Anda di halaman 1dari 28

Asal Usul Hari Guru Nasional Jatuh di Tanggal 25 November

By C Novita / Published on Monday, 25 Nov 2013

Tepat tanggal 25 November setiap tahunnya, Indonesia memperingati Hari Guru


Nasional, yang juga adalah hari lahirnya organisasi guru yaitu Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI).
Sebelum kemerdekaan Indonesia,
-

Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912. Anggotanya merupakan


kalangan Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah yang

bekerja di sekolah-sekolah yang ada di tanah air.


PGHB mengubah nama organisasi mereka menjadi Persatuan Guru Indonesia
(PGI) di tahun 1932.

Usai kemerdekaan 17 Agustus 1945,


-

PGI menyelenggarakan Kongres Guru Indonesia yaitu tepat di 100 hari

setelah tanggal kemerdekaan tersebut, 24 - 25 November 1945.


Kongres yang berlangsung di Kota Surakarta
mengikrarkan dukungan para guru untuk NKRI.
nama organisasi PGI pun diperbarui menjadi Persatuan Guru Republik

Indonesia (PGRI).
Pemerintah RI melalui Kepres No 78 Tahun 1994 menetapkan tanggal

berdirinya PGRI sebagai Hari Guru Nasional.


UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menetapkan tanggal 25
November setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Guru Nasional, yang
kerap diperingati bersamaan dengan ulang tahun PGRI.

Sekarang, 25 Nopember 2015


-

HUT PGRI ke 70
Hari Guru Nasional ke 21

Hari Guru
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Prangko Peringatan Hari Guru di Indonesia

Hari Guru adalah hari untuk menunjukkan penghargaan terhadap guru, dan diperingati
pada tanggal yang berbeda-beda bergantung pada negaranya. Di beberapa negara, hari
guru merupakan hari libur sekolah.

Hari guru di berbagai negara


-

Amerika Serikat: minggu pertama di bulan Mei (Minggu Apresiasi Guru).


Argentina: 11 September
o Hari peringatan wafatnya Domingo Faustino Sarmiento, seorang pendidik
dan politisi Argentina.
Brazil: 15 Oktober (sejak 1963)
o Pertama kali dirayakan tahun 1947 di So Paulo oleh sejumlah guru dari
sebuah sekolah kecil. Tanggal 15 Oktober disepakati sebagai hari guru
karena pada tanggal tersebut, Dom Pedro I menyetujui dekrit penataan
kembali sekolah dasar di Brazil.
Chili: 16 Oktober
o Pada tahun 1974, tanggal 10 Desember disepakati sebagai hari guru
karena penyair Chili Gabriela Mistral menerima Penghargaan
Nobel pada 10 Desember 1945. Sejak tahun 1977, hari guru diubah
menjadi tanggal 16 Oktober untuk memperingati berdirinya Institut Guru
Chili (Colegio de Profesores de Chile).[1]
Meksiko: 15 Mei (sejak 1918)
Peru: 6 Juli (sejak 1953)
Pejuang kemerdekaan Jos de San Martn mendirikan sekolah umum untuk lakilaki setelah Jos Bernardo de Tagle meloloskan resolusi pendidikan pada 6
Juli 1822.[2]
Filipina: 5 Oktober
o Peringatan hari guru (bahasa Tagalog: Araw ng mga Guro) ditetapkan
tanggal 5 Oktober berdasarkan Perintah Presiden No. 479. [3]Walaupun

demikian, hari guru biasanya dirayakan di sekolah-sekolah dasar dan


sekolah menengah sekitar bulan September dan Oktober.
-

Hong Kong: 10 September (hingga 1997: 28 September)

India: 5 September
o Hari ulang tahun Presiden India Dr. Sarvapalli Radhakrishnan yang juga
seorang guru ditetapkan sebagai hari guru. Di sekolah-sekolah diadakan
perayaan, dan murid yang paling senior memainkan peran sebagai guru.

Indonesia: 25 November
o Hari Guru Nasional diperingati bersama hari ulang tahun Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI). Hari Guru Nasional bukan hari libur resmi, dan
dirayakan dalam bentuk upacara peringatan di sekolah-sekolah dan
pemberian tanda jasa bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah.
Guru di Indonesia dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.[4]

Iran: 2 Mei
o Peringatan wafatnya Morteza Motahari sebagai martir pada 2 Mei 1979.

Korea Selatan: 15 Mei


o Hari guru dirayakan sejak tahun 1963 di Seoul, dan sejak tahun 1964 di
kota Chuncheon. Perayaan ini dimulai oleh sekelompok anggota palang
merah remaja yang mengunjungi guru-guru yang sedang sakit di rumah
sakit. Perayaan hari guru secara nasional tidak dilangsungkan dari tahun
1973 hingga 1982, dan baru dilanjutkan kembali sejak 1983. Guru
menerima hadiah bunga anyelir.

Malaysia: 16 Mei
o Tanggal 16 Mei ditetapkan sebagai Hari Guru di Malaysia, karena pada 16
Mei 1956, Majelis Undang-Undang Persekutuan Tanah Melayu menerima
rancangan kurikulum dari Laporan Jawatankuasa Pelajaran.

Pakistan: 5 Oktober

RRC: 10 September
o Murid-murid biasanya memberikan hadiah balas jasa kepada guru, seperti
kartu ucapan dan bunga.

Singapura: 1 September (hari libur sekolah)


o Perayaan dilakukan sehari sebelumnya, dan murid-murid dipulangkan
lebih awal.

Taiwan: 28 September (ulang tahun Konfusius)

Thailand: 16 Januari (sejak 1957)

Turki: 24 November (sejak 1981)

Vietnam:20 November
o Hari libur sekolah untuk mengunjungi guru dan mantan guru di rumah
masing-masing.

Albania: 7 Maret

Ceko: 28 Maret

Rusia: 5 Oktober
o Sejak tahun 1994, hari guru dirayakan tanggal 5 Oktober bertepatan
dengan Hari Guru Sedunia. Dari tahun 1965 hingga 1993, hari guru
dirayakan pada minggu pertama di bulan Oktober.

Polandia: 14 Oktober

Australia
o

Hari Jumat terakhir bulan Oktober dirayakan sebagai Hari Guru Sedunia di
Australia.

Guru dalam Kilasan Sejarah

16 Agustus 2011 03:26:27


Diperbarui: 26 Juni 2015 02:44:56
Dibaca : 1,387
Komentar : 0
Nilai : 0
Haryo Mojo
Guru SMART Ekselensia Indonesia-Dompet Dhuafa

Guru merupakan pekerjaan tertua. Lebih dulu dibandingkan arsitek yang baru ada
setelah manusia tidak lagi tinggal di gua. Atau, lebih juga dari insiyur metalurgi yang
baru muncul pada masa manusia mengenal logam dan pengolahannya. Pekerjaan guru
ada sejak manusia mampu berpikir dan mengenal ilmu pengetahuan. Sepanjang
sejarah kehidupan manusia itu, guru selalu ada di tengah masyarakatnya. Ia
mengajarkan berbagai ilmu dan pengetahuan untuk mempermudah manusia
menjalankan kehidupannya. Atau kadang, hanya mengajarkan kebenaran. Dalam
lintasan sejarah Indonesia pekerjaan guru ternyata berkembang seiring dengan
perkembangan zaman. Mulai dari zaman kerajaan Hindu-Budha, kesultanan Islam
hingga masa Reformasi. Berikut guru-guru sepanjang zaman ...

Guru Zaman Kerajaan Hindu-Budha


Pada masa ini guru berasal dari kasta Brahmana. Mereka mengajarkan segala hal yang
berhubungan dengan agama dan kitab suci. Mereka mengajarkan filsafat, sastra,
hukum, beladiri, dan lain sebagainya. Guru mendapatkan posisi yang terhormat di
masyarakat. Mereka statusnya lebih tinggi dari para raja dan bangsawan. Lebih tinggi
pula dari para pengusaha. Kasta para guru ini memang lebih mulia dibandingkan kasta
Ksatrya dan kasta Waisya. Pada masa itu, guru mengajarkan ilmu pengetahuannya di
tempat-tempat tertentu. Sudah dikenal pula lembaga-lembaga pendidikan. Sebagian
besar lembaga pendidikan tersebut di berasarama. Ini adalah cikal bakal boarding
school yang ada sekarang. Menurut keterang I Tsing, seorang pelajar yang sempat
belajar di kerajaan Sriwijaya, pendidikan di Nusantara sudah cukup maju. Bahkan,
sistem pendidikan di kepulauan Nusantara dijadikan rujukan oleh negara kerajaan
lainnya. Beberapa mahaguru pada saat itu dikenal dalam dunia pendidikan
internasional. I Tsing menyebut Satyakirti, Dharmapala dan Djnanabhadra.

Guru Zaman Kesultanan Islam


Agama Islam masuk ke Indonesia dengan berbagai macam saluran. Salah satunya
adalah lewat jalur pendidikan dan dakwah. Di jalur pendidikan inilah para ulama
mencetak para guru lewat serangkaian pendidikan di pesantren. Selain, pesantren ada
lembaga pendidikan lain, yaitu mengaji di surau atau di langgar. Ilmu pengetahuan
yang dipelajari di pesantren meliputi filsafat, tasawuf, bahasa, fikih, akhlak, aljabar, ilmu
falak, dan lain sebagainya. Sedangkan, di surau biasanya hanya mempelajari bahasa,
tajwid, fikih, dan akhlak. Pada masa kesultanan ini juga sedah dikenal guru dengan
spesialisasinya. Ada guru fikih, hadits, tasawuf, dan lain sebagainya. Model pendidikan
pesantren ini juga menggunakan sistem sekolah berasrama dan juga menjadi cikal
bakal boarding school saat ini.

Guru Zaman Penjajahan Eropa


Pendidikan tradisional di kepulauan Nusantara terus berjalan, meski banyak raja-raja di
Nusantara yang ditundukkan oleh Verenigde Oost Indische Compaqnie alias (VOC).
Pemerintah kolonial baru peduli nasib pendidikan kaum bumiputera setelah
diberlakukannya Politik Etika atau Politik Balas Budi. Kepedulian itu juga lebih dilandasi
oleh kebutuhan Pemerintah Hindia-Belanda akan tenaga-tenaga profesional, seperti
dokter, insiyur dan advokat. Jadi, bukan murni niat yang lurus untuk menyejahterakan
kaum pribumi. Kebutuhan mendidik kaum profesional ini muncul setelah Pemerintah
mengkalkulasi alangkah mahalnya mendatangkan dokter, insiyur dan advokat dari
Eropa. Pendidikan pada masa Politik Etis dilakukan secara modern dan bergaya Eropa.
Sekolah guru juga dibentuk untuk melahirkan guru-guru yang mampu mengawal sistem
pendidikan kolonial. Ada HIK (Holandse Indische Kweekschool, atau sekolah guru bantu
yang ada di semua Kabupaten) dan HKS (Hoogere Kweek School, atau sekolah guru atas
yang ada di Jakarta, Medan, Bandung, dan Semarang. Sedangkan, Europese Kweek
School (EKS, sebangsa Sekolah Guru Atas dengan dasar bahasa Belanda dengan
maksud memberi ijazah untuk mengajar di sekolah Belanda, yang berbeda dengan HKS)
yang hanya diperuntukan bagi orang Belanda atau pribumi yang mahir sekali berbahasa
Belanda ataupun orang Arab dan Tionghoa yang juga mahir sekali berbahasa Belanda,
dan hanya ada satu di Surabaya. Pada waktu itu, di EKS biasanya satu kelas ada dua
puluh delapan orang, maka terdiri 20 orang Belanda, enam orang Arab dan Tionghoa,
dan enam orang pribumi. Selain itu juga dikenal HCK atau Hollandsche Chineesche
Kweekschool khusus untuk yang keturunan Tionghoa.
Sistem pendidikan kolonial ini mulai mendapat lawan setelah kaum pergerakan nasional
membangun sekolah-sekolah yang bernafaskan nasionalisme Indonesia. Di antaranya
adalah sekolah-sekolah Sarekat Islam, sekolah-sekolah Muhammadiyah dan sekolahsekolah kaum pergerakan lainnya. Begitu massif dan berpengaruhnya sekolah-sekolah
ini membuat pemerintah kolonial berusaha menertibkannya'. Akhirnya, pemerintah
menerbitkan Ordonansi Sekolah Liar (Wilde Scholen Ordinantie). Guru-guru harus
mendapatkan sertifikasi dari pemerintah kolonial. Ini berarti ancaman bagi guru dari
sekolah-sekolah milik kaum pergerakan nasional. Penerbitan ordonansi ini ditolak oleh
kaum pergerakan nasional. Seluruh elemen pendidikan, persatuan pelajar hingga partaipartai politik nasionalis menentangnya. Kesatuan gerakan dan kuatnya isu pada masa
itu berhasil mendobrak sistem kolonial sehingga pemerintah menarik kembali ordonansi
yang telah diterbitkan. Sebuah kemenangan dalam sejarah pendidikan bahkan
pergerakan pada masa itu. Kesadaran untuk bersatu inilah yang mengilhami berdirinya
Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi
Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Guru Zaman Indonesia Merdeka Setelah
Jepang datang, guru-guru di Indonesia merasa lebih bisa berekspresi dalam
menjalankan tugasnya. Pemerintah Jepang memfasilitasi pendidikan nasionalisme di
sekolah dengan tujuan memobilisasi rakyat guna mendukung perang Jepang pada
Perang Asia Timur Raya. Namun, semua organisasi dilarang oleh Jepang, kecuali
lembaga yang didirikan oleh Pemerintahan Militer Jepang. Organisasi guru juga
termasuk yang dilarang oleh Jepang. Pascaproklamasi kemerdekaan, para guru
disatukan dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Semangat proklamasi 17

Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 - 25


November 1945 di Surakarta. Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru
yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah,
politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah - guru-guru yang aktif
mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia
yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di
dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 - seratus hari setelah proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.
Nah, hari terbentuknya PGRI ini kemudian dijadikan Hari Guru Nasional. Dalam
perjalanannya, PGRI diakui kebesarannya, sehingga banyak para pimpinan PGRI yang
direkrut oleh pemerintah. Ini membuat PGRI bernuansa politis. Pada masa reformasi
banyak organisasi profesi guru seiring peningkatan profesionalisme guru. Di antaranya
adalah Forum Guru Independen (FGI), Komunitas Air Mata Guru, Ikatan Guru Indonesia
(IGI), dan Persatuan Guru Sejahtera Indonesia (PGSI).
Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/haryomojo/guru-dalam-kilasansejarah_550d7d97813311e078b1e9ea

SEJARAH KELAHIRAN PROFESI GURU


Jumat, 09 Oktober 2009

Pada zaman dahulu, sebelum agama masuk Indonesia, seseorang yang ingin belajar harus mengunjungi
seorang petapa. Petapa itu mungkin saja yang telah meninggalkan tahta kerajaan karena sudah tua dan
memperdalam masalah kerohanian. Petapa itula yang disebut juga guru bagi muridnya yang menuntut
ilmu ditempat tersebut. Biasanya para murid mengerjakan sawah ladang petapa untuk keperluan hidup
sehari-hari.
Pada masa kerajaan Budha atau Hindu di Indonesia orang belajar di Bihara. Biksu yang mengajar
membaca serta menulis huruf sansekerta di Bihara tersebut disebut guru. Untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari mereka bekerja di ladang. Para siswa juga memberikan sedekah dari masyarakat untuk
membantu kehidupan sehari- hari.
Setelah agama Islam masuk di Indonesia orang belajar di Pesantren supaya dapat membaca Al-quran
dan melakukan sholat dengan benar. Ulama yang mengajar diPesantren juga dinamakan guru. Para
siswa biasanya tinggall di rumah ulama tersebut dan membantu bercocok tanam untyuk kebutuhan hidup
sehari-hari.
Para pedagang Portugis dan Belanda yang datang di Indonesia umumnya beragama Kristen, selain
berdagang mereka juga menyebarkan agama itu. Mempelajari agama Kristen, membaca dan menulis
huruf latin. Para pendeta yang mengajarkan agama Kristen itu juga disebut guru. Untuk kepentingan
penjajahannya Belanda memerlukan pegawai yang pandsai menulis dan membaca huruf latin. Karena
itu, mereka mendirikan sekolah dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang tidak berkaitan dengan agama.

Inilah awal mula sistem Pendidikan modern di Indonesia.


Pada zaman kemerdekaan Indonesia rakyat memperjuangkan pertahanan kemerdekaannya. Kaum guru
Indonesia bertekad turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang diwujudkan dalam
salah satu tujuan kelahiran PGRI yaitu : turut aktif mempersatukan kemerdekaan RI.
Lahirnya guru berawal dari lahirnya PGRI. Dimana tepat 100 hari setelah proklamasi Kemerdekaan
tepatnya pada tanggal 25 November 1945, PGRI dilahirkan. Setelah PGRI dilahirkan pada tanggal 23 s/d
25 November 1945 ke-1 di Surakarta, di gedung Somaharsana (pasar pon), Van De venter school
(sekarang SMP N 3 Surakarta). Pada saat itu kongres mendapat sambutan mitraliur Belandadan
serangan kapal terbang yang mengadakan oprasi militer dengan sasaran gedung RRI Surakarta.
Kelahiran PGRI sebagai wadah organisasi guru yang sedang berevolusi Kemerdekaan, merupakan
manifestasi akan keinsafan dan rasa tanggung jawab kaum guru Indonesia dalam memenuhi kewajiban
akan pengabdiannya serta partisipasinya kepada perjuangan menegakkan dan mengisi kemerdekaan RI.
Guru-guru sadar akan tugasnya bahwa pendidikan adalah sarana utama dalam pembangunan bangsa
dan negara, mereka melaksanakan dwifungsi dalam kerjanya, yaitu : digaris belakang mendidik dan
mengajar disekolah-sekolah biasa, sekolah peralihan, sekolah pengungsian. Disamping itu, mereka juga
melakukan kerjasama dengan masyarakat mendirikan dapur umum dan mempersiapkan makanan untuk
para pejuang di garis depan. Kecuali itu mereka menjadi pemimpin atau komandan barisan tentara :
BKR, TKR, TRI/TNI, BARA , API, Hizbullah, Sabilillah, Pesindo, Laskar Rakyat, PMI, dan para pejuang
lainnya.
Walaupun PGRI telah berkembang ke seluruh pelosok tanah air, namun perjalanan sejarahnya tak lepas
dari arus perjuangan bangsa Indonesia dalam tekad menegakkan kemerdekaan.
Kongres PGRI II tahun 1946 di Surakarta dan kongres PGRI III tahun 1948 di Madiun yang dilaksanakan
saat memuncaknya perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan kolonial Belanda yang
berusaha menentang kembali daerah jajahannya di indonesia. Dengan liciknya Kolonial Belanda
melaksanakan politik adu domba, memecah belah bangsa dan wilayah Indonesia dengan maksud
melemahkan semangat perjuangan rakyat Indonesia.
Melalui Kongres PGRI II di Surakarta dan Kongres PGRI III di Madiun, PGRI telah menggariskan haluan
dan sifat perjuangannya yaitu :
1. Mempertahankan NKRI.
2. Meningkatkan pendidikan dan pengajaran nasional sesuai dengan falsafah negara pancasila dan UUD
1945.
3. Tidak bergerak dalam lapangan politik (non politik).
4. Sifat dan siasat perjuangan PGRI :
a. Bersifat korektif konstruktif terhadap Pemerintah.
b. Bekerja sama dengan serikat-serikat buruh/pekerja lainnya.

c. Bekerjasama dengan badan-badan lainnya, [artai politik, organisasi pendidikan, badan-badan


perjuangan.
5. Bergerak di tengah-tengah masyarakat.
Haluan dan sifat perjuangan PGRI tersebut membulatkan tekad anggota PGRI tersebut membulatkan
tekad anggota PGRI dalam berjuang menegakkan dan mempertahankan Kemerdekaan.
Menjadi seorang guru tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan. Kreatifitas merupakan dasar
dari segala hal dalam rangka meningkatkan sesuatu kearah kemajuan. Untuk berlaku kreatif, kita harus
punya pengetahuan ketrampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan langkah kemajuan, kemauan atau niat merupakan awal bagi terbentuknya sebuah sikap,
tingkahlaku loyalitas sebagai wujud dari kreadibilitas seseorang. Jika antara kreatifitas dan kepribadian
yang baik berpadu, maka akan menampilkan proses pendidikan yang selalu diiringi kreatfitas anak didik
lebih terarah dan tepat guna.
Pendidikan guru menjadi masalah penting dalam masa perluasan pendidikan. Sekolah guru
(Kweekschool) pertama dibuka pada tahun 1852 di Solo, segera diikuti oleh sekolah guru lainnya di pusat
nahasa-bahasa utama di Indonesia. Sekolah-sekolah ini menghasilkan lebih dari 200guru antara 1887
dan 1892. Setelah depresi ekonomi jumlahnya dikurangi.
Sebelum sekolah guru dapat menghasilkan jumlah guru yang cukup, tidak diadakan syarat khusus untuk
melakukan profesi guru ini. Karena gudang dan kantor pemerintah dapat diterima sebagai guru. Mutu
pendidikan sering sangat rendah apa lagi diluar Jawa. Diantara guru-guru ada yang tidak pandai
berbahasa Melayu, yang tidak lancar membaca, atau tak dapat mengalikan. Ada kelas-kelas yang besar
sekali. Pada tahun 1859 seorang guru di Kaibobo (seram) harus menghadapi 285 murid dan di Manado
260 murid dalam satu kelas.
Karena kebutuhan guru yang mendesak setelah 1863, pemerintah memutuskan pada tahun1892 akan
mengangkat guru tanpa pendidikan sebagai guru. Pada tahun 1875 diadakan bagi mereka yang ingin
mendapatkan kualifikasi guru tabpa melalui sekolah guru. Gaji guru yang berwenang penuh berjumlah 30
sen 50 sen sebulan, yang kemudian dinaikkan pada tahun 1878 menjadi minimal 75 sen dan
maksimum 150 sen perbulan. Disamping itu lulusan sekolah guru (kweekschool) mendapat gelar menteri
guru yang memberikan mereka kedudukan yang nyata dikalangan pegawai pemerintah lainnya yang
memberikan mereka hak untuk menggunakan payung menurut ketentuan pemerintah, tombak, tikar, dan
kotak sirih. Mereka juga banyak mendapat biaya menggaji empat pembantu untuk membawa keempat
lambang kehormatan itu. Tanda-tanda kehormatan itu membangkitkan rasa hormat orang termasuk
murid-muridnya sendiri. Khususnya anak-anak kaum ningrat.
Pada mulanya sukar mencari siswa untuk sekolah guru ( kweekschool) dan anak-anak priyai sering
menggunakan profesi guru sebagai batu loncatan untuk memperoleh pekerjaan dikantor pemerintahan
yang lebih terhormat dalam pandangan mereka. Tak ada persyaratan untuk menjadi calon siswa. Sekolah
guru dan tak ada sekolah yang mempersiapkan siswa untuk itu. Syarat satu-satunya adalah usia(minimal

14 dan maksimal17 tahun) dan inipun tak dapat dipastikan karena tidak adanya surat kelahiran. Ada
kalanya calon tanpa berpengetahuan bahasa Melayu, nerhitung dan membaca harus diterima. Karena itu
sekolah guru pada taraf permulaannya tak ubahnya sekolah rendah.

A. KESIMPULAN
Profesi guru pada zaman dahulu tepatnya pada zaman kerajaan hindhu budha sering disebut petapa.
Guru pada zaman ini identik dengan keagamaan. Tetapi pada zaman detik-detik proklamasi indonesia,
saat itulah rakyat berjuang agar negara ini bertahan dan terus merdeka. Tepat seratus hari kemerdekaan
Indonesia, diadakannya kongres I PGRI di Surakarta, kemudian di teruskan pada tanggal 25 November
1945 di sebut sebagai hari lahirnya PGRI.
Kelahiran PGRI sebagai wadah organisasi guru yang sedang berevolusi kemerdekaan,ini merupakan
manifestasi akan keinsyafan dan rasa tanggung jawab kaum guru Indonesia. Semua ini agar memenuhi
kewajiban akan pengabdiannya serta partisipasinya kepada perjuangan menegakkan dan mengisi
kemerdekaan Negara RI.

B. SARAN
Saran yang dapat diberikan dari makalah ini adalah:
1. Sebaiknya profesi guru harus dijunjung tinggi karena telah banyak pengorbanan-pengorbanan yang
terjadi.
2. Hendaknya kaum guru mengetehaui akan sejarah kelahiran profesi guru agar kaum guru sekarang
mengajar muridnya dengan sungguh-sungguh.
3. Para guru harus merasa beruntung mempunyai profesi sebagai guru,karena dapat menghasilkan anak
didik yang berguna bagi bangsa ini.

Sejarah Pendidikan di Indonesia dan Perkembangannya


Antar Generasi
Sejarah pendidikan di Indonesia telah berlangsung sejak lama. I Tsing,
pendeta Budha yang singgah di kerajaan Sriwijaya pada 687 masehi,
menjelaskan bahwa Palembang di masa tersebut merupakan pusat agama
Budha dimana pemikir dari berbagai negara berkumpul disana. Hanya saja,
pendidikan saat itu belum diatur dan berfokus pada ajaran Budha.
10

Peranan pemerintah dalam mengatur pelaksanaan pendidikan


terjadi sejak 1950 melalui draf undang-undang wajib belajar pendidikan
dasar 6 tahun. Prioritas dalam pendidikan semakin ditekankan pada era
pemerintahan presiden Soeharto yang diwujudkan dalam pendirian hampir
40.000 sekolah dasar baru pada akhir 1980an sehingga memungkinkan
tercapainya target wajib belajar 6 tahun.
Upaya meningkatkan mutu dan partisipasi pendidikan terus berlanjut hingga
kini. Mempelajari sejarah perkembangan pendidikan mestinya membuat kita
dapat memahami apa saja yang telah dicapai lewat pendidikan dan
mengevaluasi perbaikan yang dibutuhkan untuk menciptakan mutu dan
partisipasi pendidikan yang lebih baik.

Sejarah Pendidikan pada Zaman Pendudukan Belanda

11

Memasuki abad ke 16, bangsa Portugis datang ke Indonesia


dengan tujuan perdagangan dan berusaha menyebarkan
agama katolik. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendatang
Portugis ini mendirikan sekolah yang bertujuan memberikan
pendidikan baca, tulis, dan hitung sekaligus mempermudah
penyebaran agama katolik. Masuknya masa pendudukan
Belanda membuat kegiatan belajar mengajar di sekolah milik
pendatang Portugis menjadi terhenti.
Belanda juga membawa misi serupa Portugis yaitu
menyebarkan agama Protestan kepada masyarakat
setempat. Untuk mewujudkan misi ini, Belanda
melanjutkan apa yang dirintis oleh bangsa Portugis
dengan mengaktifkan kembali beberapa sekolah berbasis
keagamaan dan membangun sekolah baru di beberapa wilayah.
Ambon menjadi tempat yang pertama dipilih oleh Belanda dan
setiap tahunnya, beberapa penduduk Ambon dikirim ke
Belanda untuk dididik menjadi guru. Memasuki tahun 1627,
telah terdapat 16 sekolah yang memberikan pendidikan
kepada sekitar 1300 siswa.
Setelah mengembangkan pendidikan di Ambon, Belanda
memperluas pendidikan di pulau Jawa dengan mendirikan
sekolah di Jakarta pada tahun 1617. Berbeda dengan Ambon,
tidak diketahui apakah ada calon guru lulusan dari sekolah ini
yang dikirim ke Jakarta. Lulusan dari sekolah tersebut dijanjikan
bekerja di berbagai kantor administratif milik Belanda.

12

Memasuki abad ke 19, saat Van den Bosch menjabat Gubernur


Jenderal, Belanda menerapkan sistem tanam paksa yang
membutuhkan banyak tenaga ahli. Keadaan ini membuat
Belanda mendirikan 20 sekolah untuk penduduk Indonesia di
setiap ibukota karesidenan dimana pelajar hanya boleh berasal
dari kalangan bangsawan. Ketika era tanam paksa berakhir dan
memasuki masa politik etis, beberapa sekolah Belanda mulai
menerima pelajar dari berbagai kalangan yang kemudian
berkembang menjadi bernama Sekolah Rakjat.
Pada akhir era abad ke 19 dan awal abad ke 20, Belanda
memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi masyarakat
Indonesia dengan struktur sebagai berikut.

ELS (Europeesche Lagere School) Sekolah dasar bagi


orang eropa.
HIS (Hollandsch-Inlandsche School) Sekolah dasar bagi
pribumi.
MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Sekolah
menengah.
AMS (Algeme(e)ne Middelbare School) Sekolah atas.
HBS (Hogere Burger School) Pra-Universitas.

Memasuki abad ke 20, Belanda memperdalam pendidikan di


Indonesia dengan mendirikan sejumlah perguruan tinggi bagi
penduduk Indonesia di pulau Jawa. Beberapa perguruan tinggi
tersebut adalah:

School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA)


Sekolah kedokteran di Batavia.

Nederland-Indische Artsen School (NIAS) Sekolah


kedokteran di Surabaya.
13

Rechts Hoge School Sekolah hukum di Batavia.


De Technische Hoges School (THS) Sekolah teknik di
Bandung.

Pendidikan Indonesia pada Zaman Pendudukan Jepang

Memasuki masa pendudukan Jepang, sistem pendidikan


Belanda dihentikan dan digantikan oleh sistem pendidikan dari
Jepang. Jepang menyediakan sekolah rakyat (Kokumin Gakko)
sebagai pendidikan dasar, sekolah menengah sebagai
pendidikan menengah, dan sekolah kejuruan bagi guru.
Berbeda dengan sistem pendidikan Belanda yang dibatasi bagi
kalangan tertentu, pendidikan yang diterapkan Jepang tersedia
bagi semua kalangan.
14

Jepang melarang sekolah mengadakan pendidikan dalam


bahasa Belanda. Mereka menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa utama diikuti bahasa Jepang sebagai bahasa kedua.
Selain itu, Jepang juga banyak menanamkan ideologi mental
kebangsaan dengan memberlakukan tradisi seperti
menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, senam bersama
menggunakan lagu Jepang (taiso), mengibarkan bendera,
dan penghormatan terhadap kaisar.
Sejarah Pendidikan Indonesia 1945 1965

Sejarah sekolah Indonesia dan Macam-Macam Sekolah Pada Masa


Penjajahan
Apa kabar all, pasti anda siap2 untuk sekolah. Sebelum itu anda tahu gak sejarah
sekolah di Indonesia. Kalau gak tahu, mari kita ikuti sejarah sekolah si Indonesia.
Sekolah sebelum masa penjajahan
Sebelum masa penjajahan pendidikan yang ada di Indonesia berupa pendidikan
nonformal. Pendidikan ini telah ada sejak Zaman Kerajaan Hindu (atau sebelumnya),
sekolah/pendidikan dilangsungkan di tempat ibadah, perguruan atau padepokan.
Sekolah pada masa penjajahan
Murid pribumi tahun pelajaran 1919-1920 di sekolah Koning Willem III
di Weltevreden (kini Gambir) di Jakarta Pendidikan formal di Indonesia mulai dikenal
pada masa ini, pada awal masa penjajahan sampai tahun 1903 sekolah formal
masih dikhususkan bagi wargaBelanda di Hindia Belanda. Sekolah yang ada pada
masa itu diantaranya ELS,HIS, HCS, MULO, AMS [sunting] Europeesche Lagere
School ELS (singkatan dari bahasa Belanda: Europeesche Lagere School)
adalah Sekolah Dasar pada zaman kolonial Belanda di Indonesia.
ELS menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. ELS atau Sekolah
Rendah Eropa tersebut diperuntukkan bagi keturunan Eropa, keturunan timur asing
atau pribumi dari tokoh terkemuka. ELS yang pertama didirikan pada tahun
1817 dengan lama sekolah 7 tahun. Awalnya hanya terbuka bagi warga Belanda di
Hindia Belanda, sejak tahun 1903 kesempatan belajar juga diberikan kepada orangorangpribumi yang mampu dan warga Tionghoa.

15

Setelah beberapa tahun, pemerintah Belanda beranggapan bahwa hal ini ternyata
berdampak negatif pada tingkat pendidikan di sekolah-sekolah HIS dan ELS kembali
dikhususkan bagi warga Belanda saja.
Sekolah khusus bagi warga pribumi kemudian dibuka pada tahun 1907 (yang pada
tahun 1914 berganti nama menjadi (Hollandsch-Inlandsche School (HIS)) dengan
lama belajar 7 tahun, diperuntukan bagi keturunan Indonesia asli yang umumnya
anak bangsawan, tokoh terkemuka, atau pegawai negeri. Sementara sekolah bagi
warga Tionghoa, Hollandsch-Chineesche School (HCS) dibuka pada
tahun 1908 dengan lama belajar 7 tahun.
HCS dan HIS tersebut digolongkan dalam Eerste Klasse School atau Sekolah Kelas
Satu yang diperuntukan bagi penduduk non Eropa. Kesetaraan jenjang pendidikan
sekolah rendah (sekarang Sekolah Dasar): ELS - H Hollandsch-Inlandsche School
Sekelompok siswa HIS sedang mengunjungi Cisarua di bawah pengawasan
mahasiswa Hogere Kweekschool(sekolah pendidikan guru) Bandung pada tahun
1925-1926
Siswa HIS Sumenep pada tahun 1934 Hollandsch-Inlandsche School (HIS) adalah
sekolah pada zaman penjajahanBelanda. Pertama kali didirikan di Indonesia pada
tahun 1914[1] seiring dengan diberlakukannya Politik Etis.
Sekolah ini ada pada jenjang Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs) atau setingkat
dengan pendidikan dasar sekarang. HIS termasuk Sekolah Rendah dengan bahasa
pengantar bahasa Belanda(Westersch Lager Onderwijs), dibedakan
dengan Inlandsche School yang menggunakan bahasa daerah. Sekolah ini
diperuntukan bagi golongan penduduk keturunan Indonesia asli, sehingga disebut
juga Sekolah Bumiputera Belanda.
Pada umumnya disediakan untuk anak-anak dari golongan bangsawan, tokoh-tokoh
terkemuka, atau pegawai negeri. Lama sekolahnya adalah tujuh tahun.
[sunting]Peraturan Pendidikan 1848, 1892, dan Politik Etis 1901 Peraturan
pendidikan dasar untuk masyarakat pada waktu Hindia Belanda pertama kali
dikeluarkan pada tahun 1848, dan disempurnakan pada tahun 1892 di mana
pendidikan dasar harus ada pada setiap Karesidenan, Kabupaten, Kawedanaan,
atau pusat-pusat kerajinan, perdagangan, atau tempat yang dianggap perlu.
[2] Peraturan yang terakhir (1898) diterapkan pada tahun 1901 setelah
adanya Politik Etis atau Politik Balas Budi dari Kerajaian Belanda, yang diucapkan
pada pidato penobatan Ratu Belanda Wilhelminapada 17 September 1901, yang
intinya ada 3 hal penting: irigrasi, transmigrasi,pendidikan.[3] Pada zaman Hindia
Belanda anak masuk HIS pada usia 6 th dan tidak ada Kelompok Bermain (Speel
Groep) atau Taman Kanak-Kanak (Voorbels), sehingga langsung masuk dan selama
7 tahun belajar. Setelah itu dapat melanjutkan ke MULO, HBS, atau Kweekschool.
Bagi masyarakat keturunan Tionghoa biasanya memilih jalur HCS (Hollands
Chinesche School) karena selain bahasa pengantar Belanda, juga diberikan bahasa
16

Tionghoa. Di luar jalur resmi Pemerintah Hindia Belanda, maka masih ada pihak
swasta seperti Taman Siswa, Perguruan Rakyat, Kristen dan Katholik. Pada jalur
pendidikan Islam ada pendidikan yang diselenggrakan oleh Muhamadiyah, Pondok
Pesantren, dlsb. Hollandsche Chineesche School HCS (singkatan dari bahasa
Belanda: Hollandsch-Chineesche School) adalah sekolah-sekolah yang didirikan oleh
pemerintah kolonial Belanda di Indonesia khususnya untuk anak-anak
keturunan Tionghoa di Hindia Belanda saat itu. Sekolah-sekolah ini pertama kali
didirikan di Jakarta pada 1908, terutama untuk menandingi sekolah-sekolah
berbahasa Mandarin yang didirikan oleh Tiong Hoa Hwee Koan sejak 1901 dan yang
menarik banyak peminat. Sebagai perbandingan, pada tahun 1915, sekolah-sekolah
berbahasa Mandarin mempunyai 16.499 siswa, sementara sekolah-sekolah
berbahasa Belanda hanya mempunyai 8.060 orang siswa. HCS
menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya. Pada 1834, berkat
VOC dan para missionaries berdiri sekolah pendidikan guru (kweekschool)
Nusantara. Pendidikan guru ini mula-mula diselenggarakan di Ambon pada 1834.
Sekolah ini berlangsung sampai 30 tahun (1864) dan dapat memenuhi kebutuhan
guru pribumi bagi sekolah-sekolah yang ada pada waktu itu. Sekolah serupa
diselenggarakan oleh zending di Minahasa pada 1852 dan 1855 dibuka satu lagi di
Tanahwangko (Minahasa). Bahasa pengantar yang digunakan sekolah di Ambon dan
Minahasa adalah bahasa Melayu. Sebagai kelanjutan dari Keputusan Raja, tanggal
30 September 1848, tentang pembukaan sekolah dasar negeri maka untuk
memenuhi kebutuhan guru pada sekolah-sekolah dasar tersebut dibuka sekolah
pendidikan guru negeri pertamama di Nusantara pada 1852 di Surakarta didasarkan
atas keputusan pemerintah tanggal 30 Agustus 1851. Pada waktu sebelumnya,
Pemerintah telah menyelenggarakan kursus-kursus guru yang diberi nama Normaal
Cursus yang dipersiapkan untuk menghasilkan guru Sekolah Desa. Sekolah guru di
Surakarta ini murid-muridnya diambil dari kalangan priyayi Jawa. Bahasa
pengantarnya adalah bahasa Jawa dan melayu. Sekolah ini pada 1875 dipindahkan
dari Surakarta ke Magelang. Setelah pendirian Sekolah guru di Surakarta berturutturut didirikan sekolah sejenis di Bukitinngi (Fort de Kock) pada 1856, Tanah Baru,
tapanuli pada 1864, yang kemudian ditutup pada 1874, Tondano pada 1873, Ambon
pada 1874, Probolinggo pada 1875, Banjarmasin pada 1875, Makassar pada 1876,
dan Padang Sidempuan pada 1879. jenis sekolah ini mengalami pasang surut
karena adanya perubahan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan
sehingga beberapa sekolah ditutup dengan alasan penghematan keuangan negara.
Kweekscool yang ditutup terletak di Magelang dan Tondano pada 1875, Padang
Sidempuan (1891), Banjarmasin (1893), dan Makassar (1895). Penutupan sekolah
ini akibat dari malaise. Di Kweekschool, bahasa Belanda mulai diajarkan pada 1865,
dan pada 1871 bahasa tersebut merupakan bahasa wajib, tetapi pada 18885 dan
pada 1871 bahasa tersebut tidak lagi merupakan bahasa wajib. Pada dasawarsa
kedua abad ke-20, bahasa Belanda bukan lagi hanya bahasa wajib melainkan
menjadi bahasa pengantar. Pemerintah Hindia Belanda tidak banyak campur tangan
terhadap pendidikan guru bagi golongan Eropa, dan diserahkannya kepada swasta.
Pada akhir abad ke-19 pemerintah hanya menyelenggarakan kursus-kursus malam
17

di Batavia (1871) dan Surabaya (1891). Oleh pihak Katolik didirikan kursus-kursus di
Batavia, Semarang, dan Surabaya (1890).Sejarah Kweekschool di Hindia Belanda
[sunting]Peraturan Pendidikan 1848, 1892 dan Politik Etis 1901 Peraturan
pendidikan dasar untuk masyarakat pada waktu Hindia Belanda pertama kali
dikeluarkan pada tahun 1848, dan disempurnakan pada tahun 1892 di mana
pendidikan dasar harus ada pada setiap Karesidenan, Kabupaten, Kawedanaan,
atau pusat-pusat kerajinan, perdagangan, atau tempat yang dianggap perlu [1].
Peraturan yang terakhir (1898) diterapkan pada tahun 1901 setelah adanya Politik
Etis atau Politik Balas Budi dari Kerajaian Belanda, yang diucapkan pada pidato
penobatan Ratu BelandaWilhelmina pada 17 September 1901, yang intinya ada 3
hal penting: irigrasi, transmigrasi [2], pendidikan. Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
MULO (singkatan dari bahasa Belanda: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)
adalah Sekolah Menengah Pertama pada zaman kolonial Belanda diIndonesia. Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs berarti "Pendidikan Dasar Lebih Luas". MULO
menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pada akhir tahun 1930an, sekolah-sekolah MULO sudah ada hampir di setiap ibu kota kabupaten di Jawa.
Hanya beberapa kabupaten di luar Jawa yang mempunyai MULO. Peraturan
Pendidikan 1848, 1892, dan Politik Etis 1901 Peraturan pendidikan dasar untuk
masyarakat pada waktu Hindia Belanda pertama kali dikeluarkan pada tahun 1848,
dan disempurnakan pada tahun 1892 di mana pendidikan dasar harus ada pada
setiap Karesidenan (?), Kabupaten (?), Kawedanan (?), atau pusat-pusat kerajinan,
perdagangan, atau tempat yang dianggap perlu [1]. Peraturan yang terakhir (1898)
diterapkan pada tahun 1901 setelah adanya Politik Etis atau Politik Balas Budi dari
Kerajaan Belanda, yang diucapkan pada pidato penobatan Ratu
Belanda Wilhelmina pada 17 September 1901, yang intinya ada 3 hal
penting: irigasi, transmigrasi, dan edukasi. Pada zaman Hindia Belanda anak masuk
HIS pada usia 6 th dan tidak ada Kelompok Bermain (speel groep) atau Taman
Kanak-Kanak (di antaranya dengan dasar pendidikan Friedrich Frbel), sehingga
langsung masuk dan selama 7 tahun belajar. Setelah itu dapat melanjutkan ke
MULO, atau Kweekschool. Untuk memasuki HBS diperlukan syarat yang sangat
ketat, tamatan HIS tidak dapat masuk HBS. Bagi masyarakat keturunan Tionghoa
biasanya memilih jalur HCS (Hollands Chineesche School) karena selain bahasa
pengantar Belanda, juga diberikan bahasa Tionghoa. Di luar jalur resmi Pemerintah
Hindia Belanda, maka masih ada pihak swasta seperti Taman Siswa, Perguruan
Rakyat, Kristen dan Katholik. Pada jalur pendidikan Islam ada pendidikan yang
diselenggrakan oleh Muhamadiyah, Pondok Pesantren, dan lain sebagainya.
Algemeene Middelbare School AMS (singkatan dari bahasa Belanda Algeme(e)ne
Middelbare School) adalah Sekolah Menengah Atas pada zaman kolonial Belanda
di Indonesia. ELS menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. AMS
setara dengan SMA (Sekolah Menengah Atas) pada saat ini yakni pada jenjang
sekolah lanjutan tingkat atas. AMS menggunakan pengantar bahasa Belanda dan
pada tahun 1930-an, sekolah-sekolah AMS hanya ada di beberapa ibu kota provinsi
Hindia Belanda yaitu Medan (Sumatera), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa
Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Makassar (Indonesia Timur). Selain itu AMS ada di
18

Yogyakarta (Kasultanan Yogyakarta), Surakarta (Kasunanan Surakarta) dan


beberapa kota Karesidenan seperti di Malang. Selain itu ada beberapa AMS Swasta
yang dipersamakan dengan Negeri Di provinsi Borneo (Kalimantan) belum ada AMS.
]Peraturan Pendidikan 1848, 1892, dan Politik Etis 1901 Peraturan pendidikan dasar
untuk masyarakat pada waktu Hindia Belanda pertama kali dikeluarkan pada tahun
1848, dan disempurnakan pada tahun 1892. Pendidikan dasar dengan bahasa
pengantar (Hollands Inlandsche School, HIS) baru dibentuk pada tahun 1908 di
setiap Kabupaten di Jawa. Di setiap Kawedanaan ada Standard School yang
lamanya 4 tahun dan disetiap Desa, sejak tahun 1907 (di bawah Gubernur Jenderal
Van Heutz) ada Sekolah Desa(Volksschool) yang lamanya 3 tahun. Peraturan yang
terakhir (1898) diterapkan pada tahun 1901 setelah adanya Politik Etis atau Politik
Balas Budi dari Kerajaian Belanda, yang diucapkan pada pidato penobatan Ratu
Belanda Wilhelmina pada 17 September 1901, yang intinya ada 3 hal
penting: irigrasi, transmigrasi [1],pendidikan. Pada zaman Hindia Belanda anak
masuk HIS pada usia 6 th dan tidak ada Kelompok Bermain (Speel Groep) atau
Taman Kanak-Kanak (Frobels), sehingga langsung masuk dan selama 7 tahun
belajar. Setelah itu dapat melanjutkan ke MULO, AMS, atau Hogere Kweekschool.
Jalur untuk anak Belanda adalah Europese Lagere School (ELS)- HBS III- HBS V atau
ELS-Gymnasiun/Lyceum. Jalur Sekolah bagi anak Belanda juga dapat dimasuki oleh
anak Bumiputera dan Tionghoa yang terpilih. Bagi masyarakat keturunan Tionghoa
biasanya memilih jalur HCS (Hollands Chinesche School) karena selain bahasa
pengantar Belanda, juga diberikan bahasa Tionghoa. Di luar jalur resmi Pemerintah
Hindia Belanda, maka masih ada pihak swasta seperti Taman Siswa, Perguruan
Rakyat, Kristen dan Katholik. Pada jalur pendidikan Islam ada pendidikan yang
diselenggrakan oleh Muhamadiyah, Pondok Pesantren, dlsb. [Jalur Pendidikan AMS
Pada tahun 1916 Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menerima usul dari sebuah
komisi tentang pendidikan Algemeene Middelbareschool (AMS) yang seluruhnya
memuat studi 6 tahun. Bagian bawahnya disebut MULO afdeeling der AMS, dan
bagian atas disebut Voorbereind Hooger Onderwijs afdeeling der AMS (VHO).
Tamatan afdeeling VHO ini diterima berdasarkan peraturan di perguruan tinggi di
Negeri Belanda.[1] Pada tahun 1919 dibukalah AMS-B (jurusan wis -en
natuurkunde atau 'matematika dan ilmu pengetahuan alam') yang pertama di
Yogyakarta; dan kemudian AMS-I (jurusan westersch-klassieke letteren atau 'sastra
klasik Barat') di Bandung pada tahun 1920. Banyak orang tua murid menyekolahkan
anaknya ke AMS, karena dengan harapan dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi yaitu misalnya ke THS di Bandung (Technische Hooge School - didirikan tahun
1920 - sekarang - Institut Teknologi Bandung - ITB), RHS di Jakarta (Rechts Hooge
School - didirikan tahun 1924 - sekarang Fakultas Hukum UI Jakarta), atau GHS di
Jakarta (Geneeskudige Hooge School - didirikan tahun 1927 - sekarang Fakultas
Kedokteran UI Jakarta), ke Bogor di Landbouw Hooge School - didirikan tahun 1940 sekarang Institut Pertanian Bogor - IPB. Melalui AMS berarti harus menyelesaikan
MULO lebih dahulu yang tersebar di hampir semua provinsi yang hanya berjumlah
delapan, sedangkan kalau melalui HBS hanya ada di Surabaya, Semarang,
Bandung, Jakarta, atau Medan. Jalur A afdeling atau SMA Bagian-A pada tahun 1951
19

atau sekarang Sastra-Budaya, di mana akan ditekankan pada ilmu sastra dan
budaya, tentu saja jalur ini hanya untuk meneruskan ke RHS saja. Jalur B
afdeling atau SMA Bagian-B pada tahun 1951 atau sekarang Paspal, di mana akan
ditekankan pada ilmu alam dan ilmu pasti, jalur ini dapat ke semua jurusan RHS,
THS, GHS, ataupun LHS. Guru AMS Pada waktu itu, para guru AMS berpendidikan
tinggi dari RHS, THS, GHS, ataupun LHS. Sehingga misalnya guru aljabar pada
umumnya menyandang gelar Ir., guru sejarah menyandang gelar Mr., atau guru
botani menyandang gelar dokter (Arts)., dlsb.
-----SEKOLAH-SEKOLAH YANG ADA PADA SAAT PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA
Pada saat pemerintahan Kolonial Belanda sudah terdapat sekolah, tetapi masih
terbatas, dan hanya golongan tertentu saja yang bias masuk ke sekolah tersebut.
Sekolah-sekolah itu antara lain sebagai berikut:

Algemeene Middelbare School


Europeesche Kweekschool
Europeesche Lagere School
Hollandsche Chineesche School
Hogereburgerschool
Hollandsch Javaansche School
Hollandsch-Inlandsche School
Hollandsche Indische Kweekschool
Katholieke Kweekschool
Kweekschool
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
Schakelschool
Technische Hoogeschool te Bandoeng
Twede Inlandsche School
Tweede Inlandsche School
School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA)
Sekolah Desa (Volks School)

Di makalah ini saya akan membahas beberapa sekolah yang ada di Indonesia pada
saat pemerintahan Kolonial Bleanda
A. School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA)
Para akademisi Stovia tahun 1916
School tot Opleiding van Indische Artsen (bahasa Indonesia: Sekolah Pendidikan
Dokter Hindia), atau yang juga dikenal dengan singkatannya STOVIA, adalah
sekolah untuk pendidikan dokter pribumi di Batavia pada zaman kolonial Hindia-

20

Belanda. Saat ini sekolah ini telah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia[1].
Sejarah pendirian
Kekhawatiran akan kurangnya tenaga juru kesehatan untuk menghadapi
berjangkitnya berbagai macam penyakit berbahaya di wilayah-wilayah jajahannya,
membuat pemerintah kolonial menetapkan perlunya diselenggarakan suatu kursus
juru kesehatan di Hindia Belanda. Pada 2 Januari 1849, dikeluarkanlah Surat
Keputusan Gubernemen no. 22 mengenai hal tersebut, dengan menetapkan tempat
pendidikannya di Rumah Sakit Militer (sekarang RSPAD Gatot Subroto) di kawasan
Weltevreden, Batavia (sekarang Gambir dan sekitarnya).
Pada tahun 5 Juni 1853, kegiatan kursus juru kesehatan ditingkatkan kualitasnya
melalui Surat Keputusan Gubernemen no. 10 menjadiSekolah Dokter Djawa, dengan
masa pendidikan tiga tahun. Lulusannya berhak bergelar Dokter Djawa, akan
tetapi sebagian besar pekerjaannya adalah sebagai mantri cacar.
Selanjutnya Sekolah Dokter Djawa yang terus menerus mengalami perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum. Pada tahun 1889 namanya diubah menjadi School tot
Opleiding van Inlandsche Geneeskundigen(atau Sekolah Pendidikan Ahli Ilmu
Kedokteran Pribumi), lalu pada tahun 1898 diubah lagi menjadi School tot Opleiding
van Inlandsche Artsen (atau Sekolah Dokter Pribumi). Akhirnya pada tahun 1913,
diubahlah kata Inlandsche (pribumi) menjadi Indische (Hindia) karena sekolah ini
kemudian dibuka untuk siapa saja, termasuk penduduk keturunan Timur
Asing[2] dan Eropa, sedangkan sebelumnya hanya untuk penduduk pribumi.
Pendidikan dapat diperoleh oleh siapa saja yang lulus ujian dan masuk dengan
biaya sendiri.
Perubahan selanjutnya
Nama STOVIA tetap digunakan hingga tanggal 9 Agustus 1927, yaitu saat
pendidikan dokter resmi ditetapkan menjadi pendidikan tinggi, dengan
nama Geneeskundige Hoogeschool (atau Sekolah Tinggi Kedokteran). Sempat
terjadi beberapa kali lagi perubahan nama, yaituIka Daigaku (Sekolah Kedokteran)
pada masa pendudukan Jepang dan Perguruan Tinggi Kedokteran Republik
Indonesia pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Sejak 2 Februari 1950,
Pemerintah Republik Indonesia mengubahnya menjadi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, yang masih tetap berlaku hingga sekarang.
B. SEKOLAH DESA (VOLKS SCHOOL)
Pada tahun 1907 diciptakanlah sekolahbaru, yakni Sekolah Desa. Di samping
pelajaran membaca, menulis, dan berhitung juga di ajarkan pekerjaan tangan
membuat keranjang, pot, genteng dan sebagainya. Yang digunakan sebagai tempat
beljar sementara ialah pendopo, sambil mendirikan sekolah dengan bantuan muridmurid. Guru-guru diambil dari kalngan penduduk sendiri. Sekolah itu sendiri primitif
21

dimana murid-murid duduk dilantai seperti di rumah sendiri, kaleng kosong yang
diperoleh dari toko-toko cina digunakan sebagai alas untuk menulis. Sebidang tanah
dipagari sebagai tempat untuk menggembala kerbau-kerbau saat mereka sedang
belajar yang diawasi oleh seorang yang dewasa. Sekolah dibuka jam 09.00-12.00
dan 13.00-15.00.
Walaupun demikian sekolah ini tidak pernah mencapai tujuannya untuk
menjadi lembaga pendidikan universal bagi seluruh masyarakat sebab:
Biaya finansial yang menurut pemerintah tidak dapat ditanggungnya
Mereka yang telah menikmati pendidikan formal menganggap dirinya tak layak
bekerja di sawah.
Berbagai kemungkinan dapat di pertimbangkan untuk memperluas pendidikan.
Sekolah Kelas Dua dianggap terlampau mahal, sehingga dicari tipe sekolah baru,
yakni Sekolah Desa.

1.Kurikulum
Walaupun kurikulum Sekolah Desa sangat sederhana namun masih di rasa kurang
relevan dengankebutuhan rakyat desa. Walaupun ada saran untuk memperluas
kurikulum Sekolah Desa Dengan pekerjaan tangan, pengetahuan tentang gejalagejalayang dihadapi petanidalam kehidupan sehari-hari, dan sebagainyanamun
kurikulumnya tetap sangat sederhana, seperti misalnya Sekolah Desa di Aceh:
Kelas I: membaca dan menulis Bahasa Melayu dengan Huruf Latin, Latihan
bercakap-cakap, berhitung 1-20.
Kelas II: Lanjutan: membaca dan menulis dengan Huruf Arab, Dikte dalam kedua
macam tulisan itu.
Kelas III: Ulangan. Berhitung diatas 100. Pecahan sederhana.
Di Jawa sekolah ini disesuaikan dengan kondisi setempat, dengan menggunakan
bahasa setempat sebagai pengantar. Bahasa Melayu tidak termasuk mata
pelajaran. Kesulitan keuangan pemerintah (1922-1923) mempercepat perpaduan itu
dengan menjadikan Volksschool sebagai substructur Sekolah Sambungan
(Vervolgschool) dengan mengadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa. Akhirnya
Sekolah Desa menjadi bagian dari Sekolah Kelas Dua, sesuatu yang semula ingin di
ellakkan oleh pemerintah.
2.Rangkuman Dan Tinjauan
Sekolah Desa merupakan perwujudan pemerintah dalam menyebarkan pendidikan
dengan seluas mengkin dan dengan biaya serendah mungkin. Di kalangan
penduduk untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Untuk memelihara
22

keberhasilannya pemerintah harus memberikan bantuan keuangan. Sekolah Desa


ternyata dapat berkembang hingga sangat pesat yang sebelumnya tidak pernah
dicapai oleh sekolah-sekolah sebelumnya.
Sekolah Desa merupakan usaha pendidikan terbesar yang pernah dijalankan oleh
pemerintah Belanda untuk memberi kesempatan kepada rakyat Indonesia dalam
mengenyam pendidikan. Sekolah Desa sering dikecam karena kurikulumnya yang
sederhana dan mutu guru serta pendidikannya yang rendah. Namun sekolah ini
juga memberi kontribusi dalam menambah orang yang melek huruf, Sekolah Desa
juga membawa pendidikan formal sampai ke pelosok pedesaan dan menjadi
penyebar buah pikiran serta pengetahuan barat, menjadikan masyarakat agar lebih
sadar akan pentingnya pendidikan.
C. EUROPESE LAGERE SCHOOL (ELS)
Setelah Hindia Belanda diterima kembali dari tangan inggris pada tahun 1816 oleh
para komisaros jenderal, maka pendidikan ditanggapi secara serius dan sungguhsungguh. Akan tetapi mereka lebih tertuju kepada anak-anak keturunan Belanda
saja. Sekolah Belanda atau (ELS) dimaksudkan agar sama dengan yang ada di
nederland, walaupun terdapat perbedaan dengan muridnya.sebelum tahun 1870
hanya sedikit sekali dari murid-murid yang sanggup berbahasa belanda.

Gambar: Europese Lagere School


Guru-guru belanda mengakui kemampuan anak-anak Indonesia dalam segala mata
pelajaran, sekalipun semua meta pelajaran tersebut menggunakan bahasa belanda.
Anak-anak ini terutama berasal dari golongan elite Indonesia. Prestasi anaka
Indonesia tidak kalah dengan anak keturunan belanda, terlihat dari presentase
lulusan masuk HBS atau ujian masuk pegawai rendah.
Namun kapasitas intelktual bukan menjadi satu-satunya syarat memasuki ELS akan
tetapi kedudukan sosial orang tua. Hal ni dijadikan siasat dalam politik belanda
dalam menghadapi orang Indonesia yang 200 kali lipat jumlahnya. Sambil
membatasi pendidikan untuk orang Indonesia, mereka memberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk anak belanda agar mempertahankan jarak antara penjajah
dengan yang dijajah dan mempertahankan pekerjaan yang terbaik bagi orang
belanda.
ELS menetukan pola sekolah rendah 7 tahu, yang kemudian diikuti oleh HCS dan
HIS. Bagi anak Indonesia sekolah yang bercorak barat justru semakin menjauhkan
mereka dari kebudayyan asli mereka sendiri. Lagipula mempelajari bahasa belanda
sukar dan menelan waktu banyak. Kurikulum ELS yang sebagian besar ditetapkan di
nederland tak mungkin relevan dengan kebutuhan anak Indonesia.

23

D. HOGERE BURGER SCHOOL


HBS (Hogere Burger School) yang merupakan sekolah lanjutan tinggi pertama untuk
warga negara pribumi dengan lama belajar 5 tahun, dan menggunakan bahasa
Belanda sebagai bahasa pengantarnya. Pendidikan HBS selama 5 tahun setelah HIS
atau ELS adalah lebih pendek dari pada melalui jalur MULO (3 tahun) + AMS (3
tahun). Di sini dibutuhkan murid yang pandai, terutama bahasa Belanda. Bung
Karno merupakan salah satu murid HBS di Surabaya sebelum beliau masuk THS
( sekarang ITB ) di Bandung. Pada waktu itu HBS hanya ada di kota Surabaya,
Semarang, Bandung, Jakarta dan Medan, sedangkan AMS ada di kota Jakarta,
Bandung, Medan, Yoyakarta dan Surabaya.

Description: sekolah jaman kolonial belanda, sekolah masa kolonial, sekolah


belanda
Reviewer: Ivan Sujatmoko ItemReviewed: Sekolah Jaman Kolonial Belanda
Rating: 4.5
MEER UITGEBREID LAGER ONDERWIJS (MULO)
Adalah bagian dari sistim pendidikan zaman kolonial Belanda di Indonesia. Sekolah
lanjutan tingkat pertama singkatan dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs dengan
tingkatan yang sama dengan smp / sltp pada masa kini. MULO menggunakan
Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pada akhir tahun 30-an, MULO sudah
ada hampir di setiap kota kawedanaan ( Kabupaten ).
Berbagai faktor mempengaruhi didirikannya MULO:
Murid-murid Indonesia yang puluhan ribu jumlahnya pada Sekolah Kelas Satu tak
mungkin dibiarkan begitu saja tanpa memberi kesempatan untuk melanjutkan
pelajarnnya, padahal anak Cina yang sebenarnya asing, telah diberikan kesempatan
yang serupa itu.
Berbagai kursus persiapan bagi calon-calon pendidikan pegawai, ahli hukum,
dokter, dan sebagainya, ternyata tidak serasi dan harus diganti dengan MULO.
Sebelumnya hanya lilusan ELS yang diterima untuk berbagi sekolah latihan ituyang
menyebabkan membanjirnya anak-anak Indonesia ke ELS. Jadi MULO juga dimaksud
untuk membendung invasi anak-anak Indonesia ke ELS.
MULO didirikan sebagai lembaga pendidikan nonrasial.
Dari segi organisasi MULO mempunyai kedudukan yang sangat penting. Dengan
adanya MULO dan diubahnya Sekolah Kelas Satu menjadi HIS, maka anak-anak
Indonesia mempunai kesempatan untuk dapat memperoleh kesempatan pendidikan
setinggi-tingginya.

24

MULO akhirnya meniadakan ujian untuk pegawai rendah (Klein Ambtenaars


Examen). MULO membuka jalan untuk dapat melampui batas-batas sosial dan
merupakan badan yang ampuh untuk menghilangkan dominasi aristokrasi.
Program kurikulum terdiri atas 4 bahasa: Belanda, Perancis, Inggris, dan Jerman.
Setengah dari waktu digunakan untuk pelajaran bahasa, sepertiga untuk
matematika dan ilmu pengetahuan alam, dan seperenam untuk ilmu pengetahuan
sosial.
1.Lulusan Mulo
Mereka yang berhasil menamatkan mulo kebanyakan melanjutkan studi, ada juga
yang ke sekolah kejuruan, sebagian ke HBS ataupun AMS. Maka MULO mempunyai
tiga fungsi yakni:
a. Sebagai substruktur AMS,
b. Sekolah persiapan untuk melanjutkan ke sekolah kejuruan,
c. Sekolah terminal bagi mereka yang tidak melanjutkan studi
ALGEMENE MIDDELBARE SCHOOL (AMS)
AMS yang merupakan bagian dari sistem pendidikan zaman kolonial Belanda di
Indonesia. AMS setara dengan SMA (Sekolah Menengah Atas) pada saat ini yakni
pada jenjang sekolah lanjutan tingkat atas. AMS menggunakan pengantar bahasa
Belanda dan pada tahun 1930-an, sekolah-sekolah AMS hanya ada di beberapa ibu
kota provinsi Hindia Belanda yaitu Medan (Sumatera), Bandung (Jawa Barat),
Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Makassar (Indonesia Timur).
Selain itu AMS ada di Yogyakarta (Kasultanan Yogyakarta), Surakarta (Kasunanan
Surakarta) dan beberapa kota Karesidenan seperti di Malang. Selain itu ada
beberapa AMS Swasta yang dipersamakan dengan Negeri Di provinsi Borneo
(Kalimantan) belum ada AMS.

Gambar: Algemene Middelbare SchoolBanyak orang tua murid menyekolahkan


anaknya ke AMS, karena dengan harapan dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi yaitu misalnya ke THS di Bandung (Technische Hooge School didirikan tahun
1920 sekarang Institut Teknologi Bandung ITB), RHS di Jakarta (Rechts Hooge
School didirikan tahun 1924 sekarang Fakultas Hukum UI Jakarta), atau GHS di
Jakarta (Geneeskudige Hooge School didirikan tahun 1927 sekarang Fakultas
Kedokteran UI Jakarta), ke Bogor di Landbouw Hooge School didirikan tahun 1940
sekarang Institut Pertanian Bogor IPB. Melalui AMS berarti harus menyelesaikan
MULO lebih dahulu yang tersebar di hampir semua provinsi yang hanya berjumlah
delapan, sedangkan kalau melalui HBS hanya ada di Surabaya, Semarang,
Bandung, Jakarta, atau Medan.
Hollandsche Indische Kweekschool

25

Sejarah Kweekschool di Hindia Belanda


Pada 1834, berkat VOC dan para missionaries berdiri sekolah pendidikan guru
(kweekschool) Nusantara. Pendidikan guru ini mula-mula diselenggarakan di Ambon
pada 1834. Sekolah ini berlangsung sampai 30 tahun (1864) dan dapat memenuhi
kebutuhan guru pribumi bagi sekolah-sekolah yang ada pada waktu itu. Sekolah
serupa diselenggarakan oleh zending di Minahasa pada 1852 dan 1855 dibuka satu
lagi di Tanahwangko (Minahasa). Bahasa pengantar yang digunakan sekolah di
Ambon dan Minahasa adalah bahasa Melayu. Sebagai kelanjutan dari Keputusan
Raja, tanggal 30 September 1848, tentang pembukaan sekolah dasar negeri maka
untuk memenuhi kebutuhan guru pada sekolah-sekolah dasar tersebut dibuka
sekolah pendidikan guru negeri pertamama di Nusantara pada 1852 di Surakarta
didasarkan atas keputusan pemerintah tanggal 30 Agustus 1851. Pada waktu
sebelumnya, Pemerintah telah menyelenggarakan kursus-kursus guru yang diberi
nama Normaal Cursus yang dipersiapkan untuk menghasilkan guru Sekolah Desa.
Sekolah guru di Surakarta ini murid-muridnya diambil dari kalangan priyayi Jawa.
Bahasa pengantarnya adalah bahasa Jawa dan melayu. Sekolah ini pada 1875
dipindahkan dari Surakarta ke Magelang. Setelah pendirian Sekolah guru di
Surakarta berturut-turut didirikan sekolah sejenis di Bukitinngi (Fort de Kock) pada
1856, Tanah Baru, tapanuli pada 1864, yang kemudian ditutup pada 1874, Tondano
pada 1873, Ambon pada 1874, Probolinggo pada 1875, Banjarmasin pada 1875,
Makassar pada 1876, dan Padang Sidempuan pada 1879. jenis sekolah ini
mengalami pasang surut karena adanya perubahan kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan sehingga beberapa sekolah ditutup dengan alasan
penghematan keuangan negara. Kweekscool yang ditutup terletak di Magelang dan
Tondano pada 1875, Padang Sidempuan (1891), Banjarmasin (1893), dan Makassar
(1895). Penutupan sekolah ini akibat dari malaise. Di Kweekschool, bahasa Belanda
mulai diajarkan pada 1865, dan pada 1871 bahasa tersebut merupakan bahasa
wajib, tetapi pada 18885 dan pada 1871 bahasa tersebut tidak lagi merupakan
bahasa wajib. Pada dasawarsa kedua abad ke-20, bahasa Belanda bukan lagi hanya
bahasa wajib melainkan menjadi bahasa pengantar. Pemerintah Hindia Belanda
tidak banyak campur tangan terhadap pendidikan guru bagi golongan Eropa, dan
diserahkannya kepada swasta. Pada akhir abad ke-19 pemerintah hanya
menyelenggarakan kursus-kursus malam di Batavia (1871) dan Surabaya (1891).
Oleh pihak Katolik didirikan kursus-kursus di Batavia, Semarang, dan Surabaya
(1890).
Peraturan Pendidikan 1848, 1892, dan Politik Etis 1901
Peraturan pendidikan dasar untuk masyarakat pada waktu Hindia Belanda pertama
kali dikeluarkan pada tahun 1848, dan disempurnakan pada tahun 1892 di mana
pendidikan dasar harus ada pada setiap Karesidenan, Kabupaten, Kawedanaan,
atau pusat-pusat kerajinan, perdagangan, atau tempat yang dianggap perlu [1].
Peraturan yang terakhir (1898) diterapkan pada tahun 1901 setelah adanya Politik
Etis atau Politik Balas Budi dari Kerajaan Belanda, yang diucapkan pada pidato
26

penobatan Ratu Belanda Wilhelmina pada 17 September 1901, yang intinya ada 3
hal penting: irigrasi, transmigrasi[2], pendidikan.
Pada zaman Hindia Belanda anak masuk HIS pada usia 6 th dan tidak ada Kelompok
Bermain (Speel Groep) atau Taman Kanak-Kanak (Voorbels), sehingga langsung
masuk dan selama 7 tahun belajar. Setelah itu dapat melanjutkan ke MULO, HBS,
atau Kweekschool.
Bagi masyarakat keturunan Tionghoa biasanya memilih jalur HCS (Hollandsch
Chineesche School) karena selain bahasa pengantar Belanda, juga diberikan bahasa
Tionghoa.
Di luar jalur resmi Pemerintah Hindia Belanda, maka masih ada pihak swasta
seperti Taman Siswa, Perguruan Rakyat, Kristen dan Katholik. Pada jalur pendidikan
Islam ada pendidikan yang diselenggrakan oleh Muhamadiyah: Pondok
Pesantren tersebar di seluruh Indonesia,Muallimin di Yogyakarta, dlsb
Jenis jenjang pendidikan guru
Kweekschool adalah salah satu sistem pendidikan di zaman Hindia Belanda, terdiri
atas HIK (Holandsche Indische Kweekschool), atausekolah guru bantu yang ada di
semua Kabupaten dan HKS (Hoogere Kweek School), atau sekolah guru atas yang
ada di Jakarta, Medan,Bandung, dan Semarang, salah satu lulusan HKS Bandung
adalah Ibu Sud [1]. Europeesche Kweek School (EKS, sebangsa sekolah guru atas
dengan bahasa pengantar Belanda, yang berbeda dengan HIK) yang hanya
diperuntukan bagi orang Belanda atau pribumi ataupun orang Arab/Tionghoa yang
mahir sekali berbahasa Belanda, dan hanya ada di Surabaya. Pada waktu itu
misalnya satu kelas ada 28 orang, maka terdiri 20 orang Belanda, 6 orang
Arab/Tionghoa, dan 2 orang pribumi. Selain itu juga dikenal Hollandsche Chineesche
Kweekschool (HCK) khusus untuk yang keturunan Tionghoa, salah satu lulusan HCK
adalah P.K. Oyong [2]. Di Muntilan ada Katholieke Kweek School [3] atau sebangsa
seminari khusus untuk guru beragama Katholiek yang didirikan pada tahun 1911
dengan nama Kolese Xaverius Muntilan, lulusannya (yang pandai main musik)
adalah antara lain Cornel Simanjuntak (meninggal pada waktu revolusi sekitar 1946
akibat penyakit kronis TBC), R.A.J. Sudjasmin (di mana pada tahun 1946-1948
Gedung Kolese ini dipakai sebagai pendidikan Kepolisian RI sehingga beliau
berminat masuk jajaran Kepolisian RI), Binsar Sitompul, Liberty Manik, Suwandi,
dlsb. Setelah K.H.A. Dahlan mengujungi Muntilan, maka beliau juga terinspirasi
mendirikan bagi orang Islam, yaitu Muallimin di Yogyakarta pada tahun 1918 [4].

27

28

Anda mungkin juga menyukai