Anda di halaman 1dari 11

ABSTRACT

SEROLOGIC TESTS FOR SYPHILIS


Muhhammad AB 1, Nidya A 1, Putri U 1, Riviana 1, Siti K 1, Noorsaid M 2
Departement of Dermathology and Venereology
Medical faculty of Riau university Arifin Achmad Hospital
Syphilis serology is an important helper for syphilis diagnosis. Syphilis serology
tests consist of non-treponemal and treponemal tests. Non-treponemal test that is often
used is Venereal Disease Research Laboratories (VDRL) and treponemal tests are often
used is Haemoglutination Asssay Treponemal Pallidum (TPHA). VDRL is flocculation
test that uses kardiolipin, lecithin and cholesterol as antigen and TPHA test is used to
confirm non-treponemal test results were reactive.
Keywords: Serologic Tests For Syphilis, VDRL, TPHA

ABSTRAK
TES SEROLOGI SIFILIS
Muhhammad AB 1, Nidya A 1, Putri U 1, Riviana 1, Siti K 1, Noorsaid M 2
Bagian Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Riau Rumah Sakit Arifin Achmad
Tes serologi sifilis merupakan pembantu diagnosis yang penting bagi sifilis. Tes
serologi sifilis terdiri dari tes non treponemal dan tes treponemal. Tes non treponemal
yang sering digunakan adalah Venereal Disease Research Laboratories (VDRL) dan tes
treponema yang sering digunakan adalah Treponemal pallidum Haemoglutination
Asssay (TPHA). Tes VDRL berupa tes flokulasi yang menggunakan kardiolipin, lesitin
dan kholesterol sebagai antigen dan tes TPHA digunakan untuk mengkonfirmasi hasil
tes non-treponemal yang reaktif.
Keywords: Tes serologi sifilis, VDRL, TPHA
Koresponden: 1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau
2

Bagian Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Riau

Pendahuluan
Sifilis merupakan suatu penyakit akibat hubungan seksual yang disebabkan oleh
Treponema pallidum, dapat menjangkit seluruh organ tubuh serta dapat menembus
plasenta dan perjalanan klinisnya melewati beberapa stadium1,2. Hampir semua alat
tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil
yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan
sifilis kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian.3
Definisi
T.S.S. atau Serologic Tests for syphilis (S.T.S) merupakan pembantu diagnosis
yang penting bagi sifilis. Tes serologi sifilis dibagi menjadi dua berdasarkan antigen
yang dipakai, yakni tes nontreponemal yang dipakai untuk screening dan melihat respon
terapi serta tes treponemal yang biasanya digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan
menilai dari sifilis stadium awal, kongenital atau neurosifilis. 4
Tes Nontreponemal
Pada tes ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiolipin yang
dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu tes ini dapat memberi reaksi
Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase Positive (BFP). 5
Tes ini mendeteksi antibodi IgG dan IgM antilipid yang dibentuk yang dibentuk
oleh tubuh sebagai respons terhadap lipid yang terdapat pada permukaan sel treponema.
Karena sifat lipid dari antigen atau sifat antibodi yang tidak biasa, kompleks antigenantibodi tetap berbentuk suspensi, sehingga yang terjadi reaksi flokulasi dan bukan
reaksi aglutinasi atau presipitasi 6,7
Tes nontreponemal untuk diagnosis sifilis dapat berupa tes flokulasi yang
menggunakan kardiolipin, lesitin dan kholesterol sebagai antigen. Salah satu tes
nontreponemal, misalnya VDRL memakai formula antigen yang terdiri dari kardiolipin
0,03%, kholesterol 0,9% dan lesitin 0,21%. Tes VDRL dimanfaatkan untuk penapisan
atau screening dan untuk menilai hasil pengobatan. Selain hasil reaktif, nonreaktif atau
reaktif lemah, tes VDRL juga memberikan hasil kuantitatif, yaitu dalam bentuk titer,
misalnya , , 1/8, 1/16 dan seterusnya.6

Contoh tes nontreponemal :


1. Tes fiksasi komplemen : Wasserman (WR), Kolmer.
2. Tes flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories), Kahn, RPR
(Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test) dan RST (Reagin Screen
Test).
Di antara tes-tes tersebut, yang dianjurkan ialah VDRL dan RPR secara
kuantitatif, karena secara teknis lebih mudah dan lebih cepat daripada tes fiksasi
komplemen, lebih sensitif daripada tes Kolmer/Wasserman dan baik untuk menilai
respon terapi. 4
Prosedur pemeriksaan VDRL pada serum
Persiapan sampel8
-

Serum yang jernih dipanaskan dulu dalam penangas air pada suhu 56 C selama 30
menit, jangan memakai serum yang keruh atau hemolisis.

Pemanasan serum perlu diulang pada 56 C selama 10 menit bila pemeriksaan


dilakukan lebih dari 4 jam setelah pemanasan yang pertama.

Pemeriksaan dilakukan bila suhu serum sudah sama dengan suhu kamar (23-29 C).
Reagen8

Antigen harus tidak berwarna merupakan larutan dalam alcohol yang mengandung
0,03% kardiolipin, 0,9% kolesterol dan leucithin murni (0,21%). Antigen harus
disimpan dalam ruangan gelap pada suhu 6-8 C. bilamana terjadi presipitat, maka
larutan antigen tersebut tidak dapat dipergunakan lagi dan harus dibuang. Suspense
antigen baru harus dibandingkan terlebih dahulu terhadap larutan antigen yang
reaktivitasnya sudah diketahui sebelum dipergunakan dalam pemeriksaan rutin.8

Larutan garam buffer VDRL dengan pH 6,0+0,1 terdapat komersial atau dapat dibuat
dengan komposisi sebagai berikut:
Formaldehyde netral : 0,5 ml
Na2HPO4

: 0,037 gr

KH2PH2PO4

: 0,170 gr

NaCl
Aquadest ad

: 10.0 gr
: 1000 ml

Larutan garam fisiologis (0,9 % NaCl)


Persiapan Suspensi Antigen

Terlebih dahulu simpan botol antigen dan larutan garam buffer VDRL pada suhu kamar
selama 15 menit.

Pipet 400 l larutan garam buffer, masukkan kedalam botol reagen ukuran 30 ml.
kemudian ditambahkan 500 l antigen tetes demi tetes langsung diatas larutan garam
buffer sambil menggerakkan botol tersebut dengan gerakan memutar pada bidang yang
rata.

Lanjutkan gerakan memutar botol selama 10 detik.

Tambahkan 4100 l larutan garam buffer. Kocok 30 kali dalam 10 detik.

Suspense antigen siap untuk dipakai dan hanya tahan selama 1 hari.
Prosedur pemeriksaan kualitatif8

Simpan semua alat pemeriksaan, serum dan suspense antigen pada suhu kamar (23C
29C).pemeriksaan yang dilakukan di bawah suhu kamar memberikan reaktivitas yang
lebih rendah, sebaliknya bila di atas suhu kamar reaktivitasnya meningkat.

Pipet 50 l serum yang sudah dipanaskan ke atas permukaan slide

Pipet 50 l suspense antigen dan teteskan diatas setiap tetes serum dengan posisi
vertical.

Slide disimpan di atas rotator dan rotator dihidupkan selama 4 menit. Bila pemeriksaan
dilakukan pada udara yang kering dan panas. Sebaiknya slide disimpan di dalam kotak
yang berisi tissue/kapas basah untuk menghindari adanya penguapan yang berlebihan.

Pembacaan dilakukan segera setelah rotator berhenti dengan menggunakan mikroskop


pembessaran 100x.
Pembacaan Hasil8
Laporan hasil cukup dengan menyebutkan non-reaktif, reaktif lemah atau reaktif
REAKTIF

: Bila tampak gumpalan sedang atau besar

REAKTIF LEMAH : Bila tampak gumpalan kecil-kecil


NON REAKTIF

: Bila tidak tampak flokulasi/gumpalan.

Prosedur pemeriksaan kuantitatif8


-

Letakkan serum sampel pada baris terdepan rak dan baris kedua berisi tabung dengan
700 l larutan garam fisiologis

Buat pengenceran 1:8 dengan menambahkan 100 mikro serum ke dalam 0,7 ml larutan
garam fisiologis.

Campur hingga homogen.

Letakkan 40 mikro. 20 mikro dan 10 mikro serum yang sudah diencerkan pada lingkaran
ke 4. 5 dan 6 dari slide keramik.

Buang sisa serum yang sudah diencerkan tadi kedalam tabung pengenceran.

Dengan menggunakan pipet yang sama, letakkan 40 mikro, 20 mikro dan 10 mikro
serum yang tidak diencerkan pada lingkaran pertama, kedua dan ketiga.

Tambahkan 20 mikro larutan garam fisiologis pada lingkaran ke 2 dan 5.

Tambahkan 30 mikro larutan garam fisiologis pada lingkaran ke 3 dan 6

Slide digoyang perlahan-lahan dengan menggunakan kedua belah tangan selama kurang
lebih 15 detik untuk memperoleh campuran yang homogen.

- Tambahkan 10 mikro suspense antigen pada tiap lingkaran.


- Tahap selanjutnya dilakukan seperti pemeriksaan VDRL kualitatif.
-

Hasil dilaporkan dengan menyebutkan pengenceran serum tertinggi yang masih


memberikan hasil reaktif.
CONTOH:
Pengenceran serum
1:1
1:2
1:4
1:8
1:16
1:32

Laporan hasil
Reaktif (+)
Reaktif
Reaktif
Reaktif
Non reaktif
Non reaktif

Hasil
Reaktif pada pengenceran
1:8
Atau
Reaktif pada pengenceran
8 kali

Follow up
Untuk pemantauan efektifitas pengobatan, dapat dilakukan dengan tes nontreponemal
kuantitatif interval 3 bulan, selama paling sedikit satu tahun. Dengan pengobatan
adekuat pada sifilis primer dan sekunder, seharusnya terjadi perubahan titer paling
sedikit 4 kali penurunan setelah 3 sampai 4 bulan, dan 8 kali penurunan setelah 6
sampai 8 bulan. Pada umumnya setelah tahun pertama pengobatan, pasien dengan sifilis

awal akan menunjukkan penurunan titer smpai tidak terdeteksi. Pada pengobatan pasien
dengan sifilis laten tau stadium lanjut, penurunan titer akan terjadi secara bertahap,
sedangkan 50% diantaranya akan menunjukkan titer rendah yang menetap setelah 2
tahun.9
Tes Treponemal
Tes ini menggunakan fragmen atau seluruh bagian T. pallidum sebagai bahan
antigen. Dibandingkan dengan tes non-treponemal, tes ini lebih tidak praktis untuk
dikerjakan. Akan tetapi, tes ini memiliki sensitivitas yang lebih tinggi pada fase primer
dan lanjut serta memiliki spesifisitas yang lebih tinggi. Tes ini digunakan secara luas
untuk mengkonfirmasi hasil tes non-treponemal yang reaktif.6 Tes ini bersifat spesifik
dan dapat digolongkan menjadi empat kelompok :
a. Tes imobilisasi : TPI (Treponemal pallidum Imobilization Test).
b. Tes fiksasi komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test)
c. Tes imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent Treponemal Antibody Absorption
Test) ada 2 yakni IgM dan IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent Treponemal Antibody
Absorption Double Staining Test).
d. Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Asssay); 19s
IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorption Assay); HATTS (Hemagglutination
Treponemal Test for Syphilis); MHA-TP (Microhemagglutination Assay for
Antibodies to Treponemal pallidum).
TPHA merupakan tes treponemal yang menerapkan teknik hemaglutinasi tidak
langsung untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap T. pallidum. Dalam tes ini dipakai
sel darah merah unggas yang dilapisi dengan komponen T. pallidum. jika serum pasien
mengandung antibodi spesifik terhadap T. pallidum, maka akan terjadi hemaglutinasi
dan membentuk pola yang khas pada pelat mikrotitrasi. Tes ini dimulai dengan titer
1/80, 1/160, 1/320 dan seterusnya. 6
TPHA (treponema palidum hemaglutinasi assay)
Sampel: serum, plasma , lcs.
Alat:

Pipet 90, 10, 25 ul

Mikroplate v
Reading miror / kaca pembaca
Solasi

Cara kerja:8
1. Masukkan 90 ul TPHA diluent + 10 ul kontrol positif pada sumur pertama
2. Masukkan 25 ul TPHA diluent pada sumur ke2, 3, 4, 5 disamping sumur pertama
3.Homogenkan sumur pertama dengan pipet mikro 25 ul. Ambil dari sumur pertama, 25
ul

masukkan

ke

sumur

2,

campur/

homogenkan,

ambil

25

ul

buang.

Ambil dari sumur pertama 25 ul masukkan ke sumur 3,homogenkan, ambil 25 ul


masukkan ke sumur ke 4, homogenkan, ambil 25 ul masukan kesumur ke 5, ambil 25 ul
masukkan kesumur 6.
4. Tambahkan 75 ul control test pada sumur ke 2
5.Tambahkan 75 ul tets cell pada sumur ke 3, 4, 5.
6.Homogenkan keseluruhan dengan sedikit getaran
7.Tutup dengan solasi agar tidak terkena debu
8.Inkubasi dalam suhu ruang selama 45-60 menit
Hasil:8
+

: pelebaran hemaglutinasi di dasar sumur plate

: titik merah mengumpul ditengah

Sumur
Diluent
TPHA
Sample
Pengenceran

1
90 ul

2
25 ul

3
25 ul

4
25 ul

5
25 ul

10 ul
10/100=
1/10

25 ul
25/50x1/10
=1/20

25 ul
25/50x1/10
= 1/20

25 ul
25/50x1/20
=1/40

25 ul
25/50x1/40
=1/80

75ul
25/100x
1/20 = 180

75ul
25/100x
1/20 =1/80

75ul
25/100x
1/40
=1/160

75ul
25/100x
1/80
=1/360

Control test Test cell


Titer
-

6
25 ul

Kontrol test harus selalu negatif.


Sumur ketiga bila positif dan 4 5 negatif tetirnya : 1/80
Sumur ke 3 +, 4 -, 5 +: kesalahan
Sumur ke 3 -, 4 +, 5 + :kesalahan
7

Interpretasi hasil tes serologik


Semua serum untuk diagnosis sifilis harus diperiksa dengan tes nontreponemal.
Hasil tes reaktif berarti sedang ada infeksi atau pernah terkena infeksi, sementara
pengobatan adekuat mungkin sudah diberikan, mungkin juga belum. Hasil tes reaktif
dapat pula berarti positif palsu. Hasil tes nonreaktif dapat berarti tidak ada infeksi,
masih dalam masa inkubasi atau telah mendapat pengobatan secara efektif. Pada
umumnya kenaikan titer sampai 4 kali lipat berarti ada infeksi, reinfeksi atau kegagalan
dalam pengobatan; sebaliknya penurunan titer sampai 4 kali lipat menunjukkan bahwa
telah mendapat pengobatan secara adekuat. Kesalahan interpretasi dalam tes
nontreponemal biasanya terjadi sebagai akibat kesulitan dalam menentukan titer,
berkaitan dengan jenis tes serologik yang dipakai atau kesulitan dalam memastikan
reaktivitas hasil tes. Kesalahan interpretasi pada umumnya terjadi karena digunakannya
lebih dari 1 jenis tes nontreponemal dalam memantau hasil pengobatan. 9
Tes treponemal terutama digunakan untuk konfirmasi tes nontreponemal atau
untuk pemeriksaan pasien dengan gejala-gejala sifilis lanjut tanpa melihat
bagaimanapun hasil tes nontreponemalnya. Tes treponemal

reaktif biasanya

menunjukkan bahwa pasien pernah terkena atau sedang terkena infeksi treponema
patogen. Pada kebanyakan kasus, sekali tes treponemal reaktif, akan tetap resktif
seumur hidup. Namun jika pengobatan telah diberikan pada sifilis awal, maka 10%
diantaranya akan menjadi nonreaktif dalam waktu 2 tahun. Pada umumnya hasil tes
nonreaktif menunjukkan tidak adanya infeksi di masa lalu atau pada saat ini, perlu
diingat bahwa dalam masa inkubasi hasil tes masih nonreaktif karena belum terbentuk
antibodi. 8,9
1. Positif Semu Biologik (P.S.B.)
P.S.B. atau Biologic False Positive (BFP) atau yang sering disebut positif semu
saja adalah suatu keadaan penderita tanpa menderita sifilis atau treponematosis yang
lain, akan tetapi pada pemeriksaan serum memberi reaksi positif, terutama dengan tes
nontreponemal. Serum seseorang tanpa menderita treponematosis dapat mengandung
sedikit antibodi treponemal. Jika mendapat infeksi dengan berbagai mikroorganisme,
antibodi tersebut dapat bertambah hingga memberi hasil tes nontreponemal positif;

biasanya titernya rendah. Hal tersebut dapat terjadi pula pada penyakit autoimun,
sesudah vaksinasi, selama kehamilan dan obat narkotik.7,10
P.S.B. dibagi menjadi 2 macam; akut dan kronis. Disebut kronis jika menderita
lebih dari 6 bulan.
1. P.S.B. akut
Ciri khas pada P.S.B. akut hasil tes nontreponemal positif lemah, tidak ada
persesuaian antara kedua tes; berakhir dalam beberapa hari/minggu, jarang melebihi
enam bulan sesudah penyakitnya sembuh.10
2.P.S.B.Kronis
Pada bentuk ini tes treponemal akan memberikan reaksi positif yang berulang
dalam beberapa bulan/tahun. Hasil tes likuor serebrospinalis negatif.
Berbagai penyakit yang memberi P.S.B. kronis ialah : Lepra terutama tipe LL,
penyakit autoimun (misalnya lupus eritematosa sistemik/diskoid, skleroderma, anemia
hemolitik autoimun), rheumatic heart disease, multiple sclerosis like neuropathy, sirosis
hepatis, poliarteritis nodosa, psikosis, nefritis kronis, adiksi heroin, sklerosis sistemik
dan penyakit vaskular perifer. Tes yang dianjurkan untuk menyingkirkan P.S.B. ialah
TPI, karena tes tersebut mempunyai spesifisitas yang tinggi. Pada P.S.B. biasanya
VDRL positif dengan titer rendah, maksimum . 7,10
Positif Sejati
Positif sejati (true positive) pada T.S.S. ialah penyakit treponematosis yang
menyebabkan tes nontreponemal dan tes treponemal positif. Penyakit tersebut ialah
penyakit tropis/subtropis seperti frambusia, bejel dan pinta. Tes serologik yang dapat
membedakan sifilis dengan infeksi oleh treponema yang lain belum ada.
Menilai T.S.S. harus berhati-hati, harus ditanyakan apakah penderita berasal dari
daerah frambusia, di samping diperiksa apakah terdapat tanda-tanda frambusia atau
bekasnya. 7,10

DAFTAR PUSTAKA

1. Sub Komite Farmasi Dan Terapi RSUD Dr. Soetomo. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya. RSUD Dr.
Soetomo. 2005
2. Bag/SMF Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin FK Unair/RSU Dr. Soetomo.
Atlas Penyakit Kulit Dan Kelamin. Surabaya. Airlangga University Press. 2007
3. Hartono, Rosanna Olivia. Treponema Pallidum. Yogyakarta. Universitas Sanata
Dharma.2011
4. Rinawati, Mutiara. S. Diagnosis Dan Tatalaksana Sifilis Kongenital. Sari
Pediatri, Vol. 5, No. 2, September 2003: 52 57.
5. Partogi, Donna. Evaluasi Beberapa Tes Treponemal Terhadap Sifilis.
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU. Medan. 2008
6. Nayak S, Acharjya B. VDRL Test and its interpretation. Indian J Dermatol 2012
Jan-Feb; 57(1): 38
7. Djuanda, Adhi, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta.
FKUI. 2007
8. Kennedy EJ, Creighton ET. Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)
Slide

Test.

1998.

[Cited

at

Sept

03,

2013]. Available

from

www.cdc.gov/std/syphilis/manual-1998/CHAPT8.pdf
9. Daili SF, Infeksi Menular seksual. Jakarta : FK UI. 2003:hal.40-42
10. Ratnam S. The Laboratory Diagnosis of Syphilis. Can J Infect Dis Med
Microbiol. 2005 Jan-Feb; 16(1): 4551

10

Referat

TES SEROLOGI SIFILIS

OLEH:
Muhammad Arif Budiman
Nidya Angryni
Putri utami
Siti khodijah
Riviana

Pembimbing
Dr. Noorsaid Masadi Sp.KK
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
2013

11

Anda mungkin juga menyukai