Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit
(Djuanda, 56:2005). Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan
kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis,
Skabies, Infeksi jamur, dan pada insect bites (Beheshti, 2:2007). Impetigo disebabkan oleh
Staphylococcus aureus atau Streptococcus beta hemolitikus grup A (Streptococcus pyogenes).
Staphylococcus merupakan patogen primer pada impetigo krustosa dan ecthyma (Beheshti,
2007). Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontangiosa, impetigo vulgaris, atau
impetigo Tillbury Fox. Impetigo bulosa juga dikenal sebagai impetigo vesikulo-bulosa atau
cacar monyet (Djuanda, 56-57:2005).
2.2 Klasifikasi
Jenis impetigo yaitu :
a. Impetigo krustosa/contagiosa (tanpa gelembung cairan, dengan
krusta/keropeng/koreng)
Ini adalah bentuk paling umum. Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus
aureus, streptokokus atau keduanya, tergantung pada variasi geografis, dengan bentuk
streptokokus yang lebih umum di iklim hangat. Lesi awal impetigo contagiosa adalah
vesikel sangat berdinding tipis yang berkembang pada basis eritematosa. Vesikel
pecah dengan cepat, dan sebagai hasilnya, mereka jarang terlihat. Memancarkan
serum mengering untuk membentuk kerak kecoklatan dengan warna madu
karakteristik (Gambar 1). Dibeberapa kasus, mungkin ada debit purulen (Gambar 2).
Lesi satelit terjadi di sekitar karena autoinoculation. Mudah pecah akhirnya kering,
terpisah dan menghilang, meninggalkan daerah eritema yang menyembuhkan tanpa
bekas luka. Daerah yang paling umum adalah wajah, terutama di sekitar mulut dan
hidung. Kebanyakan anak adalah pembawa hidung dari organisme penyebab. Batang
dan anggota badan juga dapat dipengaruhi. Lesi biasanya terlokalisasi. Dalam kasus
yang parah, mungkin ada limfadenitis regional dengan demam dan gejala
konstitusional lainnya. Meluasnya impetigo contagiosa yang paling umum dalam
pengaturan eksim atopik infeksi sekunder.

Gambar 1

Gambar 2

b. Impetigo bulosa (dengan gelembung berisi cairan)


Impetigo bulosa hampir selalu disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
Organisme dapat mudah dibiakkan dari cairan blister. Stafilokokus diproduksi toksin
epidermolitik telah pulih dari cairan blister dalam beberapa kasus, dan itu diterima
sebagai dasar untuk pembentukan bula. Impetigo bulosa biasanya sporadis tetapi
kelompok kasus dapat terjadi dalam keluarga, dan wabah yang lebih besar kadangkadang terlihat di institutions. Dalam impetigo bulosa, bula yang kurang cepat pecah.
Mereka menjadi jauh lebih besar dan dapat berlangsung selama 2-3 hari. Ketika bula
pecah, remah kuning dengan hasil mengalir. Temuan patognomonik adalah
"collarette" skala yang mengelilingi atap blister di pinggiran lesi pecah. Lesi mungkin
terlihat circinate karena penyembuhan pusat dan perifer extension. Mereka mungkin
terus memperbesar, membentuk patterns. Polisiklik bula dapat terjadi di mana saja
dan mungkin didistribusikan secara luas dan tidak teratur. Meskipun impetigo
terutama diagnosis klinis, akan lebih bermanfaat untuk mendapatkan swab nanah dari
lesi atau eksudat untuk mengkonfirmasi diagnosis. Microscopy, kultur dan sensitivitas
juga diperlukan untuk memandu pilihan agen antibiotik untuk pengobatan. Ini juga
akan membantu untuk mengidentifikasi kasus masyarakat terkait methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA).

2.3 Penyebab
Impetigo adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri. Secara klinis dikenal
dua bentuk impetigo, impetigo krustosa terutama disebabkan oleh Staphyllococcus aureus
koagulase positif dan Streptococcus betahemolyticus, sedangkan impetigo bulosa disebabkan
oleh stafilokok. Impetigo bulosa sering terjadi pada bayi baru lahir, meski pun dapat terjadi
pada semua umur. Tipe neonatal sangat menular. Penyebab yang sering adalah S. aureus galur
koagulase positif yang menghasilkan toksin. Penyebab impetigo menurut Djuanda A, (2007).
Impetigo krustosa biasanya disebabkan oleh Streptococcus B Hemolyticus (bakteri), Impetigo
bulosa biasanya disebabkan oleh Streptococcus aureus (bakteri).
2.4 Gejala Penyakit Impetigo
a. Impetigo krustosa : keluhan utama adalah rasa gatal. Lesi awal berupa makula
eritematosa berukuran1-2 mm, segera berubah menjadi vesikel atau bula. Karena
dinding vesikel tipis, mudah pecah dan mengeluarkan sekret seropurulen kuning
kecoklatan. Selanjutnya mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta
mudah dilepaskan, dibawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret
sehingga krusta kembali menebal.
b. Impetigo bulosa : lepuh timbul mendadak pada kulit sehat, bervariasi mulai miliar
hingga lentikular, dapat bertahan 2-3 hari. Berdinding tebal dan ada hipopion. Jika
pecah menimbulkan krusta yang coklat datar tipis.
2.5 Faktor Prediposisi
Faktor Prediposisi Impetigo antara lain

Kepadatan penduduk

Lebih sering di daerah tropis

Kebersihan yang kurang dan hygiene buruk (anemia dan malnutrisi)

Lingkungan yang kotor dan berdebu akan lebih sering dan lebih hebat

Gigitan serangga

Infeksi virus, jamur, atau parasit yang mendahului. (Boediardja, dkk.2009).

Kontak langsung dengan pasien impetigo

Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo

Cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab

Kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit seperti gulat

Pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopic (Sumber Beheshti, 2:2007).

2.6 Patofisiologi
Infeksi Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus dimana
kita ketahui bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya
mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi
beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang lain
berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan
katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom
syok toksik, dan enterotoksin. Bakteri staph menghasilkan racun yang dapat menyebabkan
impetigo menyebar ke area lainnya. Toxin ini menyerang protein yang membantu mengikat
sel-sel kulit. Ketika protein ini rusak, bakteri akan sangat cepat menyebar. Enzim yang
dikeluarkan oleh Stap akan merusak struktur kulit dan adnya rasa gatal dapat menyebabkan
terbentuknya lesi pada kulit.
Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2 mm, kemudian
berubah menjadi bula atau vesikel. Pada Impetigo krustosa awalnya berupa warna kemerahan
pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran
2-5 mm. Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna
keruh/mengandung

nanah/pus)

yang

mudah

pecah

dan

menjadi

papul

dengan

keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang berukuran <2cm dengan kemerahan
minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya, sekret seropurulen kuning kecoklatan
yang kemudian mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan,
di bawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan
kembali menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian tengah.
Kemudian pada Bullous impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit yang sehat dari
plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada daerah
dalam dari alat gerak (daerah ekstensor), bervariasi dari miliar sampai lentikular dengan
dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3 hari. Bila pecah, dapat menimbulkan
krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis.

2.7 Gambaran histopatologi

a. Impetigo krustosa : berupa peradangan superfisial folikel pilosebase bagian atas.


Terbentuk bula atau vesikopustula subkornea yang berisi kokus serta debris berupa
leukosit dan sel epidermis. Pada lapisan dermis didapatkan reaksi peradangan ringan
berupa dilatasi pembuluh darah, edema dan infiltrasi PMN.
b. Impetigo bulosa : pada epidermis tampak vesikel subkornea berisi sel-sel radang yaitu
leukosit. Pada dermis tampak sebukan sel-sel radang ringan dan pelebaran ujungujung pembuluh darah.
2.8 Diagnosa Banding
a. Impetigo krustosa

Varisela: lesi lebih keci, berbatas tegas, umbilikasi vesikel.

Ektima: lesi lebih besar, lebih dalam dan peradangan lebih berat. Ditutupi krusta
yang keras, jika diangkat akan berdarah secara difus.

Impetigenisasi: pioderma sekunder, prosesnya menahun sering masih tampak


penyakit dasarnya.

b. Impetigo bulosa

Pemfigus: biasanya bula berdinding tebal, dikelilingi oleh daerah eritematosa dan
keadan umum buruk.

Impetigenisasi: menunjukkan pula gejala-gejal penyakit primer dengan gejala


konstitusi berupa demam dan malaise.

Tinea sirsinata: jika lepuh pecah, bagian tepi masih menunjukkan adanya lepuh,
tetapi bagian tengah menyembuh.

2.9 Komplikasi
Sebenarnya impetigo tidaklah berbahaya, tapi kadang infeksi ini menyebabkan
komplikasi serius meski jarang terjadi, Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2
minggu walaupun tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal/Poststreptococcal
glomerulonephritis (PSGN) pasca infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien terutama
usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotik. Gejala berupa
bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat urine seperti warna teh.
Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul.
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang
paru-paru (pneumonia), selulitis (merupakan infeksi serius yang menyerang jaringan di

bawah kulit dan dapat menyebar ke kelenjar getah bening serta memasuki aliran darah, Jika
tak ditangani, cellulitis dapat mengancam jiwa), psoriasis, Staphylococcal scalded skin
syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening serta Infeksi methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA), kulit parut berubah warna terang atau gelap.
Komplikasi impetigo bulosa non-jarang tapi lokal dan sistemik penyebaran infeksi
dapat terjadi yang dapat mengakibatkan selulitis, limfangitis atau septicemia. Komplikasi
infeksi menular pyogenes S termasuk psoriasis guttate, demam berdarah dan
glomerulonefritis (radang ginjal yang dapat menyebabkan gagal ginjal) (Koning et al, 2012).
Eksotoksin yang dihasilkan oleh beberapa strain S aureus mungkin jarang menyebabkan
staphylococcal toxic shock syndrome atau sindrom kulit tersiram air panas (DermNetNZ,
2013).
Dalam kasus yang tidak diobati, penyakit ini dapat menyebar ke daerah lain tubuh.

Impetigo stafilokokus dengan strain yang memproduksi toxic shock syndrome toxin-1
(TSST-1) dapat menyebabkan sindrom syok toksik pada anak-anak.

Osteomyelitis stafilokokus, septic arthritis dan pneumonia dapat terjadi, tetapi


perkembangan penyakit berat seperti biasanya terbatas pada anak-anak dengan
kekurangan imun atau diwariskan.

Strain nefritogenik tertentu kelompok A -hemolitik streptokokus dapat menyebabkan


glomerulonefritis poststreptococcal, mungkin dengan cara meniru antigenik

2.10 Penatalaksanaan
Impetigo bulosa non-harus diobati dengan antibiotik topikal atau oral dan penyebab
yang mendasari diatasi jika sesuai. Jika impetigo terlokalisir harus diperlakukan dengan asam
fusidic topikal 3-4 kali sehari selama tujuh hari (EMC, 2013). Sebelum aplikasi, remah lesi
harus dihapus dengan merendam dalam air sabun - memberikan ini tidak menyebabkan
ketidaknyamanan. Hal ini memungkinkan antibiotik bersentuhan langsung dengan bakteri
daripada yang terbuang pada inert, kering, pengelupasan kulit (Watkins, 2005). Mupirocin
topikal, retapamulin dan antiseptik yang tidak dianjurkan sebagai pengobatan pertama; ada
kurangnya bukti bahwa antiseptik topikal yang efektif dan mereka dapat menyebabkan reaksi
kulit. Antiseptik berbasis alkohol juga bisa memperburuk kulit kering dan celah (Watkins,
2005). Jika impetigo bulosa adalah, luas atau berat dengan gejala sistemik, antibiotik oral
harus menjadi pengobatan lini pertama (NICE 2013).

Flukloksasilin : Direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama karena diketahui


efektif terhadap organisme Gram-positif, termasuk beta laktamase-memproduksi
Staphylococcus aureus.

Klaritromisin : Alternatif jika pasien alergi terhadap penisilin, dan direkomendasikan


sebagai antibiotik macrolide pilihan. Umumnya dianggap menyebabkan efek samping
yang lebih sedikit daripada eritromisin dan memiliki kepatuhan yang lebih besar
karena hanya membutuhkan dosis dua kali sehari.

Eritromisin : Alternatif lain jika pasien alergi terhadap penisilin. Antibiotik makrolida
dengan spektrum yang luas dari aktivitas, termasuk yang paling staphylococcal dan
spesies streptokokus. Direkomendasikan sebagai alternatif untuk klaritromisin karena
biaya yang lebih rendah.

a. Impetigo krustosa : menjaga kebersihan kulit dengan mandi pakai sabun 2 kali sehari.
Jika krusta banyak, dilepas dengan mencuci dengan H2O2 dalam air, lalu diberikan salep
antibiotik seperti kloramfenikol 2% dan teramisin 3%. Jika lesi banyak dan disertai gejala
konstitusi (demam), berikan antibiotik sistemik, misalnya penisilin, kloksasilin atau
sefalosporin.
b. Impetigo bulosa : menjaga kebersihan dan menghilangkan faktor-faktor predisposisi. Jika
bula besar dan banyak, sebaiknya dipecahkan, selanjutnya dibersihkan dengan antiseptik
(betadine) dan diberi salep antibiotik (kloramfenikol 2% atau eritromisin 3%). Jika ada
gejala konstitusi berupa demam, sebaiknya diberi antibiotik sistemik, misalnya penisilin
30-50mg/kg berat badan atau antibiotik lain yang sensitif.
2.11 Pencegahan
Menjaga kulit tetap bersih adalah jalan terbaik untuk menjaga kulit tetap sehat. Obati
luka terbuka, gigitan serangga dan bentuk luka lain secara benar dengan membersihkan area
yang terluka dengan menggunakan antibiotik.
Jika seseorang dalam keluarga anda memiliki impetigo, lakukan tindakan berikut untuk
mencegahnya menular:

Cuci area yang terinfeksi dengan sabun lembut dan air mengalir

Cuci pakaian mereka yang terinfeksi setiap hari dan jangan berbagi penggunaan

Gunakan sarung tangan ketika menggunakan salep antibiotik dan segera cuci tangan anda
setelahnya

Potong kuku anak yang terinfeksi untuk menghindari kerusakan kulit akibat menggaruk
area yang terinfeksi

Cuci tangan secara teratur

Jaga anak anda tetap dirumah sampai dokter mengizinkan.

2.12 Asuhan keperawatan


2.12.1 Pengkajian
a. Impetigo krustosa
-

Lokalisasi : daerah yang terpajan, terutama wajah (sekitar hidung dan mulut),
tangan, leher dan ekstremitas.

Efloresensi/sifat-sifatnya : macula eritematosa miliar sampai lentikular, difus,


anular, sirsinar; vesikel dan bula lentikular difus; pustule miliar sampai
letikular; krusta kuning kecoklatan, berlapis-lapis, mudah diangkat.

Biakan bakteriologis eksudat lesi; biakan secret dalam media agar darah,
dilanjutkan dengan tes resistensi.

b. Impetigo bulosa
-

Lokalisasi : ketiak, dada, punggung dan ekstremitas atas dan bawah.

Efloresensi/sifat-sifatnya : tampak bula dengan dinding tebal dan tipis, miliar


hingga letikular, kulit sekitarnya tak menunjukkan peradangan, kadang-kadang
tampak hipopion.

Preparat mikroskopik langsung dari cairan bula untuk mencari stafilokok.

Biakan cairan bula dan uji resisten.

2.12.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah :

kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit

Gangguan harga diri

Nyeri akut

2.12.3. Rencana tindakan

Pemeliharaan Akses Dialisis : Memelihara area akses pembuluh darah (arteri


vena).

Kewaspadaan Lateks : Menurunkan risiko reaksi sistemik terhadap lateks.

Pemberian Obat : Mempersiapkan, memberikan, dan mengevaluasi


keefektifan obat resep dan obat nonresep.

Perawatan Area Insisi : Membersihkan, memantau, dan meningkatkan proses


penyembuhan pada luka.

Manajemen Pruritus : Mencegah dan mengobati gatal.

Surveilans Kulit : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk


mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa.

Anda mungkin juga menyukai