Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
berbagai
tradisi
kedokteran
waktu
itu.
Perkembangan tradisi dan keberagaman yang nampak pada
kedokteran Arab pertama, dikatan John dapat dilacak sampai pada
warisan Helenistik. Dari pada khazanah kedokteran India. walaupun
keilmuan kedokteran India kurang terlalu mendapat perhatian, tidak
menafikan adanya sumber dan praktek berharga yang dapat dipelajari.
Warisan ilmiah Yunani menjadi dominan, khususnya helenistik, John
Esposito mengatakan satu kesadaran atas (perlunya) lebih dari satu
tradisi mendorong untuk pendekatan kritis dan selektif . Seperti
dalam
sains
Arab
awal.
Pada abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran Islam
berkembang begitu pesat. Sejumlah RS (RS) besar berdiri. Pada masa
kejayaan Islam, RS tak hanya berfungsi sebagai tempat perawatan dan
pengobatan para pasien, namun juga menjadi tempat menimba ilmu
para dokter baru. Tak heran, bila penelitian dan pengembangan yang
begitu gencar telah menghasilkan ilmu medis baru. Era kejayaan
peradaban Islam ini telah melahirkan sejumlah dokter terkemuka dan
berpengaruh di dunia kedokteran, hingga sekarang. `Islam banyak
memberi kontribusi pada pengembangan ilmu kedokteran, papar
Ezzat
Abouleish.
Era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh kedokteran
terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-AlNafis, dan Ibn- Maimon. Al-Razi (841-926 M) dikenal di Barat dengan
nama Razes. Ia pernah menjadi dokter istana Pangerang Abu Saleh AlMansur, penguasa Khorosan. Ia lalu pindah ke Baghdad dan menjadi
dokter kepala di RS Baghdad dan dokter pribadi khalifah. Buku
kedokteran yang dihasilkannya berjudul Al-Mansuri (Liber AlMansofis)
dan
Al-Hawi.
Tokoh kedokteran lainnya adalah Al-Zahrawi (930-1013 M) atau
dikenal di Barat Abulcasis. Dia adalah ahli bedah terkemuka di Arab.
Al-Zahrawi menempuh pendidikan di Universitas Cordoba. Dia menjadi
dokter istana pada masa Khalifah Abdel Rahman III. Sebagain besar
hidupnya didedikasikan untuk menulis buku-buku kedokteran dan
khususnya
masalah
bedah.
Salah satu dari empat buku kedokteran yang ditulisnya berjudul, AlTastif Liman Ajizan Al-Talif ensiklopedia ilmu bedah terbaik pada
abad pertengahan. Buku itu digunakan di Eropa hingga abad ke-17. Al-
cacar air dalam Kitab fil al-Jadari wal-Hasba yang merupakan catatan
pertama tentang metode diagnosis dan perawatan atas dua penyakit
dan gejal-gejalanya.
B.
IBNU
SINA
Dunia Islam memanggilnya Ibnu Sina, tapi kalangan Barat
menyebutnya dengan panggilan Avicenna. Ia merupakan seorang
ilmuan, filsuf dan dokter pada abad ke-10. Selain itu dia juga dikenal
dengan penulis yang produktif. Dan sebagian banyak tulisannya berisi
tentang filsafat dan pengobatan. Karya-karyanya membanjiri literatur
modern dan mengilhami karya-karya pemikir barat. Abu Ali Al-Hussain
bin Abdullah bin Sina lahir di Afshana, dekat kota Bukhara,
Uzbeskiztan pada tahun 981 M. Kecerdasannya ditunjukkan pada usia
17 tahun, dengan tingkat kejeniusan yang sangat tinggi dia telah
memahami seluruh teori kedokteran yang ada pada saat itu dan
melebihi siapun juga. Karena kecerdasannya itu dia diangkat sebagai
konsultan
dokter-dokter
praktisi.
Pengaruh pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya
tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Berbicara
tentang karya-karyanya, tulisannya mencapai 250 karya. Baik dalam
bentuk risalah maupun buku. Karyanya bayak dijadikan rujukan dalam
bidang kedokteran oleh banyak kalangan pemikir. Diantaranya Qanun fi
Thib, dalam buku ini berisi tentang bagaimana cara penyembuhan dan
obat-obatan. Dalam dunia Barat kitab ini diterjemahkan dengan nama
The Canon of Madicine. Dan ada pula yang menyebutnya Ensiklopedia
pengobatan. Asy-Syifa, dalam buku ini berisi menganai berbagai jenis
penyakit, obatnya dan sekaligus cara pengobatannya berkaitan dengan
penyakit bersangkutan.
2.3 Metode Dasar antara Al-Razi dan Ibnu Sina Dalam Ilmu Kedokteran
Sebelum membandingkan kedua pemikiran tokoh tersebut, perlu
dijelaskan bagaimana landasan pengobatan menentukan adanya gejala
penyakit sehingga bidang medis menjadi sebuah ilmu yang terstruktur.
Yang nantinya menjadi dasar pemikiran kedua tokoh tersebut. Kembali
pada Abad kesembilan atau tepatnya pada akhir abad kesembilan,
tradisi kedokteran Islam berkembang pesat. Hal itu ditandai dengan
terintegrasinya sistem patologi jenaka (humoral) dari Galen dalam
kedokteran Islam. Patologi Humoral didasarkan pada empat gagasan
humor (darah, lendir, empedu biru, dan empedu hitam) dan kaitannya
dengan empat elemen (udara, air, api dan tanah), juga pada empat
kualitas
(panas,
basah,
dingin,
kering).
Keseimbangan humor dan kualitas ini menentukan kesehatan, karena
itu, ketidak seimbangan dianggap sebagai sebab timbulnya penyakit.
Inilah titik sebab kenapa perawatan dan pengobatan itu dilakukan,
agar dapat membangun atau memelihara kembali keseimbangan
kondisi tubuh yang kacau (sakit). Artinya internal tubuh didapat dalam
keadaan baik sebagaimana fungsinya dan tentunya harus didukung
kondisi atau cuaca lingkungan yang kondisif. Melalui penggunaan jenisjenis makanan, obat-obat tertentu dan melalui pengeluaran darah
kotor
serta
pencahar
(obat
cuci
perut).
Sistem yang menjelaskan ilmu kedokteran ini, telah didasari dengan
tingkat argumentasi logis tertentu. Didukung dengan observasi medis
untuk menentukan adanya penyakit yang hinggap dan memberikan
penawarnya (obat). Maka dari itu diskursus teoritis sangat ditekankan
pada observasi klinis, dan pertimbangan teoritis memainkan peran
utama dalam strukturisasi dan organisasi pengetahuan medis. Artinya,
penelitian atau pengamatan medis tidak hanya bergerak dalam ranah
teori atau wacana. Tapi juga harus didukung pengamatan empiris
(klinis).
Kalau kedua dasar dalam membentuk sebuah ilmu pengetahuan medis
tersebut dapat dilakukan dengan dengan seimbang. Maka kegiatan
keilmuan akan menjadi sempurna dan dapat dipertanggungjawabkan
sehingga dapat menjadi disiplin ilmu yang dapat diaplikasikan atau
diamalkan. Hal itulah yang dikembangkan ilmu kedokteran Islam
dengan sistemisasi dan rasionalisasi. Dimana yang pertama kali
dilakukan adalah usaha untuk mengorganisir bidang luas ilmu
kedokteran dan semua cabangnya menjadi satu struktur komprehensif
dan
logis.
Tapi sejarah mengatakan, dalam keilmuan medis ada yang fokus pada
pengkajian atau pengamatan klinis dalam membangun keilmuannya.
Dengan menekankan pada kedokteran klinis atau kedokteran kasus
dalam prosedur perawatannya. Representasi yang cukup mewakili
dalam penggunaan metode ini adalah Al-Razi. Dalam tulisan-tulisannya
dapat dilihat bagaimana al-Razi mengungkapkan kritikan terhadap
teoritis atas ilmu kedokteran yang diwarisinya. Dimana dia
memfokuskan
pada
metode
dan
praktek.
Dalam karyanya yang lain, Al-Razi memberi tekanan lebih besar pada
diagnosis dan terapi observasional daripada diagnosis teoritis atas
sakit dan perawatannya. Metodenya ini dibuktikan dalam karyanya
yang berjudul Kitab fi al-Jadari wal-Hasba (buku tentang cacar dan
cacar air). Ketidak sepakatannya dengan metode teoritis semakin jelas
jika dilihat dari kitab terbesarnya, al-Hawi fi al-Tibb. Karena kitab ini
sudah jelas tidak diatur menurut paradigma teoritis formal.
Didalamnya berisi tentang ensiklopedi kedokteran klinis hasil observasi
al-Razi sendiri.
Dalam keilmuan medisnya, baik dari karya kitab, risalah-risalah
maupun metode pengobatan , Al-Razi menggunakan klasifikasi ilmu
kedoktran terapis, bukan teoritis. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa dasar perawatannya mengandalkan hasil-hasil eksperimentasi.
Seperti yang dikatakan John L.E. Al-Razi tidak melakukan perawatan
berdasarkan kesimpulan logis; namun ia melakukan apa yang sering
mampu mengendalikan ekperimentasi. Dan terakhir, secara logis
penulis mempunyai kesimpulkan sementara bahwa al-Razi menolak
metode teoritis (logis), kecuali sesuai, setelah dilakukan ekperimentasi
(pengamatan
empiris).
Masih membahas metode dasar keilmuan medis (kedokteran), Ibnu
Sina mempunyai metode yang berbeda dari al-Razi dalam melakukan
kajian keilmuan medis. Ia lebih memfokuskan pada kajian teoritis, dan
melakukan sistematisasi ilmu kedokteran sebagai sebuah disiplin ilmu.
Oleh karena itu ia terkenal sebagai bapak kedokteran Islam, bahkan
dunia. dalam perjalanan intelektual Ibnu Sina, dalam hal ini bidang
medis, ia melakukan kajian ulang terhadap warisan-warisan karya
medis.
Hal itu dimenivestasikan dalam karya monumentalnya, al-Qanun fil alTibb (kanon kedokteran). Magnum opusnya al-Qanun ditulis dengan
maksud membuat karya kanonis definitif mengenai kedokteran, yang
sangat komprehensif sekaligus teoritis. Semua refleksi teoritis dan
sistematis atas karya-karya sebelumnya tercover dalam buku ini.
Berawal dari anatomi, kemudia fisiologi, patologi dan akhirnya terapi.
Walaupun dia juga melakukan observasi, kegiatannya ini terbilang
lemah
atau
tidak
fokus
dilakukan.
III
3.1
Kesimpulan
Dari penjelasan yang panjang lebar di atas, mengenai tema Ilmu
Kedokteran dalam Islam dapat diambil kesimpulan bahwa Khazanah
Pengetahuan Islam dalam bidang kedokteran sangat kaya dan luas.
Hal itu dapat dilihat dari karya-karya para tokoh kedokteran Islam.
Saksi sejarah yang lain juga terlihat pada bangunan-bangunan
Institusi kedokteran atau rumah sakit, apotek dan institusi yang lain.
Wearisan-warisan Islam dalam bidang kedokteran tersebut tidak hanya