Anda di halaman 1dari 40

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

RETINOPATI DIABETIKUM

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D)


SMF Ilmu Penyakit Mata
Disusun oleh:
Hafizh Budhiman M

12100114050

Preseptor:
Retti N Miraprahesti, dr., SpM

SMF ILMU PENYAKIT MATA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSUD AL IHSAN
2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
2.1

Anatomi Retina..........................................................................................2

2.2

Histologi Retina.........................................................................................4

2.2.1

Sel Batang..........................................................................................7

2.2.2

Sel Kerucut.........................................................................................8

2.2.3

Sel-sel Lainnya...................................................................................9

2.3

Fisiologi Mata..........................................................................................11

BAB III PEMBAHASAN RETINOPATI DIABETIKUM....................................13


3.1

Definisi....................................................................................................13

3.2

Insidensi...................................................................................................14

3.3

Faktor Risiko...........................................................................................14

3.4

Patofisiologi.............................................................................................15

3.5

Manifestasi Klinis....................................................................................20

3.6

Klasifikasi................................................................................................23

3.6.1

Retinopati Nonproliferatif................................................................25

3.6.2

Retinopati Preproliferatif.................................................................28

3.6.3

Retinopati Proliferatif......................................................................28

3.7

Diagnosis Retinopati Diabetikum...........................................................30

3.8

Komplikasi dan Faktor yang Memperberat Retinopati Diabetikum.......31

3.9

Terapi dan Pencegahan Retinopati Diabetikum......................................31

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................33

BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu masalah kesehatan di seluruh


dunia. Diabetes menyebabkan komplikasi sistemik yang berpengaruh pada
individu dan lingkungannya. Komplikasi oftalmik dari diabetes meliputi
abnormalitas dari kornea, glaukoma, neovaskularisasi iris, katarak dan neuropati.
Penyebab kebutaan yang paling sering dari komplikasinya yaitu retinopati
diabetikum.1
Retinopati akibat diabetes disebabkan oleh gangguan metabolisme tubuh
secara umum dan retina khususnya, sehingga mengakibatkan kelainan retina dan
pembuluh-pembuluh darahnya. Kelainan dininya tidak memberikan rasa sakit
ataupun gangguan penglihatan.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi Retina
Lapis internal atau retina merupakan lapisan tipis dan semitransparan yang

terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian optik, bagian siliari dan bagian iridial.3,4
Bagian optik dari retina menerima cahaya dan memiliki 2 lapisan, yaitu
lapisan neural dan lapisan berpigmen. Lapisan neural adalah bagian penerima
cahaya. Lapisan berpigmen terdiri dari selapis sel. Bagian siliari dan iridial retina
merupakan kelanjutan anterior dari lapisan berpigmen.3
Pada fundus (bagian posterior) dari mata terdapat titik bundar sirkular
yang terdepresi disebut diskus nervi optici atau papil optik, yaitu tempat nervus
opticus memasuki bulbus oculi. Karena pada diskus nervi optici hanya terdapat
serabut saraf dan tidak terdapat reseptor cahaya, daerah ini tidak peka terhadap
cahaya. Sedikit lateral dari bintik buta ini, terdapat sebuah bintik yang berwarna
kuning, yaitu makula lutea. Bagian kuning dari makula hanya terlihat saat retina
diperiksa dengan lampu atau cahaya. Makula lutea merupakan daerah oval kecil
dari retina dengan sel fotoreseptor kerucut yang dikhususkan untuk ketajaman
penglihatan. Pada bagian tengah makula, terdapat daerah yang terdepresi, yaitu
fovea centralis sebuah area penglihatan tertajam dengan diameter 1,5 mm.3
Bagian fungsional optik dari retina berakhir pada ora serrata, dengan batas
ireguler posterior dari badan siliari. Ora serrata menandai akhir anterior dari
bagian retina yang menerima cahaya. Kecuali untuk kerucut dan batang dari

lapisan neural, retina disuplai oleh arteri centralis retinae, cabang areti ophtalmica.
Kerucut dan batang dari lapisan neural luar menerima nutrien dari lapisan
choriocappilare. sistem retina yang bergabung membentuk vena centralis retinae.3

Gambar 2.1. Anatomi Mata

Gambar 2.2. Lapisan Bola Mata

Retina menerima suplai darah dari dua sumber, yaitu choriocapillaris yang
ada di luar membran Bruchs, yang mensuplai 1/3 luar retina meliputi lapisan
nuklear luar dan pleksiform luar, fotoreseptor dan epitel pigmen retina dan a.retina
sentralis yang mensuplai 2/3 bagian dalam retina. Fovea disuplai oleh
choriocapillaris. Pembuluh darah retina merupakan endotel nonfenestrata. Endotel
pembuluh koroid adalah fenestrata.5

2.2

Histologi Retina
Retina merupakan membran tipis lapisan dalam bola mata yang terdiri dari

bagian posterior yang fotosensitif dan bagian anterior yang tidak fotosensitif, yang
menyusun lapisan dalam dari korpus siliaris dan bagian posterior iris.6

Terdapat 10 lapisan yang dapat dilihat secra histologik dari luar ke dalam,
yaitu:2,4,5,6
1. Lapis pigmen epitel yang merupakan bagian koroid.
2. Lapis sel kerucut dan batang yang merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan luar.
4. Lapis nukleus luar merupakan nukleus sel kerucut dan batang.
5. Lapis pleksiform luar, persatuan akson dan dendrit.
6. Lapis nukleus dalam merupakan susunan nukleus sel bipolar.
7. Lapis pleksiform dalam, persatuan dendrit dan akson.
8. Lapis sel ganglion.
9. Lapis serat saraf, yang meneruskan dan menjadi saraf optik.
10. Membran limitan interna yang berbatas dengan badan kaca.

Gambar 2.3 Lapisan Retina

Epitel pigmen terdiri atas sel silindris dengan inti di basal. Daerah basal
sel melekat dengan erat pada membran Bruch dan membran sel memiliki banyak
invaginasi basal. Mitokondria lebih banyak terdapat di daerah sitoplasma dekat
invaginasi ini. Kedua ciri ini menggambarkan aktivitas transpor ion bagi daerah
ini. Membran lateral sel memperlihatkan tautan sel dengan zonula okludens dan
zonula adherens mencolok pada apeksnya, selain desmosom dan taut rekat. Apeks
sel memiliki banyak juluran dari 2 jenis mikrovili langsing dan selubung silindris
yang membungkus ujung-ujung dari fotoreseptor. Sitoplasma sel epitel berpigmen
memiliki banyak retikulum endoplasma licin, yang merupakan tempat esterifikasi
vitamin A dan transpor ke fotoresptor. Granul melanin benyak terdapat di
sitoplasma apikal dan mikrovili. Melanin dibuat dalam sel-sel ini melalui
mekanisme serupa dengan yang ada dalam melanosit pada kulit. Pigmen ini
berfungsi menyerap cahaya setelah fotoresptor dirangsang.6
Retina pars optika, bagian posterior atau bagian fotosensitif adalah bagian
yang lebih majemuk dengan sekurang-kurangnya 15 jenis neuron dan sel-sel ini
membentuk sekurang-kurangnya 38 jenis sinaps. Retina pars optika terdiri atas
lapisan luar sel-sel fotosensitif, yaitu batang dan kerucut, lapisan tengah neuron
bipolar, yang menghubungkan batang dan kerucut dengan sel-sel ganglion, dan
lapisan dalam sel-sel ganglion yang berhubungan dengan sel-sel bipolar melalui
dendritnya dan mengirim akson ke susunan saraf pusat. Akson-akson ini
berkumpul pada papila optikus membentuk nervus optikus.4,6
Diantara lapisan batang dan kerucut dan sel-sel bipolar, terdapat daerah
yang disebut lapisan pleksiform luar atau lapisan sinaptik, tempat terbentuknya

sinaps antara kedua jenis sel itu. Daerah tempat terbentunya sinaps antara sel
bipolar dan sel ganglion disebut lapisan pleksiform dalam. Retina memiliki
struktur terbalik, karena cahaya mula-mula melintasi lapisan ganglion kemudian
lapisan bipolar sebelum mencapai lapisan batang dan kerucut.6
Batang dan kerucut adalah neuron terpolarisasi, pada satu kutub terdapat
satu dendrit fotosensitif dan pada yang lain terdapat sinaps dengan sel dari lapisan
bipolar. Sel batang dan kerucut dapat dibagi menjadi segmen luar dan dalam,
daerah inti dan daerah sinaps. Segmen luar adalah silia yang dimodifikasi dan
mengandung tumpukan kantong-kantong gepeng berlapis membran membentuk
cakram. Pigmen fotosensitif dari retina terdapat dalam membran dari kantongkantong ini. Sel batang dan kerucut menembus lapisan tipis, membran limitans
eksterna, yang merupakan sederetan kompleks tautan antara sel fotoresptor dan sel
glia dari retina (sel Muller). Inti sel-sel kerucut biasanya terletak dekat membran
limitans, sedangkan inti batang dekat dengan pusat segmen dalam.6

2.2.1

Sel Batang

Sel batang adalah sel halus dan langsing terdiri atas 2 bagian. Bagian
fotosensitif berbentuk batang luar terutama terdiri atas banyak (6000-10000)
cakram gepeng bermembran yang bertumpuk-tumpuk mirip tumpukan uang
logam. Cakram dalam batang tidak berhubungan dengan membran plasma,
segmen luar dipisahkan dari segmen dalam oleh sebuah penyempitan. Tepat di
bawah penyempitan ini terdapat segmen basal yang memunculkan sebuah silium
dan berjalan ke segmen luar. Segmen dalam banyak mengandung glikogen dan

memiliki banyak kumpulan mitokondria. Poliribosom terdapat bayanyak di bawah


daerah mitokondria dari segmen dalam. Cakram gepeng dari sel batang
mengandung pigmen yang disebut ungu visual atau rhodopsin, yang memutih oleh
cahaya dan mengawali rangsangan visual. Substansi ini berbentuk bulat dan
terletak pada permukaan luar lapisan ganda lipid dari cakram gepeng
bermembran.6
Diperkirakan retina manusia memiliki lebih kurang 120 juta sel batang.
Mereka sangat sensitif terhadap cahaya dan dipandang sebagai reseptor yang
dipakai bila intensitas cahaya rendah, seperti bila senja aatau malam hari. Segmen
luar adalah fotosensitif, sedangkan dalam mengandung alat metabolik yang
diperlukan untuk sintesis dan proses penghasil energi dari sel-sel ini.6

2.2.2

Sel Kerucut

Sel kerucut merupakan neuron panjang. Setiap retina manusia memiliki


6 juta sel kerucut. Strukturnya serupa dengan yang ada pada sel batang, dengan
segmen luar dan dalam, badan basal dengan silium dan pengumpulan mitokondria
dan poliribosom. Sel kerucut berbeda dengan sel batang dalam hal bentuk dan
struktur segmen luarnya. Daerah ini juga terdiri atas tumpukan cakram
bermembran, mereka tidak independen terhadap membran plasma luar, tetapi
timbul sebagai invaginasi darinya. Pada kerucut, protein yang baru dibentuk tidak
ditimbun dalam cakram yang baru dibentuk (seperti sel batang), tetapi disebarkan
merata pada segmen luar.6

Sekurang-kurangnya terdapat 3 jenis kerucut fungsional yang tidak bisa


dibedakan berdasarkan ciri morfologisnya. Setiap jenis memiliki fotopigmen
kerucut yang disebut iodopsin dalam jumlah yang bervariasi. Sensitivitas
maksimum setiap jenis kerucut berturut-turut terdapat pada daerah merah, hijau,
atau biru dari spektrum cahaya yang terlihat. Kerucut hanya peka terhadap
intensitas lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk merangsang batang dan
menghasilkan gambar yang lebih tajam.6

Gambar 2.4 Sel Kerucut dan Sel Batang

2.2.3

Sel-sel Lainnya

Lapisan sel bipolar terdiri atas 2 jenis sel, yaitu sel bipolar difus yang
memiliki sinaps dengan 2 atau lebih fotoreseptor dan sel bipolar monosinaps yang
berhubungan dengan akson dari satu fotoreseptor kerucut dan hanya satu sel
ganglion. Karenanya terdapat kerucut yang meneruskan impulsnya langsung ke
sistem saraf pusat.6

10

Sel-sel dari lapisan ganglion selain berhubungan dengan sel bipolar,


menjulurkan aksonnya ke daerah khusus pada retina, tempat mereka berkumpul
membentuk nervus optikus. Daerah ini bebas reseptor, karenanya disebut bintik
buta dari retina, papila nervus optikus atau kepala nervus optikus. Sel ganglion
adalah khas sel-sel saraf dengan inti eukromatik besar, substansi Nissl basofilik
dan seterusnya.4,6
Selain ketiga jenis utama dari sel (sel fotoreseptor, bipolar dan sel
ganglion), terdapat jenis sel lain yang tersebar lebih merata dalam lapisan-lapisan
retina, yaitu:
1. Sel horizontal, menghubungkan fotoreseptor-fotoreseptor lateral berbeda.
Fungsi sebenarnya belum diketahu tapi mungkin untuk mengintegrasi
rangsang.4,5
2. Sel amakrin, jenis neuron yang menghubungkan sel-sel ganglion. Fungsinya
belum jelas.
3. Sel penyokong adalah neuroglia, selain astrosit dan sel mikroglia yang
memiliki beberapa sel yang ujungnya banyak bercabang, disebut sel Muller.
Cabang-cabang ini menggabungkan sel-sel neural dari retina dan meluas dari
membran limitans interna sampai eksterna. Membran limitans eksterna adalah
zona perlekatan (taut kedap) antara fotoresptor dan sel Muller. Sel ini analog
dengan neuroglia karena berfungsi menunjang, memberi makan dan
mengisolasi neuron retina dan serat-serat.6

11

2.3

Fisiologi Mata
Sel batang dan sel kerucut merupakan sel reseptor untuk indera

penglihatan. Cahaya merubah visual purple yang terdapat di segmen luar sel
batang dan di epitel pigmen menjadi zat yang tak berwarna. Fungsi sel pigmen
untuk pembentukan kembali visual purple yang telah terurai, dan vitamin A
diperlukan untuk membentuk visual purple.
Cahaya yang jatuh di retina diterima sel batang dan kerucut, gelombang
cahaya ini dirubah menjadi rangsangan saraf yang dihantarkan melalui sel-sel
bipolar dan sel-sel ganglion sampai di otak dan diterima di sana sebagai sensasi
cahaya. Impuls saraf disalurkan dengan aliran bioelektrik yang dapat dicatat
dengan alat Elektro Retinogram (ERG).
Sel-sel kerucut berperan utama pada penglihatan di tempat terang
(penglihatan fotopik) sedangkan sel-sel batang terutama untuk penglihatan di
tempat gelap (penglihatan skotoptik). Sel-sel kerucut digunakan melihat jelas dan
persepsi warna dan sel-sel batang berperan terutama untuk penglihatan malam dan
orientasi visual.
Cahaya dideteksi oleh sel batang dan sel kerucut retina yang dianggap
sebagai organ akhir khusus sensori, kemudian badan sel reseptor ini
memanjangkan prosesus yang bersinaps dengan sel bipolar, neoron kedua pada
jaras penglihatan. Sel bipolar bersinaps dengan sel ganglion retina dan berkumpul
membentuk saraf optik. Sarafnya muncul dari belakang bola mata, berjalan secara
posterior dengan otot kerucut memasuki cavitas cranial melalui optik kanal.
Secara intrakranial 2 saraf optik bergabung dan membentuk optik kiasma. Pada

12

optik kiasma, lebih dari serabut (dari bagian nasal retina) menyilang dan
bergabung dengan serabut temporal yang tidak menyilang dari saraf optik untuk
membentuk optic tract. Masing-masing optic tract mengelilingi cerebral peduncle
ke nuklei genikulatum lateral dimana dia bersinaps. Semua serabut membawa
impuls dari lapang pandang kanan dari masing-masing mata menjadi membuat
optic tract kiri dan memproyeksikannya ke cerebral hemisfer kiri dan lapang
pandang kiri memproyeksikan ke hemisfer kanan.5
Dua puluh persen serabut pada tract digunakan untuk fungsi pupil, yang
mana serabut ini meningggalkan tract ke anterior dan melewati brachium dari
coliculus superior ke nuklei pretectal di otak tengah. Sisanya, serabut bersinaps
pada nuklei genikulatum lateral dan berakhir di kortex oksipital.5

Gambar 2.5. Jaras Penglihatan

BAB III
PEMBAHASAN RETINOPATI DIABETIKUM

3.1

Definisi
Retinopati diabetikum adalah kerusakan progresif pada retina akibat

diabetes menahun. Semakin lama seseorang menderita diabetes melitus, semakin


besar kemungkinan seseorang menderita retinopati diabetikum. Kelainan ini dapat
terjadi pada penderita Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) ataupun Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Ketika diagnosis IDDM
ditegakkan sekitar 5 tahun, 23% pasien sudah menderita retinopati diabetikum dan
prevalensi retinopati diabetikum meningkat menjadi 80% setelah 15 tahun. Pasien
yang didiagnosa NIDDM memiliki resiko yang sama tetapi prevalensi terkena
retinopati diabetikum sedikit lebih rendah dibandingkan dengan IDDM.1,2,7
Retinopati diabetikum adalah kelainan retina pada penyakit diabetes yang
disebabkan karena adanya mikroangiopati pada pembuluh darah retina. Retinopati
diabetikum sering mengenai kedua mata dengan derajat yang berbeda-beda.
Retinopati diabetikum merupakan penyebab hampir seperempat kebutaan di
negara-negara barat. Retinopati diabetikum merupakan penyulit penyakit diabetes
melitus yang paling penting. Hal ini disebabkan oleh insidensinya yang cukup
tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes melitus dan prognosisnya yang
kurang baik terutama bagi penglihatan. Kontrol diabetes melitus yang baik akan
memperlambat pembentukan retinopati dan penyulit lainnya.1

13

14

3.2

Insidensi
Retinopati diabetikum merupakan penyebab kebutaan paling sering

ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes melitus
memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.
Di Amerika Utara, 3,6% pasien IDDM dan 1,6% pasien NIDDM mengalami
kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat
mengalami kebutaan sebagian atu total setiap tahun.8
Retinopati diabetikum biasanya timbul setelah menderita diabetes melitus
selama 5-15 tahun. Predisposisi terbanyak pada wanita dibanding laki-laki,
umumnya berusia 50-55 tahun. Retinopati diabetikum sendiri merupakan penyulit
yang penting pada penyakit diabetes, dengan frekuensi 40-50%. Onset retinopati
diabetikum pada penderita diabetes melitus juvenile lebih lambat dibandingkan
dengan penderita diabetes melitus dengan usia yang lebih tua (>40 tahun).1

3.3

Faktor Risiko
Faktor resiko retinopati diabetikum antara lain:

1. Lamanya penyakit diabetes.


Pada pasien yang terdiagnosa IDDM, tidak ada gejala klinis yang dapat
dilihat pada 5 tahun setelah diagnosis awal. Setelah 10-15 tahun, 25-50%
pasien menunjukkan tanda-tanda retinopati. Prevalensi ini meningkat
hingga 75-95% setelah 15 tahun dan mencapai 100% setelah 30 tahun
sebelum usia 30 tahun, insidensi terkena retinopati diabetikum setelah 10
tahun adalah 50%.

15

Pada pasien NIDDM, insidensi retinopati diabetikum meningkat dengan


lamanya penyakit. Pasien NIDDM, 23% memiliki Non Proliferative
Diabetic Retinopathy (NPDR) setelah 11-13 tahun, 41% memiliki NPDR
setelah 14-16 tahun dan 60% memiliki NPDR setelah 16 tahun.1,9
2. Kontrol glukosa.
Walaupun penyebab retinopati diabetikum sampai saat ini belum diketahui
secara pasti, tetapi keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama dapat
dianggap sebagai faktor resiko utama. The Diabetic Control and
Complications Trial (DCCT) memperlihatkan bahwa kontrol glukosa yang
intensif dapat mengurangi insidensi dan progresi retinopati diabetikum
pada pasien IDDM.1

3.4

Patofisiologi
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari foto reseptor dan sel

saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler rerina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Dinding kapiler retina
terdiri dari 3 lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membran basalis dan sel
endotel. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetikum terletak pada
kapiler retina tersebut. Perubahan histopatologi kapiler retina pada retinopati
diabetikum dimulai dari penebalan membran basalis, hilangnya perisit dan
proliferasi endotel dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel
dan sel perisit dapat mencapai 1 : 10.8

16

Patofisiologi retinopati diabetikum melibatkan 5 proses dasar yang terjadi


di tingkat kapiler yaitu: 1) pembentukan aneurisma, 2) peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, 3) penyumbatan pembuluh darah, 4) proliferasi pembuluh darah
baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, 5) kontraksi dari jaringan
fibrosis kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi
(nonperfusion) menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi
pada semua komponen darah.8
Kebutaan akibat retinopati diabetikum dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme berikut: 1) edema makula atau nonperfusi kapiler, 2) pembentukan
pembuluh darah baru pada retinopati diabetikum proliferatif dan kontraksi
jaringan fibrosis menyeabkan ablasi retina (retina detachment), 3) pembuluh darah
baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina dan vitreus, 4)
pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma.8
Perdarahan adalah bagian dari stadium retinopati diabetikum proliferatif
dan mnerupakan penyebab utama kebutaan permanen. Selain itu, kontraksi dari
jaringan fibrovaskular yang menyebabkan ablasio retina (terlepasnya lapisan
retina) juga merupakan salah satu penyebab kebutaan pada retinopati diabetikum
proliferatif.8
Selain pengaruh hiperglikemia melalui berbagai jalur metabolisme,
sejumlah faktor lain yang terkait dengan diabetes melitus seperti peningkatan
agregasi trombosit, peningkatan agregasi eritrosit, viskositas darah, hipertensi,
peningkatan lemak darah dan faktor pertumbuhan, diduga dapat juga berperan
dalam timbulnya retinopati diabetikum walaupun sampai saat ini masih belum

17

dapat dijelaskan mekanisme pasti terjadinya retinopati akibat dari diabetes.


Beberapa teori telah dipostulasikan untuk menjelaskan perjalanan retinopati
diabetikun, antara lain:1,8
a) Growth Hormone
Growth hormone tampaknya memiliki peran dalam pembentukan dan
perjalanan dari retinopati diabetes. Pada wanita yang menderita nekrosis
hemoragik post-partum kelenjar pituari (Sheehan syndrome) ditemukan
perbaikan dari retinopati diabetes yang dideritanya. Hal ini mengakibatkan
timbulnya praktik-praktik kontroversial pada tahun 1950-an untuk
mengobati dan mencegah retinopati diabetes dengan cara mengablasi
kelenjari pituari. Tetapi teknik ini telah ditinggalkan akibat dari banyaknya
komplikasi sistemik yang terjadi dan telah ditemukan pengobatan laser
yang terbukti lebih efektif.1
b) Platelet dan Viskositas Darah
Variasi kelainan darah yang ditemukan pada diabetes, seperti peningkatan
agregasi eritrosit, penurunan deformabilitas sel darah merah, peningkatan
agregasi platelet dan adhesi, merupakan suatu predisposisi terjadinya
perlambatan sirkulasi, kerusakan endotelial dan oklusi fokal kapiler.
Semua ini menyebabkan iskemia pada retina, yang selanjutnya mengarah
kepada terjadinya retinopati diabetes.1
c) Aldose Reduktase dan Faktor-faktor Vasoproliferatif
Pada dasarnya DM menyebabkan metabolisme glukosa yang abnormal,
akibat dari penurunan aktivitas insulin. Peningkatan kadar gula darah

18

diperkirakan memiliki efek struktural dan fisiologis pada kapiler-kapiler


retina, menjadikan mereka inkompeten secara fungsional dan anatomis.
Peningkatan kadar gula darah yang persisten mengakibatkan perpindahan
glukosa yang berlebihan ke jalur aldose reduktase, yang mengubah gula
menjadi alkohol (contohnya, glukosa menjadi sorbitol, galaktosa menjadi
dulsitol), pada jaringan-jaringan tertentu. Perisit intramural pada kapilerkapiler retina tampaknya dipengaruhi oleh peningkatan kadar sorbitol
tersebut, yang pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan pada fungsifungsi primernya (antara lain, autoregulasi kapiler-kapiler retina).1
Penurunan fungsi retina menyebabkan kelemahan dan pembentukan
kantung-kantung sakular daripada dinding-dinding kapiler (miroaneuriasma).
Mikroanerisma merupakan gejala awal yang dapat dideteksi pada retinopati
diabetes. Ruptur dari mikroanerisma mengakibatkan perdarahan retina, baik
superfisial (perdarahan yang berbentuk flame) maupun pada lapisan dalam dari
retina (perdarahan berbentuk titik). Peningkatan permeabilitas pada pembuluhpembuluh tersebut menyebabkan kebocoran cairan dan material kaya protein,
yang secara klinis tampak seperti penebalan retina dan adanya eksudat. Apabila
pembengkakan dan eksudasi terjadi pada makula, dapat terjadi penurunan pada
penglihatan sentral. Edema makula merupakan sebab yang paling sering
mengakibatkan penurunan penglihatan pada pasien-pasien dengan retinopati
diabetes non-proliferatif. Tetapi, hal tersebut juga dapat menyulitkan pada kasuskasus retinopati diabetes proliferatif.1

19

Teori lain yang berusaha menjelaskan terjadinya edema makula


berhubungan dengan peningkatan kadar diasilgliserol (DAG) dari proses
pengurangan glukosa yang berlebihan. Hal ini diperkirakan akan mengaktivasi
protein kinase C (PKC), yang selanjutnya mempengaruhi dinamika perdarahan
retina terutama permeabilitas dan arus yang mengarah pada kebocoran cairan dan
penebalan retina.
Selama penyakit tersebut berjalan, kadang terjadi penutupan dari kapilerkapiler retina yang berlanjut ke hipoksia. Infark dari lapisan serabut saraf
menimbulkan pembentukan cotton-wool spots akibat stasis pada arus aksoplasma.
Hipoksia retina yang terus bertambah mengaktifkan mekanisma kompensasi pada
mata untuk menyediakan oksigen yang cukup ke jaringan. Abnormalitas kaliber
vena, seperti perdarahan vena, loops dan dilatasi vena, menguatkan dugaan
peningkatan hipoksia dan hampir selalu tampak pada perbatasan kapiler nonperfusi. Abnormalitas mikrovaskular intraretina dapat terdiri dari pertumbuhan
pembuluh-pembuluh baru atau remodeling dari pembuluh-pembuluh yang masih
ada pada jaringan retina, yang bermanfaat sebagai shunt ke daerah yang tidak ada
perfusi.
Peningkatan yang berkelanjutan dari iskemia retina mengaktifkan produksi
dari faktor-faktor proliferasi, yang menstimulasi pembentukan pembuluhpembuluh baru. Pertama, matriks ekstraselular dirusak oleh protease, kemudian
pembuluh-pembuluh baru muncul dari venula pada rtina menembus internal
limiting membrane dan membentuk jaringan kapiler antara permukaan dalam dari
retina dengan permukaan posterior hialoid.1

20

Neovaskularisasi umumnya dapat diamati pada perbatasan antara retina


yang diperfusi dan yang tidak diperfusi, dan umumnya terjadi sepanjang vascular
arcades dan pada kepala nervus optikus. Pembuluh-pembuluh tersebut menembus
dan tumbuh pada permukaan retina dan pada lipatan dari permukaan posterior
hialoid. Secara almiah pembuluh-pembuluh ini jarang menyebabkan gangguan
penglihatan. Tetapi mereka sangat rapuh dan sangat permeabel. Pembuluhpembuluh ini sangat mudah terpengaruh oleh traksi dari vitreus, yang
mengibatkan terjadinya perdarahan pada ruang vitreus atau ruang preretina.1
Pembentukan-pembentukan pembuluh baru tersebut berhubungan dengan
sejumlah kecil pembentukan jaringan fibroglial. Tampaknya peningkatan jumlah
dari neovaskularisasi dibarengi juga oleh pembentukan jaringan fibrosa. Pada
tahap yang lebih lanjut, pembuluh-pembuluh tersebut beregresi, yang pada
akhirnya hanya akan meninggalkan jaringan fibrosa avaskular yang melekat pada
retina juga pada permukaan posterior hialoid. Saat vitreus berkontraksi, akan
menambah daya traksi pada retina melalui jaringan-jaringan fibroglial tersebut.
Traksi dapat mengakibatkan edema retina, heterotropi retina dan pelepasan retina
oleh traksi atau pembentukan sobekan retina yang berlanjut pada pelepasan
retina.1

Proses Biokimiawi pada Hiperglikemi kronis :

1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari
aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose
reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan

21

dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan


suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis
sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel
terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi
bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga
menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor
sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur
konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan
gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase
(sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi
atau memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada
manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati.
2) Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel
vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol,
yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki
pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth
factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan
komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah
vaskular retina.

22

Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya


ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat
disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi
menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan
menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks
ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi
penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang
merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit.
Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya
menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.

3)

Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)

Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik.
Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari
AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus
menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan
meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa.
Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih
tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit
saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak,
dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.

23

4)

Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS
meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.
Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang
menambah kerusakan sel.

Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat


hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular
retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan
menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan
menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan
penderita

retinopati

diabetik

dengan

gangguan

penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur


juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat

24

ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada
pemeriksaan funduskopi.
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi
karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih
tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan
kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang
berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya,
terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding
tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada
pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular
lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang
juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya
dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada
penglihatan.

25

3.5

Manifestasi Klinis
Retinopati diabetikum biasanya ditemukan bilateral, simetris, dan

progresif, dengan tiga bentuk, yaitu :1,2,5


1. Back ground : miroaneurisma, perdarahan bercak dan titik, serta edema
sirsinata.
2. Makulopati : edema retina dan gangguan fungsi mukosa.
3. Proliferasi : vaskularisasi retina dan badan kaca.
Kelainan retina pada retinopati diabetikum dapat berbentuk:
1. Mikroaneurismata, merupakan pelebaran pembuluh darah vena, yang pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat berupa bintik merah kecil yang
terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurismata
merupakan kelainan diabetes melitus dini pada mata.
2. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurismata di polus posterior dan besarnya sebanding
dengan

buruknya

penyakit..

Perdarahan

terjadi

akibat

gangguan

permeabilitas pada mikroaneurismata sehingga aneurisma pecah atau


karena pecahnya kapiler.
3. Dilatasi pembuluh darah terutama vena dengan lumennya ireguler dan
berkelok-kelok, bentuk ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi
hal ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan
kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
4. Hard exudates (waxy exudate/fatty eksudat) merupakan infiltrasi lipid ke
dalam retina (penimbunan protein, lemak dan air). Gambarannya khusus
yaitu ireguler, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat puntata

26

membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan menghilang


dalam beberapa minggu. Kelainan ini terutama terdiri atas bahan-bahan
lipid dan terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia.
Pada angiografi fluoresin tampak sebagai kebocoran fluoresin di luar
pembuluh darah.
5. Soft exudate (cotton wool patches/becak wol-katun) merupakan tanda
iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskop akan terlihat bercak
berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih, tidak berbatas tegas.
Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan
iskemia retina.
6. Edema retina yang ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama
daerah makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan pasien.
7. Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina dan badan kaca,
biasanya terletak dipermukaan jaringan. Neovaskularisasi terjadi akibat
proliferasi sel endotel pembuluh darah, tampak sebagai pembuluh darah
yang berkelok-kelok, yang merupakan tanda awal dari penyakit yang
berat. Mula-mula terletak dalam jaringan retina (intraretinal) terutama di
dekap papil atau sepanjang vena retina, kemudian menembus membran
limitans interna dan berkembang ke daerah preretinal dan badan kaca
(intravitreal). Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal)
maupun perdarahan badan kaca. Proliferasi preretinal biasanya diikuti
proliferasi jaringan glia. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada
retinopati diabetikum.

27

8. Obstruksi kapiler, menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler


retina dan dapat menyebaban terbentuknya Shunt arteri-vena.
9. Vena melebar, lumen tidak teratur, berkelok-kelok, terjadi akibat kelainan
sirkulasi serta dapat disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
10. Hiperlipidemia, keadaan yang sangat jarang. Tanda ini akan hilang bila
segera diberikan pengobatan.

Gambar 3.1. Penglihatan normal (kiri) dan penglihatan pada retinopati


diabetikum (kanan)
3.6

Klasifikasi
Terdapat banyak klasifikasi retinopati diabetikum, tetapi pada umumnya

klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina atau ada


tidaknya pembentukan pembuluh darah baru di retina. Pertemuan Airlie House
membagi retinopati diabetikum atas 3 stadium yaitu stadium nonproliferatif,
preproliferatif dan proliferatif.8
Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) membagi retinopati
diabetikum

atas

nonproliferatif

dan

proliferatif.

Retinopati

diabetikum

digolongkan sebagai retinopati diabetikum nonproliferatif (RDNP) apabila hanya


ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina. Kelainan fundus pada RDNP

28

dapat berupa mikroaneurisma atau kelainan intraretina yang disebut Intraretinal


Microvascular Abnormalities (IRMA) akibat peningkatan permeabilitas kapiler.
Penyumbatan kapiler retina akan menimbulkan hambatan perfusi yang secara
klinik ditandai dengan perdarahan, kelainan vena dan IRMA. Iskemia akibat
hambatan

perfusi

akan

merangasang

proliferasi

pembuluh

darah

baru

(neovaskular). Neovaskular merupakan tanda khas retinopati diabetikum


proliferatif (RDP).8

Tabel 3.1. Klasifikasi Retinopati Diabetikum menurut ETDRS8


Retinopati Diabetikum Nonproliferatif (RDNP):
1. Retinopati nonproliferatif minimal: terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang: terdapat 1 tanda berupa
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA.
3. Retinopati nonproliferatif berat: terdapat 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA
pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat: ditemukan 2 tanda pada retinopati
nonproliferatif berat.
Retinopati Diabetikum Proliferatif:
1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal
adanya neovaskular pada discus (NVD) yang mencakup < dari daerah discus
tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular di mana saja di
retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2. Retinopati prolifetatif risiko tinggi: apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko
sebagai berikut: a) ditemukan pembuluh darah baru di mana saja di retina, b)
ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat discus optikus, c) pembuluh
darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup daerah optikus, d)
perdarahan vitreus.
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus optikus atau setiap adanya pembuluh
darah baru yang disertai perdarahan, merupakan 2 gambaran yang paling sering
ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.
ETDRS = Early Treatment Diabetic Retinopathy Study; IRMA = Intraretinal
Microvascular Abnormalities; NVD = New vessels on Disc; NVE = New Vessels
Elsewhere.

Klasifikasi retinopati diabetikum di Bagian Mata RSCM adalah sebagai


berikut:

29

Derajat I

: mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty eksudat pada

fundus okuli.

Derajat II

: mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan

atau tanpa fatty eksudat pada fundus okuli.

Derajat III : mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak, dengan


neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli. Sering terjadi
pedarahan intra dan praretinal yang dapat menyebar kedalam badan kaca.

3.6.1

Retinopati Nonproliferatif.
Retinopati diabetikum nonproliferatif merupakan stadium awal dari proses

penyakit retinopati diabetikum. Selama menderita diabetes, keadaan ini


menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Timbul tonjolan
kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga
membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke
retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk cotton wool berwarna abuabu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang
keras) juga terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi
penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak
menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini yang
disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang.7

30

Gambar 3.2. Penemuan klinis pada Retinopati diabetic nonproliferative


termasuk mikroaneurisma, perdarahan intraretina, dan eksudat lemak
Nonproliferative Retinopathy terutama ditemukan pada individu yang
telah terkena DM > 20 tahun, namun juga sering muncul pada akhir dekade
pertama atau awal dekade kedua dari perjalanan penyakit DM. Stadium ini
ditandai

oleh adanya

peningkatan

permeabilitas

kapiler, dilatasi

vena,

pembentukan mikroaneurisma serta pendarahan superfisial (flame-shaped) dan


profunda (blot).

Gambar 3.3 Early Diabetic Retinopathy with exudates and microaneursyms

31

Gambar 3.4 Fluorescein angiogram showing leakage from microaneursyms

Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler, dengan bentuk


berupa bintik merah kecil, sedangkan vena mengalami dilatasi dan menjadi
berkelok-kelok. Pendarahan superfisial yang terjadi berbentuk flame-shaped
disebabkan oleh lokasinya yang terletak pada lapisan serabut saraf yang
horisontal, sedangkan pendarahan profunda berbentuk blot karena selsel dan
akson pada lapisan profunda yang vertikal.
Pada stadium ini juga dapat terjadi edema makula yang merupakan
penyebab paling sering hilangnya visus pada penderita diabetic retinopathy.
Edema ini disebabkan kebocoran serum melalui dinding pembuluh darah yang
inompeten. Edema dapat fokal atau difus, yang ditandai oleh gambaran retina
yang berawan dan tebal disertai dengan mikroaneurisma dan eksudat intraretina.
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya
khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. Kondisi ini sering muncul pada
keadaan hipertensi dan hiperlipoproteinemia. Soft exudate muncul dan hilang

32

dalam waktu yang lebih sering, berhubungan dengan meningkatnya permeabilitas


kapiler.

3.6.2

Retinopati Preproliferatif
Seiring

dengan

progresivitas

dari

oklusi

mikrovaskular,

terjadi

peningkatan iskemi retina pada daerah yang perfusinya buruk, yang pada akhirnya
terbentuk area infark. Gambaran yang khas adalah cotton wool patches yang
merupakan infark lapisan serabut saraf akibat iskemi retina serta abnormalitas
pembuluh darah retina di mana terjadi dilatasi segemental yang ireguler.
Edema makula disertai iskemi yang signifikan pada zona avaskular fovea
memiliki prognosis visus yang buruk, baik dengan atau tanpa terapi laser, bila
dibandingkan dengan mata yang edema namun perfusinya masih cukup baik.

3.6.3

Retinopati Proliferatif.
Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif

yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetic dan sering
ditemukan pasien diabetes yang sukar dikontrol. Bentuk utama dari retinopati
proliferatif

adalah

pertumbuhan

(proliferasi)

dari

pembuluh

darah

(neovaskularisasi) yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang


abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata
sehingga menghalangi penglihatan. Pada retinopati proliferatif juga akan
terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari
tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara

33

permanen serta bagian-bagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan


penglihatan yang berat atau kebutaan.7

Gambar 3.5 Cotton wool spots umum terlihat pada pasien diabetic
retinopathy. Gambaran Ini terlihat akibat adanya miroinfark pada lapisan
serat saraf

Gambar 3.6 Proliferasi fibrovaskular dalam rongga vitreous

Tabel 3.2. Pembagian Stadium Retinopati Diabetikum menurut Daniel


Vaughan DKK10
Stadium I
- Mikroaneurisma, yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan
bulat kecil di daerah papil dan makula.
- Vena sedikit melebar.
- Histologis: didapatkan mkroaneurisma di kapiler bagian vena di daerah
nuclear luar.
Stadium II
- Vena melebar.
- Eksudat kecil-kecil, tampak keras seperti lilin, tersebar atau terkumpul
seperti bunga (circinar) yang histologis terletak di daerah lapisan
plexiform luar.
Stadium III
Stadium II + cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriola terminal.

34

Diduga bahwa terdapat cotton wool patches, bila disertai retinopati hipertensi atau
arterisklerosis.
Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai sheating pembuluh
darah. Perdarahan besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina, dapat juga
di preretina.
Stadium V
Perdarahan besar di retina dan preretina serta di dalam badan kaca. Kemudian
disusul dengan terjadinya retinitis proliferans, akibat jaringan fibrotik yang
disertai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini melekat pada retina, bila
mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina, dan dapat mengakibatkan terjadinya
kebutaan total.
Derajat retinopati berhubungan erat dengan lamanya diabetes melitus yang
diderita. Diabetes pada orang muda, dapat menyebabkan retinopati diabetikum
yang hebat dalam 20 tahun walaupun dikontrol dengan baik dan retinopati dimulai
dengan stadium IV melaju ke stadium V. Pada penderita diabetes tua, retinopati
mulai pada stadium I dan jarang melaju sampai stadium III. Degenerasi makula
dapat menurunkan visus sentral pada stadium yang lebih lanjut.10

3.7

Diagnosis Retinopati Diabetikum


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.

Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk menilai keadaan retina adalah


pemeriksaan dengan oftalmoskopi dan fotografi retina. Diagnosis retinopati
diabetikum didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan dengan
fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan metode diagnosis yang paling
terpercaya. Tetapi dalam klinik pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat
digunakan untuk skrining.7,8

35

3.8

Komplikasi

dan

Faktor

yang

Memperberat

Retinopati

Diabetikum
Komplikasi retinopati diabetikum antara lain: perdarahan vitreus dan
ablasi retina traksi. Jika telah terjadi retinopati diabetikum disertai ablasi retina
maka pasien akan kehilangan penglihatan dan sukar diatasi.1
Keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetikum antara lain:
1. Arteriosklerosis dan hipertensi arteri, serta proses menua (degenerasi)
pembuluh darah, dapat memperburuk prognosis, terutama pada pasien tua.
2. Hipoglikemia atau trauma, dapat menyebabkan timbulnya perdarahan
mendadak.
3. Hiperlipoproteinemia,

mempengaruhi

arteriosklerosis,

sehingga

mempercepat progresifitas penyakitnya.


4. Hipertensi arteri. Memperburuk prognosis terutama pada penderita usia
tua.
5. Kehamilan pada penderita diabetes juvenilis yang tergantung pada insulin,
dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.10

3.9

Terapi dan Pencegahan Retinopati Diabetikum

Terapi retinopati diabetikum adalah:1,5,9,10

Kontrol diabetes melitus.


Kontrol diabetes melitus yang baik akan memperlambat pembentukan

retinopati diabetikum tetapi tidak menyebabkan perbaikan kerusakan yang telah


terjadi.

36

Fotokoagulasi laser.
Fotokoagulasi

preretina

biasanya

diindikasikan

untuk

retinopati

diabetikum nonproliferatif yang berat dan retinopati diabetikum proliferatif dini.


Fotokoagulasi dilakukan untuk pengobatan retinopati yang telah mengganggu
ketajaman penglihatan atau telah menimbulkan penyulit. Gangguan penglihatan
akan menjadi lebih berat bila terjadi neovaskularisasi pada retina ataupun badan
kaca. Fotokoagulasi dapat menurunkan kemungkinan perdarahan masif korpus
vitreum dan ablasi retina. Fotokoagulasi laser dilakukan untuk menghancurkan
pembuluh darah yang baru dan menyumbat pembuluh darah yang bocor. Pada
retinopati diabetikum proliferatif dilakukan panfotokolagulasi bila telah
memperlihatkan kelainan retina.

Vitrektomi.
Vitrektomi diindikasikan untuk retinopati diabetikum dengan komplikasi.

Vitrektomi (pembedahan untuk membuang darah dari humor vitreus) dilakukan


jika terjadi perdarahan hebat dari pembuluh darah yang telah mengalami
kerusakan dan jika trdapat perdarahan ke dalam badan kaca. Setelah vitrektomi,
fungsi penglihatan akan menunjukkan perbaikan dan secara bertahap mata akan
membentuk humor vitreus baru.

Diet gizi seimbang.


Memperbaiki pola hidup dan berolah raga secara teratur.
Cara pencegahan yang terbaik adalah mengontrol diabetes dan tekanan

darah tinggi. Penderita diabetes sebaiknya menjalani pemeriksaan mata secara


rutin (1 kali/tahun) setelah terdiagnosis menderita diabetes.

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Bhavsar, Abdhish R. Diabetic Retinopathy. Tersedia dari: www.emedicine.com.


2. Ilyas S. Penglihatan turun perlahan tanpa mata merah. Dalam: Ilmu
Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2005. h. 142.
3. Moore, Keith L. Clinically Oriented Anatomy. Fourth
Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins; 1999. h. 904-14.

edition.

4. Sloane, Ethel. Dalam: Mata dan Indera Penglihatan. Anatomi dan


Fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2004. h. 184-5.
5. Shock JP, Harper RA. Dalam: Vaughan DG & Asburys. General
Ophthalmology. Edisi ke-16. San francisco: Mc Graw Hill; 2004. h. 14-5,
202-6, 263.
6. Junqueira, Carlos. Dalam: Organ Indera. Histologi Dasar. Edisi ke-8.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998. h. 461-78.
7. Quillein. Retinopati Diabetikum. Tersedia dari: www.tanyadokter.com.
8. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006.h. 1911-15.
9. Panggabean, Djonggi. Retina. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Bandung:
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung; 2002. h. 363-96.
10. Nana Wijana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal; 1993. h. 135-7.

Anda mungkin juga menyukai