Anda di halaman 1dari 23

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Kejadian Jatuh Pada Lanjut Usia


1. Pengertian
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi
mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang
sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak
termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang.
Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik yang jenis dan
konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar
mengalami jatuh (Stanley, 2006).
2. Faktor Resiko
a. Faktor instrinsik
Faktor instrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan
mengapa seseorang dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain
dalam kondisi yang sama mungkin tidak jatuh (Stanley, 2006). Faktor
intrinsik tersebut antara lain adalah gangguan muskuloskeletal misalnya
menyebabkan gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas bawah,
kekakuan sendi, sinkope yaitu kehilangan kesadaran secara tiba-tiba
yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala
lemah, penglihatan gelap, keringat dingin, pucat dan pusing
(Lumbantobing, 2004).
b. Faktor ekstrinsikFaktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan
sekitarnya) diantaranya cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang

licin, tersandung benda-benda (Nugroho, 2000). Faktor-faktor


ekstrinsik tersebut antara lain lingkungan yang tidak mendukung
meliputi cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tempat
berpegangan yang tidak kuat, tidak stabil, atau tergeletak di bawah,
tempat tidur atau WC yang rendah atau jongkok, obat-obatan yang
diminum dan alat-alat bantu berjalan (Darmojo, 2004).
3. Penyebab Jatuh Dari Lingkungan Rumah
Faktor-faktor lingkungan yang menyebabkan jatuh adalah
penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), lantai yang licin
dan basah, tempat berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang dan
alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang tidak stabil dan tergeletak
di bawah. (Darmojo, 2004). Menurut Friedman, 1998 adalah kondisi
interior rumah meliputi bagaimana ruangan-ruangan tersebut dilengkapi
oleh perabot , kelayakan perabot, penerangan yang tidak memadai dan
eksterior rumah meliputi lantai, tangga, jeruji dalam keadaan buruk,
tempat obat-obatan tidak terjangkau dan pintu masuk dan pintu keluar ke
rumah tidak terdapat penerangan dan ruang gerak yang cukup untuk keluar
dari rumah, kabel listrik telanjang di lantai, kolam renang yang tidak di
pagari secara memadai.
4. Akibat Jatuh
Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik
dan psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh
adalah patah tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat
jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta
kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera
fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat

memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percayadiri,


penbatasan dalam aktivitas sehari-hari, falafobia atau fobia jatuh
(Stanley, 2006).
5. Komplikasi
Menurut Kane (1996), yang dikutip oleh Darmojo (2004),
komplikasi-komplikasi jatuh adalah :
a. Perlukaan (injury)
Perlukaan (injury) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang
terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya
arteri/vena, patah tulang atau fraktur misalnya fraktur pelvis, femur,
humerus, lengan bawah, tungkai atas.
b. Disabilitas
Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan
dengan perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu
kehilangan kepercayaan diri dan pembatasan gerak.
c. Mati
6. Pencegahan
Menurut Tinetti (1992), yang dikutip dari Darmojo (2004), ada 3
usaha pokok untuk pencegahan jatuh yaitu :
a. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk
mencari adanya faktor instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan
assessment keadaan sensorik, neurologis, muskuloskeletal dan penyakit
sistemik yang sering menyebabkan jatuh.
Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat
menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup
tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari

benda-benda kecil yang susah dilihat, peralatan rumah tangga yangsudah tidak
aman (lapuk, dapat bergerser sendiri) sebaiknya diganti,
peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga
tidak mengganggu jalan/tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi
dibuat tidak licin sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu
yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi
pegangan di dinding.
b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)
Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan
badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila
goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka
diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medis. Penilaian gaya
berjalan juga harus dilakukan dengan cermat, apakah kakinya menapak
dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita mengangkat kaki
dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas
bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu
harus dikoreksi bila terdapat kelainan/penurunan.
c. Mengatur/ mengatasi faktor situasional.
Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita
lanjut usia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut
usia secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat
dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan , faktor
situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan
kondisi kesehatan lanjut usia. Aktifitas tersebut tidak boleh melampaui
batasan yang diperbolehgkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi
fisik. Maka di anjurkan lanjut usia tidak melakukan aktifitas fisik yang
sangat melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk tiap
kasus karena perbedaan faktor-faktor yang bekerjasama mengakibatkanjatuh. Bila
penyebab merupakan penyakit akut penangananya menjadi
lebih mudah, lebih sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab
jatuh secara efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi
kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat,
rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lanjut usia itu.
Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh
ulangan, misalnya pembatasan bepergian/aktivitas fisik, penggunaan alat
bantu gerak.
Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan
penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot sehingga memperbaiki fungsionalnya. Sering terjadi
kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu penderita
mengalami jatuh. Padahal terapi ini diperlukan secara terus-menerus
sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan status fungsional.
Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan
difokuskan untuk mengatasi penyebab/faktor yang mendasarinya.
Penderita dimasukkan dalam progam gait training dan pemberian alat
bantu berjalan. Biasanya progam rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis.
Penderita dengan dizziness syndrom, terapi ditujukan pada penyakit
kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat-obat yang
menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretic dan
antidepresan. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki
lingkungan rumah/tempat kegiatan lanjut usia seperti tersebut di
pencegahan jatuh (Darmojo, 2004).

B. Konsep Menua
1. Pengertian Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo,2004).
Menurut organisasai kesehatan dunia (WHO), yang termasuk lanjut
usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas. Menurut Undangundang No.4
tahun 1965 pasal 1, seseorang dinyatakan sebagai orang
jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun,
tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain
(Mubarak, 2006).
2. Teori-Teori Proses Menua
Menurut Stanley (2006), teori-teori proses menua terdiri dari :
a. Teori Biologis
1) Teori Genetic Clock
Menurut teori ini menua telah terprogam secara genetik
untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai di dalam inti
sel nya suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi
tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan
replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita
itu berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai
kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir (Darmojo, 2004).
2) Teori Wear and Tear
Teori wear and tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwa
akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis

DNA, sehingga mendorong malfungsi organ tubuh. Radikal bebas


dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
mengakibatkan oksidasi O2 bahan-bahan organik seperti karbohidratdan protein.
Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan
regenerasi (Maryam, 2008).
3) Riwayat lingkungan
Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan
(misalnya karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma dan
infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses penuaan.
Walaupun faktor-fraktor ini diketahui dapat mempercepat proses
penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak
sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan.
4) Teori Imunitas
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam
sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang
bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing
mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk
menderita penyakit. Seiring dengan berkurangnya fungsi sistem
imun, terjadilah peningkatan dalam respon autoimun tubuh.
5) Teori Neuroendokrin
Penuaan terjadi oleh karena adanya suatu perlambatan dalam
sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksi
yang diatur oleh sistem saraf. Hal ini lebih jelas ditunjukkan dalam
kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal, dan reproduksi.
Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara
universal akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk
menerima, memproses dan bereaksi terhadap perintah (Stanley,

2006). Seluruh reflek volunter menjadi lebih lambat sehingga


kemampuan lanjut usia untuk berespon terhadap stimulus akan
berkurang.b. Teori Psikososiologis
Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap
dan perilaku yang menyertai peningkatan usia. Teori psikososiologis
terdiri dari:
1. Teori Kepribadian
Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan
psikologis Separuh kehidupan manusia berikutnya digambarkan
dengan memiliki tujuanya sendiri, yaitu untuk mengembangkan
kesadaran diri sendiri melalui aktivitas yang dapat merefleksikan
dirinya sendiri.
2. Teori tugas perkembangan
Hasil penelitian Erickson tugas perkembangan adalah
aktifitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada
tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang
sukses. Tugas utama lanjut usia adalah mampu melihat kehidupan
seseorang sebagai kehidupan yang harus dijalani dengan integritas.
3. Teori disengagement
Teori disengagement (teori pemutusan hubungan)
menggambarkan proses penarikan diri ini dapat diprediksi,
sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk fungsi yang tepat
dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lanjut usia dikatakan akan
bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab
telah diambil oleh generasi yang lebih muda.
4. Teori aktivitas

Penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif. Gagasan


pemenuhan kebutuhan seseorang harus seimbang dengan pentingnyaperasaan
dibutuhkan oleh orang lain. Kesempatan untuk turut
berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang
yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan
yang penting bagi lanjut usia.
5. Teori kontinuitas
Teori kontinuitas, juga dikenal sebagai suatu teori
perkembangan, merupakan suatu kelanjutan dari kedua teori
sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian
pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar
mencapai kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di usia tua.
Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu
sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi
bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap
perubahan akibat menua. Ciri kepribadian dasar dikatakan tetap tidak
berubah walaupun usianya telah lanjut.
3. Perubahan Fisiologis Pada Lanjut Usia
Perubahan fisiologis pada lanjut usia yang berkaitan dengan
kejadian jatuh diantaranya adalah perubahan sistem musculoskeletal,
sistem persyarafan dan sistem sensoris (Lueckenotte, 2000).
a. Perubahan Muskuloskeletal
Menurut Lueckenotte (1997), tulang-tulang pada sistem skelet
(rangka) membentuk fungsi penunjang, pelindung, gerakan tubuh dan
penyimpanan mineral. Jaringan otot rangka melekat pada rangka dan
bertanggung jawab untuk gerakan tubuh volunter. Persendian
diklasifikasikan secara struktural dan fungsional. Klasifikasi struktural

didasarkan pada ikatan materi tulang dan apakah ada rongga persendia.
Klasifikasi fungsional didasarkan pada jumlah gerakan yangdimungkinkan pada
persendian. Bila artikulasis di antara tambahan
tulang, sendi menahan tulang dan memungkinkan gerakan.
Penurunan progesif pada massa tulang total terjadi sesuai proses
penuaan. Beberapa kemungkinan penyebab dari penurunan ini meliputi
ketidakaktifan fisik, perubahan hormonal, dan resorpsi tulang. Efek
penurunan tulang adalah makin lemahnya tulang: vertebra lebih lunak
dan dapat terteka, dan tulang berbatang panjang kurang tahanan
terhadap penekukan dan menjadi lebih cenderung fraktur.
Serat otot rangka berdegenerasi. Fibrosis terjadi saat kolagen
menggantikan otot, mempengaruhi pencapaian suplai oksigendan
nutrisi. Massa, tonus dan kekuatan otot semunya menurun: otot lebih
menonjol dari ekstremitas yang menjadi kecil dan lemah, dan tangan
kurus dan tampak bertulang. Penyusupan dan sklerosis pada tendon dan
otot mengakibatkan perlambatan respon selama tes reflex tendon.
Menurut Pujiastuti (2003), perubahan muskuloskeletal antara lain
pada jaringan penghubung, kartilago, tulang, otot dan sendi.
1. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi tidak teratur dan penurunan hubungan pada
jaringan kolagen, merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas
pada jaringan tubuh. Sel kolagen mencapai puncak mekaniknya
karena penuaan, kekakuan dari kolagen mulai menurun. Kolagen dan
elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung
mengalami perubahan kualitas dan kuantitasnya.

Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya


fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa
nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot,
kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan danhambatan dalam
melekukan aktivitas sehari-hari.upaya fisioterapi
untuk mengurangi dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk
menjaga mobilitas.
2. Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan
mengalami granulasi akhirnya permukaan sendi menjadi rata.
Selanjutnya kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan
degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progesif. proteoglikan
yang merupakan komponen dasar matrik kartilago.berkurang atau
hilang secara bertahap. Sehingga jaringan fibril pada kolagen
kehilangan kekuatanya dan akhirnya kartilago cenderung mengalami
fibrilasi. Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat seperti
pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif
tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi sebagai permukaan sendi
yang berpelumas. Konsekuensinya kartilago pada persendian
menjadi rentan terhadap gesekan.
Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu
berat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami
peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya
aktivitas sehari-hari.. untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dapat
diberikan teknik perlindungan sendi.
3. Tulang
Kekurangan kepadatan tulang, setelah diobservasi adalah

bagian dari penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis


trabekula tranversal terabsorbsi kembali, sehingga akibat perubahan
itu, jumlah tulang spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi
tipis. Perubahan lain yang terjadi adalah penurunan estrogen
sehingga produksi osteoklas tidak terkendali, penurunan penyerapan
kalsium di usus, peningkatan haversi sehingga tulang keropos.Berikutnya jaringan
tulang secara keseluruhan menyebabkan
kekuatan dan kekakuan tulang menurun.
Dampak berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan
osteoporosis. Osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri,
deformitas, fraktur. Latihan fisik dapat diberikan sebagai cara untuk
mencegah osteoporosis.
4. Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi.
Menurunnya jumlah dan ukuran serabut otot, meningkatnya jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek
negatif. Perubahan otot pada penuaan antara lain menurunya jumlah
serabut otot, atrofi pada beberapa serabut otot dan fibril menjadi
tidak teratur dan hipertropi pada serabut otot yang lain, penurunan
30% massa otot, meningkatnya jaringan lemak, degenerasi miofibril.
Dampak dari perubahan otot tersebut adalah menurunya
kekuatan, menurunnya fleksibilitas, meningkatnya waktu reaksi dan
menurunnya kemampuan fungsional otot. Untuk mencegah
perubahan lebih lanjut dapat diberikan latihan untuk
mempertahankan mobilitas.
5. Sendi
Pada lanjut usia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,

ligamen dan fasia mengalami penurunan elastis, ligamen, kartilago


dan jaringan periartikular mengalami penurunan daya lentur dan
elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, kalsifikasi pada kartilago dan
kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi
penurunan luas gerak sendi, gangguan jalan dan aktivitas keseharian
lainnya. Upaya pencegahan kerusakan sendi antara lain memberikan
teknik perlindungan sendi dalam beraktivitas.b. Perubahan Sistem Persarafan
Sistem neurologis , terutama otak adalah suatu faktor utama dalam
penuaan. Neuron-neuron menjadi semakin komplek dan tumbuh, tetapi
neuron-neuron tersebut tidak dapat mengalami regenerasi. Perubahan
struktural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri. Walaupun
bagian lain dari sistem saraf pusat juga terpengaruh. Perubahan ukuran
otak yang dipengaruhi oleh atrofi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel
otak. Korteks serebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi
oleh kehilangan neuron. Penurunan aliran darah serebral dan
penggunaan oksigen dapat pula terjadi dengan penuaan.
Perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan dan
penyusutan neuron, dengan potensial 105 kehilangan yang diketahui
pada usia 80 tahun. Secara fungsional terdapat suatu perlambatan reflek
tendon, terdapat kecenderungan ke arah tremor dan langkah yang
pendek-pendek atau gaya berjalan dengan langkah kaki melebar disertai
dengan berkurangnya gerakan yang sesuai. Waktu reaksi menjadi lebih
lambat, dengan penurunan atau hilangnya hentakan pergelangan kaki
dan pengurangan reflek lutut, bisep dan trisep terutama karena
pengurangan dendrite dan perubahan pada sinaps, yang memperlambat
konduksi ( Stanley, 2006)

Menurut Pujiastuti (2003), lanjut usia mengalami penurunan


koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik
pada susunan SSP . hal ini terjadi karena SSP pada lanjut usia
mengalami perubahan. Berat otak pada lansia berkurang berkaitan
dengan berkurangnya kandungan protein dan lemah pada otak sehingga
otak menjadi lebih ringan. Akson, dendrit dan badan sel saraf banyak
mengalami kematian, sedang yang hidup banyak mengalami perubahan.
Dendrit yang berfungsi untuk komunikasi antar sel mengalamiperubahan menjadi
lebih tipis dan kehilangan kontak antar sel. Daya
hantar saraf mengalami penurunan 10% sehingga gerakan menjadi
lamban. Akson dalam medula spinalis menurun 37%. Perubahan
tersebut mengakibatkan penurunan kognitif, koordinasi, keseimbangan,
kekuatan otot, reflek, perubahan postur dan waktu reaksi. Hal itu dapat
dicegah dengan latihan koordinasi dan keseimbangan.
Menurut Stanley (2006), manifestasi klinis yang berhubungan
dengan defisit neurologis pada klien lanjut usia dapat dipandang dari
berbagai perspektif: fisik, fungsional, kognisi dan komunikasi.
1) Fisik
Dampak dari penuaan pada SPSS sukar untuk ditentukan,
karena hubungan fungsi sistem ini dengan sistem tubuh yang lain.
Dengan gangguan perfusi dan gangguan aliran darah serebral, lanjut
usia berisiko lebih besar untuk mengalami kerusakan serebral. Dan
metabolism yang sudah diketahui. Dengan penurunan kecepatan
konduksi saraf, reflek yang lebih lambat, dan respon yang tertunda
untuk berbagai stimulus yang dialami maka terdapat pengurangan
sensasi kinestetik.

2) Fungsi
Defisit fungsional pada gangguan neurologis berhubungan
dengan penurunan mobilitas pada lanjut usia, yang disebabkan oleh
penurunan kekuatan, rentang gerak dan kelenturan. Penurunan
pergerakan merupakan akibat dari kifosis, pembesaran sendi-sendi,
kesenjangan dan penurunan tonus otot. Atrofi dan penurunan jumlah
serabut otot dengan jaringan fibrosa secara berangsur-angsurmenggantikan
jaringan otot. Dengan penurunan massa otot, kekuatan
dan pergerakan secara keseluruhan, lamjut usia memperlihatkan
kelemahan secara umum dihubungkan dengan degenerasi system
ekstrapiramidal. Kekejangan dapat diakibatkan oleh cedera motor
neuron di dalam SSP. Kejang yang berat dapat mengakibatkan
berkurangnya fleksibilitas, postur tubuh dan mobilitas fungsional,
juga nyeri sendi, kontraktur dan masalah dengan pengaturan posisi.
Tendon dapat mengalami sklerosis dan penyusutan, yang
menyebabkan penurunan hentakan tendon. Deficit mobilitas
fungsional dan pergerakan membuat lanjut usia menjadi sangat
rentan untuk mengalami gangguan integritas kulit dan jatuh.
c. Perubahan Sensoris
Banyak lanjut usia memiliki masalah sensoris yang berhubungan
dengan perubahan normal akibat penuaan. Perubahan sensoris dan
permasalahn yang dihasilkan merupakan faktor yang turut berperan
paling kuat dalam perubahan gaya hidup yang bergerak ke arah
ketergantungan yang lebih besar dan persepsi negatif tentang
kehidupan.
Defisit sensoris perubahan penglihatan merupakan bagian dari
penyesuaian berkesinambungan yang datang dalam kehidupan usia

lanjut. Perubahan penglihatan mempengaruhi pemenuhan AKS.


Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam
proses penuaan termasuk penurunan kemampuan untuk melakukan
akomodasi, konstriksi pupil akibat penuaan dan perubahan warna serta
kekeruhan lensa mata.
Perubahan penglihatan pada awalnya dimulai dengan terjadinya
presbiopi, kehilangan kemampuan akomodatif di mulai pada dekade ke
empat kehidupan, ketika seseorang memiliki masalah dalam membaca
huruf-huruf yang kecil. Kerusakan akomodasi mata terjadi karena otot-otot siliaris
menjadi lemah dan lebih kendur, dan lensa mengalami
sklerosis dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk
memusatkan data (penglihatan jarak dekat).
Ukuran pupil menurun karena sfingter pupil mengalami sklerosis.
Miosis pupil dapat mempersempit lapang pandang dan mempengaruhi
penglihatan perifer pada tingkat tertentu. Perubahan warna misalnya
menguning dan meningkatnya kekeruhan lensa Kristal yang terjadi dari
waktu ke waktu dapat menimbulkan katarak. Katarak menimbulkan
tanda dan gejala penuaan yang mengganggu penglihatan dan aktivitas
setiap hari. Penglihatan yang kabur dan seperti terdapat selaput di atas
mata adalah gejala umum, yang mengakibatkan kesukaran dalam
mengfokuskan penglihatan dan membaca.. selain itu lanjut usia harus
didorong untuk menggunakan lampu yang terang dan tidak
menyilaukan. Sensitivitas terhadap cahaya sering terjadi, menyebabkan
lanjut usia sering mengedipkan mata terhadap cahaya terang atau ketika
berada di luar pada siang hari yang cerah.
Lanjut usia memerlukan penggunaan cahaya pada malam hari di
dalam rumah dan waktu tambahan untuk melakukan penyesuaian

penglihatan terhadap perubahan kekuatan penerangan ketika


meninggalkan suatu lingkungan yang memiliki pencahayaan baik ke
suatu lingkungan yang pencahayaan redup. Lanjut usia harus diajarkan
untuk menggunakan tangan mereka sebagai pemandu pada pegangan
tangga dan menggunakan cat yang terang pada bagian tepi anak tangga.
(Stanley, 2006)
Menurut Pujiastuti (2003), perubahan penglihatan pada lanjut
usia erat kaitanya dengan presbiopi. Lensa kehilangan elastisitasnya dan
kaku, otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman
penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang.
Penggunaan kacamata dan sistem penerangan yang baik dapatdigunakan untuk
mengkompensasi hal tersebut. Perubahan penglihatan
pada lanjut usia antara lain penglihatan menurun, akomodasi lensa
menurun, iris mengalami arkus senilities, koroid memperlihatkan atrofi
di sekitar discus, lensa dibutuhkan lebih banyak cahaya untuk melihat
warna, konjungtiva menipis dan terlihat kekuningan, air mata menurun
infeksi dan iritasi meningkat, pupil ukuranya berbeda, kornea terdapat
arkus senilis.
Kehilangan pendengaran pada lanjut usia disebut presbikusis.
Penyebab tidak diketahui tetapi berbagi factor yang telah diteliti adalah
nutrisi, faktor genetika, suara gaduh, hipertensi, stress emosional.
Penurunan pendengaran terutama berupa sensorineural, tetapi juga
dapat berupa komponen konduksi yang berkaitan dengan presbikusis.
Penurunan pendengaran sensorineural terjadi saat telinga bagian dalam
dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik (saraf pendengaran,
batang otak atau jalur kortikal pendengaran). Penyebab dari perubahan
konduksi tidak diketahui, tetapi masih berkaitan dengan perubahan pada

tulang di dal;am telinga tengah, dalam bagian koklear atau di dalam


tulang mastoid.
Dalam presbikusis, suara konsonan derngan nada tinggi
merupakan yang pertama kali terpengaruh, dan perubahan dapat terjadi
secara bertahap.. karena perubahan berlangsung lambat, lanjut usia
mungkin tidak segera mencari bantuan yang dalam hal ini sangat
penting sebab semakin cepat kehilangan pendengaran dapat
diidentifikasi dan alat bantu diberikan, semakin besar kemungkinan
untuk berhasil. Karena kehilangan pendengaran pada umunya
berkangsung secara bertahap.
Dua masalah fungsional pendengaran pada populasi lanjut usia
adalah ketidakmampuan untuk mendeteksi volume suara dan
ketidakmampuan untuk mendeteksi suara dengannada frekuensi tinggi
seperti beberapa konsonan misalnya f, s, sk,sh dan l. Perubahanperubahan ini dapat
terjadi pada salah satu atau kedua telinga.C. Lingkungan Fisik Rumah
1. Pengertian
Lingkungan mencakup semua faktor fisik dan psikososial
yang mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan
hidup. Definisi yang luas tentang lingkungan ini menggabungkan seluruh
tempat terjadinya interaksi misalnya rumah (Potter, 2005).
Rumah adalah tempat dimana segala sesuatu tidak asing dan
tidak berubah, dimana orang menjaga perasaan memiliki otonomi dan
kontrol sedangkan Lingkungan fisik rumah adalah tempat-tempat yang
spesifik dimana individi-individu dan keluarga-keluarga terlibat dalam
aktivitas-aktivitas yang spesifik dan peran-peran mikrosistem atau
penyusunan perilaku. Dalam bahasa sistem, mikrosistem merujuk pada
sistem-sistem yang berinteraksi. Terdapat konteks fisik dekat dan

pertemuan tatap muka antara anggota keluarga dan yang lainnya


berlangsung (Friedman, 1998).
2. Kriteria rumah sehat dan aman untuk lanjut usia
Menurut Kandzani (1981), yang dikutip oleh Friedman (1998),
salah satu bidang kajian yang paling berharga, yang berhubungan dengan
rumah adalah pengkajian terhadap kondisi keamanan dan bahaya-bahaya
potensial dan aktual, baik di dalam maupun di luar rumah. Khususnya
yang ada di dalam rumah, kecelakaan merupakan satu ancaman utama
terhadap status kesehatan keluarga. Setiap anggota keluarga terbuka
terhadap ancaman kecelakaan yang berhubungan dengan tahap
perkembangannya. Meningkatnya kesadaran keluarga akan masalahmasalah
kecelakaan utama, dimana hal ini memberikan informasi faktual,
dan cara-cara keluarga memperbaiki tingkat-tingkat keamanan yang sehat
adalah tujuan bagi perawat.Menurut Budiman (2006), kriteria rumah sehat dan
aman adalah
harus dapat menjauhkan penghuninya dari bahaya. Menurut Miller (1995),
Pedoman untuk penilaian keamanan lingkungan untuk lanjut usia adalah:
1) Penerangan
Pencahayaan yang memadai tetapi tidak silau, tombol cahaya mudah
dijangkau, terdapat pencahayaan di tempat-tempat yang sesuai.
2) Bahaya
Terdapat karpet atau penutup lantai berbahaya lainnya, tepi karpet
tidak dilem dan ditempelkan ke lantai, ada hambatan lain di jalur
tempat lalu.
3) Mebel
Tinggi kursi mudah dijangkau, meja stabil dan ketinggian sesuai,
perabot rumah tangga ditempatkan jauh dari daerah berjalan

4) Tangga
Pencahayaan cukup, terdapat lampu di bagian atas dan bawah tangga,
terpasang pegangan tangan di kedua sisi tangga, terdapat warna untuk
menandai tepi tangga, terutama bagian atas dan bawah tangga.
5) Kamar mandi
Tinggi dari kursi toilet sesuai, terdapat pegangan di daerah kamar
mandi dan mudah dicapai bila diperlukan, permukaan lantai pancuran
di kamar mandi tidak licin, belakang kesed berlapis karet yang tidak
bisa licin, pembuangan air baik sehingga mencegah lantai licin
setelah dipakai
6) Kamar tidur
Ketinggian tempat tidur sesuai, tempat tidur yang terdapat roda
terkunci dengan aman, pencahayaan cukup di jalur antara kamar tidur
dan kamar mandi terutama pada malam hari, 7) Dapur
Tempat penyimpanan yang digunakan mudah untuk dijangkau, lantai
terbuat dari bahan yang tidak licin, tumpahan-tumpahan cepat
dibersihkan untuk mencegah terpeleset, tempat penyimpanan dapat
dijangkau dengan mudah, tersedia tempat pijakan yang stabil untuk
mencapai barang yang letaknya tinggi.
8) Keseluruhan keselamatan
Bagaimana orang mendapatkan benda yang sulit untuk dijangkau,
Apakah pintu cukup lebar untuk menampung alat-alat bantu, Apakah
telepon diakses, khususnya untuk panggilan darurat.
Menurut Darmojo, 2004 lingkungan rumah yang aman untuk
lanjut usia adalah lingkungan di dalam rumah dan di luar rumah.
Lingkungan di dalam rumah meliputi kamar mandi yaitu terdapat

pegangan di daerah kamar mandi dan mudah dicapai bila diperlukan,


permukaan lantai pancuran di kamar mandi tidak licin, belakang
kesed berlapis karet yang tidak bisa licin, pembuangan air baik
sehingga mencegah lantai licin setelah dipakai. Kamar tidur yaitu
kesed tidak merupakan hambatan yang memungkinkan terpeleset atau
tergelincir, terdapat meja di samping tempat tidur untuk meletakkan
kacamata atau barang lain. Dapur yaitu lantai terbuat dari bahan yang
tidak licin, tumpahan-tumpahan cepat dibersihkan untuk mencegah
terpeleset, tempat penyimpanan dapat dijangkau dengan mudah,
tersedia tempat pijakan yang stabil untuk mencapai barang yang
letaknya tinggi. Ruang tamu yaitu kesed-kesed tidak terletak di atas
karpet, perabotan diletakkan sedemikian rupa sehingga jalan lalu
lebar, tinggi kursi dan sofa cukup sehingga mudah bagi lanjut usia
untuk duduk atau bangkit kursi. Tangga yaitu terdapat ril pegangan
yang kuat dikedua sisi anak tangga, lantai anak tangga tidak licin,
barang-barang tidak diletakkan di lantai anak tangga anak, anakFaktor Instrinsik :
Perubahan kondisi fisik
Penurunan visus penglihatan dan pendengaran
Keseimbangan dan gaya berjalan
Perubahan neuromuskuler
Faktor Ekstrinsik :
Obat-obatan yang diminum
Alat-alat bantu berjalan
Situasional
Lingkungan fisik rumah yang membahayakan :
Di dalam rumah

Di luar rumah
tangga terbawah dan teratas diwarnai dengan warna terang untuk
menandai awal dan akhir tangga.
Lingkungan di luar rumah meliputi pintu masuk depan dan
belakang dalam keadaan baik, jalan lalu bebas dari lumpur atau air di
musim hujan, sehingga mencegah terpeleset, anak tangga/ril
pegangan harus terpasang kuat.
D. Kerangka Teori
Kejadian Jatuh
Skema 2.1.
Kerangka Teori
(Sumber : Modifikasi Lueckenotte, 2000 dan Darmojo, 2004)
E. Kerangka Konsep
Variabel bebas
Kondisi lingkungan fisik rumah

Variabel terikat
Kejadian jatuh

Skema 2.2 Kerangka Konsep


F. Variabel Penelitian
Dalam penelitian terdapat dua variabel yaitu :
1. Variabel independent ( variabel bebas )
Variabel independen ini merupakan variabel yang nilainya
menentukan variabel lain. Variabel bebas biasanya diamati dan diukur
untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi lingkungan fisik rumah.
2. Variabel Dependen
Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah kejadian jatuh pada lanjut usia.

G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tujuan dan rumusan masalah maka hipotesis yang dapat
dikemukakan adalah ada hubungan antara kondisi lingkungan fisik rumah
dengan kejadian jatuh pada lanjut usia.

Anda mungkin juga menyukai

  • KEJANG
    KEJANG
    Dokumen4 halaman
    KEJANG
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Trauma Okuli
    Trauma Okuli
    Dokumen30 halaman
    Trauma Okuli
    De Hidayat
    Belum ada peringkat
  • Tuli
    Tuli
    Dokumen5 halaman
    Tuli
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen5 halaman
    Tugas
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • 10 Penyakit Pada Sistem Pernapasan
    10 Penyakit Pada Sistem Pernapasan
    Dokumen63 halaman
    10 Penyakit Pada Sistem Pernapasan
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Cover Geokom
    Cover Geokom
    Dokumen2 halaman
    Cover Geokom
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Akut Abdomen
    Akut Abdomen
    Dokumen5 halaman
    Akut Abdomen
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Benjol
    Benjol
    Dokumen1 halaman
    Benjol
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Kata Mutiara
    Kata Mutiara
    Dokumen3 halaman
    Kata Mutiara
    SdnTengah NolTujuh Pagi
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen35 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Maulana Akbar Lubis
    Belum ada peringkat
  • Radio Awww
    Radio Awww
    Dokumen4 halaman
    Radio Awww
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Tabel
    Tabel
    Dokumen1 halaman
    Tabel
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Bronkiolitis
    Bronkiolitis
    Dokumen3 halaman
    Bronkiolitis
    Versiantony Setya
    Belum ada peringkat
  • 10 Penyakit Pada Sistem Pernapasan
    10 Penyakit Pada Sistem Pernapasan
    Dokumen66 halaman
    10 Penyakit Pada Sistem Pernapasan
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Bronkiolitis Fix
    Bronkiolitis Fix
    Dokumen2 halaman
    Bronkiolitis Fix
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Saluran Nafas Bagian Atas
    Saluran Nafas Bagian Atas
    Dokumen2 halaman
    Saluran Nafas Bagian Atas
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Metlit
    Metlit
    Dokumen19 halaman
    Metlit
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Tetanus
    Tetanus
    Dokumen30 halaman
    Tetanus
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Jawaban B.indo
    Jawaban B.indo
    Dokumen7 halaman
    Jawaban B.indo
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Bronkiolitis
    Bronkiolitis
    Dokumen3 halaman
    Bronkiolitis
    Versiantony Setya
    Belum ada peringkat
  • Bagian Pernapasan Bawah Dan Atas
    Bagian Pernapasan Bawah Dan Atas
    Dokumen6 halaman
    Bagian Pernapasan Bawah Dan Atas
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Terminologi Kedokteran
    Terminologi Kedokteran
    Dokumen6 halaman
    Terminologi Kedokteran
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Benjol
    Benjol
    Dokumen1 halaman
    Benjol
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • PBL 2
    PBL 2
    Dokumen1 halaman
    PBL 2
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Preterm
    Preterm
    Dokumen5 halaman
    Preterm
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Artikel I
    Artikel I
    Dokumen2 halaman
    Artikel I
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Tipe Nyeri Sendi
    Tipe Nyeri Sendi
    Dokumen1 halaman
    Tipe Nyeri Sendi
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Laporan Hipersensivitas
    Laporan Hipersensivitas
    Dokumen2 halaman
    Laporan Hipersensivitas
    Faiz Muhammad Ikhsan
    Belum ada peringkat