Clinical Experience of
a Secondary Hospital
Soo Jung Jung, Do Kyung Lee, Jun Hyun Kim, Pil Sung Kong, Kyung
Ha Kim, Sung Woo Bae1
Department of Surgery, Busan St. Marys Medical Center, Busan,
Department of
INTRODUCTION
Appendicitis adalah salah satu kondisi paling sering yang membutuhkan
laparotomi selama kehamilan untuk penyakit non obstetric dan ditemukan pada
1:1500 kehamilan. Karena posisi dari appendix berubah seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan dan karena gejala pada kehamilan juga bervariasi,
diagnosis dari appendisitis pada kehamilan sulit ditegakkan. Diagnosis dan terapi
yang tertunda akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi, dimana bisa
menyebabkan kegawatan pada ibu dan janin. Untuk mengurangi resiko tersebut,
diagnosis dan terapi secara dini sangat penting untuk dilakukan. Kebanyakan dari
literatur korea yang membahas tentang appendicitis pada kehamilan dilaporkan
oleh tersier hospital seperti pada rumah sakit pendidikan. Untuk itu kami
melaporkan, serta dibantu dengan kajian literatur, 25 kasus pada kehamilan yang
diterapi di RS kelas dua kami. Melalui laporan ini kami akan membuktikan bahwa
operasi appendicitis pada kehamilan mungkin untuk dilakukan di RS kelas dua
dengan hasil yang sangat baik. Dan kami akan membahas tentang hal yang
berguna untuk menegakkan diagnosis dan tehnik operasi. Seperti halnya
menyediaan review lieratur untuk mengidentifikasi kemungkinan pengembangan
di masa mendatang.
METODE
Dari total 25 wanita hamil yang menjalani operasi appendectomy yang
dilakukan oleh dua ahli bedah dan telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan
histopatologi dan hasilnya positip appendicitis di RS moon huwa antara januari
2004 - maret 2010 kemudian diseleksi untuk mengikuti penelitian retrospective
yang dilakukan melalui rekam medik dan wawancara via telepon. Korean jurnal
yang dipublikasikan oleh asosiasi akademik kemudian di pilih dari hasil pencarian
diinternet mengenai appendicitis pada kehamilan yang dipublikasikan oleh
asosiasi akademik korea ditemukan 425 kasus appendicitis pada kehamilan yang
dilaporkn pada 14 artikel ilmiah yang dipublikasikan dari 1970-2008. Dalam
jurnal tersebut dibahas mengenai literatur review, info pasien termasuk usia,
kehamilan yang keberapa, usia kehamilan, waktu yang diperlukan dari awal
muncul gejala sampe dilakukan operasi. Manifestasi klinik dan hasil pemeriksaan
fisik yang ditemukan: suhu tubuh, jumlah leukosit, ratio neutrofil, posisi appendix
saat dilakuan operasi, masa perwatan di RS, penemuan histopatologi, komplikasi
post operasi dan hasil kelahirannya. Semua dianalisis dan dikategorikan : usia
kehamilan dibagi menjadi 3 : 0-14 minggu (trimester 1), 15-28 mnggu (trimester
2), dan 29 mingggu keatas (trimester 3).
HASIL
Dari total 25 pasien yang melakukan pembedahan setelah di diagnosis dengan
appendicitis akut total kelahiran ada 14,203 selama periode waktu penelitian. Akut
appendicitis mengenai satu dari setiap 568 kehamilan. Usia rata-rata pasien adalah
27,92 tahun ( antara 19-38 tahun) dan satu pasien berusia lebih muda dari 20
tahun (4%); usia dari 4 pasien antara 20-24 (16%) 13 pasien berusia 25-29 (52%),
3 pasien berumur antara 30-34 tahun (12%) dan 4 pasien berumur 35 tahun keatas
(16%). jumlah primipara 12 pasien (48%) dan multipara 13 (52%). Menurut usia
kehamilan 10 pasien pada trimester 1 (40%) 14 pasien pada trimester kedua (56%)
1 pasien pada trimester ketiga kehamilan (4%). Tujuh belas pasien menjalani
operasi dalam 24 jam pertama dari onset gejala (68%) 4 pasien dalam 48 jam
setelah muncul gejala (16%) dan 4 pasien setelah lebih dari 48 jam (16%).
Nyeri abdominal dilaporkan pada semua kasus, nausea dilaporkan pada 16
kasus (64%) dan muntah-muntah dalam 9 kasus (36%). Pada pengukuran suhu
melalui aksila 19 pasien dibawah 37,30C (76%) dan 6 pasien 370C atau lebih
(24%). Untuk nyeri tekan dan nyeri tekan lepas dilaporkan pada semua kasus,
lokasi nyeri tekannya diaporkan 17 kasus dititik Mc Burney (68%) pada 7 kasus
didaerah umbilical sebelah kanan (28%) dan pada satu kasus perut kanan atas
(4%). Menurut jumlah leukositnya 6 kasus (24%) menunjukkan kurang dari
10.000mm3 dan 12 kasus (48%) antara 10.000-15.000mm3, 6 kasus (24%) 1500020000mm3 dan satu kasus (4%) lebih dari 20000mm3. Pada ratio neutrofil, 8
kasus (32%) menunjukkan kurang dari (70%) dan 17 kasus (68%) menunjukkan
(70%) atau lebih.
Untuk diagnosis appendicitis, USG dilakukan pada semua kasus. Anestesi
general juga dilakukan pada semua kasus. Laparotomi dilakukan pada 21 kasus
(84%), sedang laparoskopi dilakukan pada 4 kasus (16%). Dari 21 pasien yang
menjalani laparotomi insisi Mc Burney diakukan pada 10 pasien, sedangkan insisi
transversal 11 pasien. posisi appendix berada pada kanan bawah abdomen 18
kasu, pada area umbilical kanan 6 kasus, dan pada abdomen kanan atas 1 kasus.
Hasil histopatologi menunjukkan appendicitis supuratif pada 24 kasus (96%) dan
gangren pada 1 kasus (4%). Tidak dilaporkan adanya kematian pada ibu. Pada
kelompok laparotomi dilaporkan terdapat 2 kasus dengan infeksi luka post
operasi. Tapi tidak ditemukan komplikasi pada kelompok laparoscopi. Lama
tinggal di RS bervariasi dari 3-17 hari dengan rata-rata lama tinggal di RS 6,2hr.
Rata-rata lama tinggal di RS pada kelompok laparoskopi 3,8 hari sedangkan pada
kelompok laparotomi 6,7 hari. Pemberian obat tokolitik post operasi, itu diberikan
pada 6 pasien di kelompok laparotomi sedangkan pada pasien dikelompok
laparoskopi tidak membutuhkan obat tersebut. Pada 2 minggu post operasi,
dilaporkan 1 kasus terdapat aborsi spontan. Melalui permintaan dari pasien
multipara dengan 3 anak yang tidak menyadari kehamilannya sampai dilakukan
test kehamilan sebelum operasi, dilakukan aborsi buatan. Dari 23 ibu yang bias di
follow-up tidak ditemukan adanya kelahiran premature dan rata-rata usia
melahirkan 38 minggu.
DISKUSI
Tingkat kejadian apendisitis selama kehamilan telah dilaporkan berkisar
dari 1 per 1.000 kelahiran sampai 1 per 5.533 kelahiran. Menurut Babaknia et.al
yang melakukan analisis dari 500.000 pengiriman, kejadiannya berkisar 1 sampai
1.500 kelahiran. Secara keseluruhan, tingkat kejadian diketahui 0.05 sampai 0.2%.
Di Korea, 10 studi telah melaporkan kejadian berkisar 1-131 pengiriman sampai
1 - 5281 pengiriman, dengan rata-rata 1-665 pengiriman (246 apendisitis kasus
dalam 163.708 kelahiran) (Tabel 2-4). Termasuk hasil penelitian kami, dimana
tingkat kejadian rata-rata di Korea adalah 1-656 pengiriman ( kasus apendisitis
271 pada 177.911 kelahiran ), yang lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan
Babania et al. dimana tingkat kejadiannya berada pada 1 per 1000 kehamilan.
Dalam segi usia, sebagian besar literatur melaporkan insiden tertinggi
Terdapat dalam kelompok usia 20 sampai 30, dengan beberapa perbedaan sesuai
kriteria klasifikasi. Dalam penelitian kami, 17 pasien (68%) adalah pada
kelompok usia 20 sampai 29, yang mendudugi bagian terbesar, diikuti oleh 7
pasien (28%) di usia 30-an atau lebih tua. Menurut studi Kim et al. [21],
kelompok usia 20 sampai 30 menunjukkan kejadian terbesar dengan 28 pasien
(65,1%), diikuti oleh 14 pasien (32,6%),di usia 30-an atau lebih tua, yang
merupakan rasio yang relatif tinggi. Hal ini diduga karena perkawinan yang
terlambat, yang dapat meningkatkan angka kejadian lebih lanjut di masa depan
karena sebagai bagian dari fenomena sosial dan budaya di Korea pada saat ini.
Singkatnya, kejadian apendisitis selama kehamilan menunujukan kejadian
tertinggi pada usia 20-an , tetapi tingkat kejadian juga ditemukan sangat tinggi
pada perempuan usia 30-an, sesuai dengan meningkatnya jumlah kehamilan pada
wanita yang lebih tua.
Appendisitis akut dapat berkembang selama kehamilan. Menurut Gomez
dan Wood., Babaknia et al., Popkin et al., dan literatur dari korea, appendisitis
selama kehamilan paling sering terjadi pada trimester kedua kehamilan, dimana
hasil yang didapatkan sesuai dengan penelitian kami. Kim et al., melaporkan
bahwa tingkat kejadian tertinggi ditunjukan selama trimester pertama kehamilan.
Sementara Kim et al., dan Cho et al., melaporkan kejadian tertinggi pada trimester
tiga kehamilan. Dalam kasus Lee et al., dilaporkan tidak ada tingkat perbedaan
kejadian appendisitis selama kehamilan antara trimester kehamilan.
Membuat atau menegakkan diagnosis apendisitis selama kehamilan hanya
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja sangat sulit, karena berbagai faktor
fisiologis dan berbagai gejala normal yang muncul selama kehamilan (anoreksia,
mual dan muntah) dan faktor-faktor lain termasuk perubahan posisi apendiks
sesuai dengan pembesaran rahim dan relaksaki otot perut. Selain itu, pembatasan
penggunaan pemeriksaan dengan radiologi karena adanya janin dapat menunda
penegakkan
diagnosis.
Keterlambatan
dalam
penegakan
diagnosis
dan
merupakan suatu temuan fisiologis yang ditemukan pada kehamilan, jadi tanda ini
tidak ideal untuk menegakan diagnosis. Menurut Brown et al., penelitian yang dia
lakukan pada gejala klinis dan pemeriksaan fisik terdapat temuan dari 7 laporan
dengan 450 paien, 345 (76,7%) menunjukan gejala mual, 228 pasien (50,7%)
menunjukan gejala muntah, 295 (65,6%) menunjukan gejala demam, 450 pasien
(100%) benar-benar menunjukan gejala nyeri perut kanan bawah., 412 pasien
(91,6%) menunjukan nyeri perut kanan atas, 327 (72,7%) menunjukan gejala
iritasi peritoneal, dan 309 pasien (68,7%) menunjukan gejala kontraksi rahim.
Hasil Penelitian ini diperoleh nilai predileksi positif dan negatif dan odds ratio,
tetatpi mereka melaporkan bahwa tidak ada indikator klinis yang berguna untuk
mempredileksi kejadian apendistis selama kehamilan. Menurut beberapa literaur
dari Korea, adanya nyeri perut terjadi hampir di semua kasus, namun mual
dilaporkan 13 sampai 82,1% dari total kasus, muntah 8,7-71,4%, demam 3,6
sampai 50%, dan nyeri perut kanan bawah 26,7-100%. Dalam penelitian kami,
nyeri perut dilaporkan dalam semua kasus , mual pada 16 pasien (64%), muntah
pada 9 pasien (36%), demam pada 6 pasien (24%), dan nyeri perut kanan bawah
pada 17 paisen (68%) (Tabel 2).
Di dalam lampiran nyeri perut kanan bawah di posisikan pada tahap awal
kehamilan, namun karena adanya transposisi apendiks ke daerah umbilcal kanan
atau daerah perut kanan atas akibat perkembangan kehamilan seperti, pembesaran
rahim akibatnya nyeri perut pun juga akan berubah. Beberapa studi terbaru
melaporkan adanya perkembangan nyeri perut kanan bawah karena apendisitis
selama kehamilan, meskipun nyeri perut kanan bawah sangatlah umum pada
wanita hamil tanpa apendisitis. Kadang-kadang sulit untuk mengkonfirmasi nyeri
perut pada pasien apendisitis selama kehamilan karena adanya perubahan posisi
apendiks selama kehamilan akibat pembesaran rahim, dinding peritoneal terpisah
dari apendiks , gejala perangsangan peritoneum akan berkurang karena relaksasi
timbulnya kanker pada bayi, akibat paparan radiasi 5rad dalam probabilitas 1 /
2,000 untuk 1 /1,000, tetapi hal ini tidak terjadi, namun studi lanjut diperlukan.
Freeland et al., menyarankan algoritma diagnostik pada pencitraan untuk pasien
dengan apendisitis selama kehamilan, tetapi paling aman metode diagnosis
dengan pencitraan adalah menggunakan ultrasonography. Kami melakukan USG
untuk penelitian ini, dan kami menggunakan hasilnya sebagai kriteria diagnosis
dengan pencitraan praoperasi.
Ketika diagnosis ini dibuat dengan apendisitis, operasi segera dapat
mengurangi resiko untuk ibu dan janin. Operasi dapat dilakukan dengan
appendektomi terbuka tradisional atau laparoskopi appendektomi, yang baru-baru
ini diperkenalkan. Sebelum tahun 1990, laparotomi adalah pilihan karena operasi
laparoskopi merupakan suatu kontraindikasi kehamilan. Namun, operasi
laparoskopi dilakukan untuk adnexal torsi dan kista ovarium selama kehamilan
oleh dokter spesialis kebidanan di akhir tahun 80-an, dan ahli bedah
melakukannya untuk laparoskopi kolesistektomi dan appendektomi. Akibatnya,
luaran hasil operasi laparoskopi telah dibenarkan bahwa tidak lebih buruk
dibandingkan dengan laparotomi dari segi keamanan; akibatnya, operasi
laparoskopi juga sudah dilakukan cukup sering baru-baru ini untuk apendisitis
selama kehamilan. Dalam studi literatur menurut nezhat et al. menganalisis 93
pasien yang menjalani operasi laparoskopi selama kehamilan dan mengkonfirmasi
bahwa operasi laparoskopi selama kehamilan itu tidak berbahaya. Mereka juga
menganalisa jenis risiko yang mungkin terlibat dalam operasi laparoskopi selama
kehamilan. Resiko yang pertama adalah resiko kerusakan uterus akibat trokar
yang disebabkan oleh pembesaran uterus dengan peningkatan usia kehamilan atau
untuk memasukkan dari jarum veress. Untuk mencegah risiko ini, nezhat et al.
menyarankan teknik terbuka menggunakan kanula hasson. Resiko yang kedua
adalah resiko ketidakseimbangan asam-basa, yang dapat terjadi karena adanya gas
10
co2 yang digunakan selama operasi laparoskopi dan resiko janin asidosis karena
hiperkarbia. Untuk meminimalkan resiko meningkatnya hiperkarbia dan asidosis,
tekanan intra-abdominal harus dipertahankan pada 20 mmhg atau di bawahnya,
dan waktu operasi harus dipersingkat. Waktu yang dianjurkan untuk operasi
laparoskopi pada kehamilan diketahui yaitu pada trimester pertama dan kedua
kehamilan, dimana trimester ketiga kehamilan diketahui sebagai kontraindikasi.
Namun, kasus operasi laparoskopi pada trimester ketiga kehamilan telah
dilaporkan baru-baru ini. Sebuah jurnal skrining pada operasi laparoskopi yang
dilakukan untuk apendisitis selama kehamilan menunjukkan bahwa machado dan
Grant
intra-abdominal dari 10
sampai 20 mmhg dan waktu operasi dalam waktu 60 menit untuk hasil yang baik
untuk janin dan ibu. Namun, tindak lanjut jangka panjang pada anak-anak setelah
dilahirkan tidak dilakukan. Menurut mereka hanya satu laporan dari 11 anak-anak
yang lahir setelah laparoskopi appendektomi selama kehamilan yang
tidak
11
laparotomi dilaporkan 6 kasus infeksi dari luka, 1 kasus ileus, 1 kasus aborsi, dan
4 kasus kelahiran prematur dibandingkan dengan kelompok laparoscopy
melaporkan tidak adanya komplikasi. Pada penelitian pada 43 pasien dengan
apendisitis selama kehamilan, kim et al.
12
13
14
et al. melaporkan 1,6 % angka kematian janin dalam kasus apendisitis nonperforated, tetapi tingkat ini meningkat menjadi 25 persen pada kasus apendisitis
perforasi. Mazze dan kallen melaporkan dari 778 bayi, 41 bayi ( 5,3 % ) terlihat
memiliki deformasi kongenital. Dalam kasus di korea, dari 375 pasien ditemukan
ada 8 kasus ( 2,1 % ) dari aborsi spontan, 6 kasus ( 1,6 % ) dari terancam aborsi, 9
kasus ( 2,4 % ) aborsi buatan, 7 kasus ( 1,9 % ) dari stillbirth, dan 2 kasus ( 0,5
% ) dari keterbelakangan pertumbuhan intrauterin ( tabel 4 ). Pada studi sekarang,
1 kasus ( 4 % ) dari aborsi spontan dan 1 kasus ( 4 % ) aborsi buatan terlihat.
Berdasarkan hasil tersebut, sejak kemungkinan adanya komplikasi dalam
apendisitis selama kehamilan akan lebih tinggi pada kasus apendisitis perforasi,
operasi awal yang segera adalah penting.
Dalam kesimpulan, laporan mengenai apendisitis selama kehamilan sebagian
besar telah dilaporkan oleh universitas rumah sakit atau rumah sakit tersier di
korea. Pada studi sekarang, 25 operasi kasus apendisitis selama kehamilan
dilakukan di rumah sakit sekunder dilaporkan, dan hasil tidak lebih buruk
daripada yang rumah sakit tersier. Mengingat hasil kajian mengkonfirmasi
peningkatan komplikasi pasca operasi pada ibu dan janin dengan perkembangan
apendisitis perforasi, yang paling penting dari mengobati apendisitis dalam
kehamilan adalah membuat sebuah diagnosis dini dan memutuskan operasi segera
yang bermakna. Dalam kasus wanita hamil dengan sakit perut, dijelaskan melalui
pemeriksaan fisik,tes diagnostik dan ultrasonografi dilakukan terlepas dari usia
kehamilan sebelum melakukan operasi awal. Di samping itu dalam kasus gejala
yang berlangsung selama jangka waktu atau dari leukocytosis, resiko perforasi
tinggi, dan apendisitis harus dicurigai. Jika nyeri perut didapatkan terakhir dan
hasil tes normal tidak boleh dianggap sebagai normal. Dari segi metode operasi,
appendectomy terbuka bukan satu-satunya pilihan; sebuah laparoscopic
appendectomy ini lebih menguntungkan dari sisi lama tinggal di rumah sakit dan
15
infeksi dari luka. Namun, prinsip-prinsip dalam operasi pada kerusakan organ,
tekanan intraabdominal dan waktu operasi juga harus bisa dijaga pada operasi
laparoscopic. Setelah menyelesaikan untuk mengumpulkan data melalui tindak
lanjut, operasi laparoscopic dapat ditegakkan sebagai standar pengobatan untuk
apendisitis dalam kehamilan.
16
17
18