PENDAHULUAN Islam dan Seni Pewayangan memiliki interrelasi yang sangat
kuat, sehingga seni pertunjukan wayang tidak bisa
dipisahkan dengan pola pengenalan nilai (ajaran) Islam oleh walisongo. Islam dan wayang, keduanya tidak bisa dipisahkan dengan agama dan budaya. Agama sebagai sistem nilai yang memuat sejumlah konsepsi mengenai konstruksi realitas yang berperan besar dalam menjelaskan tata normatif, tata sosial, dan menafsirkan dunia sekitar. Budaya (seni atau tradisi) merupakan ekspresi cipta, karya, dan karsa manusia (dalam masyarakat tertentu) yang berisi nilai-nilai dan pesan-pesan religiusitas, wawasan filosofis, dan kearifan lokal (local wisdom). Wayang sebagai simbol dari filsafat Jawa, yang bukan hanya sekedar tontonan dan hiburan tetapi juga sebagai media pendidikan rakyat maupun media dakwah Wayang hakekatnya merupakan manifestasi dari kehidupan masyarakat Jawa yang diwujudkan secara simbolik melalui bahasa dan media untuk menemukan kehidupan sejati (sejatining urip) menuju kepada Tuhan (Sang Hyang Dumadi). Antara syariat dan hakikat.
KONSEP DASAR 1. Konsep kemahaesaan Tuhan (wahdaniyat
atau tauhid; the unity of god)
2. Kesatuan kenabian (wahdat al-nabawiyah; the unity of prophet) 3. Kesatuan kemanusiaan (wihdat alinsaniyah; the unity of humanity). Keterangan: Konsep ketuhanan dan kenabian membangun kekuatan ideologis (Aqidah), sedangkan konsep kesatuan kemanusiaan melahirkan budaya kosmopolitan Islam.
BUDAYA KOSMOPOLIT MASA AWAL
Kosmopolitanisme kebudayaan Islam sejak zaman
Rasulullah saw dimanifestasikan ke dalam dua hal, yaitu
bersifat nonmaterial (pemikiran) dan material (fisik). Ibnu Khaldun : mayoritas ulama dan cendekiawan muslim adalah ajam (non-Arab), baik dalam ilmu-ilmu syariat maupun ilmu-ilmu akal (rasional). Mimbar shalat jumat dengan tiga anak tangga yang dibuat oleh seorang tukang kayu Romawi. Pada perang Ahzab, dibuat parit (khandaq) di sekitar Madinah sebagai strategi pertahanan ala Persi. Beliau tidak mengatakan: Ini metode Majusi, kita tidak memakainya!. Manajemen keuangan banyak mengadopsi dari Persi, Romawi dan lainnya. Sistem pajak jaman itu diadopsi dari Persi sedang sistem perkantoran (diwan) berasal dari Romawi.
AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA
JAWA
Islam adalah agama yang berkarakteristikkan
universal, dengan pandangan hidup mengenai
persamaan, keadilan, takaful, kebebasan dan kehormatan serta memiliki konsep teosentrisme yang humanistik sebagai nilai inti (core value) Rekonsiliasi antara agama dan budaya terjadi sejak lama, seperti Masjid Agung Demak, Ranggon atau atap diambil dari konsep Meru dari masa pra Islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari sembilan susun. Sunan Kalijaga memotongnya menjadi tiga susun yang melambangkan tiga tahap keberagamaan seorang muslim; iman, Islam dan ihsan. Memadukan antara syariat dan hakikat.
ISLAM MEMANDANG BUDAYA
Menerima budaya selama tidak bertentangan
dengan Islam. Dalam kaidah hukum Islam (fiqh)
dinyatakan bahwa al-adatu muhakkamatun, artinya bahwa adat istiadat (bagian dari budaya manusia), dihukumi. Merekonstruksi budaya jika sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam. Tradisi Jahiliyah yang melakukan mirip ibadah haji dengan mengucapkan lafaz talbiyah yang sarat dengan kesyirikan (pemujaan terhadap patung-berhala) dan thawaf di Kabah dengan telanjang. Kemudian Islam merekonstruksi budaya tersebut, menjadi bentuk Ibadah, lalu ditetapkan aturan-aturannya secara khusus. Menolak budaya yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam. Budaya ngaben di Bali, budaya tiwah di Kalimantan Tengah, dan tradisi pemakaman di Toraja.
PUNAKAWAN SEBAGAI SIMBOL
KEHIDUPAN Punakawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong
biasanya dihubungkan dengan istilah di dalam bahasa
Arab Sammir Ilal Khairi Fatruk Minal Bagho (siap sedia melakukan kebaikan, lalu meninggalkan tindakan jahat). Sammir (siap sedia-Semar), khair (kebaikan-Gareng), fatruk (tinggalkan-Petruk), dan bagha (keburukanBagong). Pendapat lain : Semar dari ismar, Nala Gareng dari Naala Qorin, Petruk dari Fatruk, Bagong dari Baghoo. Ismar adalah paku sebagai pengokoh, seperti dalam Hadis Nabi dikatakan : al-Islamu Ismaruddunya (Islam adalah pengokoh keselamatan dunia). Naala Qorin (memperoleh banyak teman) yang berarti bahwa tugas Walisongo adalah mengajak (berdakwah) agar dapat memperoleh sebanyak-banyaknya kawan untuk mengenal Allah swt. Fatruk (tinggakan!) seperti dalam bahasa Arab: fatruk kulla maa siwallahi (tinggalkan semua hal selain Allah). Sedangkan baghoo (berontak) yaitu berontak pada kebatilan atau kemungkaran suatu tindakan anti kesalahan.
PENUTUP Islam dan wayang dalam konteks
kebudayaan Islam Jawa merupakan bentuk
rekonsiliasi budaya sehingga menciptkan karakter lokalitas di mana Islam dijadikan sebagai nilai moral yang bisa bersentuhan dengan berbagai kebudayaan umat manusia di dunia ini.