PENDAHULUAN
Kornea adalah bagian anterior mata, merupakan selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola
mata depan. Kornea juga berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas lima lapisan yaitu epitel,
membran Bowman, stroma, membran Descement, dan endotel. Trauma atau
penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel
terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea (Ilyas, 2011).
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan jaringan
transparan yang dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus
cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan
deturgenses. Epitel yang terdapat pada kornea ini adalah sawar yang efisien
terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea (Biswell, 2010).
Infiltrasi sel radang pada kornea akan menyebabkan keratitis, hal ini
mengakibatkan kornea menjadi keruh. Kekeruhan ini akan menimbulkan gejala
mata merah dan tajam penglihatan akan menurun. Keratitis dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor seperti infeksi, mata yang kering, alergi ataupun konjungtivitis
kronis (Ilyas, 2004).
Infeksi keratitis adalah salah satu penyebab utama kebutaan. Manajemen
yang tepat dapat mengurangi insidensi kehilangan penglihatan dan membatasi
kerusakan kornea. Keterlambatan diagnosis infeksi adalah salah satu faktor yang
berperan terhadap terapi awal yang tidak tepat. kebanyakan gangguan penglihatan
dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini
dan diobati secara memadai (Gokhale, 2012).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. A.
A. 1.
Kornea
Anatomi Kornea
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan,
berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki
indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara
dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia.
Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Dalam
nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan
oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea
perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu
organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan
sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran
Bowman melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi
sampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause
ditemukan pada daerah limbus (Ilyas, 2008).
sel basal
di
2. Membran bowman
Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran
basal dari epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur
seperti stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini
tidak mempunyai daya generasi
3. Stroma
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea.
Merupakan lapisan tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibrilfibril kolagen dengan lebar sekitar 1 m yang saling menjalin yang hampir
mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat anyaman
yang
regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan
yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena
kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi
(kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel
dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini
mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada
lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea
A. 2.
Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui
sifat
transparan.
Sebaliknya,
kerusakan
pada
epitel
hanya
menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila selsel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal
menghasilkan hipertonisitas ringan pada lapisan air mata tersebut. Hal ini
mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial
dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular
dan membran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam
organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur.
Adapun faktor-faktor yang sering menyebabkan kelainan pada kornea adalah :
1. Dry eye
2. Defisiensi vitamin A
3. Abnormalitas ukuran dan bentuk kornea
4. Distrofi kornea
5. Trauma kornea
2. B.
Keratitis
B. 1. Definisi Keratitis
Keratitis adalah kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis dapat terjadi pada
anak-anak maupun orang dewasa. Bakteri umumnya tidak dapat menyerang
kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan kornea
terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme
pertahanan kornea.
B. 2. Epidemiologi
Secara global, insidensi keratitis bakteri bervariasi secara luas, di mana
negara dengan industrialisasi yang rendah menunjukkan angka pemakaian
softlens yang rendahm sehingga bila dihubungkan dengan pemakai softlens
dan terjadinya infeksi menunjukkan hasil penderita yang rendah juga.
B. 3. Klasifikasi
Menurut lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila
mengenai lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis
(atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma
(Ilyas, 2009).
epitel
Superfisial
KERATITIS
subepitel
Numularis, disiform
stroma
neuroparalitik
interstitial
Profunda
disiformis
sklerotikan
lebih jernih, disebut halo. Keratitis ini bila sembuh akan meninggalkan
sikatrik yang ringan.
2) Keratitis disiformis dari Westhoff
Keratitis ini awalnya banyak ditemukan pada petani di pulau jawa.
Penyebabnya adalah virus yang berasal dari sayuran dan binatang. Di
kornea tampak infiltrat bulat-bulat, yang ditengahnya lebih padat dari
pada dipinggir. Umumnya menyarang usia 15-30 tahun.
c. Keratitis stromal, tes fluresin (+), misalnya:
1) Keratitis neuroparalitik
2) Keratitis et lagoftalmus
Terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi pada
ektropion palpebra, protrusio bola mata atau pada penderita koma di
mana mata tidak terdapat reflek mengedip. Umumnya bagian yang
terkena adalah kornea bagian bawah
2. Keratitis profunda, tes fluoresin (-), misalnya:
a. Keratitis interstisial
Penyebab paling sering adalah lues kongenital dan sebagian kecil TBC.
Patogenesisnya belum jelas, disangka merupakan reaksi alergi. Biasanya
mengenai umur 5-15 tahun jarang ditemukan pada waktu lahir atau usia
tua. Merupakan manifestasi lambat dari lues kongenital. Biasanya
didahului trauma. Pada umumnya 2 mata atau 1 mata terkena lebh dahulu
kemudian mata yang lain mengikuti. Tanda klinis : injeksi silier, infiltrat di
stroma bagian dalam. Kekeruhan bertambah dengan cepat disertai
pembentukan pembuluh darah di lapisan dalam yang berjalan dari limbus
ke sentral.
b. Keratitis sklerotikans
Merupakan penyulit dari skleritis yang letaknya biasanya di bagian
temporal, berwarna merah sedikit menonjol disertai nyeri tekan. Keluhan
dari kertatitis ini : mata sakit, fotofobia dan di mata timbul skleritis. Di
kornea kemudian timbul infiltrat berbentuk segitiga di stroma bagian
dalam yang berhubungan dengan benjolan yang terdapat di sklera.
c. Keratitis disiformis
Penyebabnya herpes simplek, banyak yang menduga dasarnya adalah
8
FAKTOR RESIKO
1. Blefaritis
2. Infeksi pada organ asesoria bulbi (seperti infeksi pada aparatus lakrimalis)
3. Perubahan pada barrier epitel kornea (seperti dry eyes syndrom)
4. Pemakaian contact lens
5. Lagoftalmos
6. Gangguan Neuroparalitik
7. Trauma
8. Pemakaian imunosupresan topikal maupun sistemik
B. 5.
ETIOLOGI KERATITIS
1. Bakteri
-
Diplokok pneumonia
Streptokok hemolotikus
Pseudomonas aerogenosa
Moraxella liquefaciens
Klebsiela pneumoniae
2. Virus
-
Herpes simpleks
Herpes zoster
Adenovirus
3. Jamur
-
Candida
Aspergilin
Nocardia.
4. Alergi
-
Terhadap tuberkuloprotein
PATOFISIOLOGI
Permukaan mata secara regular terpajan lingkungan luar dan mudah
mengalami trauma, infeksi, dan reaksi alergi yang merupakan sebagian besar
penyakit pada jaringan ini. Kelainan kornea sering menjadi penyebab
timbulnya gejala pada mata. Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya
infiltrat sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi
keruh.
Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus dan saraf nasosiliar. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi
endotel dan terjadi edema kornea. Kornea merupakan bagian mata yang tembus
cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Karena kornea avaskular,
maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat segera datang. Maka badan
kornea, sel-sel yang terdapat di dalam stroma segera bekerja sebagai makrofag
baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat di limbus dan
tampak sebagi injeksi perikornea.Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh, dan permukaan yang licin.
Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat
menyebar ke permukaan dalam stroma.
Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris
dan badan siliar dengan melalui membran descement dan endotel
kornea.Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbulah
10
BAB III
LAPORAN KASUS
II.1.
Identitas Pasien
Nama
: Tn. Lisuhardi
Jenis Kelamin
: Laki-laki
11
Usia
: 38 tahun
Alamat
Suku
: Tionghoa
Pekerjaan
: Salesman
Agama
: Budha
Tanggal Masuk RS
: 26 Oktober 2015
Anamnesis
Keluhan Utama:
Mata merah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang laki-laki, 38 tahun, datang dengan keluhan mata merah sejak 3 hari
yang lalu . Pasien juga merasakan nyeri di mata kiri, pandangan menjadi kabur,
berbayang, silau, pusing dan keluar air mata. Saat pertama kali mengetahui mata
kirinya merah, pasien
perubahan.
12
1. Pemeriksaan Fisik
Kondisi Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda Vital
:
a. Tekanan darah : 140/90 mmHg
b. Nadi
: 88 x / menit
c. Frek. Napas : 20 x/ menit
Pemeriksaan fisik
: Kepala
: Normosefali
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
2. Status Oftalmolgi
a. Visus:
a. OD : tidak dilakukan
b. OS : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan Luar
Injeksi silier
Infiltrate
Pd jam 5
Bentuk Halo
13
OD
Orthofori
Pergerakan ( +), Ptosis ( -),
OS
Posisi Bola Mata
Palpebra
Orthofori
Pergerakan (+ ), Ptosis ( -),
hematom ( -)
hematom ( -)
Konjungtiva
Jernih
Kornea
Dalam (normal)
Dalam (Normal)
Hifema (-) Hipopion (-)
Iris/pupil
Iris : Coklat
langsung (+)
langsung (+)
Jernih
Lensa
Tidak dilakukan
Jernih
Fundus
Tidak dilakukan
d. Palpasi tekanan intra ocular mata kanan dan kiri : Tidak dilakukan
e. Tes Lapang Pandang
OD : Baik
14
OS : Baik
3. Resume
Seorang laki-laki, 38 tahun, datang dengan keluhan mata merah sejak 3
hari yang lalu . Pasien juga merasakan nyeri di mata kiri, pandangan menjadi
kabur, berbayang, silau, pusing dan keluar air mata. Saat pertama kali
mengetahui mata kirinya merah, pasien hanya memakai obat mata Rohto
tapi tidak ada perubahan. Pasien adalah seorang salesman. Pasien mengaku
sering terkena pajanan debu saat diperjalanan, pasien tidak memakai kacamata
pelindung. Hasil pemeriksaan oftalmologis pasien menunjukkan pada
konjungtiva terdapat injeksi siliar dan kornea terdapat infiltrat pada arah jam
5. Terdapat pembengkakan pada kelopak sebelah kiri dan terdapat sekret.
4. Diagnosis
Diagnosis kerja
: Keratitis
Diagnosis banding : Ulkus kornea
5. Rencana pemeriksaan lanjutan :
Pemeriksaan Flouresen. Kultur .
6. Tatalaksana
Non-medikamentosa
1.
15
a. Quo Ad vitam
b. Quo Ad functionam
c. Quo Ad sanationam
: Bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang laki-laki, 38 tahun, datang dengan keluhan mata merah sejak 3 hari
yang lalu . Pasien juga merasakan nyeri di mata kiri, pandangan menjadi kabur,
berbayang, silau, pusing dan keluar air mata. Saat pertama kali mengetahui mata
kirinya merah, pasien
perubahan.
pajanan debu saat diperjalanan, pasien tidak memakai kacamata pelindung. Hasil
pemeriksaan oftalmologis pasien menunjukkan pada konjungtiva terdapat injeksi
siliar dan kornea terdapat infiltrat pada arah jam 5. Terdapat pembengkakan pada
kelopak sebelah kiri dan terdapat sekret.
Dari anamnesa menunjukan bahwa pasien mengalami suatu infeksi didaerah
mata bagian kiri dengan keluhan mata merah, silau (fotofobia), berair (epifora)
dan pandangan kabur. Dari gejala yang timbul tersebut menunjukan diagnosis
mengarah ke diagnosis keratitis.
Penderita mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut
nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun
yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat
oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai
media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang
masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan
16
17
bakteri tersebut antara lain adalah S.aureus, H. Influenza, gonokokus dan berbagai
batang gram negatif.
Penghambat betalaktamase saja belum bisa membunuh bakteri sehingga tidak
bisa digunakan sebagai obat tunggal untuk menangulanggi penyakit infeksi,
sehingga asam klavulanat selalu dikombinasikan. Bila dikombinasikan dengan
antibiotik betalaktam (amoksisilin), maka penghambat ini bisa mengikat
betalaktamase sehingga antibiotika pasanganya bebas dari pengerusakan enzim
tersebut dan dapat mencapai tujuan dan menghancurkan dinding sel bakteri.
Pemberian air mata buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang
dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang
waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian reepithel tetes
dimaksudkan untuk mengembalikan dan mempercepat penyembuhan epitel
kornea.
18
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi yang telah dilakukan
kepada pasien dalam kasus ini, pasien didiagnosis keratitis, namun untuk lebih
memastikan penyebabnya apakah dikarenakan jamur, bakteri maupun jamur perlu
di lakukan pemeriksaan kultur dan tes flouresei untuk melihat kedalaman luka
pada kornea. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien adalah dengan
memberikan antibiotika, tetes air mata buatan dan reepithel.Terapi non
medikamentosa diberikan untuk memberikan pemahaman pada pasien mengenai
faktor resiko keratitis yang dapat disebabkan oleh pajanan sinar matahari, pajanan
debu dan lensa kontak sehingga dapat mengunakan kacamata hitam.
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of opthalmology. Externa disease and cornea. San Fransisco
2007 : 8-12, 157-160
Biswell R. Cornea. In: Vaughan D, Asbury T, Riordon-Eva P. General
Ophthalmology. 15th edition. Connecticut ; Appleton & Lange; 1999. p. 11941
19
20