Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari
parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata
lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam)
dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak
ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
Mirip dengan shock lain menyatakan, cardiogenic shock dianggap sebagai diagnosa
klinis dicirikan oleh penurunan output urine, diubah pemikiran, dan hypotension..
Karakteristik klinis lainnya termasuk pembuluh darah di leher distension dengan urat darah
halus, jantung cepat, dan busung berkenaan dengan paru-paru. Terbaru calon studi
cardiogenic shock mendefinisikan cardiogenic shock dipertahankan sebagai hypotension
(tekanan darah systolic [BP] kurang dari 90 mm Hg selama lebih dari 30 menit) dengan bukti
yang memadai dengan jaringan hypoperfusion ventrikular kiri (LV) mengisi pressure.1 tisu
hypoperfusion didefinisikan sebagai pinggir-pinggir dingin (sejuk kaki dari inti), oliguria
(<30 mL / h), atau keduanya. Kardiogenik syok merupakan syok yang disebabkan kegagalan
jantung, metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami
gangguan, maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular (Raharjo,S.,
1997). Perkiraan terbaru kejadian syok kardiogenik antara 5%-10% dari pasien dengan infark
miokard. Perkiraan yang tepat sulit karena pasien yang meninggal sebelum mendapat
perawatan di rumah sakit tidak mendapat diagnosa. Dalam membandingkan monitoring awal
dan agresif dapat meningkatkan dengan jelas insiden syok kardiogenik. Studi dari Worcester
Heart Attack, sebuah komunitas analisis terkenal, menemukan kejadian kardiogenik syok
7,5%. Insiden ini stabil dari tahun 1978-1988. Manfaat umum penggunaan streptokinase dan
jaringan aktivator plasminogen untuk menghambat kerusakan arteri (GUSTO-1) sedang
diteliti. Insiden kardiogenik syok 7,2% yakni sebuah rata-rata yang ditemukan pada
percobaan trombolitik multisenter yang lain . Kebanyakan penyebab dari kardiogenik syok
adalah infark miokard akut, walaupun infark yang kecil pada pasien dengan sebelumnya
mempunyai fungsi ventrikel kiri yang membahayakan bisa mempercepat shock. Syok dengan
1

onset yang lambat dapat menjadi infark, reocclusi dari sebelumnya dari infark arteri atau
dekompensasio fungsi miokardial dalam zona noninfark yang disebabkan oleh metabolik
abnormal. Itu penting untuk mengenal area yang luas yang tidak berfungsi tetapi miokardium
viable dapat juga menjadi penyebab atau memberikan kontribusi untuk terjadinya
perkembangan kardiogenik syok pada pasien setelah mengalami infark miokard
(Hollenberg,S.,2003).
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian syok kardiogenik ?
2. Bagaimana etiologi dari syok kardiogenik
3.Apa klasifikasi dari syok kardiogenik ?
4.Bagaimana tanda dan gejala syok kardiogenik?
5. Bagaimana patofisiologi dari syok kardiogenik ?
6. Apa pemeriksaan medis syok kardiogenik ?
7.Sebutkan penatalaksanaan medis syok kardiogenik ?
8. Apa komplikasi dari syok kardiogenik ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari syok kardiogenik ?
C. Tujuan
Mahasiswa mampu untuk memahami pengertian, etiologi, klasifikasi, tanda dan
gejala, patofisilogi, pemeriksaan medis, dan penatalaksanaan medis, komplikasi dan asuhan
keperawatan dari syok kardiogenik.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian
Defenisi Syok merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan

dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jaringan
yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi
jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003). Kardiogenik syok adalah keadaan
menurunnya cardiac output dan terjadinya hipoksia jaringan sebagai akibat dari tidak
adekuatnya volume intravaskular. Kriteria hemodiamik hipotensi terus menerus (tekanan
darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit
per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg). Sebagian besar disebabkan oleh
infark miokardial akut (Hollenberg, 2004).
B.

Klasifikasi
Syok dapat dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin berat:
1. Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons
kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
2. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan
kemunduran fungsi organ.
3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak
dapat lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.

C.

Etiologi
1. Gangguan fungsi miokard :
Infark miokard akut yang cukup jelas (>40%), infark ventrikel kanan.
Penyakit jantung arteriosklerotik.
Miokardiopati : Kardiomiopati restriktif kongestif atau kardiomiopati hipertropik.
2. Mekanis :
Regurgitasi mitral/aorta
Ruptur septum interventrikel
Aneurisma ventrikel masif

3. Obstruksi :

Pada aliran keluar (outflow) : stenosis atrium


Pada aliran masuk (inflow) : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus,
perikarditis/efusi perikardium.

D.

Manifestasi klinis/tanda dan gejala


1. Nyeri dada yang berkelanjutan (continuing chest pain), dyspnea (sesak/sulit
bernafas), tampak pucat (appear pale), dan apprehensive (= anxious, discerning,
2.
3.
4.
5.
6.
7.

gelisah, takut, cemas)


Hipoperfusi jaringan.
Keadaan mental tertekan/depresi (depressed mental status).
Anggota gerak teraba dingin (cool extremities).
Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
Tachycardia/takikardi (detak jantung yang cepat, yakni > 100x/menit).
Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90110 kali/menit, atau bradikardi berat

(severe bradycardia) karena terdapat high-grade heart block.


8. Tachypnea, Cheyne-Stokes respirations.
9. Hipotensi: tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg.
10. Diaphoresis (= diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis,
perspiration/perspirasi, sudation, sweating).
11. Poor capillary refill.
12. Distensi vena jugularis (jugular vena distention, JVD).
13. .Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
14. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
15. Suara nafas dapat terdengar jelas (clear) pada mulanya, atau rales (= rattles, rattlings)
dari edem paru akut (acute pulmonary edema).
16. S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung abnormal (abnormal
heart sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari ruptured papillary muscle,
regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.
17. 17.Pulmonary edema pada setting hipotensi merupakan highly suggestive untuk
cardiogenic shock. Edema permukaan (peripheral edema) dapat mensugesti gagal
jantung kanan (right-sided heart failure).
E. Patofisiologi
Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut nadi,
tekanan darah, serta kontraktilitas miokard.Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan
darah, dan kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada
kondisi kardiogenik syok perfusi miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan.
4

Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah menurun, dan apabila "Cardiac
Index" kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan kardiogenik syok semakin nyata.
Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan menyebabkan
semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial,
serta peningkatan asam laktat. Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2)
tergantung pada transport oksigen (Supply dependent), hutang oksigen semakin besar
(oxygen debt), asidosis jaringan.
Melihat kondisi tersebut, obyektif resusitasi bertujuan menghilangan VO2 yang
"supplay-dependent", "oxygen debt" dan asidosis. Di sisi lain dengan kegagalan fungsi
ventrikel, akan meningkatkan tekanan kapiler pulmoral, selanjutnya diikuti dengan
meningkatnya tekanan hidrostatis untuk tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan
"Pulmonary capilary wedge pressure" (PCWP), serta penurunan isi sekuncup yang akan
menyebabkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah vasokontriksi sistimik yang akan
meninggikan SVR ("Sistimik Vaskuler Resistan") dan meninggikan "After load" (Raharjo, S.,
1997) Gambar akhir hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan
LVEDV.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta
mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal
infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase
Laktat/LDH, isoenzim LDH).

F. Penatalaksanaan
a) Tindakan umum.
Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok kardiogenik. Setiap disritmia
mayor harus dikoreksi karena mungkin dapat menyebabkan atau berperan pada terjadinya
syok. Bila dari hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi hipovolemia atau
volume intravaskuler rendah. Pasien harus diberi infus IV untuk menambah jumlah cairan
dalam sistem sirkulasi. Bila terjadi hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan positif
bila aliran biasa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
b)Farmakoterapi.
Terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan curah jantung dan tekanan darah
arteri rerata. Salah satu kelompok obat yang biasa digunakan adalah katekolamin yang dapat
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung. Namun demikian mereka cenderung
meningkatkan

beban

kerja

jantung

dengan

meningkatkan

kebutuhan

oksigen.

Bahan vasoaktif seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin adalah obat yang efektif
untuk menurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung menurun. Bahan-bahan ini
menyebabkan arteri dan vena mengalami dilatasi, sehingga menimbulkan lebih banyak
pintasan volume intravaskuler keperifer dan menyebabkan penurunan preload dan afterload.
Bahan vasoaktif ini biasanya diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor yang membantu
memelihara

tekanan

darah

yang

adekuat.

c) Pompa Balon Intra Aorta.


Terapi lain yang digunakan untuk menangani syok kardiogenik meliputi penggunaan
alat bantu sirkulasi. Sistem bantuan mekanis yang paling sering digunakan adalah Pompa
Balon Intra Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump). IABP menggunakan counterpulsation
internal untuk menguatkan kerja pemompaan jantung dengan cara pengembangan dan
pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di aorta descendens.
Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang seirama dengan aktivitas
elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga sangat penting untuk menentukan
position sirkulasi pasien selama penggunaan IABP. Balon dikembangkan selam diastole
ventrikel dan dikempiskan selama sistole dengan kecepatan yang sama dengan frekuensi
jantung. IABP akan menguatkan diastole,yang mengakibatkan peningkatan perfusi arteria
6

koronaria jantung. IABP dikempiskan selama sistole, yang akan mengurangi beban kerja
ventrikel.
d) Penata laksanaan yang lain:
1) Istirahat
2) Diit,diit jantung, makanan lunak, rendah garam.
3) Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung.
Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena, dan
volume darah dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat pemberian ini
pasien harus dipantau terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan
edema perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah
namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak
ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan premature saling bergantian), dan
takikardia atria proksimal.
4) Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Bila sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak menganggu istirahat
pada malam hari, intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami
kehilangan cairan setelah pemberian diuretik. Pasien juga harus menimbang badannya setiap
hari

turgor

kulit

untuk

menghindari

terjadinya

tanda-tanda

dehidrasi.

5) Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi
pernapasan.
6) Pemberian oksigen.
7) Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan pengobatan
utama untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.

H. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok kongestik
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
a) Gangguan ventrikular ejection
7

1) Infark miokard akut


2) Miokarditis akut
3) Komplikasi mekanik
b) Gangguan ventrikular filling
1) Temponade jantung
2) Stetnosis mitral
3) Miksoma pada atrium kiri
4) Infark ventrikel kanan
Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi karena
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolic(Raharjo,S.,1997).
Hipovolemia, komplikasi yang sering terjadi pada kardiogenik syok, disebabkan
meningkatnya perspirasi-redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel, stres akut,
ataupun penggunaan diuretika (Raharjo, S., 1997)

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan syok kardiogenik , dengan data fokus pada :
1. Aktivitas
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan
warna kulit kelembaban, kelemahan umum
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK,
masalah TD, diabetes mellitus
8

Tanda : tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah, perubahan


postural dicatat dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak
teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau penurun an
kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat,
akral dingin, sianosis, vena vena pada punggung tangan dan kaki kolaps
3. Eliminasi
Gejala : Produksi urine < 30 ml/ jam
Tanda : oliguri
4. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak dan sangat hebat, tidak hilang dengan istirahat
atau nitrogliserin, lokasi tipikal pada dada anterio substernal, prekordial, dapat menyebar
ketangan,

rahang, wajah,Tidak

tentu

lokasinya

seperti

epigastrium,siku,

rahang,abdomen,punggung, leher, dengan kualitas chorusing, menyempit, berat,tertekan ,


dengan skala biasanya 10 pada skala 1- 10, mungkin dirasakan pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang
mengeliat, menarik diri, kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama jantung,
TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan kesadaran.
5. Pernafasan
Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
dengan atau tanpa produksi sputum,penggunaan bantuan pernafasan oksigen atau
medikasi,riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
Tanda : takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot
aksesori pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus
menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah muda/ berbuih
( edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar dengan crakles dari basilar dan
mengi peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis,
akral dingin.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik
2. Kerusakan Pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar
3.

Kelebihan volume cairan b/d Penurunan ferfusi organ ginjal, peningkatan na / air,
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma( menyerap air dalam area
interstisial/ jaringan )

4. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan / penghentian aliran darah.

5.

Nyeri ( akut ) b/d iskemik jaringan sekunder akibat sumbatan atau penyempitan arteri
koroner.

6.

Intoleransi aktifitas b/d Ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan, adanya
iskemik/ nekrotik jaringan miokard.

C. Rencana Tindakan
1.

Penurunan

curah

jantung

b/d

perubahan

kontraktilitas

miokardial/

perubahan

inotropik,Ditandai dengan :
Tekanan arterial sistolik < 90 mmHG (hipotensi absolute) atau paling tidak 60 mmHg
dibawah tekan basal ( hipotensi relative ), perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk
berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin
menunjukan gagal jantung atau penurun an kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi
jaringan kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena vena pada
punggung tangan dan kaki kolaps, Gangguan fungsi mental, gelisah, berontak,apatis,
bingung.penurunan kesadaran hingga koma, Produksi urine < 30 ml/ jam( oliguri).
Intervensi :
a.

Auskutasi TD . Bandingkan kedua tangan dan ukur dengan tidur, duduk, berdiri jika
memngkinkan

Rasional:
Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan difungsi ventrikel, hipoperfusi miokardia dan
rangsanng vagal. Namun hipertensi juga fenomena umum, kemungkinan berhubungan
dengan

nyeri

cemas,

pengeluaran

katekolmin,

dan

atau

masalah

vakuler

sebelumnya.Hipotensi ortistatik (postural)mungkin berhubungan dengan komplikasi infark.


b.

Evaluasi kualitas dan keamaan nadi sesuai indikasi.


Rasional
Penurunan

:
curah

jantung

menyebabkan

menurunnya

kelemahan

/kekuatan

nadi.Ketidakteraturan diduga disritmia , yang memerlukan evaluasi lanjut.

c.

Catat terjadinya suara S3, S4


Rasional:
S3 terjadi pada GJK tetapi juga terlihat pada gagal mitral(regugitasi)dan kelebihan kerja

10

ventrikel kiri yang disertai infark berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemik miokard ,
kekakuan ventrikel, dan hipertensi pulmonal atau sistemik.
d. Catat adanya suara murmur/gesekan .
Rasional:
Menunjukan gangguan aliran darah normal dalam jantung, contoh katup tak baik , kerusakan
septum, atau vibrasi otot papilar/korda tendenia.Adanya gesekan dengan infark juga
berhubungan dengan inflamasi , contoh efusi pericardial dan perikarditis.
e.

Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia melalui telemetri.


Rasional :
Frekuensi dan irama jaantung yang berspon terhadap obat dan ativitas sesuai dengan
terjadinya komplikasi /disritmia( Khususnya kontraksi ventrikel premature atau blok jantung)
, yang mempengaruhi fungsi jantung atau meningkatan kerusakan iskemik. Denyutan
/fibrilasi akut atau kronis mungkin terlihat pada arteri koroner atau keterlibatan katup dan
mungkin merupakan kondisi patologi.

f.

Sediakan alat dan obat darurat.


Rasional:
Sumbaatan koroner tiba tiba , disritmia letal, perluasan infark maupun kondisi syok yang
memburuk merupakan kondisi yang mencetuskan henti jantung, yang memerlukan terapi
penyelamat hidup segera.

g. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan , sesuai indikasi.


Rasional:
Meningkatan jumlah sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard.
h. Kolaborasi untuk mempertahankan cara masuk IV/ hevarin lok sesuai indikasi .
Rasional:
Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat pada adanya disritmia dan nyeri dada.
i.

Kolaborasi pada pemeriksaan ulang EKG , foto dada, pemeriksaan data laboratorium(enzim
jantung,GDA,elektrolit).
Rasional:
EKG dapat memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan / perbaikan kondisi syok
kardiogenik, status fungsi ventrikel , keseimbangan elektrolit dan efek obat.
Foto dada dapat menunjukan edema paru sehubungan dengan disfungsi ventrikel.

11

Enzim jantung dapat memantau perkembangan kodisi pasien, adanya hipoksia menunjukan
kebutuhan tambahan oksigen,keseimbangan elektrolit cotoh hipo/hiperkalemia sangat besar
berpengaruh terhadap irama jantung dan kontraksinya.
j.

Kolaborasi dalam pemberian obat antidiritmia sesuai indikasi, dan bila digunakan bantu
pemasangan /mempertahankan pacu jantung.
Rasional:
Disritmia biasanya pada secara simtomatis kecuali untuk PCV, dimana sering mengancam
secara profilaksis.
Pemacu merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut/diperlukan secara
permanen pada kondisi yang berat merusak system konduksi ( Seperti :Syok Kardiogenik)

2. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar


Ditandai dengan :takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot aksesori
pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus menerus,dengan
/ tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah muda/ berbuih ( edema
pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar dengan crakles dari basilar dan mengi
peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral
dingin.
Intervensi
a.

Auskultsi bunyi nafas, catat krekels,suara mengi.


Rasional:
Menyatakan adanya kongesti paru / pengumpulan secret menunjukan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.

b. Berikan posisi fowler/ semi fowler atau disesuaikan dengan kondisi pasien.
Rasional:
Dengan posisi fowler / semi fowler dapat membantu pengembangan/ekspansi paru sehingga
mempermudah pertukan gas pada alveolar .
c.

Kolaborasi dalam pemantauan gambaran seri GDA, nadi oksimetri.


Rasional:
Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru, hal ini terjadi pada GJK kronis maupun
syok kardiogenik.

d. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahaan sesuai indikasi .


Rasional:
Diharapkan dapat meningkatkan oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/ menurunkan
hipoksemia jaringan .
12

e.

Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik contoh furosemide ( lasix);
brokodilator contoh amonofilin.
Rasional:
Diuretik diberikan untuk membantu menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan
pertukaraan gas.
Brokodilator meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil dan
mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongesti paru.

3.

Kelebihan volume cairan b/d Penurunan ferfusi organ ginjal, peningkatan na / air,
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma( menyerap air dalam area
interstisial/ jaringan )
Ditandai dengan :Produksi urine < 30 ml/ jam( oliguri), takipnea, nafas dangkal, pernafasan
laboret ;

penggunaan

otot aksesori pernafasan, nasal

flaring, batuk ; kering/

nyaring/nonprodoktik/ batuk terus menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin


bersemu darah, merah muda/ berbuih ( edema pulmonal ). Peningkatan frekuensi nafas, nafas
sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin, Tekanan arterial sistolik < 90
mmHG (hipotensi absolute) atau paling tidak 60 mmHg dibawah tekan basal ( hipotensi
relative ).
Intervensi:
a.

Auskutasi bunyi nafas untuk adanya krekels


Rasional:
Dapat mengindikasikan edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.

b. Catat adanya Distensi Vena Perifer seperti adanya edema dependen.


Rasiuonal:
Dengan ditemukan adanya edema dependen dicurigai adanya kongesti / kelebihan volume
cairan.
c.

Ukur masukan / haluan , catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi.


Rasional:
Hitung keseimbangan cairan.Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/ air, daan penurunan haluan urine.Keseimbangan cairan positif
berulang pada adanya gejala lain yang menunjukan adanya kelebihan volume/gagal jantung.

d. Timbang berat badan tiap hari, bila kondisi membaik.


Rasional:
Perubahan tiba- tiba pada berat badan menunjukan gangguan keseimbangan cairan.
e.

Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransikardiovaskuler.


13

Rasional:
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tatapi memerlukan pembatasan pada adanya
dekompensasi jantung.
f.

Kolaborasi dengan ahli gisi untuk pemberian diet sesuai indikasi(rendah natrium/ air )
Rasional:
Natrium dapat meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.

g.

Kolaborasi

dengan

dokter

dalam

pemberian

diuretic

Contoh

furosemid

(Lasix);Hidralazin(Apresolin);spironolakton dengan hidronolakton (Aldactone).


Rasional:
Pemberian diuretic mungkin diperlukan untuk memperbaiki kelebihan cairan . Obat pilihan
biasanya tergantung gejala asli akut/ kronis.
h. Kolaborasi dengan laboratorium dalam pemeriksaan kalium sesuai indikasi.
Rasional:
Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi dan dapat terjadi dengan penggunaan
deuretik penurunan kalium.
4. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan / penghentian aliran darah.
Ditandai dengan :Tekanan arterial sistolik < 90 mmHG (hipotensi absolute) atau paling tidak
60 mmHg dibawah tekan basal ( hipotensi relative ), nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak
teratur, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin,
sianosis, vena vena pada punggung tangan dan kaki kolaps, Gangguan fungsi mental,
gelisah, berontak,apatis, bingung.penurunan kesadaran hingga koma.
Intervensi:
a.

Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu seperti cemas, bingung, letargi,
pingsan.
Rasional:
Perfusi cerebral secara langsung b.d curah jantung dan dipengaruhi oleh elektrolit, Hypoxia ,
ataupun enboli sistemik.

b. Lihat pucat, cyanosis, kulit dingin atau lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
Rasional:
Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh
penurunan perfusi kulit atau perubahan denyut nadi.
c.

Kaji tanda homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi)eritema, edema.
Rasional:
Indicator trombosis vena.
14

d. Berikan latihan kaki pasif, hindari latihan isometric.


Rasional:
Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko
tromboflebitis.Latihan isometric dapat sangat mempengaruhi curah jantung dengan
meningkatkan kerja miokardia dan konsumsi oksigen.
e.

Pantau pernafasan, catat kerja pernafasan.


Rasional:
Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress pernafasan.

f.

Kaji fungsi gastrointestinal, catat anorexia penurunan atau tidak ada bising usus, mual atau
muntah, distensi abdomen, konstipasi.
Rasional:
Penurunan aliran darah ke mesenterikus dapat mengakibatkan disfungsi gastrointestinal,
contoh : kehilangan peristaltic.

g. Pemantauan pemasukan dan catat perubahan haluaran urin. Catat berat jenis sesuai indikasi.
Rasional:
Penurunan pemasukan oleh kerena mual terus menerus dapat dapat mengakibatkan
penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negative pada perfusi jaringan dan fungsi dari
organ .Berat jenis mengukur status hidrasi dan fungsi ginjal.
h.

Kolaborasi dengan dokter dan laboratorium dalam pemeriksaan data laboratorium seperti
GDA, BUN, Kreatinin, Elektrolit.
Rasional:
Sebagai indicator fungsi / perfusi organ .

i.

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi . Misalnya : Heparin/
natrium warfarin( caumadin ); Simetidine( tagamet); Ranitidine(Zantac) ; antasida.
Rasional:
Pemberian Heparine dosis rendah mungkin diberikan secara profilaksis pada pasien resiko
tinggi( Fibrilasi atrial, kegemukan , aneurisma ventrikel, atau riwayat troboflebitis) dapat
untuk

menurunkan

resiko

tromboflebitis

atau

pembentukan

trombus

mural.

Simetidine( tagamet); Ranitidine(Zantac) ; antasida diberikan untuk menurunkan atau


menetralkan asam lambung , mencegah ketidaknyamanan dan iritasi gaster, khususnya
adanya penurunan sirkulasi mukosa.

15

5.

Nyeri (Akut) b/d iskemik jaringan sekunder akibat sumbatan atau penyempitan arteri
koroner.
Ditandai dengan : Wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang, mengeliat, kehilangan
kontak mata, perubahan frekuensi atau irama jantung, TD,pernafasan, warna kulit/
kelembaban ,bahkan penurunan kesadaran. skala biasanya 10 pada skala 1 10, mungkin
dirasakan pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Intervensi :

a.

Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal dan respon
hemodinamik.
Rasional:
Variasi penampilan dan perilaku pasien area nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian.
Pernafasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri dan b.d cemas.

b.

Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri termasuk lokasi intensitas, lamanya kualitas dan
penyebaran.
Rasional:
Nyeri sebagai pengalaman subyektif dan harus digambarkan oleh pasien. Bila memungkinkan
bantu pasien untuk menilai nyeri dengan membandingkan dengan penganlaman yang lain.

c.

Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina atau AMI.
Rasional:
Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai dengan identifikasi
komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau perikarrditis.

d. Bila memungkinkan anjurkan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.


Rasional:
Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran nyeri atau memerlukan peningkatan
dosis. Dan untuk mengidentifikasi kiondisi pasien dengan segera pada kondisi syok, sehingga
kerusakan lanjut dapat dicegah.
e. Berikan lingkungan yang tenang, dan tindakan nyaman ( contoh ; sprai yang kering / tak
terlipat, gosokan punggung)
Rasional:
rangsangan eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan
koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.

16

f.

Observasi tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik.


Rasional:
Pemberian obat narkotika dapat semakin menurunnya tekanan darah/depresan pernafasan .
kondisi ini dapat memperberat kondisi syok.

g. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan dengan kandungan nasal atau masker sesuai
indikasi.
Rasional:
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia dan juga mengurangi
ketidak nyamanan sehubungan dengan iskemik jaringan.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi dan kondisi pasien.
Rasional:
Anti angina contoh nitrogliserin ( nitri-bid, nitrostat, nitro-dur ) nitrat berguna untuk control
nyeri dengan efek fasodilatasi koroner yang meningaktkan aliran darah koroner dan ferfusi
miokardia. Efek fasodilatasi ferifer menurunkan folume darah kembali ke jantung (freload),
sehingga menurunkan kerja otot jantung dan kebutuhan oksigen.

6.

Intoleransi aktifitas b/d Ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan, adanya
iskemik/ nekrotik jaringan miokard.
Ditandai dengan :Takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna kulit /
kelembaban, kelemahan umum pada fisik.
Intervensi.

a.

Tingkatkan istirahat ,batasi kunjungan pada kondisi nyeri/ respon hemodinamika.


Rasional:
Menurunkan kerja miokardium/ konsumsi oksigen, menurunkan resiko komplikasi yang
lebih berat pada kondisi syok.

b. Bantu pasien dalam pemenuhan ADL .

17

Rasional:
Meminimalkan aktivitas pasien pada kondisi yang memerlukan istirahat maksimal dan
membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya.
c.

Hindari peningkatan tekanan abdomen, contoh mengejan pada saat defekasi.


Rasional:
Aktivitas yang memerlukan ,menahan nafas dan menunduk(Manuver valsavah)dapat
menyebabkan bradikardi, juga menurunkan curah jantung, dan takikardi dengan peningkatan
TD.

d. Kaji ulang tanda / gejala yang menunjukan tidak toleran terhadap aktivitas atau memerlukan
pelaporan pada perawat / dokter.
Rasional:
Palpitasi , nadi tak teratur, adanya neyri dada yang meningkat atau dispnea dapat
mengindikasikan kebutuhan perubahan kondisi pasien.

18

19

Anda mungkin juga menyukai