Kingdom Animalia
Filum Chordata
Sub filum Vertebrata
Super kelas Pisces
Kelas Osteichthyes
Ordo Malacopterygii
Famili Chanidae
Genus Chanos
Species Chanos chanos Fork
(Gumilar.2008)
Ikan Bandeng
(Chanos chanos)
A.
Kingdom
Animalia
Phylum
Chordata
Sub phylum
Vertebrata
Class
Pisces
Sub class
Teleostei
Ordo
Malacopterygii
Family
Chanidae
Genus
Chanos
Species
B.
Ikan bandeng memiliki nama lain yaitu Milkfish. Ikan ini memiliki tubuh langsing
dengan sirip ekornya bercabang sehingga mampu berenang dengan cepat. Warna
tubuhnya putih keperak perakan. mulut tidak bergerigi sehingga menyukai
makanan ganggang biru yang tumbuh di dasar perairan (herbivora).
C.
Ikan bandeng dikenal sebagai ikan petualang yang suka merantau. Ikan bandeng ini
mempunyai bentuk tubuh langsing mirip terpedo, dengan moncong agak runcing,
ekor bercabang dan sisiknya halus. Warnanya putih gemerlapan seperti perak pada
tubuh bagian bawah dan agak gelap pada punggungnya (Mudjiman, 1998).
Ciri umum ikan bandeng adalah tubuh memanjang agak gepeng, mata tertutup
lapisan lemak (adipase eyelid), pangkal sirip punggung dan dubur tertutup sisik,
tipe sisik cycloid lunak, warna hitam kehijauan dan keperakan bagian sisi, terdapat
sisik tambahan yang besar pada sirip dada dan sirip perut. Bandeng jantan memiliki
ciri-ciri warna sisik tubuh cerah dan mengkilap keperakan serta memiliki dua lubang
kecil di bagian anus yang tampak jelas pada jantan dewasa (Hadie, 2000).
D.
Bandeng banyak dikenal orang sebagai ikan air tawar. Habitat asli ikan bandeng
sebenarnya di laut, tetapi ikan ini dapat hidup di air tawar maupun air payau.
E.
F.
Setelah induk ikan bandeng telah matang gonad. Tahap selanjutnya yaitu
pemijahan induk ikan bandeng. Pemijahan ikan bandeng secara alami terjadi
didaerah pantai yang jernih dengan kedalaman 40-50 meter, dan ombak yang
sedikit beriak karena sifat telurnya yang melayang (Ahmad, 1998).
Pemijahan bandeng berlangsung parsial, yaitu telur matang dikeluarkan sedangkan
yang belum matang terus berkembang didalam tubuh untuk pemijahan berikutnya.
Dalam setahun, 1 ekor induk bandeng dapat memijah lebih dari satu kali.. Jumlah
telur yang dihasilkan dalam satu kali pemijahan berkisar antara 300.000-1.000.000
butir telur (Murtidjo, 1989).
Menurut Mudjiman (1983), pemijahan alami berlangsung dalam kelompok-kelompok
kecil yang tersebar disekitar gosong karang atau perairan yang jernih dan dangkal
disekitar pulau pada bulan maret, mei, dan September sampai januari. Bandeng
memijah pada tengah malam sampai menjelang pagi. Sedangkan pemijahan buatan
dapat dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon yang diberikan dapat
berbentuk cair atau padat. Hormone bentuk padat diberikan setiap bulan,
sedangkan hormone bentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah
matang gonad. Induk bandeng akan memijah setelah 2 15 kali implantasi
tergantung pada tingkat kematangan gonad. Pemijahan induk betina yang
mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang
mengandung sperma tingkat 3 dapat dipercepat dengan menyuntikkan
G.
Ikan bandeng merupakan ikan laut dengan daerah persebaran yang sangat luas
yaitu dari pantai Afrika Timur sampai ke Kepulauan Tua mutu, sebelah timur Tahiti,
dan dari Jepang Selatan sampai Australia Utara. Ikan ini biasanya terdapat di daerah
Tropika dan Sub Tropika.
4
Cara aklimatisasi, pertama-tama kantong plastik yang berisi nener/benih
diapungkan dalam tambak yang akan ditebar lebih kurang 15 menit agar suhu air
selama pengangkutan menjadi seimbang dengan suhu air tambak. Tandanya yang
dapat dilihat adalah apabila telah terjadi pengembunan di sekitar permukaan
plastik. Setelah dilanjutkan dengan penyesuaian salinitas yaitu dengan membuka
kantong plastik, masukkan air tambak sedikit demi sedikit ke dalam kantong plastik
sampai kantong penuh berisi dengan air tambak, kemudian baru dilepaskan
semuanya.
Bab 1
Pendahuluan
1.1
latar belakang
Ikan bandeng merupakan adalah satu jenis ikan penghasil protein hewani yang
tinggi. Usaha intensifikasi budidaya perlu dilakukan karena rendahnya produktivitas
bandeng dengan budidaya tradisional. Peningkatan sistem budidaya juga harus
diikuti dengan penggunaan teknologi baru.
PT. NATURAL NUSANTARA memberikan teknologi yang diperlukan dengan prinsip K-3
(Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan).
Ikan bandeng banyak diminati masyarakat karena ikan banding memiliki kandungan
protein yang cukup tingg. Tingkat permintaan konsumen akan ikan bandeng itu
sangat enak dan harga yang sangat terjangkau. Khusus di daerah jawa dan sulawesi
selatan ikan bandeng memiliki tingkat preferensi yang cukup tinggi. Selain sebgai
ikan konsumsi, ikan bandeng juga diminati sebagai umpan hidup bagi usaha
penangkapan ikan Tuna (yhunnus spp) dan cakalang (katsuwanur pelamis) bandeng
juga banyak diminta untuk keperluan induk.
Mereka hidup di samudra Hindia dan penyebarannya sampai ke samudra Pasifik.
Menurt FA 0.2 % dari tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara pemasaran.
Sedangkan dinegara-negara tropic jumlahnya 30%, seperti halnya dengan metodemetode pengawetan tradisional. Asal mula penemuan ikan pengawetan ikan
dengan pengasapan mungkin secara kebetulan saja dimana seaktu ikan dikeringkan
diatas nyala api yang berasap ternyata selain menjadi lebih awet ikan juga memiliki
rasa dan aroma yang sedap.
Iakn yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2-3 minggu, lalu berpindah
kerawa-rawa bakau, daerah payau, dan kedangkala danau-danau. Bandeng baru
kembali kelaut kalau sudah deweasa dan bisa berkembang biak. Ikan muda
dikumpulkan dari sungai-sungai disebut nener dan diternakkan ditambak-tambak,
disana mereka bisa diberi makanan apa saja dan tumbuh dengan sangat cepat.
Setelah bandeng cukup besar, bandeng biasanya dijual segar atau beku, serta
dikukus atau diasap
Ikan bandeng (Chanos chanos Forskal ) merupakan salah satu jenis ikan air payau
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Jenis Ikan ini sudah dikenal oleh masyarakat
luas karena merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi
yang cukup tinggi serta ditunjang dengan
rasanya yang enak dan memiliki kandungan kolesterol yang rendah sehingga aman
untuk kesehatan. Pengolahan produk ikan bandeng yang semakin meningkat pada
saat ini, seperti bandeng presto yang semua tulang dan durinya menjadi lunak,
yang menyebabkan meningkatnya jumlah yang mengkonsumsi ikan bandeng,
sehingga permintaan pasar akan ikan bandeng akhir-akhir ini terus meningkat.
Kondisi ini memberikan peluang kepada pembudidaya untuk mengembangkan
usaha budidaya bandeng (Chanos chanos Forskal) di seluruh wilayah Indonesia
yang berpotensi sehingga dapat memenuhi ketersediaan pasokan ikan bandeng.
Untuk memenuhi kebutuhan ikan bandeng yang terus meningkat dan
berkesinambungan hanya dapat dilakukan melalui pengembangan budidaya.
Dengan terus berkembangnya teknologi pembenihan ikan bandeng, memungkinkan
teknologi pembesaran ikan bandeng dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan, sehingga tidak menjadi kendala dalam teknologi pembesarannya.
Bab 2
Jenis ikan
2.1 Biologis ikan
Bandeng termasuk golongan ikan herbivora , yaitu bangsa ikan yang mengkonsumsi
tumbuhan. Mampu mencapai berat rata-rata 0,6 kg pada usia 5 - 6 bulan dengan
pemeliharaan yang intensif.
Bandeng
Ikan bandeng memiliki rasa daging yang enak dan harga yang terjangkau. Khusus di
daerah Jawa dan Sulawesi Selatan, ikan bandeng memiliki tingkat preferensi
konsumsi yang tinggi. Selain sebagai ikan konsumsi, ikan bandeng pada banyak
diminta sebagai umpan hidup bagi usaha penangkapan ikan tuna (Thunnus spp.)
dan cakalang (Katsuwonus pelamis). Bandeng juga banyak diminta untuk keperluan
induk.
Keunggulan komoditas bandeng dibandingkan dengan komoditas lainnya, di
antaranya
a) induknya memiliki fekunditas yang tinggi dan teknik pembenihannya telah
dikuasai sehingga pasok nener tidak tergantung dari alam;
b) teknologi budi dayanya relatif mudah;
c) bersifat eurihalin antara. 0-50 ppt;
d) bersifat herbivore, tetapi dapat juga menjadi omnivore dan tanggap terhadap
pakan buatan; e) pakan relatif murah dan tersedia secara komersial;
f) tidak bersifat kanibal sehingga bisa hidup dalam kepadatan tinggi;
g) dapat dibudidayakan secara polikultur dengan komoditas lainnya;
h) dapat digunakan sebagai umpan bagi industi perikanan tuna dan cakalang; dan
i) dagingnya bertulang, tetapi rasanya lezat dan di beberapa daerah memiliki
tingkat preferensi konsumsi yang tinggi.
Bandeng Ikan Bandeng (chanos chanos ), termasuk ikan yang penting di kawasan
asia tenggara. Bandeng mempunyai penampilan yang umumnya simetris dan
berbadan ramping, dengan sirip ekor yang bercabang dua. Mereka bisa bertambah
besar menjadi 1. 7 m, tetapi yang paling sering sekitar 1 meter panjangnya. Mereka
tidak memiliki gigi, dan umumnya hidup dari ganggang dan invertebrata. insang
terdiri dari tiga bagian tulang, yaitu operculum suboperculum dan radii
branhiostegi. seluruh permukaan tubuhnya tertutup oleh sisik yang bertipe
lingkaran yang berwarna keperakan, pada
bagian tengah tubuh terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang hingga
ke
ekor. Sirip dada dan sirip perut dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar, sirip
anus menghadap kebelakang. Selaput bening menutupi mata, mulutnya kecil dan
tidak bergigi, terletak pada bagian depan kepala dan simetris. Sirip ekor homocercal
Ikan bandeng memiliki dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina, bandeng jantan
dapat diiketahui dari lubang ansunya yang hanya dua buah dan ukuran badan agak
kecil sedangkan bandeng betina memiliki lubang anus tiga buah dan ukuran badan
lebih besar dari ikan bandeng jantanBandeng Ikan Bandeng (chanos chanos ),
termasuk ikan yang penting di kawasan asia tenggara. Bandeng mempunyai
penampilan yang umumnya simetris dan berbadan ramping, dengan sirip ekor yang
bercabang dua. Mereka bisa bertambah besar menjadi 1. 7 m, tetapi yang paling
sering sekitar 1 meter panjangnya. Mereka tidak memiliki gigi, dan umumnya hidup
dari ganggang dan invertebrata. insang terdiri dari tiga bagian tulang, yaitu
operculum suboperculum dan radii branhiostegi. seluruh permukaan tubuhnya
tertutup oleh sisik yang bertipe lingkaran yang berwarna keperakan, pada bagian
tengah tubuh terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang hingga ke ekor.
Sirip dada dan sirip perut dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar, sirip anus
menghadap kebelakang. Selaput bening menutupi mata, mulutnya kecil dan tidak
bergigi, terletak pada bagian depan kepala dan simetris. Sirip ekor homocercal
Ikan bandeng memiliki dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina, bandeng jantan
dapat diiketahui dari lubang ansunya yang hanya dua buah dan ukuran badan agak
kecil sedangkan bandeng betina memiliki lubang anus tiga buah dan ukuran badan
lebih besar dari ikan bandeng jantan..
Gonorynchiformes
Familia:
Chanidae
Genus:
Chanos
Spesies:
chanos
Nama jenis Chanos chanos(Forsskl, 1775)
Bab 3
Tanah , kolam , tambak
Bab 4
Pemeliharaan ikan
4.1 persiapan benih
Persiapan Benih
Dalam persiapan benih ikan bandeng yang akan ditanam dalam proses pembesaran
terdapat beberapa tahapan kegiatan yang harus dilakukan terlebih dahulu. Adapun
kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a.
Kegiatan Peneneran
Kegiatan peneneran adalah pemeliharaan benih ikan bandeng dari ukuran nener
hingga mencapai ukuran 5-7 cm. Ukuran benih ikan ini sudah dapat digunakan pada
kegiatan penggelondongan. Luas tambak untuk kegiatan peneneran relatif lebih
kecil dan biasa dikenal dengan sebutan baby box. Perbandingan luas petak
peneneran, penggelondongan, dan pembesaran adalah 1:9:90. lama pemeliharaan
dipetak peneneran berkisar 30-45 hari tergantung pada kondisi pakan alami dan
ukuran ikan.
b.
Kegiatan Penggelondongan
Padat Tebar
Benih ikan bandeng yang ditebar dipetak pembesaran untuk menghasilkan ikan
ukuran konsumsi disesuaikan dengan metode pembesaran ikan bandeng yang
dilaksanakan. Untuk metode tradisional yang disempurnakan padat tebarnya adalah
2-3 ekor/ m2. Lama pemeliharaan pada pembesaran ikan bandeng dengan metode
tradisional yang disempurnakan adalah 4 bulan.
b.
Waktu Penebaran
Penebaran benih bandeng harus segera dilaksanakan setelah petakan tambak siap
untuk pemeliharaan. Warna air tambak terlihat kehijauan oleh plankton.
Keterlambatan penebaran akan memberikan peluang hama dan penyakit
berkembang didalamnya. Waktu penebaran dilakukan sore hari atau menjelang
matahari terbenam pukul 16.00-18.00 atau pagi hari sebelum matahari terbit
sampai pukul 07.30 karena pada waktu ini kondisi fluktuasi suhu tidak mencolok,
parameter air dan lingkungan tidak banyak berubah.
c.
Aklimatisasi
12
4.3 pemberian pakan
Pakan merupakan komponen penting karena mempengaruhi pertumbuhan ikan,
lingkungan budidaya serta memiliki dampak fisiologis dan ekonomis. Kelebihan
pemberian pakan akan menyebabkan bahan organik yang mengendap terlalu
banyak sehingga akan menurunkan kualitas air demikian juga kekurangan pakan
akan menyebabkan pertumbuhan ikan turun dan tubuhnya lemah sehingga daya
tahan terhadap penyakit menurun. Pakan disebarkan secara merata ke dalam
tambak.
Jenis pakan yang diberikan adalah pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan
berbentuk pellet dengan berbagai ukuran yang disesuaikan dengan ukuran (size)
ikan. Kandungan nutrisi yang dibutuhkan dalam pakan ikan bandeng (Chanos
chanos Forskal) antara lain protein, karbohidrat, lemak, asam lemak, vitamin serta
mineral. Pakan hidup adalah organisme hidup dalam tambak yang berfungsi
sebagai pakan ikan. Pada umumnya jenis pakan ini adalah plankton. Fungsi
plankton disamping sebagai pakan alami bagi ikan adalah penghasil oksigen dalam
air.
4.4 menitoring pertumbuhan
Monitoring pertumbuhan dimaksudkan untuk mengetahui pertumbuhan dalam
petakan tambak secara individu, populasi dan biomas yang dilakukan secara
periodik. Pengamatan pertumbuhan dilakukan dalam pengambilan contoh (sampel)
dan pemeriksaan ikan dengan dilakukan penjalaan (Jala tebar). Untuk mengamati
respon ikan terhadap pakan serta kesehatan ikan dapat diamati menggunakan
anco, sedangkan pengamatan pertumbuhan dan kelangsungan hidup dilakukan
pengamatan langsung berupa jumlah yang mati.
Data yang terkumpul selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan jumlah
pakan yang akan diberikan.
Monitoring pertumbuhan ini digunakan untuk menentukan jumlah pakan, infeksi
hama penyakit serta waktu panen yang tepat. Pengambilan sampel atau sampling
dilakukan tidak hanya pada satu titik tambak, atau hanya pada sisi tambak dimana
ikan sering diberi pakan, tetapi harus dilakukan pada lima titik tambak, yaitu bagian
tengah tambak dan empat titik yang lainnya yaitu empat sudut pada tambak. Hal
ini bertujuan agar sampling atau pengambilan sampel yang dilakukan dapat benarbenar mewakili organisme yang dibudidayakan di tambak secara akurat.
4.5 perawatan tambak selama pembesaran
Perawatan Tambak Selama pembesaran
Untuk keberhasilan usaha pembesaran bandeng maka perlu dilakukan perawatan
dengan baik selama pemeliharaan. Perawatan tersebut meliputi pengaturan air,
perawatan pintu dan pematang, pemupukan susulan serta pemberian pakan
tambahan.
a.
Pengaturan Air
b.
Pemupukan Susulan
Makanan Tambahan
B .penyakit
a.
Penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulan gangguan pada ikan,
sehingga dapat menimbulan kerugian dalam bereproduksi. Timbulnya penyakit
pada ikan disebabkan oleh ketidakserasian antara 3 faktor, yaitu kondisi lingkungan,
kondisi ikan itu sendiri, dan organisme patogen.
Jenis penyakit yang pernah dilaporkan yang menyerang ikan bandeng adalah:
1) Sisik atau kulit kotor penyakit ini disebabkan olehCaligus Sp dan Piscicolla
Sp, gejalanya yaitu nafsu makan ikan berkurang, susunan sisik rusak, ikan terlihat
malas.
2)
Sirip ekor patah dan rusak penyakit ini disebabkan oleh Fiorrot disease
4.7 pemanenan
Setelah ikan bandeng mencapai ukuran konsumsi, maka dilakukan pemanenan.
Panen dapat dilakukan secara bertahap (selektif) maupun secara total.
a.
Panen Bertahap
Panen bandeng secara bertahap dapat dilakukan dengan metode menyerang air
atau yang dikenal dengan sebutan ngerocok. Hal ini sesuai dengan sifat bandeng
yang selalu menentang arus (aliran air). Caranya adalah pada saat surut air tambak
dikeluarkan sebagian. Kemudian pada saat terjadi pasang yang cukup tinggi, air
baru dimasukan ke tambak melalui pintu air yang ditutup dengan saringan kasar,
ikan bandeng akan segera menyongsong datangnya air baru tersebut. Dengan
demikian, ikan akan terkumpul dalam petak penangkapan (catching pond).
Selanjutnya ikan tersebut ditangkap dengan menggunakan jaring.
b.
Panen Total
Pada umumnya panen bandeng secara total dilakukan dengan cara pengeringan
tambak. Caranya adalah air dalam tambak dikeluarkan secara perlahan-lahan
sampai air yang ada didalam tambak hanya mengisi bagian pada caren saja. Ikan
bandeng akan berkumpul di caren tersebut. Pemanenan dapat dilakukan dengan
alat berupa jaring yang ditarik (diseret) sepanjang caren. Dapat juga menggunakan
kerai bambu yang didorong sepanjang caren oleh beberapa orang. Dengan kerai ini,
ikan dikumpulkan disuatu tempat tertentu yang luasnya terbatas (sempit).
Selanjutnya dilakukan penangkapan dengan alat tanggok (scoop net).
Bab 5
Penutup
5.1 kesimpulan
Pemeliharaan Intensif IKAN BANDENG
Persiapan budidaya ikan bandeng merupakan faktor penentu keberhasilan. Meliputi
pengeringan tambak agar terjadi sirkulasi udara, gas-gas racun seperti H2S, NH3,
NO3 dan NO2 dan senyawa aminiumnya dapat menguap. Keduk teplok perlu
dilakukan untuk mengangkat lumpur yang ada pada saluran keliling atau caren,
sebab apabila dibiarkan akan membusuk dan menjadi racun.
Pengapuran dilakukan dengan menaburkan kapur pertanian (kaptan) merata ke
seluruh permukaan dasar tambak, dengan dosis sekitar 500 kg per hektar untuk
mempertinggi pH.
Ikan bandeng merupakan adalah satu jenis ikan penghasil protein hewani yang
tinggi. Usaha intensifikasi budidaya perlu dilakukan karena rendahnya produktivitas
bandeng dengan budidaya tradisional. Peningkatan sistem budidaya juga harus
diikuti dengan penggunaan teknologi baru
Budidaya ikan dalam keramba ini sangat efektif jika tempat tinggal kita dekat
dengan sungai, danau atau daerah rawa. Karena salah satu syarat budidaya ikan
dalam keramba adalah tempat meletakkan keramba itu sendiri yakni sungai, danau,
atau rawa. Jika ditekuni sungguh-sungguh budidaya ikan keramba sangat
menguntungkan mengingat air sebagai media budidaya diperoleh secara gratis dan
tak perlu repot mengganti air kotor.
Hal ini akan meningkatkan perbaikan gizi keluarga dan menambah penghasilan jika
hasilnya dijual ke pasar.. Jenis ikan yang dibudidayakan hampir semua jenis ikan air
tawar seperti mujair (kalui), sepat siam, toman (tauman), betok (papuyu), nila,
patin, ikan mas dan lain-lain. Biasanya jenis ikan yang dibudidayakan merupakan
jenis yang banyak laku dipasaran. Sehingga ikan hasil budidaya dapat segera
terjual, sehingga perputaran modal dan untung dapat segera diraih.
Keramba dapat dibuat dalam dua bentuk yaitu ; bentuk empat persegi seperti
bentuk peti kayu terbuat dari bambu dengan rangka papan balokan. Dan, bentuk
bundar panjang seperti bubu penangkap ikan terbuat dari bilah bambu. Ukuran
keramba disesuaikan dengan kebutuhan budidaya ikan.
Setelah keramba dibuat, kemudian keramba diletakkan dalam sungai, danau atau
rawa. Pada perairan sempit dan tidak dalam, keramba dapat diletakkan terendam
sekira 20 30 cm di bawah permukaan air. Dengan posisi keramba, dua sisi
melintang arus dan satu sisi sejajar arus sungai. Pada perairan yang luas dan dalam
keramba dipasang terendam sebagian sehingga sisa yang terapung tinggal 10
cm. Dengan posisi pemasangan, dua sisi melintang dan empat sisi memanjang.
Agar keramba ikan dapat terapung, pemasangan harus dipadukan dengan benda
yang dapat mengapung seperti drum kosong, batang kayu dan lain-lain.
Sebenarnya ikan juga dapat makanan sampingan dari air tempat keramba direndam
sehingga ikan dapat lekas besar. Panen biasa dilakukan setelah umur ikan mencapai
3 4 bulan. Dan hasilnya dapat di konsumsi sendiri bersama keluarga, atau di jual
ke pasar dan rumah makan. Namun biasanya para pembeli terutama para
pedagang ikan datang sendiri ke tempat kita, sehingga tak perlu repot lagi menjual
ke pasar.
1.1. Bau
Air minum yang berbau, selain tidak estetis juga tidak disukai oleh masyarakat. Bau
air dapat memberi petunjuk terhadap kualitas air, misalnya bau amis dapat
disebabkan oleh adanya algae dalam air tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002, diketahui bahwa syarat air minum
yang dapat dikonsumsi manusia adalah tidak berbau.
1.2. Jumlah Zat Padat Terlarut
Zat padat merupakan materi residu setelah pemanasan dan pengeringan pada suhu
103 oC 105 oC. Residu atau zat padat yang tertinggal selama proses pemanasan
pada temperatur tersebut adalah materi yang ada dalam contoh air dan tidak hilang
atau menguap pada 105oC. Dimensi zat padat dinyatakan dalam mg/l atau g/l, %
berat (kg zat padat/kg larutan), atau % volume (dm3 zat padat/liter larutan).
Dalam air alam, ditemui dua kelompok zat yaitu zat terlarut (seperti garam dan
molekul organis) serta zat padat tersuspensi dan koloidal (seperti tanah liat dan
kwarts). Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui
ukuran/diameter partikel-partikelnya.
Analisa zat padat dalam air digunakan untuk menentukan komponen-komponen air
secara lengkap, proses perencanaan, serta pengawasan terhadap proses
pengolahan air minum maupun air buangan. Karena bervariasinya materi organik
dan anorganik dalam analisa zat padat, tes yang dilakukan secara empiris
tergantung pada karakteristik materi tersebut. Metode Gravimetry digunakan
hampir pada semua kasus.
Jumlah dan sumber materi terlarut dan tidak terlarut yang terdapat dalam air
sangat bervariasi. Pada air minum, kebanyakan merupakan materi terlarut yang
terdiri dari garam anorganik, sedikit materi organik, dan gas terlarut. Total zat padat
terlarut dalam air minum berada pada kisaran 20 1000 mg/L.
Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid atau TDS) merupakan bahan-bahan
terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm 10-3 mm) yang
berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada
kertas saring berdiameter 0,45 m (Rao, 1992 dalam Effendi, 2003). Materi ini
merupakan residu zat padat setelah penguapan pada suhu 105 oC. TDS terdapat di
dalam air sebagai hasil reaksi dari zat padat, cair, dan gas di dalam air yang dapat
berupa senyawa organik maupun anorganik. Substansi anorganik berasal dari
mineral, logam, dan gas yang terbawa masuk ke dalam air setelah kontak dengan
materi pada permukaan dan tanah. Materi organik dapat berasal dari hasil
penguraian vegetasi, senyawa organik, dan gas-gas anorganik yang terlarut. TDS
biasanya disebabkan oleh bahan anorganik berupa ion-ion yang terdapat di
perairan. Ion-ion yang biasa terdapat di perairan ditunjukkan dalam Tabel 2.4.
1.
Sodium (Na)
1.
Besi
2.
Kalsium (Ca)
2.
Strontium (Sr)
Magnesium (Mg)
3.
Kalium (K)
4.
Bikarbonat (HCO3)
4.
Karbonat (CO3)
5.
Sulfat (SO4)
5.
Nitrat (NO3)
6.
Klorida (Cl)
6.
Fluorida (F)
7.
Boron (B)
8.
Silika (SiO2)
Faktor estetika
Konsumen menghendaki air yang bebas dari kekeruhan. Kekeruhan pada air minum
dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya polusi limbah cair dan bahaya
kesehatan yang mengancam.
Filterability
Filtrasi air akan lebih sulit dilakukan dan akan membutuhkan biaya yang besar
apabila kekeruhannya tinggi.
Desinfeksi
Pada air yang keruh, banyak terkandung organisme berbahaya yang tersembunyi
pada proses desinfeksi.
Satuan kekeruhan yang biasa digunakan sebagai berikut :
mg/l SiO2 (satuan standar) = 1 unit turbiditas.
NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Batas maksimal yang diperbolehkan oleh US
Environmental Protection Agency adalah 0,5 1 unit kekeruhan (NTU). Dalam batas
ini, air boleh digunakan sebagai air minum.
JTU (Jackson Candle Turbidity Unit). 40 NTU = 40 JTU (Sawyer dan Mc Carthy :
1978).
FTU (Formazin Turbidity Unit)
1.4. Rasa
Air minum biasanya tidak memberikan rasa (tawar). Air yang berasa menunjukkan
kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan. Efek yang dapat
ditimbulkan terhadap kesehatan manusia tergantung pada penyebab timbulnya
rasa. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002,
diketahui bahwa syarat air minum yang dapat dikonsumsi manusia adalah tidak
berasa.
1.5. Suhu
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas, agar tidak terjadi pelarutan zat kimia
pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksireaksi biokimia di dalam saluran/pipa, mikroorganisme patogen tidak mudah
berkembang biak, dan bila diminum dapat menghilangkan dahaga.
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari
permukaan laut (altitude), waktu, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, serta
kedalaman. Perubahan suhu mempengaruhi proses fisika, kimia, dan biologi badan
air. Suhu berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi,
volatilisasi, serta menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air (gas O2, CO2,
N2, CH4, dan sebagainya) (Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003). Peningkatan suhu
juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh
mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah
20 oC 30 oC.
Pada umumnya, suhu dinyatakan dengan satuan derajat Celcius (oC) atau derajat
Fahrenheit (oF). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002, diketahui bahwa temperatur maksimum yang
diperbolehkan dalam air minum sebesar 3oC. Pengukuran suhu pada contoh air
air dapat dilakukan menggunakan termometer.
1.6. Warna
Air minum sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetika dan untuk mencegah
keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. Warna
dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Warna pada air disebabkan oleh
adanya partikel hasil pembusukan bahan organik, ion-ion metal
alam (besi dan mangan), plankton, humus, buangan industri, dan tanaman air.
Adanya oksida besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan oksida
mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi
sebanyak 0,3 mg/l dan kadar mangan sebanyak 0,05 mg/l sudah cukup dapat
menimbulkan warna pada perairan (peavy et al., 1985 dalam Effendi, 2003).
Kalsium karbonat yang berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan
pada perairan. Bahan-bahan organik, misalnya tanin, lignin, dan asam humus yang
berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna
kecoklatan.
Dalam penyediaan air minum, warna sangat dikaitkan dengan segi estetika. Warna
air dapat dijadikan sebagai petunjuk jenis pengolahan yang sesuai. Berdasarkan zat
penyebabnya, warna air dapat dibedakan menjadi :
1.6.1. Warna Sejati (true color)
Warna sejati disebabkan adanya zat-zat organik dalam bentuk koloid. Warna ini
tidak akan berubah walaupun mengalami penyaringan dan sentrifugasi. Pada
penentuan warna sejati, bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan
kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu.Filtrasi (penyaringan) bertujuan
menghilangkan materi tersuspensi dalam air tanpa mengurangi keaslian warna
air. Sentrifugasi mencegah interaksi warna dengan material penyaring. Warna sejati
tidak dipengaruhi oleh kekeruhan. Contoh dari warna sejati antara lain : warna air
teh, warna air buangan industri tekstil, serta warna akibat adanya asam humus,
plankton, atau akibat tanaman air yang mati.
1.6.2. Warna Semu (apparent color)
Warna semu disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi dalam air. Warna
ini akan mengalami perubahan setelah disaring atau disentrifugasi serta dapat
mengalami pengendapan. Warna semu akan semakin pekat bila kekeruhan air
meningkat.
Warna dapat diamati secara visual (langsung) ataupun diukur berdasarkan skala
platinum kobalt (dinyatakan dengan satuan PtCo) dengan cara membandingkan
warna contoh air dengan warna standar. Air yang memiliki nilai kekeruhan rendah
biasanya memiliki warna yang sama dengan warna standar (APHA, 1976; Davis dan
Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2003). Intensitas warna cenderung meningkat
dengan meningkatnya nilai pH (Sawyer dan McCarty, 1978).
Visual Comparison Method dapat diaplikasikan hampir pada seluruh contoh air yang
dapat diminum. Prinsip dari metode ini adalah membandingkan warna contoh air
dengan warna larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Larutan
standar diletakkan dalam tabung Nessler dan harus terlindung dari debu serta
penguapan. Tabung Nessler yang digunakan harus memiliki warna, ketebalan,
ketinggian cairan, dan diameter tabung yang sama.
Untuk segi estetika, warna air sebaiknya tidak melebihi 15 PtCo. Sumber air untuk
kepentingan air minum sebaiknya memiliki nilai warna antara 5 50 PtCo. Contoh
air dengan warna kurang dari 70 unit diteliti dengan cara perbandingan langsung
menggunakan larutan standard. Bila kandungan warna contoh air lebih tinggi
daripada warna standar yang tersedia, dilakukan pengenceran terhadap contoh air
menggunakan aquadest. Batas waktu maksimum pengukuran adalah 48 jam
dengan cara didinginkan pada suhu 4 oC untuk pengawetan.
1.7. Daya Hantar Listrik (DHL)
Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan suatu cairan untuk
menghantarkan arus listrik (disebut juga konduktivitas). DHL pada air merupakan
ekspresi numerik yang menunjukkan kemampuan suatu larutan untuk
menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut
yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Besarnya nilai DHL
bergantung kepada kehadiran ion-ion anorganik, valensi, suhu, serta konsentrasi
total maupun relatifnya.
Pengukuran daya hantar listrik bertujuan mengukur kemampuan ion-ion dalam air
untuk menghantarkan listrik serta memprediksi kandungan mineral dalam air.
Pengukuran yang dilakukan berdasarkan kemampuan kation dan anion untuk
menghantarkan arus listrik yang dialirkan dalam contoh air dapat dijadikan
indikator, dimana semakin besar nilai daya hantar listrik yang ditunjukkan
pada konduktivitimeter berarti semakin besar kemampuan kation dan anion yang
terdapat dalam contoh air untuk menghantarkan arus listrik. Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin banyak mineral yang terkandung dalam air.
Konduktivitas dinyatakan dengan satuan p mhos/cm atau p Siemens/cm. Dalam
analisa air, satuan yang biasa digunakan adalah mhos/cm. Air suling (aquades)
memiliki nilai DHL sekitar 1 mhos/cm, sedangkan perairan alami sekitar 20 1500
mhos/cm (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).
Besarnya daya hantar listrik bergantung pada kandungan ion anorganik (TDS) yang
disebut juga materi tersuspensi. Hubungan antara TDS dan DHL dinyatakan dalam
persamaan (2.1) (Metcalf & Eddy : 1991 dalam Effendi, 2003).
TDS (mg/L) = DHL (mmhos/cm atau ds/m) x 640
(2.1)
Nilai TDS biasanya lebih kecil daripada nilai DHL. Pada penentuan nilai TDS, bahanbahan yang mudah menguap (volatile) tidak terukur karena melibatkan proses
pemanasan.
Pengukuran DHL dilakukan menggunakan konduktivitimeter dengan satuan
mhos/cm. Prinsip kerja alat ini adalah banyaknya ion yang terlarut dalam contoh
air berbanding lurus dengan daya hantar listrik. Batas waktu maksimum
pengukuran yang direkomendasikan adalah 28 hari.
Menurut APHA, AWWA (1992) dalam Effendi (2003) diketahui bahwa pengukuran
DHL berguna dalam hal sebagai berikut :
Menetapkan tingkat mineralisasi dan derajat disosiasi dari air destilasi.
Memperkirakan efek total dari konsentrasi ion.
Mengevaluasi pengolahan yang cocok dengan kondisi mineral air.
Memperkirakan jumlah zat padat terlarut dalam air.
Menentukan air layak dikonsumsi atau tidak.
2. Parameter Kimia
2.1. Besi
Besi atau Ferrum (Fe) merupakan metal berwarna putih keperakan, liat, dan dapat
dibentuk. Pada umumnya, besi di dalam air dapat bersifat :
Terlarut sebagai Fe2+ (fero) atau Fe3+ (feri)
Tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 m) atau lebih besar, seperti
Fe2O3, FeO, FeOOH, Fe(OH)3, dan sebagainya
Tergabung dengan zat organis atau zat padat inorganis (seperti tanah liat)
Besi di alam dapat ditemui dalam
bentuk pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4),limonite [FeO(OH)], goet
hite (HFeO2), dan ochre [Fe(OH)3] (Cole, 1988 dan Moore, 1991). Senyawa besi
pada umumnya sukar larut dan cukup banyak terdapat di dalam tanah. Kadangkadang besi juga terdapat sebagai senyawa siderite (FeCO3) yang bersifat mudah
larut dalam air (Cole, 1988 dalam Effendi, 2003).
Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion
ferro yang bersifat mudah larut, dioksidasi menjadi ion ferri. Pada oksidasi ini terjadi
pelepasan elektron. Sebaliknya, pada reduksi ferri menjadi ferro, terjadi
penangkapan elektron. Proses oksidasi dan reduksi besi tidak melibatkan oksigen
dan hidrogen (Eckenfelder, 1989; Mackereth et al., 1989 dalam Effendi, 2003).
Reaksi oksidasi ion ferro menjadi ion ferri ditunjukkan dalam persamaan (2.2).
Fe2+ Fe3+ + e-
(2.2)
Proses oksidasi dan reduksi besi melibatkan bakteri sebagai mediator. Bakteri
kemosintesisThiobacillus dan Ferrobacillus memiliki sistem enzim yang dapat
mentransfer elektron dari ion ferro ke oksigen, menghasilkan ion ferri, air, dan
energi bebas untuk sintesis bahan organik dari karbondioksida. Bakteri kemosintesis
bekerja optimum pada pH rendah (sekitar 5). Metabolisme
bakteri Desulfovibrio menghasilkan H2SO4 yang dapat melarutkan besi (Cole, 1988
dalam Effendi, 2003).
Pada pH sekitar 7,5 7,7 ion ferri mengalami oksidasi dan berikatan dengan
hidroksida membentuk Fe(OH)3 yang bersifat tidak larut dan mengendap
(presipitasi) di dasar perairan, membentuk warna kemerahan pada substrat dasar.
Oleh karena itu, besi hanya ditemukan pada perairan yang berada dalam kondisi
anaerob (anoksik) dan suasana asam (Cole, 1988 dalam Effendi, 2003).
Pada perairan alami, besi berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl2,
Fe(HCO3), dan FeSO4. Pada perairan yang diperuntukkan bagi keperluan domestik,
pengendapan ion ferri dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bak
mandi, pipa air, dan pakaian. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH.
Pada air permukaan jarang ditemui kadar Fe yang lebih besar dari 1 mg/l, tetapi
dalam air tanah, kadar Fe dapat jauh lebih tinggi. Pada air yang tidak mengandung
oksigen, seperti air tanah, besi berada sebagai Fe2+ yang cukup padat terlarut,
sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+ teroksidasi
menjadi Fe3+ yang sulit larut pada pH 6 sampai 8 (kelarutan hanya di bawah
beberapa g/l), bahkan dapat menjadi ferihidroksida Fe(OH)3 atau salah satu jenis
oksida yang merupakan zat padat dan bisa mengendap. Dalam air sungai, besi
berada sebagai Fe2+, Fe3+ terlarut, dan Fe3+ dalam bentuk senyawa organis
berupa koloidal. Besi merupakan sumber makanan utama bagi bakteri besi
(crentothrix,leptothrix, dan gallionella) yang dapat menimbulkan bau, bentuknya
kotor, dan memiliki rasa yang aneh.
Besi termasuk unsur yang penting bagi makhluk hidup. Pada tumbuhan, besi
berperan sebagai penyusun sitokrom dan klorofil. Kadar besi yang berlebihan dapat
menimbulkan warna merah, menimbulkan karat pada peralatan logam, serta dapat
memudarkan bahan celupan (dyes) dan tekstil. Pada tumbuhan, besi berperan
dalam sistem enzim dan transfer elektron pada proses fotosintesis. Besi banyak
digunakan dalam kegiatan pertambangan, industri kimia, bahan celupan, tekstil,
penyulingan, minyak, dan sebagainya (Eckenfelder, 1989 dalam Effendi, 2003).
Pada air minum, Fe dapat menimbulkan rasa, warna (kuning), pengendapan pada
dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi, dan kekeruhan.
Besi dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan haemoglobin. Banyaknya Fe di
dalam tubuh dikendalikan pada fase absorbsi. Tubuh manusia tidak dapat
mengekskresikan Fe. Oleh karena itu, manusia yang sering mendapat transfusi
darah, warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Sekalipun Fe diperlukan
oleh tubuh, dalam dosis besar dapat merusak dinding usus dan dapat menyebabkan
kematian. Debu Fe juga dapat diakumulasi di dalam alveoli dan menyebabkan
berkurangnya fungsi paru-paru.
Metode fenantroline dapat digunakan untuk mengukur kandungan besi di dalam air,
kecuali terdapat fosfat atau logam berat yang mengganggu. Metode ini dilakukan
berdasarkan kemampuan 1,10-phenantroline untuk membentuk ion kompleks
setelah berikatan dengan Fe2+. Warna yang dihasilkan sesuai dengan hukum Beer
dan dapat diukur secara visual menggunakan spektrofotometer.
2.2. Fluorida (F)
Fluor (F) merupakan salah satu unsur yang melimpah pada kerak bumi. Fluor adalah
halogen yang sangat reaktif sehingga selalu terdapat dalam bentuk senyawa. Unsur
ini ditemukan dalam bentuk ion fluorida (F-). Fluor yang berikatan dengan kation
monovalen, misalnya NaF, AgF, dan KF bersifat mudah larut; sedangkan fluor yang
berikatan dengan kation divalen, misalnya CaF2 dan PbF2 bersifat tidak larut dalam
air.
Sumber fluorida di alam adalah fluorspar (CaF2), cryolite (Na3AlF6),
dan fluorapatite. Keberadaan fluorida juga dapat berasal dari pembakaran batu
bara. Fluorida banyak digunakan dalam industri besi baja, gelas, pelapisan logam,
aluminium, dan pestisida (Eckenfelder, 1989).
Sejumlah kecil fluorida menguntungkan bagi pencegahan kerusakan gigi, akan
tetapi konsentrasi yang melebihi kisaran 1,7 mg/liter dapat mengakibatkan
pewarnaan pada enamel gigi, yang dikenal dengan istilah mottling (Sawyer dan
McCarty, 1978). Kadar yang berlebihan juga dapat berimplikasi terhadap kerusakan
pada tulang.
Fluorida anorganik bersifat lebih toksik dan lebih iritan daripada yang organik.
Keracunan kronis menyebabkan orang menjadi kurus, pertumbuhan tubuh
terganggu, terjadi fluorisasi gigi serta kerangka, dan gangguan pencernaan yang
disertai dengan dehidrasi. Pada kasus keracunan berat akan terjadi cacat tulang,
kelumpuhan, dan kematian.
2.3. Kesadahan
Kesadahan (hardness) disebabkan adanya kandungan ion-ion logam bervalensi
banyak (terutama ion-ion bervalensi dua, seperti Ca, Mg, Fe, Mn, Sr). Kation-kation
logam ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan maupun dengan
anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan/karat pada peralatan
logam. Kation-kation utama penyebab kesadahan di dalam air antara lain Ca2+,
Mg2+, Sr2+, Fe2+, dan Mn2+. Anion-anion utama penyebab kesadahan di dalam
air antara lain HCO3 -, SO42-, Cl-, NO3 -, dan SiO32-. Air sadah merupakan air yang
dibutuhkan oleh sabun untuk membusakan dalam jumlah tertentu dan juga dapat
menimbulkan kerak pada pipa air panas, pemanas, ketel uap, dan alat-alat lain
yang menyebabkan temperatur air naik.
Kesadahan air berkaitan erat dengan kemampuan air membentuk busa. Semakin
besar kesadahan air, semakin sulit bagi sabun untuk membentuk busa karena
terjadi presipitasi. Busa tidak akan terbentuk sebelum semua kation pembentuk
kesadahan mengendap. Pada kondisi ini, air mengalami pelunakan atau penurunan
kesadahan yang disebabkan oleh sabun. Endapan yang terbentuk dapat
menyebabkan pewarnaan pada bahan yang dicuci. Pada perairan sadah (hard),
kandungan kalsium, magnesium, karbonat, dan sulfat biasanya tinggi (Brown, 1987
dalam Effendi, 2003). Jika dipanaskan, perairan sadah akan membentuk deposit
(kerak). Pada Tabel 2.5 diperlihatkan klasifikasi perairan berdasarkan nilai
kesadahan.
Tabel 2.5 Klasifikasi Perairan Berdasarkan Nilai Kesadahan
Kesadahan (mg/l CaCO3)
Klasifikasi Perairan
< 50
Lunak (soft)
50 150
150 300
Sadah (hard)
> 300
Anion
Ca2+
HCO3 -
Mg2+
SO42-
Sr2+
Cl-
Fe2+
NO3-
Mn2+
SiO32-
(2.4)
(2.5)
(2.6)
(2.7)
(2.8)
Metode Titrasi EDTA merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengukur kesadahan di dalam air menggunakan EDTA (Ethylene
Diamine Tetraacetic Acid) atau garam natriumnya sebagai titran. EDTA membentuk
ion kompleks yang sangat stabil dengan Ca2+dan Mg2+, juga ion-ion logam
bervalensi dua lainnya.
Indikator Eriochrome Black T (EBT) merupakan indikator yang sangat baik untuk
menunjukkan bahwa ion penyebab kesadahan sudah terkompleksasi. Indikator EBT
yang berwarna biru ditambahkan pada air sadah (pH 10), membentuk ion kompleks
dengan Ca2+ dan Mg2+ yang berwarna merah anggur. Pada saat titrasi dengan
EDTA, ion-ion kesadahan bebas dikompleksasi. EDTA mengganggu ion kompleks
(M.EBT) karena mampu membentuk ion kompleks yang lebih stabil dengan ion-ion
kesadahan. Hal ini membebaskan indikator EBT, dimana warna wine red berubah
menjadi biru, menunjukkan titik akhir titrasi.
2.4. Klorida (Cl)
Sekitar 3/4 dari klorin (Cl2) yang terdapat di bumi berada dalam bentuk larutan.
Unsur klor dalam air terdapat dalam bentuk ion klorida (Cl-). Ion klorida adalah
salah satu anion anorganik utama yang ditemukan pada perairan alami dalam
jumlah yang lebih banyak daripada anion halogen lainnya. Klorida biasanya
terdapat dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan
kalsium klorida (CaCl2). Selain dalam bentuk larutan, klorida dalam bentuk padatan
ditemukan pada batuan mineral sodalite [Na8(AlSiO4)6]. Pelapukan batuan dan
tanah melepaskan klorida ke perairan. Sebagian besar klorida bersifat mudah larut.
Klorida terdapat di alam dengan konsentrasi yang beragam. Kadar klorida umumnya
meningkat seiring dengan meningkatnya kadar mineral. Kadar klorida yang tinggi,
yang diikuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang juga tinggi, dapat
meningkatkan sifatkorosivitas air. Hal ini mengakibatkan terjadinya perkaratan
peralatan logam. Kadar klorida > 250 mg/l dapat memberikan rasa asin pada air
karena nilai tersebut merupakan batas klorida untuk suplai air, yaitu sebesar 250
mg/l (Rump dan Krist, 1992 dalam Effendi, 2003). Perairan yang diperuntukkan bagi
keperulan domestik, termasuk air minum, pertanian, dan industri, sebaiknya
memiliki kadar klorida lebih kecil dari 100 mg/liter (Sawyer dan McCarty, 1978).
Keberadaan klorida di dalam air menunjukkan bahwa air tersebut telah mengalami
pencemaran atau mendapatkan rembesan dari air laut.
Klorida tidak bersifat toksik bagi makhluk hidup, bahkan berperan dalam
pengaturan tekanan osmotik sel. Klorida tidak memiliki efek fisiologis yang
merugikan, tetapi seperti amonia dan nitrat, kenaikan akan terjadi secara tiba-tiba
di atas baku mutu sehingga dapat menyebabkan polusi. Toleransi klorida untuk
manusia bervariasi berdasarkan iklim, penggunaannya, dan klorida yang hilang
melalui respirasi. Klorida dapat menimbulkan gangguan pada jantung/ginjal.
Di Indonesia, khlor digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan air minum
untuk menghilangkan mikroorganisme yang tidak dibutuhkan. Beberapa alasan
yang menyebabkan klorin sering digunakan sebagai desinfektan adalah sebagai
berikut (Tebbut, 1992 dalam Effendi, 2003) :
Dapat dikemas dalam bentuk gas, larutan, dan bubuk (powder).
Harga relatif murah.
Memiliki daya larut yang tinggi serta dapat larut pada kadar yang tinggi.
Residu klorin dalam bentuk larutan tidak berbahaya bagi manusia, jika terdapat
dalam kadar yang tidak berlebihan.
Bersifat sangat toksik bagi mikroorganisme, dengan cara menghambat aktivitas
metabolisme mikroorganisme tersebut.
Proses penambahan klor dikenal dengan klorinasi. Klorin yang digunakan sebagai
desinfektan adalah gas klor yang berupa molekul klor (Cl2) atau kalsium hipoklorit
[Ca(OCl)2]. Penambahan klor secara kurang tepat akan menimbulkan bau dan rasa
pada air. Pada kadar klor kurang dari 1.000 mg/liter, semua klor berada dalam
bentuk ion klorida (Cl-) dan hipoklorit (HOCl), atau terdisosiasi menjadi H+ dan OCl-.
Selain bereaksi dengan air, klorin juga bereaksi dengan senyawa nitrogen
membentukmono-amines, di-amines, tri-amines, N-kloramines, N-kloramides, dan
senyawa nitrogen berklor lainnya. Monokloramines (NH2Cl) adalah bentuk senyawa
klor dan nitrogen yang utama di perairan. Senyawa ini bersifat stabil dan biasanya
ditemukan beberapa hari setelah penambahan klorin. Klor yang berikatan dengan
senyawa kimia lain dikenal sebagai klorin terikat, sedangkan klorin bebas adalah ion
klorida dan ion hipoklorit yang tidak berikatan dengan senyawa lainnya.
Penentuan jumlah klorin di perairan diperlukan dalam proses pengolahan air baku
untuk keperluan domestik dan pengolahan limbah cair yang menggunakan klorin
sebagai desinfektan, untuk mengetahui kadar klorin yang tersisa di perairan.
Metode Mohr (Argentometric) dapat digunakan untuk pemeriksaan klorida
menggunakan larutan perak nitrat (0,0141 N) untuk mentitrasi sehingga dapat
bereaksi dengan larutan N/71 dimana setiap mm ekivalen dengan 0,5 mg ion
klorida. Pada titrasi, ion klorida dipresipitasi sebagai klorida putih perak berdasarkan
persamaan reaksi (2.9).
Ag+ + Cl- AgCl (Ksp = 3 x 10-10)
(2.9)
(2.10)
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang
akurat antara lain :
Digunakan contoh air yang seragam, dianjurkan 100 ml, sehingga konsentrasi ion
pada titik akhir titrasi konstan.
pH berada dalam rentang 7 atau 8 karena Ag+ dipresipitasi sebagai AgOH pada pH
tinggi dan CrO42- akan berubah menjadi Cr2O72- pada pH rendah.
Jumlah indikator harus diperhatikan untuk mengukur konsentrasi Cr2O42- atau
Ag2CrO4 yang terbentuk sangat cepat atau sangat lama.
2.5. Mangan
Mangan (Mn), metal kelabu-kemerahan, merupakan kation logam yang memiliki
karakteristik kimia serupa dengan besi. Mangan berada dalam
bentuk manganous (Mn2+) dan manganik(Mn4+). Di dalam tanah, Mn4+ berada
dalam bentuk senyawa mangan dioksida yang sangat tak terlarut di dalam air dan
mengandung karbondioksida. Pada kondisi reduksi (anaerob) akibat dekomposisi
bahan organik dengan kadar yang tinggi, Mn4+ pada senyawa mangan dioksida
mengalami reduksi menjadi Mn2+ yang bersifat larut. Mn2+ berikatan dengan
nitrat, sulfat, dan klorida serta larut dalam air. Mangan dan besi valensi dua hanya
terdapat pada perairan yang memiliki kondisi anaerob (Cole, 1988 dalam Effendi,
2003). Jika perairan mendapat cukup aerasi, Mn2+ mengalami reoksidasi
(2.15)
Pada denitrifikasi, gas N2 dilepaskan dari dalam air ke udara. Keberadaan nitrit
menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang
memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah.
Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit pada
perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Di perairan, kadar nitrit
jarang melebihi 1 mg/liter (Sawyer dan McCarty, 1987). Bagi manusia dan hewan,
nitrit bersifat lebih toksik daripada nitrat.
Garam-garam nitrit digunakan sebagai penghambat terjadinya proses korosi pada
industri. Pada manusia, konsumsi nitrit yang berlebihan dapat mengakibatkan
terganggunya proses pengikatan oksigen oleh hemoglobin darah, yang selanjutnya
membentuk met-hemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen. Selain itu,
NO2 juga dapat menimbulkan nitrosamin (RRN NO) pada air buangan tertentu
yang dapat menyebabkan kanker. Penetapan nitrogen pada umumnya digunakan
sebagai pengontrol derajat purifikasi yang terjadi pada pengolahan biologis.
Metode Reaksi Diazotasi Spectrofotometri merupakan metode yang digunakan
untuk pemeriksaan nitrit. Metode ini menggunakan dua macam reagen yaitu asam
(2.16)
(2.18)
Air minum sebaiknya netral, tidak asam/basa, untuk mencegah terjadinya pelarutan
logam berat dan korosi jaringan distribusi air minum. pH standar untuk air minum
sebesar 6,5 8,5. Air adalah bahan pelarut yang baik sekali, maka dibantu dengan
pH yang tidak netral, dapat melarutkan berbagai elemen kimia yang dilaluinya.
Pengukuran pH dapat dilakukan menggunakan kertas lakmus, kertas pH universal,
larutan indikator universal (metode Colorimeter) dan pHmeter (metode Elektroda
Potensiometri). Pengukuran pH penting untuk mengetahui keadaan larutan
sehingga dapat diketahui kecenderungan reaksi kimia yang terjadi serta
pengendapan materi yang menyangkut reaksi asam basa.
Elektroda hidrogen merupakan absolut standard dalam penghitungan pH. Karena
elektroda hidrogen mengalami kerumitan dalam penggunaannya, ditemukanlah
elektroda yang dapat dibuat dari gelas yang memberikan potensial yang
berhubungan dengan aktivitas ion hidrogen tanpa gangguan dari ion-ion lain.
Penggunaannya menjadi metode standard dari pengukuran pH.
Pengukuran pH diatas 10 dan pada temperatur tinggi sebaiknya menggunakan
elektroda gelas spesial. Alat-alat yang digunakan pada umumnya distandarisasi
dengan larutan buffer, dimana nilai pH nya diketahui dan lebih baik digunakan
larutan buffer dengan pH 1 2 unit yang mendekati nilai pH contoh air.
Mackereth et al. (1989) dalam Effendi, 2003 berpendapat bahwa pH juga berkaitan
erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi
pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang
bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu
senyawa kimia. Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah
(Novotny dan Olem, 1994 dalamEffendi 2003).
2.10. Sulfat
Ion sulfat (SO4) adalah anion utama yang terdapat di dalam air. Jumlah ion sulfat
yang berlebih dalam air minum menyebabkan terjadinya efek cuci perut pada
manusia. Sulfat mempunyai peranan penting dalam penyaluran air maupun dalam
penggunaan oleh umum.
Sulfat banyak ditemukan dalam bentuk SO42- dalam air alam. Kehadirannya
dibatasi sebesar 250 mg/l untuk air yang dikonsumsi oleh manusia. Sulfat terdapat
di air alami sebagai hasil pelumeran gypsum dan mineral lainnya. Sulfat dapat juga
berasal dari oksidasi terakhir sulfida, sulfit, dan thiosulfat yang berasal dari bekas
tambang batubara. Kehadiran sulfat dapat menimbulkan masalah bau dan korosi
pada pipa air buangan akibat reduksi SO42- menjadi S- dalam kondisi anaerob dan
bersama ion H+ membentuk H2S.
Dalam pipa, proses perubahan secara biologis terjadi selama transportasi air
buangan. Perubahan ini memerlukan O2. Apabila kandungan O2 tidak cukup dari
aerasi natural udara dalam pipa, terjadi reduksi sulfat dan terbentuk ion sulfida.
S- akan berubah menjadi H2S pada pH tertentu dan sebagian lepas ke udara di atas
air buangan. Bila pipa berventilasi baik dan dindingnya kering, hal ini tidak akan
menimbulkan masalah. Bila terjadi hal sebaliknya, keseimbangan berkumpul pada
dinding bagian atas pipa. H2S larut dalam air sesuai dengan tekanan parsial udara
dalam pipa dan bakteri akan mengoksidasi H2S menjadi H2SO4, yang dapat
merusak beton (dikenal dengan crown korosi).
Metode turbidimeter merupakan salah satu metode analisa yang digunakan untuk
mengukur sulfat dengan prinsip barium sulfat terbentuk setelah contoh air
ditambahkan barium khlorida yang berguna untuk presipitasi dalam bentuk koloid
dengan bantuan larutan buffer asam yang mengandung MgCl, potassium nitrat,
sodium asetat, dan asam asetat sesuai reaksi (2.19).
SO42- + BaCl2 BaSO4 (koloid) + 2 Cl-
(2.19)
Metode ini dapat dilakukan dengan cepat dan lebih sering digunakan daripada
metode lainnya. Konsentrasi sulfat > 10 mg/l dapat dianalisa dengan mengambil
sulfat dalam jumlah kecil dan melarutkannya dalam 50 ml contoh air.
2.11. Kalium
Kalium (K) atau potasium yang menyusun sekitar 2,5 % lapisan kerak bumi adalah
salah satu unsur alkali utama di perairan. Di perairan, kalium terdapat dalam
bentuk ion atau berikatan dengan ion lain membentuk garam yang mudah larut dan
sedikit sekali membentuk presipitasi. Cole (1988) dalam Effendi (2003) menyatakan
bahwa kalium cenderung membentuk micas yang bersifat tidak larut. Kondisi ini
mengakibatkan kadar kalium di perairan lebih sedikit daripada kadar natrium.
Hampir 95 % dari produksi kalium digunakan sebagai pupuk bagi tanaman. Selain
itu, kalium juga digunakan dalam industri gelas, farmasi, karet sintetis, sabun,
detergen, dan sebagainya.
Perairan dengan rasio Na : K kurang dari 10 bersifat toksik bagi beberapa organisme
akuatik. Kadar kalium yang terlalu tinggi sehingga melebihi 2.000 mg/liter
berbahaya bagi sistem pencernaan dan saraf manusia. Kadar kalium sebanyak 50
mg/liter dan kadar natrium 100 mg/liter yang terdapat secara bersamaan kurang
baik bagi kepentingan industri karena dapat membentuk karat dan menyebabkan
terjadinya korosi pada peralatan logam.
2.12. Zat Organik
Zat organik (KMnO4) merupakan indikator umum bagi pencemaran. Tingginya zat
organik yang dapat dioksidasi menunjukkan adanya pencemaran. Zat organik
mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Oleh sebab itu, bila zat organik banyak
terdapat di badan air, dapat menyebabkan jumlah oksigen di dalam air berkurang.
Bila keadaan ini terus berlanjut, maka jumlah oksigen akan semakin menipis
sehingga kondisi menjadi anaerob dan dapat menimbulkan bau.
Setiap senyawa organik mengandung ikatan karbon yang dikombinasikan antara
satu elemen dengan elemen lainnya. Bahan organik berasal dari tiga sumber utama
sebagai berikut (Sawyer dan McCarty, 1978) :
Alam, misalnya fiber, minyak nabati dan hewani, lemak hewani, alkaloid, selulosa,
kanji, gula, dan sebagainya.
Sintesis, yang meliputi semua bahan organik yang diproses oleh manusia.
Fermentasi, misalnya alkohol, aseton, gliserol, antibiotika, dan asam; yang
semuanyan diperoleh melalui aktivitas mikroorganisme.
Karakteristik bahan organik yang membedakannya dari bahan anorganik adalah
sebagai berikut (Sawyer dan McCarty, 1978) :
Senyawa organik biasanya mudah terbakar.
Senyawa organik mempunyai titik leleh dan titik didih yang lebih rendah.
Senyawa organik kurang larut dalam air.
Beberapa senyawa organik memiliki formula yang serupa (isomer).
Reaksi dengan senyawa lain berlangsung lambat karena bukan terjadi dalam bentuk
ion, melainkan dalam bentuk molekul.
Berat molekul senyawa organik bisa menjadi sangat tinggi, seringkali lebih dari
1000.
Kebanyakan senyawa organik berfungsi sebagai sumber makanan bakteri.
Organik pada sistem air alami berasal dari sumber-sumber alami maupun aktivitas
manusia. Organik yang terlarut dalam air biasa ditemukan dalam dua kategori,
yaitu :
Organik Biodegradable
Materi biodegradable mengandung organik yang dapat digunakan sebagai makanan
bagi mikroorganisme yang hidup di alam dalam waktu yang singkat. Dalam bentuk
terlarut, materi ini mengandung zat tepung, lemak, protein, alkohol, asam, aldehid,
dan ester. Materi ini dapat menyebabkan masalah warna, rasa, bau, serta
merupakan efek kedua yang dihasilkan dari aktivitas mikroorganisme pada
substansi-substansi tersebut. Penggunaan organik terlarut oleh mikroba dapat
terjadi melalui proses oksidasi dan reduksi. Kondisi aerob merupakan hasil akhir
dekomposisi organik oleh mikroba yang bersifat stabil dan merupakan senyawa
yang masih dapat diterima. Proses anaerob menghasilkan produk yang tidak stabil
dan tidak dapat diterima.
Organik Non Biodegradable
Beberapa materi organik resisten dari degradasi biologis. Asam tannin, lignin,
selulosa, dan fenol biasa ditemukan pada sistem air alami. Molekul dengan ikatan
yang kuat dan struktur cincin merupakan esensi non biodegradable. Sebagai contoh
senyawa detergenalkylbenzenesulfonate (ABS), dimana dengan adanya cincin
benzene, senyawa tersebut tidak dapat terbiodegradasi. Sebagai surfaktan, ABS
menyebabkan busa pada IPAL dan meningkatkan kekeruhan.
Beberapa organik yang non biodegradable bersifat toksik bagi organisme. Hal ini
ditemukan pada pestisida organik, beberapa industri kimia, dan campuran
hidrokarbon yang berkombinasi dengan klorin. Sebagian besar pestisida
bersifat toksik kumulatif dan menyebabkan beberapa masalah pada rantai makanan
yang lebih tinggi.
Pengukuran organik non biodegradable dapat dilakukan menggunakan tes COD
(Chemical Oxygen Demand). Organik non biodegradable dapat ditentukan dari
analisa TOC (Total Organic Compound). BOD dan TOC dapat mengukur
fraksi biodegradable dari organik, dimana BOD harus disubstraksi dari COD dan TOC
untuk menghitung organik non biodegradable.
Secara umum, komponen penyusun materi organik terdiri dari 6 unsur, yaitu :
Unsur mikro
(2.20)
dari materi organik tersuspensi. Kandungan materi organik dalam air dapat
dijadikan indikator pencemar bila konsentrasinya cukup tinggi, karena zat organik
dapat diuraikan secara alami oleh bakteri sehingga kadar DO menurun.
2.13. CO2 Agresif
Karbondioksida (CO2) adalah komponen normal dalam semua air alami dan
merupakan gas yang mudah larut dalam air. CO2 di alam terdiri dari CO2 bebas dan
CO2 terikat yang tergantung pada pH air. CO2 bebas terdiri dari CO2 yang berada
dalam kesetimbangan, diperlukan untuk memelihara ion bikarbonat (HCO3-) dan
CO2 agresif yang dapat melarutkan CaCO3 dan bersifat korosif. CO2 terikat hadir
dalam bentuk bikarbonat (HCO3-) dan karbonat (CO32-). CO2 agresif merupakan
CO2 yang berada dalam keseimbangan dan diperlukan untuk memelihara ion
bikarbonat dalam air.
Air permukaan pada umumnya mengandung < 10 mg CO2 bebas/liter, namun
beberapa air tanah mengandung lebih banyak lagi. Tidak semua CO2 bersifat
agresif. CO2 bersifat agresif apabila terjadi kesetimbangan dalam reaksi (2.21).
CO2 + H2O HCO3- + H+
(2.21)
Kadar HCO3- yang meningkat akan membuat kesetimbangan bergeser ke arah CO2.
CO2menjadi agresif dan berusaha mempercepat kesetimbangan melalui reaksi
dengan CaCO3atau benda lain sehingga terjadi kekorosifan.
CO2 dapat berasal dari beberapa sumber, antara lain :
Masuknya CO2 melalui air permukaan oleh absorbsi dari atmosfer. Hal ini hanya
terjadi ketika konsentrasi CO2 dalam air lebih kecil daripada konsentrasi CO2 dalam
atmosfer dan mengikuti Hukum Henry, yang berbunyi Antara konsentrasi CO2 di
udara dengan CO2 terlarut dalam air akan terjadi kesetimbangan (CO2 atm
CO2 terlarut).
Proses oksidasi biologi materi organik. Hal ini terutama terjadi pada air tercemar.
Oksidasi bakteri tersebut mengeluarkan CO2 sebagai hasil akhir, baik aerob
maupun anaerob.
Aktivitas fotosintesis yang dibatasi. Hal ini terjadi apabila konsentrasi CO2 dalam air
lebih besar daripada konsentrasi CO2 di atmosfer.
Perkolasi air ke dalam tanah. Air tanah mengandung 30 50 mg/l CO2. Hal ini
disebabkan air mengalami perkolasi dalam tanah yang tidak mengandung cukup
kalsium/magnesium karbonat untuk menetralisir CO2 melalui pembentukan
bikarbonat.
Spesies karbon, misal CaCO3 (kapur).
(2.22)
(2.23)
(2.24)
Klorindioksida merupakan agen desinfeksi yang efektif, terutama untuk air yang
mempunyai pH tinggi. Selain itu, senyawa ini sangat efektif untuk memecah fenol.
Klorindioksida merupakan gas yang tidak stabil dan dihasilkan dari penggabungan
senyawa sodium klorit dengan klorin kuat. Desinfeksi dengan ozon merupakan salah
satu desinfektan kuat lainnya. Ozon lebih efektif bila konsentrasi air rendah.
Gas klor merupakan oksidan yang kuat sehingga bersifat racun bagi manusia. Pada
konsentrasi rendah, klorin membunuh mikroorganisme dengan memasuki sel dan
bereaksi dengan enzim serta protoplasma. Pada konsentrasi yang lebih tinggi,
oksidasi dinding sel akan memusnahkan organisme tersebut. Beberapa faktor yang
mempengaruhi hal ini antara lain bentuk klor, pH, konsentrasi, waktu kontak, tipe
organisme, dan temperatur.
Dampak penambahan klorin bagi kesehatan secara langsung sebenarnya tidak ada,
tetapi penambahan klorin berlebih menyebabkan air menjadi payau. Fungsi lain dari
klorin adalah :
Sebagai tracer.
Detektor kontaminasi pada air tanah.
Kontrol pemompaan air tanah pada lokasi dimana ada intrusi air laut.
2.15. Asiditas
Asiditas adalah kapasitas kuantitatif air untuk bereaksi dengan basa kuat sehingga
menstabilkan pH hingga mencapai 8,3 atau kemampuan air untuk mengikat
OH- untuk mencapai pH 8,3 dari pH asal yang rendah. Semua air yang memiliki pH
< 8,5 mengandung asiditas.
Pada dasarnya, asiditas (keasaman) tidak sama dengan pH. Asiditas melibatkan dua
komponen, yaitu jumlah asam, baik asam kuat maupun asam lemah (misalnya
asam karbonat dan asam asetat), serta konsentrasi ion hidrogen. Menurut APHA
(1976) dalam Effendi (2003), pada dasarnya asiditas menggambarkan kapasitas
kuantitatif air untuk menetralkan basa sampai pH tertentu, yang dikenal
dengan base-neutralizing capacity (BNC); sedangkan Tebbut (1992) dalam Effendi
(2003) menyatakan bahwa pH hanya menggambarkan konsentrasi ion hidrogen.
Pada kebanyakan air alami, air buangan domestik, dan air buangan industri bersifat
buffer karena sistem karbondioksida-bikarbonat. Pada titrasi beberapa asam lemah,
dapat diketahui bahwa titik akhir stoikiometri dari asam karbonat tidak dapat
dicapai sampai pH sekitar 8,5. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semua air
yang memiliki pH < 8,5 mempunyai sifat asiditas. Biasanya titik akhir phenophtalein
pada pH 8,2 sampai 8,4 digunakan sebagai titik referensi.
Dari titrasi terhadap asam karbonat dan asam kuat, diketahui bahwa asiditas dari
air alami disebabkan oleh CO2 yang merupakan agen efektif dalam air yang
memiliki pH > 3,7 atau disebabkan oleh asam mineral kuat yang merupakan agen
efektif dalam air dengan pH < 3,7. Dapat dikatakan bahwa asiditas di dalam air
disebabkan oleh CO2 terlarut dalam air, asam-asam mineral (H2SO4, HCl, HNO3),
dan garam dari asam kuat dengan basa lemah.
Asiditas Total (Asiditas Phenophtalein)
Asiditas total merupakan asiditas yang disebabkan adanya CO2 dan asam mineral.
Karbondioksida merupakan komponen normal dalam air alami. Sumber CO2 dalam
air dapat berasal dari adsorbsi atmosfer, proses oksidasi biologi materi organik,
aktivitas fotosintesis, dan perkolasi air dalam tanah. Karbondioksida dapat masuk
ke permukaan air dengan cara adsorbsi dari atmosfer, tetapi hanya dapat terjadi
jika konsentrasi CO2 dalam air < kesetimbangan CO2 di atmosfer. Karbondioksida
dapat diproduksi dalam air melalui oksidasi biologi dari materi organik, terutama
pada air tercemar. Pada beberapa kasus, jika aktivitas fotosintesis dibatasi,
konsentrasi CO2 di dalam air dapat melebihi keseimbangan CO2 di atmosfer dan
CO2 akan keluar dari air. Air permukaan secara konstan mengadsorpsi atau melepas
CO2 untuk menjaga keseimbangan dengan atmosfer.
Air tanah dan air dari lapisan hypolimnion di danau dan reservoir biasanya
mengandung CO2 dalam jumlah yang cukup banyak. Konsentrasi ini dihasilkan dari
oksidasi materi organik oleh bakteri dimana materi organik ini mengalami kontak
dengan air dan pada kondisi ini CO2 tidak bebas untuk keluar ke atmosfer.
CO2 merupakan produk akhir dari oksidasi bakteri secara anaerobik dan aerobik.
Oleh karena itu konsentrasi CO2 tidak dibatasi oleh jumlah oksigen terlarut.
Asiditas Mineral (Asiditas Metil Orange)
Asiditas mineral merupakan asiditas yang disebabkan oleh asam mineral. Dapat
juga disebut asiditas metil orange karena untuk menentukan titik akhir titrasi
digunakan indikator metil orange untuk mencapai pH 3,7. Asiditas mineral di dalam
air dapat berasal dari industri metalurgi, produksi materi organik sintetik, drainase
buangan tambang, dan hidrolisis garam-garam logam berat.
Asiditas mineral terdapat di limbah industri, terutama industri metalurgi dan
produksi materi organik sintetik. Beberapa air alami juga mengandung asiditas
mineral. Kebanyakan dari limbah industri mengandung asam organik. Kehadirannya
di alam dapat ditentukan dengan titrasi elektrometrik dan gas chromatografi.
Garam logam berat, terutama yang bervalensi 3, terhidrolisa dalam air untuk
melepaskan asiditas mineral sesuai dengan reaksi (2.25).
FeCl3 + 3 H2O Fe (OH)3 + 3 H+ + 3 Cl-
(2.25)
(2.26)
(2.27)
(2.28)
(2.29)
(2.30)
Selain karena bereaksi dengan ion H+, karbonat dianggap basa karena dapat
mengalami hidrolisis menghasilkan OH- seperti persamaan reaksi (2.31).
CO32- + H2O HCO3- + OH-
(2.31)
Sifat kebasaan CO32- lebih kuat daripada sifat keasaman CO2 sehingga pada
kondisi kesetimbangan, ion OH- dalam larutan bikarbonat selalu melebihi ion H+.
Akumulasi hidroksida menyebabkan perairan yang banyak ditumbuhi algae memiliki
nilai pH yang tinggi, sekitar 9 10. Nilai alkalinitas sangat dipengaruhi oleh pH.
Dengan kata lain, alkalinitas berperan sebagai sistem penyangga (buffer) agar
perubahan pH tidak terlalu besar. Alkalinitas juga merupakan parameter pengontrol
untuk anaerobic digester dan instalasi lumpur aktif.
Alkalinitas ditetapkan melalui titrasi asam basa. Asam kuat seperti asam sulfat dan
asam klorida dapat menetralkan zat-zat alkaliniti yang bersifat basa sampai titk
akhir titrasi (titik ekivalensi) kira-kira pada pH 8,3 dan 4,5. Titik akhir ini dapat
ditentukan oleh jenis indikator yang dipilih dan perubahan nilai pH pada pHmeter
waktu titrasi asam basa. Reaksi yang terjadi ditunjukkan dalam persamaan reaksi
(2.32) sampai (2.34).
OH- + H+ H2O
(pH = 8,3)
(2.32)
CO32- + H+ HCO3 -
(pH = 8,3)
(2.33)
(pH = 4,5)
(2.34)
Jumlah asam yang diperlukan untuk mencapai titik akhir pada pH 8,3 (sebagian dari
alkalinitas total) dikenal sebagai nilai P (phenolphtalein) dan yang diperlukan
sampai pH 4,3 dikenal sebagai nilai T (total alkalinity) atau M (metil orange).
Air ledeng memerlukan ion alkalinitas dalam konsentrasi tertentu. Jika kadar
alkalinitas terlalu tinggi dibandingkan kadar Ca2+ dan Mg2+, air menjadi agresif
dan menyebabkan karat pada pipa. Alkalinitas yang rendah dan tidak seimbang
dengan kesadahan dapat menyebabkan timbulnya kerak CaCO3 pada dinding pipa
yang memperkecil diameter/penampang basah pipa.
Satuan alkalinitas dinyatakan dengan mg/liter kalsium karbonat (CaCO3) atau miliekuivalen/liter. Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh
komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas perairan alami hampir
tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang
terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh oragnisme akuatik karena biasanya diikuti
dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi.
Nilai alkalinitas berkaitan erat dengan korosivitas logam dan dapat menimbulkan
permasalahan pada kesehatan manusia, terutama yang berhubungan dengan iritasi
pada sistem pencernaan (gastro intestinal). Nilai alkalinitas yang baik berkisar
antara 30 500 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas > 40 mg/liter
CaCO3 disebut perairan sadah (hard water), sedangkan perairan dengan nilai
akalinitas < 40 mg/liter disebut perairan lunak (soft water). Untuk kepentingan
pengolahan air, sebaiknya nilai alkalinitas tidak terlalu bervariasi
Alkalinitas berperan dalam hal-hal sebagai berikut :
Sistem penyangga (buffer)
Bikarbonat yang terdapat pada perairan dengan nilai alkalinitas total tinggi
berperan sebagai penyangga (buffer capacity) perairan terhadap perubahan pH
yang drastis. Jika basa kuat ditambahkan ke dalam perairan, maka basa tersebut
akan bereaksi dengan asam karbonat membentuk garam bikarbonat dan akhirnya
menjadi karbonat. Jika asam ditambahkan ke dalam perairan, maka asam tersebut
akan digunakan untuk mengonversi karbonat menjadi bikarbonat dan bikarbonat
menjadi asam karbonat. Fenomena ini menjadikan perairan dengan nilai alkalinitas
total tinggi tidak mengalami perubahan pH secara drastis (Cole, 1988 dalam Effendi
2003). Pada sistem penyangga, CO2 berperan sebagai asam dan ion
HCO3- berperan sebagai garam.
Koagulasi kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam proses koagulasi air atau air limbah bereaksi
dengan air membentuk presipitasi hidroksida yang tidak larut. Ion hidrogen yang
dilepaskan bereaksi dengan ion-ion penyusun alkalinitas, sehingga alkalinitas
berperan sebagai penyangga untuk mengetahui kisaran pH optimum bagi
penggunaan koagulan. Dalam hal ini, nilai alkalinitas sebaiknya berada pada kisaran
optimum untuk mengikat ion hidrogen yang dilepaskan pada proses koagulasi.
Pelunakan air (water softening)
Alkalinitas adalah parameter kualitas air yang harus dipertimbangkan dalam
menentukan jumlah soda abu dan kapur yang diperlukan dalam proses pelunakan
(softening) dengan metode presipitasi yang bertujuan untuk menurunkan
kesadahan.
Perubahan pH yang terjadi pada perairan yang memiliki nilai alkalinitas rendah
cukup besar, sedangkan perubahan pH yang terjadi pada perairan yang memiliki
nilai alkalinitas sedang relatif rendah. Hal ini menunjukkan bahwa alkalinitas yang
lebih tinggi memiliki sistem penyangga yang lebih baik.
Alkalinitas biasanya dinyatakan sebagai :
Alkalinitas phenophtalein
Alkalinitas phenophtalein dapat diketahui dengan titrasi asam sampai mencapai pH
dimana HCO3- merupakan spesies karbonat dominan (pH = 8,3).
Alkalinitas total
Alkalinitas total dapat diketahui dengan titrasi asam untuk mencapai titik akhir
metil orange (pH = 4,5) dimana spesies karbonat dan bikarbonat telah dikonversi
menjadi CO2.
Alkalinitas pada air memberikan sedikit masalah kesehatan. Alkalinitas yang tinggi
menyebabkan rasa air yang tidak enak (pahit). Pengukuran asiditasalkalinitas harus
dilakukan sesegera mungkin dan biasanya dilakukan di tempat pengambilan
contoh. Batas waktu yang dianjurkan adalah 14 hari.
3. Parameter Biologi
Pemeriksaan air secara biologis sangat penting untuk mengetahui keberadaan
mikroorganisme yang terdapat dalam air. Berbagai jenis bakteri patogen dapat
ditemukan dalam sistem penyediaan air bersih, walaupun dalam konsentrasi yang
rendah. Analisa mikrobiologi untuk bakteri-bakteri tersebut dilakukan berdasarkan
organisme petunjuk (indicator organism). Bakteri-bakteri ini menunjukkan adanya
pencemaran oleh tinja manusia dan hewan berdarah panas lainnya, serta mudah
dideteksi. Bila organisme petunjuk ini ditemui dalam contoh air, berarti air tersebut
tercemar oleh bakteri tinja serta ada kemungkinan mengandung bakteri patogen.
Bila contoh air tidak mengandung organisme petunjuk berarti tidak ada
pencemaran oleh tinja dan air tidak mengandung bakteri patogen. Tes dengan
organisme petunjuk merupakan cara yang paling mudah untuk menentukan
pencemaran air oleh bakteri patogen dan dapat dilakukan secara rutin.
Coliform termasuk dalam keluarga Enterobacteriaceae dan
genus Escherichia dengan karakteristik bakteri yang mempunyai bentuk batang,
gram negatif, sangat motil, tidak berspora, dan bersifat aerobik fakultatif dengan
memanfaatkan oksigen pada kondisi aerob dan melakukan fermentasi pada kondisi
anaerob. Bentuk dari bakteri ini diperlihatkan pada Gambar 2.1. Bakteri dalam
genus ini dapat tumbuh dengan mudah pada media yang mengandung garamgaram mineral, karbohidrat, dan garam-garam ammonium.
Enterobacter aerogenes merupakan salah satu coliform yang bersifat nonfecal coliform. Bakteri ini berasal dari tanah dan beberapa sumber selain dari
saluranpencernaan mamalia dan hewan berdarah panas. Karakteristik fermentasi
daribakteri ini yang membedakan denganE.coli adalah kemampuannya untuk
merubah piruvat menjadi asetonin dan 2,3-butanediolserta tidak mampu
membentuk Succinate. Walaupun termasuk dalam golongan fecal
coliform,E.coli tidak selalu bersifat patogen. Salah satu strain E.coli yang berbahaya
adalah E. coliO157:H7. E.coli jenis ini menghasilkan racun berbahaya jika hidup dan
berkembang biak pada makanan. Jika makanan tidak dimasak secara benar maka
racun dari jenis E.coli ini akan mengakibatkan timbulnya gangguan pencernaan
yang cukup berbahaya seperti diare hingga berak darah yang akan menyebabkan
kematian jika tidak ditangani secepatnya.
Walaupun coliform dapat dengan mudah dideteksi, namun hubungannya dengan
kontaminasi bakteri fecal perlu dipertanyakan karena beberapa coliform dapat
ditemukan secara alami pada lingkungan. Fecal coliform tidak dapat digunakan
sebagai indikator adanya pencemaran oleh bakteri fecal , yang dapat digunakan
sebagai indikator pencemaran oleh bakteri fecal hanyalah E.coli.
3.1. Analisa Coliform
Analisa coliform merupakan tes untuk mendeteksi keberadaan dan memeperkirakan
jumlah bakteri coliform dalam air yang diteliti. Terdapat 3 metoda yang dapat
digunakan dalam menganalisa coliform yaitu Standard Plate Count (SPC), metoda
tabung fermentasi atau sering disebut Most Probable Number (MPN), dan metode
penyaringan dengan membran.
Prinsip analisa SPC dan penyaringan dengan membran adalah berdasarkan sifat
bakteri yang berkembang biak dalam waktu 24 sampai 72 jam pada suhu tertentu
dan dalam suasana yang cocok yaitu pada media yang terdiri dari agar-agar (dari
bahan yang netral) yang mengandung beberapa jenis zat kimia yang merupakan
gizi bagi bakteri tertentu serta dapat mengatur nilai pH.
Prinsip Analisa MPN hampir sama dengan prinsip analisa SPC, tetapi bakteri tidak
berkembang pada media agar-agar, melainkan dalam media tersuspensi pada kaldu
(broth) yang mengandung gizi untuk pertumbuhannya. Bakteri-bakteri tersebut
dapat dideteksi karena mampu memfermentasikan laktosa yang kemudian
menghasilkan gas serta menyebabkan terjadinya perubahan pH.
Metoda SPC digunakan untuk tes bakteri total , sedangkan metoda penyaringan
dengan membran dan MPN lebih cocok untuk untuk analisa total coliform dan fecal
coliform. Analisatotal coliform dan fecal coliform menggunakan metoda
penyaringan dengan membran lebih baik dibandingkan dengan metode MPN karena
beberapa hal sebagai berikut :
Tidak semua bakteri Coliform berasal dari usus manusia, dapat berasal dari hewan
dan bahkan ada yang hidup bebas. Oleh karena itu terdapat tes lanjutan yang
bertujuan untuk memeriksa E. coli yang pasti berasal dari tinja.
Tidak sepenuhnya dapat mewakili virus karena Coliform musnah lebih dahulu oleh
khlor sedangkan virus tidak. Kista amoeba dan telur cacing juga tahan lebih lama di
dalam saluran air bersih dibandingkan bakteri Coliform.
Bakteri Coliform dapat berkembang biak dalam air walaupun secara terbatas.
Untuk mencegah kontaminasi pada contoh air, dilakukan sterilisasi terhadap semua
peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan Coliform. Beberapa cara sterilisasi
adalah sebagai berikut :
Autoklave
Sterilisasi terjadi setelah suhu mencapai 120 oC atau tekanan uap mencapai 1,2
kg/cm2selama 20 menit. Sebelum dimasukkan, benda-benda yang akan disterilisasi
dibungkus dengan kertas koran atau kertas kraft sulfat yang berwarna coklat. Cara
meletakkan benda-benda dalam autoklave harus diatur sehingga semua permukaan
dan ujung yang akan disterilisasikan tercapai oleh suhu dan tutup harus dilepaskan
dari botol yang akan disterilisasikan, namun air kondensasi tidak boleh tertinggal di
dalam botol, gelas, atau beker.
Oven
Bakteri dapat dibasmi oleh panas dalam oven. Efisiensi akan tercapai dengan baik
setelah suhu mencapai 150 oC dalam waktu 8 jam.
Cara Kimiawi
Cara ini digunakan untuk menstrerilkan benda-benda yang terbuat dari plastik yang
tidak tahan suhu tinggi. Cara kimiawi yang sederhana adalah dengan mengusapkan
larutan 60 % etanol dan 40 % air suling, pada permukaan benda kemudian
mengeringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama 1/2 sampai 1 jam.
Sinar Ultra Ungu (Ultra Violet)
Sinar ultra ungu mempunyai daya desinfeksi terhadap bakteri dan kuman. Peralatan
laboratorium, terutama yang tidak tahan suhu tinggi dapat disterilkan di bawah
sinar lampu UV selama 1/2 jam. Cara sterilisasi ini cukup efisien dan sederhana,
khususnya bagi peralatan kecil yang diperlukan setiap waktu.
Pendidihan
Cairan, terutama air (pelarut) disterilkan dengan pendidihan selama 10 menit.
Gelas, beker, pipet, dan sebagainya dapat dipegang bagian luarnya tanpa ada
bahaya pencemaran pada bagian dalam (bakteri tidak dapat berpindah sendiri).
Hal hal lain yang perlu diperhatikan agar mutu hasil tes mikrobiologis terjamin
adalah sebagai berikut :
Tempat / meja kerja harus bersih, tidak ada lubang dimana kotoran atau debu dapat
tertangkap.
Permukaan tempat/meja kerja sebaiknya rata, dapat terbuat dari plastik yang kuat
dan keras, formika, dan sebagainya. Bila perlu, tes analisa dilakukan di atas baki
plastik.
Ruang kerja dan sekitarnya harus bebas dari angin yang dapat memindahkan
bakteri yang menempel pada partikel debu.
Metoda Most Probable Number merupakan metoda statistik untuk mengetahui
kandunganColiform pada air dengan melalui beberapa tahap pengujian yaitu :
Uji penduga (presumptive test)
Dalam uji ini, 3 tabung medium kaldu laktosa diinokulasi dengan 0,1 ml contoh air,
3 tabung medium kaldu laktosa diinokulasi dengan 1 ml contoh air, dan 3 tabung
medium kaldu laktosa ganda diinokulasi dengan 10 ml contoh air. Setelah itu,
semua biakan diinkubasi selama 1-3 hari pada suhu 37 oC, kemudian ditentukan
tabung yang menandakan reaksi positif atas keberadaan coliform. Reaksi
positif coliform ditandai dengan difermentasinya laktosa sehingga terjadi perubahan
warna dari ungu menjadi kuning dan juga ditandai dengan dihasilkannya gas CO2.
Uji ketetapan (confirmed test)
Uji ketetapan dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih pasti dari uji penduga
bahwa bakteri yang ada memang merupakan bakteri coliform. Reaksi positif dari
keberadaancoliform ditunjukkan dengan adanya pembentukan gas pada tabung
durham. Untuk penghitungan jumlah fecal coliform, suspensi tabung reaksi positif
pada uji penduga diinokulasikan pada tabung berisi medium EC kemudian
diinkubasi pada suhu 44,5 oC selama 2 hari. Reaksi positif
keberadaan fecal coliform ditunjukkan dengan keruhnya medium EC dan juga
adanya pembentukan gas pada tabung durham.
Uji kelengkapan (completed test)
Tes ini dilakukan untuk menghitung jumlah E.coli yang ada dengan cara
menggoreskan (streak plate) suspensi yang menunjukkan reaksi positif pada uji
ketetapan pada medium EMB Agar kemudian diinokulasikan selama 18-24 jam pada
suhu 37 oC. Pewarnaan gram dilakukan pada koloni yang dicurigai
merupakan E.coli (koloni berwarna gelap dan rata dengan atau tanpa kilatan
metalik). Reaksi positif keberadaan bakteri E.coli ditunjukkan dengan :
Fermentasi laktosa dengan pembentukan gas selama 2 hari (suhu 35 oC).
Tampil sebagai bakteri gram negatif berbentuk batang bulat, berwarna metah
muda, dan tidak membentuk spora.
Jumlah total bakteri dapat dihitung menggunakan tabel MPN. Rumus yang
digunakan untuk menghitung jumlah bakteri adalah sebagai berikut :
Jumlah total coliform
Pembacaan pada tabel MPN berdasarkan jumlah reaksi positif pada uji ketetapan.
Perhitungan jumlah total coliform dilakukan menggunakan persamaan (2.35).
(2.35)
(2.36)
(2.37)
Like this:
This entry was posted in lingkungan and tagged air on June 8, 2012.
Post navigation
Proses Pengolahan Air MinumPengambilan contoh air
11 thoughts on Parameter Fisika-Kimia-Biologi Penentu Kualitas Air
Reply