Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Nama
: Tn. m
Umur
: 64 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Wiraswasta
Agama
: Islam
Alamat
KASUS
Seorang laki-laki, umur 64 tahun datang ke bagian radiologi RSUD Tidar Magelang
untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi abdomen. Pasien merupakan pasien rawat
inap di Bangsal Penyakit Dalam. Dokter menulis klinis pasien dengan ikterik dd.
hepatitis, kolelitiasis.
ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang lalu. 10 hari yang lalu
pasien mengalami penurunan nafsu makan, mual (+), muntah (-), perut sebah, demam
hari ke-8, BAB belum sudah 10 hari, flatus jarang, BAK lancar tapi terasa panas dan
berwarna seperti teh.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+) Diabetes mellitus (-) Hepatitis (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Sakit Jantung
: disangkal
Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat Diabetes Melitus
: disangkal
Riwayat sakit penyakit yang sama dengan pasien : disangkal
E. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: lemas
Kesadaran
: compos mentis
Vital sign
: Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Kepala
Nadi
Suhu
: 39,7 oc
Respirasi
: 36x/menit
Leher
Thoraks
Cor
Abdomen
Hepar
Limpa
: tak teraba
Anggota gerak
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Lengkap
Parameter
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Angka Trombosit
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
RDW-CV
RDW-SD
MCV
MCH
MCHC
23/10/2014
14
24 H
4,6
37,6 L
63 L
90 H
5L
5
0L
0
13,9 H
41
84,2
30,9
36,8 H
24/10/2014
14,7
18,8 H
4,8
40
59 L
80 H
10 L
10
0L
0
14,5 H
43,7
b. Fungsi Hati
Parameter
SGOT
SGPT
HbsAg
Hasil
256,1 H
300,8 H
(-)
Satuan
Hasil
5,8 L
3,1 L
2,7
Satuan
mg/dL
g/dL
mg/dL
c. Kimia Klinik
Parameter
Protein Total
Albumin
Globulin
Satuan
g/dl
10^3/ul
10^6/ul
%
10^3/ul
%
%
%
%
%
%
fL
fL
Pg
g/dl
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
d. USG Abdomen
10,3 H
8,93 H
1,37 H
mg/dL
mg/dL
mg/dL
.
Hepar
Ves. Fellea
Pancreas
Lien
Renal bilateral : ukuran dan echostructure parenkim normal, batas tegas, PCS tak melebar,tak
tampak massa/batu
VU
Kesan
I. PENDAHULUAN
Kolelitiasis merupakan adanya batu yang terdapat dalam kandung empedu
(cholecystolithiasis) atau dalam saluran empedu (choledocholithiasis). Kolelitiasis lebih
sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan
memiliki factor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Kolelitiasis dapat memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu yang mengandung material
kristal atau amorf dapat mempunyai berbagai macam bentuk. Batu itu di bentuk di dalam
vesica vellea. Empedu terdiri dari larutan netral dari garam empedu yang terikat (conjugated
bile salt) dalam bentuk natrium, kolestrol, fosfolipid dan pigmen empedu.
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Namun,
sering menimbulkan gejala sumbatan sebagian (partial obstruction), dan menimbulkan gejala
kolik. Pada dasarnya dilatasi saluran empedu sangat bergantung pada berat atau tidaknya
obstruksi yang terjadi. Pada penderita-penderita yang mengalami obstruksi parsial baik
disebabkan oleh batu duktus choledochus, tumor papilla vateri atau cholangitis sklerosis,
kadang-kadang tidak memperlihatkan pelebaran saluran empedu sama sekali, tetapi mungkin
saja dijumpai pelebaran yang berkala. Bila menimbulkan gejala sumbatan, akan timbul tanda
cholestasis ekstrahepatal. Di samping itu dapat terjadi infeksi, timbul gejala cholangitis, dan
cairan empedu menjadi kental dan berwarna coklat tua (biliary mud). Dinding dari duktus
choledochus menebal dan mengalami dilatasi disertai dengan ulserasi pada mukosa terutama
di sekitar letak batu dan di ampula vateri.
II. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI
Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat yang mengenai 20%
penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit ini
menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia dua
dekade pertama. Namun, ada sumber menyatakan bahwa jumlah wanita usia 20 - 50 tahun
yang menderita batu empedu kira-kira 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50
tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu
empedu meningkat sering bertambahnya usia. Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan
dengan semakin tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang kulit putih, dan akhirnya
orang Afro-Amerika. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di
wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara barat.
III. ETIOLOGI
Batu empedu hampir selalu di bentuk dalam kandung empedu dan jarang pada bagian
saluran empedu lainnya. Etiologi atau penyebab batu empedu masih belum diketahui dengan
sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu.
Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada
pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita
penyakit batu kolesterol
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum
dimengerti sepenuhnya.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung
empedu atau spasme sfinkter oddi atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor
hormonal, khususnya selama kehamilan, dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan
kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada
pembentukan batu dengan peningkatan deskuamasi selular dan pembentukan mukus. Mukus
dapat meningkatkan viskositas, dan unsur selular atau bakteri dapat berperanan sebagai pusat
presipitasi. Akan tetapi, kenyataannya adalah bahwa infeksi lebih sering sebagai akibat
pembentukan batu empedu, dibandingkan infeksi menyebabkan pembentukan batu.
IV. SISTEM BILIARIS
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak
pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc
dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.
Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu
proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling
berhubungan. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini
kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya
membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat
cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum. Hormon kemudian
masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,
otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus (sphincter oddis) dan ampula
relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum.
Garam garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus
halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini
disebabkan oleh dua hal yaitu:
a) Hormonal
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang
mukosa sehingga hormon cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling
besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
b) Neurogen:
Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik dari sekresi cairan lambung
atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung
empedu.
Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai
Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan
empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.
Batu empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri
dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Gejalanya bisa bersifat akut atau
kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar
pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi setelah individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng.
Rasa Nyeri Dan Kolik Bilier.
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin
teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri
hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan;
rasa nyeri itu biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam
waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar. Pasien akan
membolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi
yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien, rasa nyeri bukan bersifat kolik
melainkan persisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu
yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.
Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding
abdomen pada daerah kartilago kosta sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini
menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien
melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
Ikterus.
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan
presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi
pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas,
yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibaawa ke dalam duodenum akan diserap oleh
darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna
kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada
kulit.
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan
biasanya pekat yang disebut clay-coloured.
Defisiensi Vitamin.
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorbsi vitamin A, D, E dan K
yang larut lemak. Karena itu, pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitaminvitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal. Bilamana batu empedu terlepas dan
tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung empedu akan mengalirkan isinya
keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relative singkat. Jika
batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat menyebabkan
abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.
VII. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan untuk menunjukkan lokasi batu dalam saluran empedu, antara lain:
a. CT Scan Abdominal
b. Endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)
c. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)
d. Percutaneous transhepatic cholangiogram (PTCA)
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya batu empedu, antara
lain :
a. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu
yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto
polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas
yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
X-Ray Gallstones
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh
udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
bawah
bagian
posteriornya
mengalami
penguatan
akustik
(acoustic
enhancement).
c. Computed Tomography (CT)
Komplikasi seperti sumbatan saluran empedu dan kolesistitis juga dapat terlihat pada
pemeriksaan ini tapi USG merupakan tes investigasi yang utama.
d. Pemeriksaan Cholecystography
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah
dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar
bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna
pada penilaian fungsi kandung empedu.
Gambar 7: Kolesistografi
e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit-penyakit
saluran empedu termasuk batu empedu. Sampai saat ini, endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan terapi.
Karena ERCP merupakan pedoman tehnik diagnostik untuk visualisasi lithiasis traktus
biliaris. ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi (panjang,fleksibel, pipa
bercahaya) dengan prosedur fluoroskopi yang menggunakan sinar X pada biliaris
memberikan efek yang sama seperti MRCP, tetapi keuntungan yang didapatkan pada sesuai
dengan prosedur terapi seperti sfingterotomi dengan pengangkatan batu dan penempatan
biliaris. ERCP dikerjakan dengan menyuntikkan bahan kontras di bawah fluoroskopi melalui
jarum sempit, gauge berada di dalam parenkim hati. Ini penting, keuntungannya
memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle
biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal drainage
stents dapat dikerjakan secara perkutan.
Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga 2 jam. Sebaiknya
untuk prosedur yang aman dan akurat, perut dan duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh
makan atau minum apapun setelah tengah malam sebelum malam melakukan prosedur, atau
untuk 6 hingga 8 jam sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga
operator harus mengetahui adanya alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine.
ERCP menunjukkan batu empedu pada duktus ekstrahepatik (panah kecil) dan duktus
intrahepatik (panah panjang)
f. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)
MRCP adalah sebuah teknik pencitraan terbaru yang memberikan gambaran sama seperti
ERCP tetapi tanpa menggunakan zat kontras medium, instrument, dan radiasi ion. Pada
MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai
intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas
sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode
ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu. MRCP merupakan non-invasif dan
tidak menyebabkan kematian, memberikan indikasi yang terbatas terhadap yang diamati.
MRCP memainkan peranan penting atau fundamental untuk diagnosis pasien yang
memiliki kemungkinan kecil adanya choledocholithiasis, situasi ini sama seperti ERCP
yang mengalami kegagalan untuk mendeteksi choledocholithiasis. Sebagai tambahan,
MRCP juga memiliki peranan penting untuk mengkonfirmasi adanya eliminasi
choledocholithiasis yang spontan sesudah ERCP dan sfingterotomi dan pasien suspek
choledocholithiasis dengan pembedahan gastritis atau kandung empedu.
g. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)
PTC mungkin merupakan pilihan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan
pemeriksaan ERCP (misalnya, dengan pembedahan gastritis atau obstruksi batu CBD
bagian distal atau kurang berpengalamannya operator) dan juga pada pasien dengan
penyakit batu intrahepatik yang ekstensif dan cholangiohepatitis. Maka diperlukan
needle yang panjang dan besar untuk dimasukkan ke dalam duktus intrahepatik dan
cholangiografi. Kontraindikasi untuk PTC yaitu tidak terjadi koagulopati dan ukuran
transaminase
dan
serum
glutamic-oxaloacetic
transaminase)
tapi
penemuan
ini
non-spesifik.
dapat bersifat sementara, intermiten, atau permanen. Kadang-kadang, batu dapat menembus
dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menyebabkan
terjadinya peritonitis, atau menyebabkan ruptur dinding kandung empedu.
VIII. PENATALAKSANAAN
Penderita choledocholithiasis yang mengalami kolik perlu diberi spasmoanalgetik
untuk mengurangi nyeri atau serangan kolik. Bila memperlihatkan peradangan, dapat diberi
antibiotik. Selanjutnya batu perlu dikeluarkan, dapat secara pembedahan atau endoskopi
sfingterotomi.
Pembedahan
pengangkatan
batu
dari
duktus
choledochus
(choledocholitotomi), yang diharapkan dapat menyembuhkan sekitar 95% kasus. Karena bila
tidak dikeluarkan akan timbul serangan kolik dan peradangan berulangkali, yang nantinya
dapat memperburuk kondisi penderita. Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan
basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum
sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya.
Pengobatan paliatif untuk pasien ini adalah dengan menghindari makanan yang
kandungan
lemak
Diet
rendah
Pemasangan
Observasi
tinggi.
lemak,
pipa
keadaan
Manajemen
tinggi
lambung
umum
kalori,
bila
dan
terapi
tinggi
terjadi
pemeriksaan
3,8
protein.
distensi
perut
tanda
vital
Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
Pemberian
antibiotik
sistemik
dan
vitamin
(anti
koagulopati)
IX. PROGNOSIS
Pada choledocholithiasis sendiri tidak perlu dihubungkan dengan meningkatnya
kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa disebabkan karena adanya
komplikasi. Jadi prognosis choledocholithiasis tergantung dari ada/tidak dan berat/ringannya
komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam
saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian, dengan diagnosis dan
pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan biasanya sangat baik.
PRESENTASI KASUS
Diajukan Kepada :
dr. H. Handri Andika, Sp. Rad
Disusun Oleh :
Aryanti Ambarsari (2009.031.0019)