Anda di halaman 1dari 8

1.

Patofisiologi ABO incompatibility


perbedaan pada darah manusia dikeranekan oleh adanya molekul
protein yang disebut dengan antigen dan antibody. Antigen terletak di
permukaan membran sel darah merah dan diturunkan dari orang tua.
Antibody adalah protein yang terdapat pada plasma darah. Setiap individu
mempunyai antegin sel darah ABO yang spesifik (agglutinogen) dan
serum antibody (isoagglutinin). ABO incompatibility terjadi apabila
antigen sel darah merah dan antibodi antara pendonor dan penerima donor
tidak sesuai. Hal ini akan menyebabkan reaksi imun yang akan
menyebabkan kerusakan sel (Tomlinson dan Kline, 2010).

Gambar 1. Blood type compatibility (Tomlinson dan Kline, 2010).


Hemolisis bisa terjadi saat antigen golongan darah janin tidak sama
dengan ibunya. ABO incompatibility biasa terjadi pada bayi dengan
golongan darah A atau B, sedangkan ibunya mempunyai golongan darah O
anti-A dan anti-B secara natural akan mengalir pada sirkulasi darah ibu
melalui placenta sehingga menyerang sel darah merah janin, yang
menyebabkan hemolysis (Wong dkk, 2011).
Golongan darah Ibu
Golongan darah janin
O
A atau B
B
A atau AB
A
B atau AB
Table 1. Potensial ABO incompatibility pada ibu dan anak (Wong, 2011).
Adanya antibodi dan antigen akan menentukan terjadinya aglutinasi.
Antibodi yang terdapat pada plasma suatu golongan darah (kecuali
golongan darah AB, yang tidak mengandung antibodi) akan melakukan
aglutinasi apabila tercampur dengan antigen dari golongan darah yang
berbeda. Secara natural, antibody pada penerima donor akan mengalami
aglutinasi apabila tercampur dengan sel darah merah pendonor. Sel darah
yang mengalami aglutinasi akan terperangkap di pembuluh darah perifer,
yang kemudian akan mengalami hemolysis, sehingga akan melepaskan
jumlah bilirubin dalam jumlah banyak kedalam sirkulasi. Tingginya
jumlah bilirubin akan menyebabkan timbulnya manifestasi klinis jaundice

pada bayi yang baru lahir dengan ABO incompatibility yaitu pada 24 jam
pertama. Anemia juga akan terjadi dikarenakan hemolysis yang terjadi
pada eritrosis dalam jumlah banyak. Hiperbilirubinemia dan jaundice
diakibatkan dari ketidakmampuan liver untuk mengekskresi kelebihan
bilirubin (Wong dkk, 2011).
Biasanya, hemolysis yang terjadi lebih ringan dibandingkan dengan
Rh Incompatibility, dikarenakan pada dasarnya anti-A dan anti-B secara
natural sudah ada di dalam serum (Nowak & Handford, 2004). Menurut
Leveno dkk. (2004), Inkompatibilitas ABO berbeda dengan
inkompatibilitas Rh (antigen CDE) karena beberapa alasan:
1) Penyakit ABO seing dijumpai pada bayi lahir pertama
2) Penyakitnya hampir selalu lebih ringan daripada isoimunisasi
Rh dan jarang menyebabkan anemia yang bermakna
3) Sebagian besar isoantibodi A dan B adalah immunoglobulin M,
yang tidak dapat menembus plasenta dan melisiskan eritrosis
janin.
4) Inkompatibilitas ABO dapat mempengaruhi kehamilan
mendatang, tetapi tidak seperti penyakit Rh CDE, jarang
menjadi semakin parah.
Characteristics
Clinical aspects

Laboratory
findings

Rh

ABO

First born

5%

50%

Later pregnancies

More severe

No increased
severity

Stillborn/hydrops

Frequent

Rare

Severe anemia

Frequent

Rare

Jaundice

Moderate to severe,
frequent

Mild

Late anemia

Frequent

Rare

Direct antibody
test

Positive

Weakly positive

Indirect Coombs
test

Positive

Usually positive

Spherocytosis

Rare

Frequent

Tabel 2. Perbedaan Rh incompatibility dan ABO incompatibly (Madara


dkk., 2008 )

Sumber :
Nowak, Thomas J. & Handford, A. Gordon 2004. Pathophysiology :
Concept and Application for Health Care Proffesionals. McGraw-Hill.
New York.
Wong, Donna L.,Wilson, David & Hockenberry, Marilyn J. 2011. Nursing
care of Infants and Children. Elsevier Mosby. Canada.
Tomlinson, Deborah., Kline, Nancy 2010. Pediatric Oncology Nursing.
Springer. New york.
Madara B, Avery CT, Denino VP, et al 2008. Obstetric and pediatric
pathophysiology. Jones and Bartlett Publishers. Canada
Leveno, Kenneth J 2004. Obstetri Williams: Panduan Ringkas. EGC.
Jakarta

2. Asfiksia
a. Definisi
Asfiksia adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar
oksigen dan berlebihnya kadar karbon dioksida secara bersamaan
dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara
oksigen dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida. asfiksia
neonatarum merupakan suatu kondisi di mana bayi tidak dapat
bernapas secara spontan teratur segera setelah lahir (Betz dan
Sowden, 2002)
Asfiksia neonatorum adalah suartu keadaan gawat bayi
berupa kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia dan
berakhir dengan asidosis. Keadaan asidosis, gangguan
kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari
hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi baru
lahir. Kegagalan ini juga berakibat pada terganggunya fungsi dari
masing-masing jaringan dan organ yang akan menjadikan masalah
pada hari-hari pertama perawatan setelah lahir (Hidayat, 2008).
Asfiksia terjadi apabila suplai oksigen pada tubuh tidak
adekuat berhubungan dengan gangguan aliran darah yang
mengakibatkan pertukaran gas yang buruk. Penyebab birth
asphyxia adalah abrupsi plasenta, kompresi tulang belakang,
infeksi intrauterine, rupturnya uterus, trauma kelahiran, malformasi
congenital, aspirasi meconium, dan obstruksi jalan nafas (Chrinian
dan Mann, 2011)
b. Etiologi
Menurut Hidayat (2008), Asfiksia ini dapat terjadi karena
kurangnya kemampuan organ bayi dalam menjalankan fungsinya,
seperti pengembangan paru. Asfiksia neonatarum dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi,
gangguan atau penyakit paru, gangguan kontraksi uterus
2. Pada ibu yang kehamilannya berisiko
3. Faktor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta
4. Faktor janin sendiri, seperi terjadi kelainan pada tali pusat,
seperti tali pusat menumbung atau melilit pada leher atau
juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
5. Faktor persalinan seperti partus lama atau partus dengan
tindakan tertentu.

Menurut Manauba dkk. (2003), asfiksia neonatarum yang


merupakan kelanjutan dari fetal distress intauteri disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Maternal
2. Uterus
3. Plasenta
4. Tali pusat
5. Janin
Faktor
Maternal

Disebabkan
Hipotensi, syok dengan
sebab apapun
Anemia maternal
Penekanan
respirasi
atau penyakit paru
Malnutrisi
Asidosis dan dehidrasi
Supine hipotensi

Uterus

Plasenta

Aktivitas
kontraksi
memanjang/
hiperaktivitas
Gangguan vaskuler

Degenerasi
vascular
plasenta
Solusio plasenta

Keterangan
Hipotensi,
anemia,
gangguan
pernapasan, malnutrisi, asidosis dan
dehidrasi yang terjadi pada ibu akan
mempengaruhi aliran darah menuju
plasenta. Sehingga transport O2 dan
nutrisi makin berkurang dan tidak
seimbang
untuk
memenuhi
kebutuhan metabolism
Kemampuan transportasi O2 makin
turun sehingga konsumsi O2 makin
turun sehingga konsumsi O2 janin
tidak terpenuhi
Metabolism janin sebagian menuju
metabolism anaerob sehingga terjadi
timbunan asam laktal dan piruvat,
serta
menimbulakan
asidosis
metabolik
Semuanya memberikan konstribusi
pada penurunan konsentrasi O2 dan
nutrisi dalam darah yang menuju
plasenta sehingga konsumsi O2 dan
nutrisi janin semakin menurun
Kontraksi uterus yang terus menerus
menyebabkan gangguan sirkulasi
darah
ke
plasenta,
sehingga
mengakibatkan aliran darah menuju
plasenta semakin menurun sehingga
O2 dan nutrisi menuju janin semakin
berkurang dan tidak cukup untuk
melengkapi kebutuhan metabolisme.
Keadaan tersebut mengakibatkan
metabolisme
beralih
menuju
metabolism
anaerob
yang
menimbulkan asidosis
Fungsi plasenta akan berkurang
sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan O2 dan nutrisi untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme


janin
Menimbulkan metabolism anaerob
dan akhirnya asidosis dengan pH
darah turun.
Tali pusat Kompresi tali pusat
Aliran darah menuju janin berkurang.
Simpul mati, lilitan tali
Tidak mampu memenuhi O2 dan
pusat
nutrisi.
Hilangnya jelly
Metabolism
berubah
menjadi
Wharton
metabolism anaerob.
janin
Infeksi
Kebutuhan metabolism makin tinggi,
sehingga ada kemungkinan tidak
dapat terpenuhi oleh aliran darah dari
plasenta
Aliran nutrisi dan O2 tidak cukup
menyebabkan metabolism janin
menuju
metabolism
anaerob,
sehingga terjadi timbunan asam
laktat dan piruvat
Anemia janin
Kemampuan untuk transportasi O2
dan membuang CO2 tidak cukup
sehingga metabolism janin berubah,
menjadi menuju anaerob yang
menyebabkan asidosis
Perdarahan
Dapat terjadi pada bentuk :
- Plasenta previa
- Solusio plasenta
- Pecahnya sinus marginalis
- Pecahnya vasa previa
Menyebabkan aliran darah menuju
janin akan mengalami gangguan
sehingga nutrisi dan O2 makin
berkurang sehingga metabolism janin
akan beralih menuju metabolism
anaerob yan menimbulkan asidosis
Dapat digolongkan dalam kasus ini
Malformasi
adalah :
- Kelainan jantung kongenital
- Kehamilan ganda atau salah
satunya mengalami gangguan
nutrisi dan O2
- Penyakit eritroblastosis fetalis
Dapat menghambat metabolism janin
sehingga dapat beralih menuju
metabolisme anaerob sehingga pada
gilirannya membahayakan janin
Tabel 2.1 sebab-sebab asfiksia neonatarum (manauba dkk., 2003)

Pertumbuhan
hypoplasia primer

c. klasifikasi
Menurut Hidayat (2008), Asfiksia diklasifikasikan menjadi 3
berdasarkan skor APGAR, yaitu :
1. Asfiksia ringan (APGAR skor 7-10)
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak
memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang (APGAR skor 4-6)
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi tentang lebih dari 100/menit, tonus otot kurang
baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia berat (APGAR skor 0-3)
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk,
sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas
tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi
jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum
lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum
pemeriksaan fisik sama asfiksia berat.
d. Manifestasi Klinis
Menurut Green (2012), Tanda dan gejala Asfiksia terdiri dari :
1. Pucat
2. Sianosis
3. Takipnea
4. Apnea
5. Pernafasan gasping atau megap-megap
6. Grunting (suara dengkuran saat ekspirasi)
7. Nasal Flaring atau pernafasan cuping hidung
8. Bradikardia
9. Hipotermi
Sumber :
Betz, C. L., & Sowden, L. A 2002. Buku saku keperawatan
pediatric. EGC. Jakarta.
Hidayat, A. Aziz Alimul 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak.
Salemba Medika. Jakarta
Chrinian, Nevart & Mann, Nancy 2011. Theurapeutic Hypothermia
for Management of Neonatal Asphyxia: What Nurses Need to
Know. American Association of Critical Care Nurses Diakses
dari http://ccn.aacnjournals.org/
Manauba dkk. 2003. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta
Green, Carol J. 2012. Maternal Newborn Nursing Care Plans.
Jones and Bartlett Learning. Canada

ALGORITMA RESUSITASI

Sumber :

Anda mungkin juga menyukai