikrovaskular,
terjadi
peningkatan iskemi retina pada daerah yang perfusinya buruk, yang pada akhirnya
terbentuk area infark. Gambaran yang khas adalah cotton wool patches yang
merupakan infark lapisan serabut saraf akibat iskemi retina serta abnormalitas
pembuluh darah retina di mana terjadi dilatasi segemental yang ireguler.
Edema makula disertai iskemi yang signifikan pada zona avaskular fovea
memiliki prognosis visus yang buruk, baik dengan atau tanpa terapi laser, bila
dibandingkan dengan mata yang edema namun perfusinya masih cukup baik.
3.6.3
Retinopati Proliferatif.
Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif
yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetic dan sering
ditemukan pasien diabetes yang sukar dikontrol. Bentuk utama dari retinopati
proliferatif
adalah
pertumbuhan
(proliferasi)
dari
pembuluh
darah
33
Gambar 3.5 Cotton wool spots umum terlihat pada pasien diabetic
retinopathy. Gambaran Ini terlihat akibat adanya miroinfark pada lapisan
serat saraf
34
Diduga bahwa terdapat cotton wool patches, bila disertai retinopati hipertensi atau
arterisklerosis.
Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai sheating pembuluh
darah. Perdarahan besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina, dapat juga
di preretina.
Stadium V
Perdarahan besar di retina dan preretina serta di dalam badan kaca. Kemudian
disusul dengan terjadinya retinitis proliferans, akibat jaringan fibrotik yang
disertai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini melekat pada retina, bila
mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina, dan dapat mengakibatkan terjadinya
kebutaan total.
Derajat retinopati berhubungan erat dengan lamanya diabetes melitus yang
diderita. Diabetes pada orang muda, dapat menyebabkan retinopati diabetikum
yang hebat dalam 20 tahun walaupun dikontrol dengan baik dan retinopati dimulai
dengan stadium IV melaju ke stadium V. Pada penderita diabetes tua, retinopati
mulai pada stadium I dan jarang melaju sampai stadium III. Degenerasi makula
dapat menurunkan visus sentral pada stadium yang lebih lanjut.10
3.7
35
3.8
Komplikasi
dan
Faktor
yang
Memperberat
Retinopati
Diabetikum
Komplikasi retinopati diabetikum antara lain: perdarahan vitreus dan
ablasi retina traksi. Jika telah terjadi retinopati diabetikum disertai ablasi retina
maka pasien akan kehilangan penglihatan dan sukar diatasi.1
Keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetikum antara lain:
1. Arteriosklerosis dan hipertensi arteri, serta proses menua (degenerasi)
pembuluh darah, dapat memperburuk prognosis, terutama pada pasien tua.
2. Hipoglikemia atau trauma, dapat menyebabkan timbulnya perdarahan
mendadak.
3. Hiperlipoproteinemia,
mempengaruhi
arteriosklerosis,
sehingga
3.9
36
Fotokoagulasi laser.
Fotokoagulasi
preretina
biasanya
diindikasikan
untuk
retinopati
Vitrektomi.
Vitrektomi diindikasikan untuk retinopati diabetikum dengan komplikasi.
37
DAFTAR PUSTAKA
edition.