Anda di halaman 1dari 9

IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN LONGSOR PADA DAERAH

PUGERAN, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA


YOGYAKARTA
Rizky Ramadhan
115.130.110
Program Studi Teknik Geofisika, Universitas Pembangunan Veteran Yogyakarta
Jalan SWK 104 Condongcatur Yogyakarta
RamadhanDwiyantoro@yahoo.co.id
INTISARI
Metode seismik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan dalam
beberapa kegiatan eksplorasi seperti hidrokarbon, penelitian geoteknik, dan analisa
geologi bawah permukaan. Prinsip dari metode seismik ini ialah memanfaatkan sifat
suatu gelombang dalam merambat. Karena bumi bersifat elastik, maka gelombang
seismik yang terjadi dirambatkan ke dalam bumi ke segala arah. Pada saat mencapai
bidang batas antar lapisan, gelombang tersebut akan terpantulkan maupun dibiaskan,
bahkan ada juga yang diteruskan. Seismik refraksi adalah metoda geofisika aktif yang
menggunakan sifat pembiasan gelombang seismik untuk mengetahui keadaan bawah
permukaan. Umumnya seismik refraksi digunakan untuk memperkirakan kedalaman
lapisan batuan yang lapuk, tetapi dapat pula digunakan untuk mendeteksi lapisan lain di
bawah zona pelapukan tersebut serta dapat mengidentifikasi daerah rawan longsor
Digunakan metode ITM (Intercept Time Methode) dan metode GRM untuk
mengidentifikasi bidang gelincir yang terdapat pada daerah Maguwoharjo, Depok,
Sleman, Yogyakarta.
Kata Kunci : Seismik, Intercept time method, dan GRM.

1. PENDAHULUAN
Seismik refraksi dapat diartikan
dengan suatu metoda geofisika yang
cara kerjanya menggunakan sifat
pembiasan gelombang seismik untuk
mempelajari keadaan bawah permukaan.
Asumsi
dasar
yang
digunakan
menggunakan pendekatan bahwa batasbatas perlapisan batuan merupakan
bidang datar dan miring, terdiri dari satu
lapis atau banyak lapis, serta kecepatan
seismik bersifat seragam pada setiap
lapisan.
Seismik refraksi digunakan untuk
mendeteksi batuan atau lapisan yang
letaknya cukup dangkal dan untuk
mengetahui lapisan tanah. Pada acara
ekskursi
seismik
refraksi
kali
menggunakan dua metode. Yang
pertama metode T-X yaitu metode
intercept time dan metode delay time
yaitu GRM.

2. DASAR TEORI
ITM adalah metode yang paling
sederhana, hasilnya cukup kasar dan
merupakan metode yang paling dasar
dari pengolahan seismik refraksi.
Intercept
time
artinya
waktu
penjalaran gelombang seismik dari
source ke geophone secara tegak
lurus (zero offset). Metode intercept
time ini menggunakan 2 asumsi,
yaitu Lapisan Homogen dan Bidang
batas lapisan rata
Metode Intercept Time Untuk
Lapisan
Miring
bila
reflektor
mempunyai dip, maka kecepatan pada
kurva T-X bukan kecepatan sebenarnya
(true velocity), melainkan kecepatan
semu (apparent velocity); Membutuhkan
dua jenis penembakan: Forward dan
Reverse Shoot ; Intercept time pada
kedua penembakan berbeda, maka

ketebalan refraktor juga berbeda.


Apparent Velocity ialah kecepatan yang
merambat di sepanjang bentangan
geophon.
Metode GRM merupakan turunan
terakhir dari metode Delay Time yang
memetakan lapisan bawah permukaan
dengan tingkat kekerasan dan undulasi
refraktor yang tinggi .
Metode ini menggunakan asumsi :

Perubahan struktur kecepatan


yang tidak kompleks

Kemiringan lapisan <20o

1. METODOLOGI

Alat alat yang digunakan dalam


pengambilan data seismik:
1. Meteran
2. PASI
3. Trigger
4. GPS
5. Palu Seismik
6. Geophone
7. Bantalan Seismik
8. Tabel Data
9. Kabel
10. Kompas Geologi
Diagram Alir Pengambilan Data

Lokasi
Penelitian
dan
Waktu
Penelitian
Pada acara lapangan mengenai
akuisisi data seismik refraksi ini di
adakan di luar kampus pada daerah
Pugeran, Maguwoharjo, Depok, Sleman,
D.I. Yogyakarta,. Pengambilan data
seismik refraksi ini di ambil pada
tanggal 10 Mei 2015 sampai 16 Mei
2015. Dimulai pada jam 06.00 WIB
sampai jam 04.00 WIB. Cuaca pada
siang itu cerah.

Gambar III.1 Lokasi pengambilan data


seismik refraksi dengan bentangan in line

Peralatan dan Perlengkapan

Gambar III.2. Gambar alat yang digunakan

Gambar III.3. Diagram Alir Pengambilan


Data

Pembahasan
Diagram
Alir
Pengambilan Data
1. Langkah
pertama
adalah
pengecekan alat yang hendak
digunakan. Alat yng digunakan
harus memenuhi standart atau
SOP. Agar data yang dihasilkan
nanti bisa maksimal.
2. Tahap selanjutnya memasang
meteran sepanjang 32 m yang
dilanjutkan dengan pemasangan
geophone sebanyak 3 buah.
3. Langkah berikutnya adalah
memulai akuisisi dengan cara

memukul bantalan seismik


dengan palu yang nantinya akan
terbaca oleh geophone
4. Setelah
mendapatkan
data
tersebut langkah berikutnya
adalah mmencatat yang tadi di
dapatkan dari PASI
5. Setelah didapatkan data dari
pengukuran
pertama
maka
langkah
berikutnya
adalah
memindahkan geophone ke
jarak berikutnya.
6. Lakukan secara berulang ulang
hingga titik akhir dengan
panjang 32m.
Diagram Alir Pengolahan Data

4. Setelah di dapatkannya V1dan


V2 dll. Langkah berikutnya
adalah menghitung kedalaman
dengan 2 metode yaitu ITM dan
GRM
5. Setelah didapatkannya
kedalaman pada setiap metode
maka di buatlah profil
kedalaman dengan
menggunakan corel
6. Langkah berikutnya membuat
grafik T-X untuk menentkan
kedalaman pada suatu lapisan
miring
7. Langkah berikutnya adalah
membahas tentang perbedaan
antara ITM dan GRM
2. HASIL DAN PEMBAHASAN
Grafik T-X

Gambar IV.1. Grafik T-X

Gambar III.4. Diagram Alir Pengolahan


Data

Pembahasan Diagram Alir


1. Langkah awal adalah mengolah
data di EXEL agar data yang
akan di olah menjadi mudah
2. Kemudian membuat grafik T-X
dari data exel
3. Sesudah itu dilanjutkan dengan
menghitung V1,V2,Ic,teta
dengan menggunakan ms EXEL

Berdasarkan Grafik T-X metode


GRM, gelombang langsung forward
dimulai dari nilai 0 ms pada offset 0
meter sampai nilai 9.31 ms pada offset 3
meter dikarenakan terjadi pembiasan
lalu dibiaskan oleh gelombang refraksi
forward yang dimulai dari nilai 9.31 ms
pada offset 3 meter sampai nilai 33.25
ms pada offset 25 meter. Pada
gelombang langsung reverse dimulai
dari nilai 0 ms pada offset 32 meter
sampai nilai 13.5 ms pada offset 25
meter dikarenakan terjadi pembiasan
lalu dibiaskan oleh gelombang refraksi
reverse yang dimulai dari nilai 13.5 ms
pada offset 25 meter sampai nilai 32 ms
pada offset 0 meter.

Profil Kedalaman
1. Line 1

3. Line 3

Gambar IV.4. Profil Kedalaman Line 3


Gambar IV.2. Profil Kedalaman Line 1

Profil bawah permukaan, kondisi


bidang refraktor pada bawah permukaan
tidak merata atau berundulasi dengan
nilai kedalaman teringgi 5.55 meter pada
offset 25 dan nilai kedalaman terendah
yaitu 4.5 meter pada offset 13.
Berdasarkan hasil pengolahan data,
bahwa ditemukan blind zone Hal itu
disebabkan karena berdasarkan tabel
pengolahan, nilai XY direct lebih kecil
atau lebih besar daripada XY obs pada
lintasan pengukuran.

Bila dilihat profil bawah


permukaan, kondisi bidang refraktor
pada bawah permukaan tidak merata
atau berundulasi dengan nilai kedalaman
teringgi 4.96 meter pada offset 5 dan
nilai kedalaman terendah yaitu 3.6 meter
pada offset 19. Berdasarkan hasil
pengolahan data, terdapat beberapa
blind zone
4. Line 4

2. Line 2
Gambar IV.5. Profil Kedalaman Line 4

Gambar IV.3. Profil Kedalaman Line 2

Bila dilihat profil bawah


permukaan, kondisi bidang refraktor
pada bawah permukaan tidak merata
atau berundulasi dengan nilai kedalaman
teringgi 3.3 meter pada offset 27 dan
nilai kedalaman terendah yaitu 0.9 meter
pada offset 15. Berdasarkan hasil
pengolahan data, bahwa ditemukan hidden layer pada lintasan ini dari offset
9 hingga offset 29. Hal itu disebabkan
karena berdasarkan tabel pengolahan,
nilai XY direct lebih kecil atau lebih
besar daripada XY obs disepanjang
lintasan pengukuran, sehingga bisa
dikatan pada lintasan tersebut terdapat
hidden layer.

Bila dilihat profil bawah


permukaan, kondisi bidang refraktor
pada bawah permukaan tidak merata
atau berundulasi dengan nilai kedalaman
teringgi 3.8 meter pada offset 1 dan nilai
kedalaman terendah yaitu 1.7 meter
pada offset 15. Berdasarkan hasil
pengolahan data, bahwa ditemukan hidden layer pada lintasan ini dari offset
1 hingga offset 31. Hal itu disebabkan
karena berdasarkan tabel pengolahan,
nilai XY direct lebih kecil atau lebih
besar daripada XY obs disepanjang
lintasan pengukuran, sehingga bisa
dikatan pada lintasan tersebut terdapat
hidden layer.

5. Line 5

Gambar IV.6. Profil Kedalaman Line 5

Bila dilihat profil bawah


permukaan, kondisi bidang refraktor
pada bawah permukaan tidak merata
atau berundulasi dengan nilai kedalaman
teringgi 4.66 meter pada offset 17 dan
nilai kedalaman terendah yaitu 3 meter
pada offset 5. Berdasarkan hasil
pengolahan data, bahwa ditemukan
blind zone
6. Line 6

Gambar IV.7. Profil Kedalaman Line 6

Bila
dilihat
profil
bawah
permukaan, kondisi bidang refraktor
pada bawah permukaan tidak merata
atau berundulasi dengan nilai kedalaman
teringgi 3.9 meter pada offset 7 dan nilai
kedalaman terendah yaitu 2.4 meter
pada offset 27. Berdasarkan hasil
pengolahan data, bahwa ditemukan hidden layer pada lintasan ini dari offset
3 hingga offset 27. Hal itu disebabkan
karena berdasarkan tabel pengolahan,
nilai XY direct lebih kecil atau lebih
besar daripada XY obs disepanjang
lintasan pengukuran, sehingga bisa
dikatan pada lintasan tersebut terdapat
hidden layer.
7. Line 7

Gambar IV.8. Profil Kedalaman Line 7

Bila
dilihat
profil
bawah
permukaan, kondisi bidang refraktor
pada bawah permukaan tidak merata

atau berundulasi dengan nilai kedalaman


teringgi 4 meter pada offset 15 dan nilai
kedalaman terendah yaitu 2.9 meter
pada offset 7. Berdasarkan hasil
pengolahan data, bahwa ditemukan
blind zone
8. Line 8

Gambar IV.9. Profil Kedalaman Line 8

Bila
dilihat
profil
bawah
permukaan, kondisi bidang refraktor
pada bawah permukaan tidak merata
atau berundulasi dengan nilai kedalaman
teringgi 2.9 meter pada offset 27 dan
nilai kedalaman terendah yaitu 0.4 meter
pada offset 11. Berdasarkan hasil
pengolahan data, Berdasarkan hasil
pengolahan data, bahwa ditemukan
blind zone
9. Line 9

Gambar IV.10. Profil Kedalaman Line 9

Bila
dilihat
profil
bawah
permukaan, kondisi bidang refraktor
pada bawah permukaan tidak merata
atau berundulasi dengan nilai kedalaman
teringgi 4.3 meter pada offset 5 dan nilai
kedalaman terendah yaitu 1.8 meter
pada offset 31. Berdasarkan hasil
pengolahan data, bahwa ditemukan
blind zone
10. Line 10

Gambar IV.11. Profil Kedalaman Line 10

Bila dilihat profil bawah


permukaan, kondisi bidang refraktor
pada bawah permukaan tidak merata

atau berundulasi dengan nilai kedalaman


teringgi 5.1 meter pada offset 19 dan
nilai kedalaman terendah yaitu 1.8 meter
pada offset 1. Berdasarkan hasil
pengolahan data, bahwa ditemukan hidden layer pada lintasan ini dari offset
1 hingga offset 25. Hal itu disebabkan
karena berdasarkan tabel pengolahan,
nilai XY direct lebih kecil atau lebih
besar daripada XY obs disepanjang
lintasan pengukuran, sehingga bisa
dikatan pada lintasan tersebut terdapat
hidden layer.
11. Line 11

Peta Kecepatan V1

Gambar IV.14. Peta Kecepatan V1


Gambar IV.12. Profil Kedalaman Line 11

Bila
dilihat
profil
bawah
permukaan, kondisi bidang refraktor
pada bawah permukaan tidak merata
atau berundulasi dengan nilai kedalaman
teringgi 4.2 meter pada offset 7 dan nilai
kedalaman terendah yaitu 0.21 meter
pada offset 21. Berdasarkan hasil
pengolahan data, Berdasarkan hasil
pengolahan data, bahwa ditemukan
blind zone
Line 12

Gambar IV.13. Profil Kedalaman Line 12

Bila
dilihat
profil
bawah
permukaan, kondisi bidang refraktor
pada bawah permukaan tidak merata
atau berundulasi dengan nilai kedalaman
teringgi 4. meter pada offset 9 dan nilai
kedalaman terendah yaitu 1 meter pada
offset 1. Berdasarkan hasil pengolahan
data, bahwa ditemukan blind zone

Peta kecepatan seluruh lintasan ini


meliputi pengambilan data diseluruh
titik yang diolah menggunakan metode
ITM. Dari lintasan 1 sampai lintasan 12.
Pada peta kedalaman ini menunjukan
kedalaman beragam yang dibagi
menjadi beberapa tingkat kecepatan
yang di indikasikan dengan warna, skala
warna ungu menandakan dengan nilai
kecepatan yang rendah (minimum)
dengan interval kedalaman 300-900m/s.
sementara, skala warna kuning hingga
hijau menandakan kecepatan seismik
yang sedang dengan interval 1100-2300
m/s dan skala kuning hingga merah
menandakan kecepatan yang tinggi
(maksimum) dengan interval kedalaman
2300-3500 m/s. Pada lapisan pertama ini
di dominasi oleh litologi berupa
soil,batu pasir

Peta Kecepatan V2

bahwa terdapat lapisan persebaran


sedimen
dengan
litologi
berupa
soil,batupasir.
Peta Kedalaman ITM

Gambar IV.15. Peta Kecepatan V2

Pada kecepatan lapisan kedua ini


memiliki kecepatan yang besar yang
dikarenakan batuan yang ada di lapisan
kedua lebih kompak dari pada lapisan
yang pertama sehingga menyebabkan
kecepatan gelombang lapisan kedua ini
lebih cepat penjalarannya. Dari peta di
atas diketahui kecepatan pada line 1 dan
2 memiliki kecepatan yang kecil
berkisar 1400 hingga 1800. Kemudian
line 3 dan 4 memiliki kecepatan
gelombang mulai dari 2600 hingga 4600
pada line 5 memiliki kecepatan
gelombang kisaran antara 1200 hingga
1800. Kemudian pada line 6, 7, dan 8
memiliki kecepatan yang hampir sama
berkisar antara 1600 hingga 4000. Pada
line 9 kecepatannya berkisar antara 3800
hingga 4600. Kemudian line 10
mempunyai kecepatan yang tinggi yaitu
kisaran 4800 hingga 5600. Kemudian
pada line 11 mempunyai kecepatan yang
rendah sama dengan line 8. Pada line 12
mempunyai kecepatan yang cukup besar
dengan kisaran 4800 hingga 5000.
Berdasarkan fakta lapangan maka dapat
di interpretasikan bahwa mulai dari
lintasan 1 hingga 12 terdapat perubahan
litologi dengan ukuran butir yang terus
membesar. Artinya dalam hal ini itologi
semakin kompak kearah line 12.melihat
dari kecepatannya dapat diketahui

Gambar IV.16. Peta Kedalaman


Peta diatas merupakan peta kedalaman
dengan menggunakan metode pengolahan
menggambarkan
kedalaman
daerah
penelitian yang cukup beragam. Dapat
terlihat bahwa pada barat peta mempunyai
kedalaman lapisan maksimal. Tepatnya
berada pada koordinat x 435742.6 dan
koordinat y 9142030 dengan nilai
kedalaman mencapai 19.5 meter dibawah
permukaan.
Sedangkan untuk daerah sekitarnya
didominasi oleh kedalaman yang relatif
dangkal.Kedalaman terdangkal yaitu 3 meter
dibawah permukaan. Jika dilihat dari peta di
atas dapat di simpulkan bahwa daerah
penelitian ini merupakan daerah yang rawan
longsor dan arah longsoran nya tersebut
mengarah kearah barat.

Peta Kecepatan V1 GRM

Gambar IV.17. Peta Kecepatan V1 GRM

Dari Peta kecepatan diatas


menggambarkan
kecepatan
yang
merambat pada lapisan pertama dengan
menggunakan metode GRM. Hasil yang
diperoleh V1 mempunyai nilai yang
sama pada masing-masing line-nya.
Semakin kompak suatu batuan maka
kecepatan yang menjalar akan semakin
cepat pula.
Kecepatan maksimal sebesar
2160.58 m/s terdapat pada line 4.
Sedangkan
kecepatan
minimalnya
sebesar 550.5 m/s terdapat pada line 5.
Dari range kecepatan 550.5 m/s hingga
2160.58 m/s dapat diperkirakan bahwa
lapisan pertama merupakan lapisan soil
yang berupa endapan fluvio vulkanik
yang berasal dari material letusan
gunung merapi.
Peta Kecepatan V2 GRM

Gambar IV.18. Peta Kecepatan V2 GRM

Dari Peta kecepatan diatas


menggambarkan
kecepatan
yang

merambat pada lapisan kedua dengan


menggunakan metode GRM. Hasil yang
diperoleh V2 mempunyai nilai yang
sama pada masing-masing line-nya.
Semakin kompak suatu batuan maka
kecepatan yang menjalar akan semakin
cepat pula.
Kecepatan maksimal sebesar
5400m/s terdapat pada line 10.
Sedangkan
kecepatan
minimalnya
sebesar 670 m/s terdapat pada line 6.
Dari range kecepatan 2000 m/s hingga
5400.5 m/s dapat diperkirakan bahwa
lapisan kedua merupakan lapisan
batupasir.
Peta Kedalaman Subsurface GRM

Gambar IV.19 Peta Kedalaman GRM


Peta kedalaman menggunakan
metode GRM menggambarkan kedalaman
daerah penelitian yang cukup beragam.
Dapat terlihat bahwa pada timur peta
mempunyai kedalaman lapisan maksimal.
Tepatnya berada pada koordinat x 435705.6
dan koordinat y 9142030 dengan nilai
kedalaman mencapai 5 meter dibawah
permukaan.
Sedangkan untuk daerah sekitarnya
didominasi oleh kedalaman yang relatif
dangkal.Kedalaman terdangkal yaitu 2 meter
dibawah permukaan. Jika dilihat dari peta di
atas dapat di simpulkan bahwa daerah
penelitian ini merupakan daerah yang rawan
longsor dan arah longsoran nya tersebut
mengarah kearah timur

Peta Kecepatan 3D Subsurface GRM

mengalami human error. Sehingga


memakan waktu yang lama dalam
penyelesaiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Staff Asisten Seismik Refraksi, 2015,
Buku Panduan Praktikum Seismik
Refraksi, Laboratorium Geofisika
Eksplorasi, Fakultas Teknologi
Mineral,
UPN
Veteran
Yogyakarta.

Gambar IV.20.
Subsurface GRM

Peta

Kecepatan

3D

Peta diatas merupakan peta 3d


daerah penelitian. Dari peta diatas dapat
di lihat bahwa daerah barat dengan
kontras
warna
merah
meimiliki
kedalaman 0.4 1.6 meter. Sedangkan
pada daerah yang memiliki kontras
warna hijau memiliki kedalaman2.4
3.66 meter. Pada daerah yang dengan
kontras warna biru memiliki kedalaman
4 5.2 meter. Dari peta diatas dapat di
simpulkan bahwa daerah tersebut
merupakan daerah rawan longsor dan
arah longsor tersebut mengarah ke timur.

3. PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil akusisi dari
beberapa line di atas dan penggunaan
metode ITM dan GRM dapat
disimpulkan pada peta kedalaman
metode ITM yang mempunyai line
sebanyak 12 line yang sudah mengcover
daerah tersebut dengan nilai kedalaman
paling dangkal dan paling dalam pada
setiap line yang berbeda-beda. Dari
beberapa line tersebut mempunyai nilai
kedalaman dengan kisaran mulai dari
0,2 m hingga yang paling dalam adalah
2,6 m. dari sini dapat diketahui litologi
pada lapisan pertama yaitu endapan
vulkanik kemudian pada lapisan kedua
diketahui terdapat litologi batupasir.
Saran
Sebaiknya sabar dan teliti dalam
pemilihan data yang akan diolah. Karena
dalam pengolahan data, banyak yang
9

Anda mungkin juga menyukai