Anda di halaman 1dari 21

BAB III

UJI JOMINY (JOMINY TEST)

3.1

PENDAHULUAN

3.1.1 Latar Belakang


Pada dunia engineering, penggunaan bahan yang spesifik pada aplikasi tertentu
sangatlah krusial. Salah satu metode yang sering diaplikasi pada metal working adalah
heat treatment atau perlakuan panas. Heat treatment merupakan proses pemanasan dan
pendinginan terkontrol terhadap logam untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan.
Proses heat treatment ini terdiri dari dua proses utama yaitu hardening (pengerasan)
dan softening (pelunakan). Setiap material memiliki batas kemampukerasan
(kemampuan suatu material untuk dikeraskan) yang berbeda-beda. Untuk mengetahui
sejauh mana material

itu mampu dikeraskan perlu dilakukan

percobaan yang

dinamakan Jominy test. Tes ini banyak digunakan untuk menentukan hardenability
berkisar 10-60 mm. Selain dengan menggunakan jominy test kita juga dapat
mengetahui kemampukerasan suatu material dengan melihat diagram time and
temperature transformation(TTT) dan diagram continuous cooling time(CCT)[1].

3.1.2 Tujuan Praktikum


Berikut ini adalah tujuan diadakanya uji jominy yang dilakukan oleh praktikan
saat praktikum bersama yaitu[2]:
1. Melakukan percobaan Jominy test.
2. Menentukan kemampukerasan material baja ST 40 dan ST 60.
3. Membuat dan mengetahui kurva kemampukerasan material tersebut.
4. Untuk mengetahui pengaruh laju pendinginan terhadap nilai kekerasan.
5. Memahami dan mempelajari fungsi diagram TTT dan diagram CCT.
6. Membandingkan nilai kekerasan material awal dengan nilai kekerasan
material setelah uji jominy.

3.2

DASAR TEORI

3.2.1 Pengertian Kemampukerasan


Kemampukerasan material didefinisikan sebagai kemampuan suatu material
unutk dikeraskan. Baja dikeraskan dengan cara quenching pada kondisi austenit.
Kekerasan suatu baja juga sangat dipengaruhi oleh kadar karbon yang terkandung
dalam material tersebut. Material non-ferrous dapat dikeraskan dengan memperbanyak
impuritas hingga kadar tertentu[3].
3.2.2 Mekanisme Proses Kemampukerasan Material
A.

Diagram Fasa
Diagram fasa adalah diagram yang menyatakan perubahan fasa dari suatu

material pada suhu tertentu dengan tingkat atom pengotor atau atom campuran yang
berbeda, contoh campuran baja atau besi dengan karbon, alumunium dengan nikel,
macam-macam dari fasa yang terbentuk dari material campuran ini adalah Ferrite,
austenite, cementite, bainitite, martensite, pearlite.

Gambar 3.1 Diagram Fasa untuk Fasa Fe-Fe3C[1].

Dilihat dari diagram diatas, mekanisme pembentukan kekerasan material dengan


cara quenching adalah dimana material dipanaskan hingga suhu austenite, yaitu kisaran
800C, kemudian ketika didinginkan kurang dari 10 detik akan terbentuk fasa
martensite yang mempunyai fasa keras, dikarenakan bentuk butirnya yang kecil

sehingga dapat mencegah dislokasi. Untuk mengetahui batas dan waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai fasa yang diinginkan tidak cukup hanya menggunakan
diagram fasa, sehingga diperlukan Diagram TTT dan CCT.
B.

Time Temperature Transformation ( TTT )


Time Temperature Transformation adalah perubahan Fasa austenite bergantung

pada temperatur dan waktu penahan pada material hingga didapatkan fasa yang
diinginkan, macam dari diagram TTT ini adalah sebagai berikut :
1.

Diagram TTT untuk Ferrite


Yaitu diagram TTT untuk pendinginan dari temperatur Ferrite ke fasa yang

diinginkan.

Gambar 3.2 Diagram TTT untuk Iron-Carbon Alloy ( Ferrite )[1].


Penjelasan dari diagram TTT diatas adalah sebagai berikut :
(a) Garis pendinginan dari austenite untuk menghasilkan fasa 100% bainite
(b) Garis pendinginan dari austenite untuk menghasilkan fasa 50% bainite
Dan 50% pearlite
(c) Garis pendinginan dari austenite untuk menghasilkan fasa 100%
A : Daerah Austenite
B : Daerah Bainite
P : Daerah Pearlite
M: Daerah Martensite

2.

Diagram TTT untuk Baja Eutectoid


Baja yang berkarbon 0,80% disebut baja eutectoid dan struktur terdiri dari 100%

pearlite. Titik eutectoid adalah suhu terendah dalam logam dimana terjadi perubahan
dalam keadaan larut padat dan merupakan suhu keseimbangan terendah dimana
austenite terurai menjadi ferrite dan cementite. Diagam TTT untuk pendinginan Baja
berfasa FE3C+ pada temperatur tepat pada 723 dibawah temperatur austenite.

Gambar 3.3 Diagram TTT untuk Eutectoid[1].


3.

Diagram TTT untuk Baja Hipoeutectoid


Baja hypoeutectoid memiliki kadar karbon kurang dari 0,8 % dengan struktur

mikro terdiri dari ferit perlit, adapun diagram TTTnya sebagai berikut :

Gambar 3.4 Diagram TTT untuk Baja Hipoeutectoid[1].


4.

Diagram TTT untuk Baja Hypereutectoid


Baja Hypereutectoid adalah baja yang mengandung karbon lebih dari 0,80%

dengan struktur mikro terdiri dari perlit yang terbungkus sementit, adapun diagram
TTTnya sebagai berikut:

Gambar 3.5 Diagram TTT untuk Baja Hypereutectoid[1].


C.

Continuous Cooling Transformation ( CCT )


Yaitu perubahan fasa material karena pendinginan secara konstan dari

temperatur austenite ke fasa material yang diinginkan, diagram ini dugunakan untuk
mengetahui fasa yang dihasilkan apabila didinginkan pada suhu tertentu dan waktu
tertentu secara konstan.

Gambar 3.6 Diagram CCT untuk eutectoid Iron-Carbon Alloy[1].


Dari diagram CCT diatas dapat diketahui bahwa untuk membentuk fasa
martensite pada eutectoid iron-carbon alloy, pendinginan maksimal harus kurang dari
10 detik dengan temperatur pendinginan 140C/s dari temperatur awal 800C, jika
melebihi batas waktu tersebut maka akan terbentuk fasa pearlite + martensite dan
pearlite 100%, pada diagram diatas ditunjukkan oleh garis merah putus-putus[1].

3.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sifat Mampu Keras


1.

Unsur Paduan
Unsur paduan yang didalam baja contohnya karbon dapat mempengaruhi

kekerasan. Kandungan karbon pada baja dapat dibagi menjadi tiga yaitu baja karbon
rendah, sedang dan tinggi. Baja karbon rendah merupakan baja dengan kandungan
unsur karbon dalam sturktur baja kurang dari 0,3% C. Baja karbon rendah ini memiliki
ketangguhan dan keuletan tinggi akan tetapi memiliki sifat kekerasan dan ketahanan aus
yang rendah. Baja karbon sedang merupakan baja karbon dengan persentase kandungan
karbon pada besi sebesar 0,3% C 0,59% C. Baja karbon ini memiliki kelebihan bila
dibandingkan dengan baja karbon rendah, baja karbon sedang memiliki sifat mekanis
yang lebih kuat dengan tingkat kekerasan yang lebih tinggi dari pada baja karbon
rendah. Baja karbon tinggi adalah baja karbon yang memiliki kandungan karbon sebesar
0,6% C 1,4% C. Baja karbon tinggi memiliki sifat tahan panas, kekerasan serta
kekuatan tarik yang sangat tinggi akan tetapi memiliki keuletan yang lebih rendah
sehingga baja karbon ini menjadi lebih getas. Baja karbon tinggi ini sulit diberi
perlakuan panas untuk meningkatkan sifat kekerasannya, hal ini dikarenakan baja
karbon tinggi memiliki jumlah martensit yang cukup tinggi sehingga tidak akan
memberikan hasil yang optimal pada saat dilakukan proses pengerasan permukaan[3].
2.

Perlakuan yang Diberikan


Kekerasan logam dapat diatur dengan merubah sifat materialnya dengan

memberikan perlakuan seperti proses heat treatment. Perlakuan panas adalah suatu
metoda yang digunakan untuk mengubah sifat fisik atau struktur mikro suatu logam
melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau tanpa
mengubah komposisi kimia material tersebut[3].
3.

Struktur dan fasa material.


Struktur dan fasa material sangat berpengaruh terhadap kekerasan material,

semakin kecil bentuk bentuk butir akan semakin mampu untuh mencegahnya terjadi
dislokasi. Dislokasi adalah suatu pergeseran atau pegerakan atom-atom di dalam sistem
kristal logam akibat tegangan mekanik yang dapat menciptakan deformasi plastis
(perubahan dimensi secara permanen). Kekuatan dan keuletan atom dalam melalui
tingkat kesulitan atau kemudahan dislokasi terjadi pada sistem kristal logam[3].

4.

Impurity
Impurity adalah pengotor dalam suatu material, Impurity mempengaruhi tingkat

kekerasan material karena mengisi kekosongan antar atom dan mencegah dislokasi.
Dalam ilmu material, dislokasi adalah kristalografi cacat, atau ketidakteraturan, dalam
struktur kristal. Kekuatan (strength) dan keuletan (ductility) atom di dalam melalui
tingkat kesulitan atau kemudahan gerakan dislokasi di dalam sistem kristal logam.
Misalya pada proses pengerjaan dingin (cold work) terjadi peningkatan dislokasi di
dalam kristal logam sehingga kekuatan logam meningkat, namun keuletan menurun[6].
3.2.4 Aplikasi Proses Kemampukerasan Material
High-Carbon Steel Sheets for Power Train Parts Formable High-Carbon Steel Sheets
Suitable for One-Piece Forming
Evaluasi hardenability dilakukan menggunakan 100 mm dalam diameter kosong
selesai oleh mesin tepi. Sementara berputar sampel pada 70 rpm, tepi luar cepat sengit
untuk 1 000 C dengan induksi pemanas Sampel yang kemudian didinginkan dalam air,
dan distribusi kekerasan mereka diukur.

Gambar 3.7 Kekerasan distribusi setelah pemanasan induksi[6].


Gambar diatas menunjukkan bahwa baja yang dikembangkan telah sangat baik
kemampukerasanya, menampilkan nilai HV 80 poin lebih tinggi dari baja konvensional
di ekstrim lapisan permukaan pada lingkar luar, yang penting untuk ketahanan aus.
Dengan demikian, mengurangi cementite diameter untuk submicron ukuran tidak hanya
memungkinkan kontrol tekstur, tetapi juga meningkatkan suhu rendah, waktu singkat
hardenability[6].

3.3

METODOLOGI PENGUJIAN

3.3.1 Diagram Alir


mulai

Pemanasan specimen

Quenching di pengujiian

pengamplasan

Permukaan
rata

tidak

ya
Penitikan specimen

Menguji kekerasan pada


alat uji
Evaluasi hasil pengujian

selesai

Gambar 3.8 Diagram Alir pengujian Jominy.


Keterangan :
1. Melakukan pemanasan dalam tungku hingga suhu 800C dan ditahan 1 jam.
2. Meletakkan specimen pada bak pengujian dan di-quenching.
3. Menghaluskan sisi specimen dengan amplas hingga halus.
4. Pemberian titik sebanyak 15 titik pada sisi yang sudah di amplas.

5. Melakukan uji kekerasan dengan alat uji Rockwell Hardness tester HR-150
pada setiap titik.
6. Mencatat hasil pengujian dan menganalisa data.
7. Menarik kesimpulan dari hasil pengujian kekerasan.

3.3.2 Peralatan dan bahan Percobaan


3.3.2.1 Peralatan Percobaan
Peralatan yang digunakan saat uji jominy pada praktikum kali ini adalah sebagai
sebagai berikut:
1.

Bak Pengujian
Fungsi bak pengujian untuk tempat menaruh specimen.yang siap untuk

didinginkan.

Gambar 3.9 Bak Pengujian[4].


2.

Rockwell Hardness Tester Model HR-150A


Fungsinya sebagai pengukur atau mengukur kekerasan suatu specimen.

Gambar 3.10 Rockwell Hardness Tester Model HR-150A[4].

3.

Tungku Pemanas
Fungsinya sebagai tempat untuk memanaskan specimen.

Gambar 3.11 Tungku Pemanas[4].


4.

Grinding Polisher
Fungsi mesin grinding untuk menghaluskan permukaan specimen

Gambar 3.12 Grinding Polisher[4].


5.

Amplas
Fungsi amplas untuk menghaluskan specimen.

Gambar 3.14 Amplas[4].

6.

Air
Fungsi air disini untuk mendinginkan specimen.

Gambar 3.15 Air[4].


3.3.2.2 Bahan Percobaan :
1.

Specimen uji (Baja ST 40 dan Baja ST 60)


Baja ST 40 artinya baja dengan tensile strength (tegangan tarik) sebesar 40 Mpa

(mega pascal) = 40 kg/mm2[7]

Gambar 3.16 Specimen uji Baja ST 40[4].


Baja ST 60 artinya baja dengan tensile strength (tegangan tarik) sebesar 60
Mpa(mega pascal) = 60 kg/mm2[7].

Gambar 3.17 Specimen uji Baja ST 60[4].

3.3.3 Langkah Percobaan


Prosedur pengujian jominy yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah
sebagai berikut[2]:
1.

Masukkan material ke dalam tungku pemanas sampai temperatur 800 C lalu

ditahan selama 1 jam.

Gambar 3.18 Memanaskan benda uji[4].


2.

Ambil specimen menggunakan penjepit

Gambar 3.19 Proses pengambilan specimen[4].

3.

Letakkan specimen pada mounting fixture bak pengujian.

Gambar 3.20 Proses peletakan specimen[4].


4.

Nyalakan pompa penyemprot air, dan tunggu sampai specimen dingin.

Gambar 3.21 Proses pendinginan uji jominy[4]


5.

Bersihkan kerak yang menempel pada permukaan specimen

Gambar 3.22 Proses pengamplasan[4]


6.

Lakukan pengujian kekerasan pada 15 titik dari daerah awal pendinginan

dengan jarak 2 mm dengan metode Rockwell.

Gambar 3.23 pengujian kekerasan[4]


7.

Catat hasil pengujian dan buat kurva kemampukerasannya

3.4

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.4.1 Data Percobaan


Perolehan data percobaan hasil jominy pada praktikum Metalurgi Fisik adalah
sebagai berikut :
A.

Kekerasan Benda Uji Awal

Tabel 3.1 Kekerasan Benda Uji Awal


No

Baja ST 40

Baja ST 60

54

59

57

59,5

57

58,5

Rata - rata

56

59

B.

Kekerasan Benda Uji Setelah Uji Jominy


Pada praktikum uji jominy ini, benda uji diberi titik sebanyak 15 titik, jarak antar

satu titik dengan titik lainnya adalah 2 mm.

1.

Baja ST 40
Baja ST 40 ini setelah diratakan permukaannya kemudian ditandai 15 titik

dengan jarak 3 mm tiap titiknya dan dilakukan uji kekerasan dengan metode Rockwell
dan dengan alat Rockwell Hardness Tester Model HR-150A.

11

13 15

10 12 14

Gambar 3.24 Specimen Baja ST 40[4].


Tabel 3.2 Kekerasan baja ST 40 setelah uji jominy
No

Jarak (mm)

HRA

12

53

18

53

24

54

53

36

52

42

52

48

53

54

52

60

53

10

66

52

11

72

51

12

78

51

13

84

42

14

90

45

15

96

42

2. Baja ST 60
Baja ST 60 ini telah diratakan permukaannya kemudian ditandai 15 titik dengan
jarak 3 mm tiap titiknya dan dilakukan uji kekerasan.

11

10

13

12

15

14

Gambar 3.25 Specimen Baja ST 60[4].

Tel 3.3 Kekerasan baja ST 60 setelah uji jominy


No

Jarak(mm)

Kekerasan HRA

71,5

10

67,0

15

52,5

20

59,5

25

56,0

30

43,0

35

54,0

40

55,0

45

57,0

10

50

59,0

11

55

57,5

12

60

60,0

13

65

60,0

14

70

55,5

15

75

57,0

3.4.2 Analisa Data


1.

Baja ST 40

Kekerasan (HRA)

Baja ST 40
60
40
kekerasan setelah uji
jominy

20

kekerasan non perlakuan

0
12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 78 84 90 96
Jarak pengukuran (mm)

Gambar 3.26 Grafik Kekerasan Baja ST-40 awal VS Baja ST-40 setelah uji jominy.
Dari gambar 3.26 bisa ambil kesimpulan bahwa peningkatan kekerasan yang
terjadi tidak sesuai yang diharapkan. Hal ini bisa dikarenakan pada saat proses
melakukan uji jominy terjadi sebuah kesalahan. Terdapat faktor faktor yang
mempengaruhi uji jominy tersebut, seperti pada saat pemanasan benda uji fasa yang
ditempuh belum tentu memasuki fasa austenite karena alat yang dipakai adalah tungku
konvensional dan pada saat benda uji dibawa kebak pengujian, ada pendinginan yang
dilakukan oleh udara terhadap benda uji.
2.

Baja ST-60

Baja ST 60
Kekerasan HRA

80
60
40

kekerasan setelah uji


jominy

20

kekerasan non perlakuan

0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
Jarak pengukuran (mm)

Gambar 3.27 Grafik Kekerasan Baja ST-60 awal VS Baja ST-60 setelah uji jominy.
Pada Baja ST-60 setelah uji jominy kekerasan yang terjadi hampir seragam
karena proses pemanasannya lebih lama dan merata sehingga hasil quenching lebih

baik, tetapi pada titik pendinginan terjadi penurunan kekerasan, hal ini mungkin terjadi
karena adanya kesalahan atau gangguan saat melakukan pengujian. Adapun kurva
kemampukerasan baja ST 60 dapat dilihat pada gambar 3.27.
3.

Baja ST-40 setelah uji jominy VS Baja ST 60 setelah uji jominy

kekeranan (HRA)

BAJA ST-40 VS BAJA ST-60


80
60
40

kekerasan baja ST 40
setelah uji jominy

20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

kekerasan baja ST 60
setelah uji jominy

titik uji (mm)

Gambar 3.28 Grafik Kekerasan Baja ST 40 VS Baja ST 60 setelah uji jominy.


Data dari hasil uji jominy baja ST 40 dan baja ST 60 menunjukan bahwa bahwa
baja ST 60 mempunyai nilai kemampukerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
baja ST 40. Hal ini terjadi karena baja ST 60 kandungan karbonnya lebih tinggi,
sehingga saat proses quenching akan menjadi lebih keras dibanding baja ST 40.
Perbandingan kurva kemampukerasan baja ST 40 dengan baja ST 60 dapat dilihat pada
gambar 3.28.

3.5

PENUTUP

3.5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang saya dapat dari uji jominy pada praktikum kali ini adalah
sebagai berikut:
1.

Dengan melakukan uji jominy kita dapat mengetahui tingkat kemampukerasan


dari suatu material.

2.

Nilai kekerasan material sebelum dilakukan jominy memiliki perbedaan nilai


dengan nilai kekerasan setelah dilakukan uji jominy karena pada material
tersebut sudah melalu proses perlakuan panas.

3.

Kemampukerasan adalah sifat yang menentukan distribusi kekerasan yang


dipengaruhi oleh proses quenching dari kondisi austenitik. Dalam uji jominy ini
baja ST 60 mempunyai kemampukerasan lebih tinggi dari baja ST 40.

4.

Semakin cepat laju pendinginan semakin keras material tersebut karena


martensit akan semakin banyak terbentuk.

5.

Secara teoritis nilai kekerasan baja yang diuji jominy lebih besar dari nilai
kekerasan baja non perlakuan. Tetapi dalam percobaan uji jominy ini hasil
percobaan tidak seperti pada teoritis. Hal ini mungkin terjadi karena saat
specimen dipanaskan belum mencapai suhu Austenite, ada pendinginan lambat
oleh udara saat specimen akan dimasukkan ke bak pengujian.

3.5.2 Saran
Saran saya untuk uji jominy pada praktikum metalurgi fisik kali ini adalah
sebagai berikut:
1.

Ketika perlakuan quench dilakukan pada benda uji, diusahakan penyemprotan


merata dipermukaan benda uji sehingga air tidak memercik kedaerah batang
yang tidak seharusnya mendapat perlakuan quenching.

2.

Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, diusahakan dalam melakukan


percobaan memakai alat-alat yang dapat dianggap standar.

3.

Temperatur yang digunakan pada saat pemanasan harus sama dengan temperatur
standar yaitu 900o C.

4.

Sebelum dilakukan pengujian kekerasan, specimen harus benar benar rata dan
halus.

5.

Penyemprotan yang dilakukan harus dengan kecepatan yang stabil.

6.

Sebaiknya dihindari terbentuknya struktur ferit-perlit agar material tersebut


dapat dimampukeraskan.

7.

Specimen yang diuji sebaiknya menggunakan standar ASTM (American Standar


for Testing Material) sehingga kadar karbon disetiap titik pada batang uji
homogen.

DAFTAR PUSTAKA
[1]Callister Jr, William D. Material Science and Engineering : An Introduction-7th Ed.
2007: Jhon Wiley & sons, Inc.
[2] Job sheet Praktikum Metalurgi Fisik 2013
[3] https://www.scribd.com/doc/226098520/Pengujian-Jominy#scribd
[4] laboratorium metalurgi fisik
[5] Journal : High-Carbon Steel Sheets for Power Train Parts Formable High-Carbon
Steel Sheets Suitable for One-Piece Forming
[6] http://www.academia.edu/7853529/Material_Teknik_-_Dislokasi_dan
_Deformasi_Plastis
[7] related:digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-wahyudic2a-5235-2bab2.pdf baja st 40 adalah

Anda mungkin juga menyukai