benda-benda kecil yang susah dilihat, peralatan rumah tangga yangsudah tidak
aman (lapuk, dapat bergerser sendiri) sebaiknya diganti,
peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga
tidak mengganggu jalan/tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi
dibuat tidak licin sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu
yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi
pegangan di dinding.
b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)
Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan
badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila
goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka
diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medis. Penilaian gaya
berjalan juga harus dilakukan dengan cermat, apakah kakinya menapak
dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita mengangkat kaki
dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas
bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu
harus dikoreksi bila terdapat kelainan/penurunan.
c. Mengatur/ mengatasi faktor situasional.
Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita
lanjut usia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut
usia secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat
dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan , faktor
situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan
kondisi kesehatan lanjut usia. Aktifitas tersebut tidak boleh melampaui
batasan yang diperbolehgkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi
fisik. Maka di anjurkan lanjut usia tidak melakukan aktifitas fisik yang
sangat melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk tiap
kasus karena perbedaan faktor-faktor yang bekerjasama mengakibatkanjatuh. Bila
penyebab merupakan penyakit akut penangananya menjadi
lebih mudah, lebih sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab
jatuh secara efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi
kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat,
rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lanjut usia itu.
Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh
ulangan, misalnya pembatasan bepergian/aktivitas fisik, penggunaan alat
bantu gerak.
Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan
penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot sehingga memperbaiki fungsionalnya. Sering terjadi
kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu penderita
mengalami jatuh. Padahal terapi ini diperlukan secara terus-menerus
sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan status fungsional.
Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan
difokuskan untuk mengatasi penyebab/faktor yang mendasarinya.
Penderita dimasukkan dalam progam gait training dan pemberian alat
bantu berjalan. Biasanya progam rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis.
Penderita dengan dizziness syndrom, terapi ditujukan pada penyakit
kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat-obat yang
menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretic dan
antidepresan. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki
lingkungan rumah/tempat kegiatan lanjut usia seperti tersebut di
pencegahan jatuh (Darmojo, 2004).
B. Konsep Menua
1. Pengertian Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo,2004).
Menurut organisasai kesehatan dunia (WHO), yang termasuk lanjut
usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas. Menurut Undangundang No.4
tahun 1965 pasal 1, seseorang dinyatakan sebagai orang
jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun,
tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain
(Mubarak, 2006).
2. Teori-Teori Proses Menua
Menurut Stanley (2006), teori-teori proses menua terdiri dari :
a. Teori Biologis
1) Teori Genetic Clock
Menurut teori ini menua telah terprogam secara genetik
untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai di dalam inti
sel nya suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi
tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan
replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita
itu berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai
kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir (Darmojo, 2004).
2) Teori Wear and Tear
Teori wear and tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwa
akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis
didasarkan pada ikatan materi tulang dan apakah ada rongga persendia.
Klasifikasi fungsional didasarkan pada jumlah gerakan yangdimungkinkan pada
persendian. Bila artikulasis di antara tambahan
tulang, sendi menahan tulang dan memungkinkan gerakan.
Penurunan progesif pada massa tulang total terjadi sesuai proses
penuaan. Beberapa kemungkinan penyebab dari penurunan ini meliputi
ketidakaktifan fisik, perubahan hormonal, dan resorpsi tulang. Efek
penurunan tulang adalah makin lemahnya tulang: vertebra lebih lunak
dan dapat terteka, dan tulang berbatang panjang kurang tahanan
terhadap penekukan dan menjadi lebih cenderung fraktur.
Serat otot rangka berdegenerasi. Fibrosis terjadi saat kolagen
menggantikan otot, mempengaruhi pencapaian suplai oksigendan
nutrisi. Massa, tonus dan kekuatan otot semunya menurun: otot lebih
menonjol dari ekstremitas yang menjadi kecil dan lemah, dan tangan
kurus dan tampak bertulang. Penyusupan dan sklerosis pada tendon dan
otot mengakibatkan perlambatan respon selama tes reflex tendon.
Menurut Pujiastuti (2003), perubahan muskuloskeletal antara lain
pada jaringan penghubung, kartilago, tulang, otot dan sendi.
1. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi tidak teratur dan penurunan hubungan pada
jaringan kolagen, merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas
pada jaringan tubuh. Sel kolagen mencapai puncak mekaniknya
karena penuaan, kekakuan dari kolagen mulai menurun. Kolagen dan
elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung
mengalami perubahan kualitas dan kuantitasnya.
2) Fungsi
Defisit fungsional pada gangguan neurologis berhubungan
dengan penurunan mobilitas pada lanjut usia, yang disebabkan oleh
penurunan kekuatan, rentang gerak dan kelenturan. Penurunan
pergerakan merupakan akibat dari kifosis, pembesaran sendi-sendi,
kesenjangan dan penurunan tonus otot. Atrofi dan penurunan jumlah
serabut otot dengan jaringan fibrosa secara berangsur-angsurmenggantikan
jaringan otot. Dengan penurunan massa otot, kekuatan
dan pergerakan secara keseluruhan, lamjut usia memperlihatkan
kelemahan secara umum dihubungkan dengan degenerasi system
ekstrapiramidal. Kekejangan dapat diakibatkan oleh cedera motor
neuron di dalam SSP. Kejang yang berat dapat mengakibatkan
berkurangnya fleksibilitas, postur tubuh dan mobilitas fungsional,
juga nyeri sendi, kontraktur dan masalah dengan pengaturan posisi.
Tendon dapat mengalami sklerosis dan penyusutan, yang
menyebabkan penurunan hentakan tendon. Deficit mobilitas
fungsional dan pergerakan membuat lanjut usia menjadi sangat
rentan untuk mengalami gangguan integritas kulit dan jatuh.
c. Perubahan Sensoris
Banyak lanjut usia memiliki masalah sensoris yang berhubungan
dengan perubahan normal akibat penuaan. Perubahan sensoris dan
permasalahn yang dihasilkan merupakan faktor yang turut berperan
paling kuat dalam perubahan gaya hidup yang bergerak ke arah
ketergantungan yang lebih besar dan persepsi negatif tentang
kehidupan.
Defisit sensoris perubahan penglihatan merupakan bagian dari
penyesuaian berkesinambungan yang datang dalam kehidupan usia
4) Tangga
Pencahayaan cukup, terdapat lampu di bagian atas dan bawah tangga,
terpasang pegangan tangan di kedua sisi tangga, terdapat warna untuk
menandai tepi tangga, terutama bagian atas dan bawah tangga.
5) Kamar mandi
Tinggi dari kursi toilet sesuai, terdapat pegangan di daerah kamar
mandi dan mudah dicapai bila diperlukan, permukaan lantai pancuran
di kamar mandi tidak licin, belakang kesed berlapis karet yang tidak
bisa licin, pembuangan air baik sehingga mencegah lantai licin
setelah dipakai
6) Kamar tidur
Ketinggian tempat tidur sesuai, tempat tidur yang terdapat roda
terkunci dengan aman, pencahayaan cukup di jalur antara kamar tidur
dan kamar mandi terutama pada malam hari, 7) Dapur
Tempat penyimpanan yang digunakan mudah untuk dijangkau, lantai
terbuat dari bahan yang tidak licin, tumpahan-tumpahan cepat
dibersihkan untuk mencegah terpeleset, tempat penyimpanan dapat
dijangkau dengan mudah, tersedia tempat pijakan yang stabil untuk
mencapai barang yang letaknya tinggi.
8) Keseluruhan keselamatan
Bagaimana orang mendapatkan benda yang sulit untuk dijangkau,
Apakah pintu cukup lebar untuk menampung alat-alat bantu, Apakah
telepon diakses, khususnya untuk panggilan darurat.
Menurut Darmojo, 2004 lingkungan rumah yang aman untuk
lanjut usia adalah lingkungan di dalam rumah dan di luar rumah.
Lingkungan di dalam rumah meliputi kamar mandi yaitu terdapat
Di luar rumah
tangga terbawah dan teratas diwarnai dengan warna terang untuk
menandai awal dan akhir tangga.
Lingkungan di luar rumah meliputi pintu masuk depan dan
belakang dalam keadaan baik, jalan lalu bebas dari lumpur atau air di
musim hujan, sehingga mencegah terpeleset, anak tangga/ril
pegangan harus terpasang kuat.
D. Kerangka Teori
Kejadian Jatuh
Skema 2.1.
Kerangka Teori
(Sumber : Modifikasi Lueckenotte, 2000 dan Darmojo, 2004)
E. Kerangka Konsep
Variabel bebas
Kondisi lingkungan fisik rumah
Variabel terikat
Kejadian jatuh
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tujuan dan rumusan masalah maka hipotesis yang dapat
dikemukakan adalah ada hubungan antara kondisi lingkungan fisik rumah
dengan kejadian jatuh pada lanjut usia.