Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Kornea adalah bagian anterior mata, merupakan selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola
mata depan. Kornea juga berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas lima lapisan yaitu epitel,
membran Bowman, stroma, membran Descement, dan endotel. Trauma atau
penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel
terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea (Ilyas, 2011).
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan jaringan
transparan yang dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus
cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan
deturgenses. Epitel yang terdapat pada kornea ini adalah sawar yang efisien
terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea (Biswell, 2010).
Infiltrasi sel radang pada kornea akan menyebabkan keratitis, hal ini
mengakibatkan kornea menjadi keruh. Kekeruhan ini akan menimbulkan gejala
mata merah dan tajam penglihatan akan menurun. Keratitis dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor seperti infeksi, mata yang kering, alergi ataupun konjungtivitis
kronis (Ilyas, 2004).
Infeksi keratitis adalah salah satu penyebab utama kebutaan. Manajemen
yang tepat dapat mengurangi insidensi kehilangan penglihatan dan membatasi
kerusakan kornea. Keterlambatan diagnosis infeksi adalah salah satu faktor yang
berperan terhadap terapi awal yang tidak tepat. kebanyakan gangguan penglihatan
dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini
dan diobati secara memadai (Gokhale, 2012).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. A.
A. 1.

Kornea
Anatomi Kornea
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan,
berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki
indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara
dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia.
Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Dalam
nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan
oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea
perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu
organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan
sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran
Bowman melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi
sampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause
ditemukan pada daerah limbus (Ilyas, 2008).

Gambar 2.1 Anatomi Mata


Kornea dalam bahasa latin cornum artinya seperti tanduk,
merupakan selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus
cahaya, merupakan lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan dan terdiri atas : (Ilyas, 2008; Weng, 2005).
1. Epitel
Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis
sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan
sel gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh
lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari
media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda
ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan

sel basal

di

sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan


makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang
melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan
erosi rekuren. Sedangkan epitel berasal dari ektoderem permukaan.
Epitel memiliki daya regenerasi.

2. Membran bowman
Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran
basal dari epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur
seperti stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini
tidak mempunyai daya generasi
3. Stroma
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea.
Merupakan lapisan tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibrilfibril kolagen dengan lebar sekitar 1 m yang saling menjalin yang hampir
mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat anyaman
yang

teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang;

terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang


sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio
atau sesudah trauma
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang
stroma kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan
jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron,
membran ini berkembang terus seumur hidup dan mempunyai tebal + 40
mm. Lebih kompak dan elastis daripada membran Bowman. Juga lebih
resisten terhadap trauma dan proses patologik lainnya dibandingkan
dengan bagian-bagian kornea yang lain
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk
heksagonal, tebal antara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet
melalui taut. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan
endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya
regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan
mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada

regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan
yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena
kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi
(kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel
dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini
mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada
lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea
A. 2.

Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui

berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh


strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau
keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa
bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam
mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel. Kerusakan
kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan
pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya

sifat

transparan.

Sebaliknya,

kerusakan

pada

epitel

hanya

menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila selsel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal
menghasilkan hipertonisitas ringan pada lapisan air mata tersebut. Hal ini
mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial
dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular
dan membran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam
organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur.
Adapun faktor-faktor yang sering menyebabkan kelainan pada kornea adalah :
1. Dry eye
2. Defisiensi vitamin A
3. Abnormalitas ukuran dan bentuk kornea

4. Distrofi kornea
5. Trauma kornea
2. B.

Keratitis

B. 1. Definisi Keratitis
Keratitis adalah kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis dapat terjadi pada
anak-anak maupun orang dewasa. Bakteri umumnya tidak dapat menyerang
kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan kornea
terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme
pertahanan kornea.
B. 2. Epidemiologi
Secara global, insidensi keratitis bakteri bervariasi secara luas, di mana
negara dengan industrialisasi yang rendah menunjukkan angka pemakaian
softlens yang rendahm sehingga bila dihubungkan dengan pemakai softlens
dan terjadinya infeksi menunjukkan hasil penderita yang rendah juga.
B. 3. Klasifikasi
Menurut lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila
mengenai lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis
(atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma
(Ilyas, 2009).
epitel
Superfisial
KERATITIS

Herpes zoster, herpes simplek, punctata

subepitel

Numularis, disiform

stroma

neuroparalitik

interstitial

Profunda

disiformis
sklerotikan

1. Keratitis Superfisial, dapat dibagi menjadi:


a. Keratitis epitelial, tes fluoresin (+), misalnya:
1) Keratitis pungtata:
merupakan keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman dengan
infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata disebabkan
oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum
kontagiosum, akne rosasea, herpes zoster, herpes simpleks, blefaritis,
keratitis neuroparalitik, infeksi virus, dry eyes, vaksinia, trakoma dan
trauma radiasi, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin,
tobramisin dan bahan pengawet lain. Mata biasanya terasa nyeri, berair,
merah, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan penglihatan menjadi sedikit
kabur (Ilyas, 2008).
2) Keratitis herpeti
Disebabkan oleh herpes simplek dan herpes zoster.Yang disebabkam
herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stroma.Yang
murni epitelial adalah dendritik sedangkan stromal adalah diskiformis.
Pada yang epitelial kerusakan terjadi aibat pembelahan virus di dalam sel
epitel yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak
kornea superficial (Ilyas, 2008).
3) Infeksi Herpes zoster
Bila telah terdapat vesikel di ujung hidung, berarti N.Nasosiliaris terkena,
maka biasanya timbul kelainan di kornea, di mana sensibilitasnya
menurun tetapi penderita menderita sakit. Keadaan ini disebut anestesia
dolorosa. Pada kornea tampak infiltrat yang bulat, letak subepitel, disertai
injeksi perikornea.Infiltrat ini dapat mengalami ulserasi yang sukar
sembuh. Kadang-kadang infiltrat ini dapat bersatu membentuk keratitis
disiformis. Kadang juga tampak edema kornea disertai lipatan-lipatan
dari membran Descement (Ilyas, 2008).
b. Keratitis subepitelial, tes fluoresin (-), misalnya:
1) Keratitis numularis, dari Dimmer
Keratitis ini diduga oleh virus. Klinis tanda-tanda radang tidak jelas, di
kornea terdapt infiltrat bulat-bulat subepitelial, dimana ditengahnya

lebih jernih, disebut halo. Keratitis ini bila sembuh akan meninggalkan
sikatrik yang ringan.
2) Keratitis disiformis dari Westhoff
Keratitis ini awalnya banyak ditemukan pada petani di pulau jawa.
Penyebabnya adalah virus yang berasal dari sayuran dan binatang. Di
kornea tampak infiltrat bulat-bulat, yang ditengahnya lebih padat dari
pada dipinggir. Umumnya menyarang usia 15-30 tahun.
c. Keratitis stromal, tes fluresin (+), misalnya:
1) Keratitis neuroparalitik
2) Keratitis et lagoftalmus
Terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi pada
ektropion palpebra, protrusio bola mata atau pada penderita koma di
mana mata tidak terdapat reflek mengedip. Umumnya bagian yang
terkena adalah kornea bagian bawah
2. Keratitis profunda, tes fluoresin (-), misalnya:
a. Keratitis interstisial
Penyebab paling sering adalah lues kongenital dan sebagian kecil TBC.
Patogenesisnya belum jelas, disangka merupakan reaksi alergi. Biasanya
mengenai umur 5-15 tahun jarang ditemukan pada waktu lahir atau usia
tua. Merupakan manifestasi lambat dari lues kongenital. Biasanya
didahului trauma. Pada umumnya 2 mata atau 1 mata terkena lebh dahulu
kemudian mata yang lain mengikuti. Tanda klinis : injeksi silier, infiltrat di
stroma bagian dalam. Kekeruhan bertambah dengan cepat disertai
pembentukan pembuluh darah di lapisan dalam yang berjalan dari limbus
ke sentral.
b. Keratitis sklerotikans
Merupakan penyulit dari skleritis yang letaknya biasanya di bagian
temporal, berwarna merah sedikit menonjol disertai nyeri tekan. Keluhan
dari kertatitis ini : mata sakit, fotofobia dan di mata timbul skleritis. Di
kornea kemudian timbul infiltrat berbentuk segitiga di stroma bagian
dalam yang berhubungan dengan benjolan yang terdapat di sklera.
c. Keratitis disiformis
Penyebabnya herpes simplek, banyak yang menduga dasarnya adalah
8

reaksi alergi terhadap virusnya. Biasanya unilateral. Berlangsung beberapa


bulan. Biasanya timbul bila pada kerusakan primer yang diberikan
pengobatan dengan Iodium atau dalam pengobatan dahulu pernah diberi
kortikosteroid. Kekeruhan kornea tampak di lapisan dalam kornea, di
pinggirnya lebih tipis daripada bagian tengah. Sensibilitas kornea
menurun. Hampir tidak pernah disertai neovasklarisasi. Kadang-kadang
sembuh dengan meninnggalkan kekeruhan yang tetap.
B. 4.

FAKTOR RESIKO

1. Blefaritis
2. Infeksi pada organ asesoria bulbi (seperti infeksi pada aparatus lakrimalis)
3. Perubahan pada barrier epitel kornea (seperti dry eyes syndrom)
4. Pemakaian contact lens
5. Lagoftalmos
6. Gangguan Neuroparalitik
7. Trauma
8. Pemakaian imunosupresan topikal maupun sistemik
B. 5.

ETIOLOGI KERATITIS

1. Bakteri
-

Diplokok pneumonia

Streptokok hemolotikus

Pseudomonas aerogenosa

Moraxella liquefaciens

Klebsiela pneumoniae

2. Virus
-

Herpes simpleks

Herpes zoster

Adenovirus

3. Jamur
-

Candida

Aspergilin

Nocardia.

4. Alergi
-

Alergi terhadap stafilokokus

Terhadap tuberkuloprotein

Toksin yang tak diketahui penyebab tepatnya

5. Defisiensi Vitamin, misalnya : avitaminosis A


6. Idiopatik, misalnya : ulkus Moorens
B. 6.

PATOFISIOLOGI
Permukaan mata secara regular terpajan lingkungan luar dan mudah

mengalami trauma, infeksi, dan reaksi alergi yang merupakan sebagian besar
penyakit pada jaringan ini. Kelainan kornea sering menjadi penyebab
timbulnya gejala pada mata. Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya
infiltrat sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi
keruh.
Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus dan saraf nasosiliar. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi
endotel dan terjadi edema kornea. Kornea merupakan bagian mata yang tembus
cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Karena kornea avaskular,
maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat segera datang. Maka badan
kornea, sel-sel yang terdapat di dalam stroma segera bekerja sebagai makrofag
baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat di limbus dan
tampak sebagi injeksi perikornea.Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh, dan permukaan yang licin.
Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat
menyebar ke permukaan dalam stroma.
Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris
dan badan siliar dengan melalui membran descement dan endotel
kornea.Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbulah

10

kekeruhan di cairan COA, disusul dnegan terbentuknya hipopion. Bila


peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran descement dapat
timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat atau
descementocele.

peradangan yang dipermukaan penyembuhan dapat

berlangsung tanpa pembentukan jaringan parut.Pada peradangan yang dalam


penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa
nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat timbul
perforasi yang dapat mengakibatkan endophtalmitis, panophtalmitis, dan
berakhir dengan ptisis bulbi.

BAB III
LAPORAN KASUS
II.1.

Identitas Pasien

Nama

: Tn. Lisuhardi

Jenis Kelamin

: Laki-laki

11

Usia

: 38 tahun

Alamat

: Jalan Ahmad Yani 2

Suku

: Tionghoa

Pekerjaan

: Salesman

Agama

: Budha

Tanggal Masuk RS

: 26 Oktober 2015

Anamnesa dan pemeriksaan fisik dilaksanakan tanggal 26 Oktober 2015.


II.2.

Anamnesis

Keluhan Utama:
Mata merah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang laki-laki, 38 tahun, datang dengan keluhan mata merah sejak 3 hari
yang lalu . Pasien juga merasakan nyeri di mata kiri, pandangan menjadi kabur,
berbayang, silau, pusing dan keluar air mata. Saat pertama kali mengetahui mata
kirinya merah, pasien
perubahan.

hanya memakai obat mata Rohto tapi tidak ada

Pasien adalah seorang salesman. Pasien mengaku sering terkena

pajanan debu saat diperjalanan, pasien tidak memakai kacamata pelindung.


Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat mengalami keluhan yang sama sebelumnya disangkal

Riwayat memakai kacamata (-)

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat diabetes melitus disangkal

Riwayat trauma pada mata disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat mengalami keluhan yang serupa dengan pasien disangkal

Riwayat kedua orang tua memakai kacamata (-)

Riwayat pterigium pada keluarga disangkal

12

Riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat hipertensi disangkal

1. Pemeriksaan Fisik
Kondisi Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda Vital
:
a. Tekanan darah : 140/90 mmHg
b. Nadi
: 88 x / menit
c. Frek. Napas : 20 x/ menit
Pemeriksaan fisik

: Kepala

: Normosefali

Thoraks

: Cor : Dalam batas normal


Paru : Dalam batas normal

Abdomen

: Dalam batas normal

Ekstremitas

: Dalam batas normal

2. Status Oftalmolgi
a. Visus:
a. OD : tidak dilakukan
b. OS : tidak dilakukan

b. Pemeriksaan Luar
Injeksi silier

Infiltrate
Pd jam 5
Bentuk Halo

13

OD
Orthofori
Pergerakan ( +), Ptosis ( -),

OS
Posisi Bola Mata
Palpebra

Orthofori
Pergerakan (+ ), Ptosis ( -),

Lagoftalmos (-), Edema (-),

Lagoftalmos (-), Edema (+),

hematom ( -)

hematom ( -)

injeksi konjungtiva/siliaris (-)

Konjungtiva

injeksi siliaris (+)


sekret (+)

Jernih

Kornea

Terdapat infiltrat pada arah


jam 5

Dalam (normal)

Bilik mata depan

Hifema (-) Hipopion (-)


Iris : Coklat

Dalam (Normal)
Hifema (-) Hipopion (-)

Iris/pupil

Iris : Coklat

Refleks pupil langsung & tak

Refleks pupil langsung & tak

langsung (+)

langsung (+)

Jernih

Lensa
Tidak dilakukan

Jernih
Fundus

Tidak dilakukan

c. Pergerakan Bola Mata

d. Palpasi tekanan intra ocular mata kanan dan kiri : Tidak dilakukan
e. Tes Lapang Pandang
OD : Baik

14

OS : Baik
3. Resume
Seorang laki-laki, 38 tahun, datang dengan keluhan mata merah sejak 3
hari yang lalu . Pasien juga merasakan nyeri di mata kiri, pandangan menjadi
kabur, berbayang, silau, pusing dan keluar air mata. Saat pertama kali
mengetahui mata kirinya merah, pasien hanya memakai obat mata Rohto
tapi tidak ada perubahan. Pasien adalah seorang salesman. Pasien mengaku
sering terkena pajanan debu saat diperjalanan, pasien tidak memakai kacamata
pelindung. Hasil pemeriksaan oftalmologis pasien menunjukkan pada
konjungtiva terdapat injeksi siliar dan kornea terdapat infiltrat pada arah jam
5. Terdapat pembengkakan pada kelopak sebelah kiri dan terdapat sekret.
4. Diagnosis
Diagnosis kerja
: Keratitis
Diagnosis banding : Ulkus kornea
5. Rencana pemeriksaan lanjutan :
Pemeriksaan Flouresen. Kultur .
6. Tatalaksana
Non-medikamentosa
1.

Edukasi pada pasien untuk mengurangi iritasi akibat debu, lingkungan


yang kering, maupun sinar Ultraviolet dengan menggunakan kacamata
hitam dengan proteksi sinar Ultraviolet ketika berada di luar ruangan.
Menganjurkan penggunaan topi bertepi lebar ketika terpapar sinar

matahari yang kuat.


2. Membersihkan sekret setiap hari dengan kassa.
Medikamentosa
:
1. Pemberian antibiotik oral dan topikal serta steroid topikal
oFloxacin tetes mata 4 x 1 OS
Clamixin tab 500 mg 3 x 1 selama 3 hari.
2. Pemberian re-epitel
Reepithel tetes mata 4 x 1 Os
3. Pemberian air mata buatan
Lyters tetes mata 4 x 1 OS
7. Prognosis

15

a. Quo Ad vitam
b. Quo Ad functionam
c. Quo Ad sanationam

: Bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang laki-laki, 38 tahun, datang dengan keluhan mata merah sejak 3 hari
yang lalu . Pasien juga merasakan nyeri di mata kiri, pandangan menjadi kabur,
berbayang, silau, pusing dan keluar air mata. Saat pertama kali mengetahui mata
kirinya merah, pasien
perubahan.

hanya memakai obat mata Rohto tapi tidak ada

Pasien adalah seorang salesman. Pasien mengaku sering terkena

pajanan debu saat diperjalanan, pasien tidak memakai kacamata pelindung. Hasil
pemeriksaan oftalmologis pasien menunjukkan pada konjungtiva terdapat injeksi
siliar dan kornea terdapat infiltrat pada arah jam 5. Terdapat pembengkakan pada
kelopak sebelah kiri dan terdapat sekret.
Dari anamnesa menunjukan bahwa pasien mengalami suatu infeksi didaerah
mata bagian kiri dengan keluhan mata merah, silau (fotofobia), berair (epifora)
dan pandangan kabur. Dari gejala yang timbul tersebut menunjukan diagnosis
mengarah ke diagnosis keratitis.
Penderita mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut
nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun
yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat
oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai
media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang
masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan

16

terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea.


Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris
yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang
disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga
berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak
kecuali pada ulkus kornea yang purulen. Hal ini juga akan memberikan gejala
mata merah, silau, merasa kelilipan, penglihatan kabur.
Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah
tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan
kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah
tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan
penyebab dari suatu peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea,
lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi,
derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik
presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga
berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap
pengobatan.
Terapi yang diberikan yaitu pemberian antibiotik topikal dan tetes air mata
buatan dan reepitel. Pasien juga dianjurkan menggunakan pelindung mata (kaca
mata hitam) untuk melindungi dari pajanan luar seperti debu dan sinar ultraviolet.
Pada pasien diberikan ofloxacin yang merupakan antibiotik golongan kuinolon
yang digunakan untuk menghilangkan gejala-gejala infeksi pada mata. Pasien juga
diberikan antibiotik clamixin yang merupakan kombinasi antibiotik dari
amoxicilin dan asam klavulanat. Amoksisilin merupakan antibiotik golongan
betalaktam yang bersifat bakteriosida. Asam klavulanat adalah golongan antibiotik
penghambat betalaktamase. Amoksisilin merupakan antibiotik spektrum luas yang
menghambat sintesis dinding sel bakteri gram positif maupun negatif, seperti
staphylokokus, streptokokus, H. Influensa dan N. Gonorea. Ada beberapa jenis
bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotik golongan penisilin (betalaktam),
hal itu disebabkan antara lain karena bakteri memproduksi ennzim betalaktamase
sehingga dapat menghancurkan antibiotik golongan betalaktam ini. Contoh

17

bakteri tersebut antara lain adalah S.aureus, H. Influenza, gonokokus dan berbagai
batang gram negatif.
Penghambat betalaktamase saja belum bisa membunuh bakteri sehingga tidak
bisa digunakan sebagai obat tunggal untuk menangulanggi penyakit infeksi,
sehingga asam klavulanat selalu dikombinasikan. Bila dikombinasikan dengan
antibiotik betalaktam (amoksisilin), maka penghambat ini bisa mengikat
betalaktamase sehingga antibiotika pasanganya bebas dari pengerusakan enzim
tersebut dan dapat mencapai tujuan dan menghancurkan dinding sel bakteri.
Pemberian air mata buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang
dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang
waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian reepithel tetes
dimaksudkan untuk mengembalikan dan mempercepat penyembuhan epitel
kornea.

18

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi yang telah dilakukan
kepada pasien dalam kasus ini, pasien didiagnosis keratitis, namun untuk lebih
memastikan penyebabnya apakah dikarenakan jamur, bakteri maupun jamur perlu
di lakukan pemeriksaan kultur dan tes flouresei untuk melihat kedalaman luka
pada kornea. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien adalah dengan
memberikan antibiotika, tetes air mata buatan dan reepithel.Terapi non
medikamentosa diberikan untuk memberikan pemahaman pada pasien mengenai
faktor resiko keratitis yang dapat disebabkan oleh pajanan sinar matahari, pajanan
debu dan lensa kontak sehingga dapat mengunakan kacamata hitam.

DAFTAR PUSTAKA
American Academy of opthalmology. Externa disease and cornea. San Fransisco
2007 : 8-12, 157-160
Biswell R. Cornea. In: Vaughan D, Asbury T, Riordon-Eva P. General
Ophthalmology. 15th edition. Connecticut ; Appleton & Lange; 1999. p. 11941
19

Cariello AJ, Passos RM, Yu MC, Hofling-Lima AL. Microbial keratitis at a


referral center in Brazil. Int Ophthalmol. Jun;31(3):197-204.
G.Lang. Flexybook Ophtalmology. 2nd edition. New York. Thieme. 2006. p.115,
125, 130.
Ilyas, Sidarta : Anatomi dan Fisiologi mata dalam Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 1-12.
Ilyas, Sidarta. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2000 : 52
Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2005 :
147-158
K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK. 2005.
p.62
McLeod SD. Bacterial keratitis. In: Yanoff M, Duker JS, eds. Ophthalmology. 3rd
ed. San Francisco: Mosby; 2009:262-270.
Nikhil S Gokhale. Medical management approach to infectious keratitis. Indian
Journal of Opthalmology. 2012.
Ocular Diagnosis and Theraphy. 5th edition. Philadelphia; Lippincott Williams &
Wilkins; 2002. p. 67-129
Oliver.J. Ophthalmology At a Glance. Blackwell Science. London. 2005. p.33
Pavan-Langston D. Cornea and External Desease. In: Pavan-Langston D. Manual
of Ocular Diagnosis and Theraphy. 5th edition. Philadelphia; Lippincott
Williams & Wilkins; 2002. p. 67-129
Srinivasan M, et al. Distinguishing infectious versus non infectious keratitis.
Indian Journal of Opthalmology. 2006. 56:3;50-56
Vaughan, Deaniel. Ofthalmology Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya
Medika Jakarta, 2000 : 4-6

20

Anda mungkin juga menyukai