Asal Usul Hari Guru Nasional 25 November
Asal Usul Hari Guru Nasional 25 November
Indonesia (PGRI).
Pemerintah RI melalui Kepres No 78 Tahun 1994 menetapkan tanggal
HUT PGRI ke 70
Hari Guru Nasional ke 21
Hari Guru
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Prangko Peringatan Hari Guru di Indonesia
Hari Guru adalah hari untuk menunjukkan penghargaan terhadap guru, dan diperingati
pada tanggal yang berbeda-beda bergantung pada negaranya. Di beberapa negara, hari
guru merupakan hari libur sekolah.
India: 5 September
o Hari ulang tahun Presiden India Dr. Sarvapalli Radhakrishnan yang juga
seorang guru ditetapkan sebagai hari guru. Di sekolah-sekolah diadakan
perayaan, dan murid yang paling senior memainkan peran sebagai guru.
Indonesia: 25 November
o Hari Guru Nasional diperingati bersama hari ulang tahun Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI). Hari Guru Nasional bukan hari libur resmi, dan
dirayakan dalam bentuk upacara peringatan di sekolah-sekolah dan
pemberian tanda jasa bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah.
Guru di Indonesia dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.[4]
Iran: 2 Mei
o Peringatan wafatnya Morteza Motahari sebagai martir pada 2 Mei 1979.
Malaysia: 16 Mei
o Tanggal 16 Mei ditetapkan sebagai Hari Guru di Malaysia, karena pada 16
Mei 1956, Majelis Undang-Undang Persekutuan Tanah Melayu menerima
rancangan kurikulum dari Laporan Jawatankuasa Pelajaran.
Pakistan: 5 Oktober
RRC: 10 September
o Murid-murid biasanya memberikan hadiah balas jasa kepada guru, seperti
kartu ucapan dan bunga.
Vietnam:20 November
o Hari libur sekolah untuk mengunjungi guru dan mantan guru di rumah
masing-masing.
Albania: 7 Maret
Ceko: 28 Maret
Rusia: 5 Oktober
o Sejak tahun 1994, hari guru dirayakan tanggal 5 Oktober bertepatan
dengan Hari Guru Sedunia. Dari tahun 1965 hingga 1993, hari guru
dirayakan pada minggu pertama di bulan Oktober.
Polandia: 14 Oktober
Australia
o
Hari Jumat terakhir bulan Oktober dirayakan sebagai Hari Guru Sedunia di
Australia.
Guru merupakan pekerjaan tertua. Lebih dulu dibandingkan arsitek yang baru ada
setelah manusia tidak lagi tinggal di gua. Atau, lebih juga dari insiyur metalurgi yang
baru muncul pada masa manusia mengenal logam dan pengolahannya. Pekerjaan guru
ada sejak manusia mampu berpikir dan mengenal ilmu pengetahuan. Sepanjang
sejarah kehidupan manusia itu, guru selalu ada di tengah masyarakatnya. Ia
mengajarkan berbagai ilmu dan pengetahuan untuk mempermudah manusia
menjalankan kehidupannya. Atau kadang, hanya mengajarkan kebenaran. Dalam
lintasan sejarah Indonesia pekerjaan guru ternyata berkembang seiring dengan
perkembangan zaman. Mulai dari zaman kerajaan Hindu-Budha, kesultanan Islam
hingga masa Reformasi. Berikut guru-guru sepanjang zaman ...
Pada zaman dahulu, sebelum agama masuk Indonesia, seseorang yang ingin belajar harus mengunjungi
seorang petapa. Petapa itu mungkin saja yang telah meninggalkan tahta kerajaan karena sudah tua dan
memperdalam masalah kerohanian. Petapa itula yang disebut juga guru bagi muridnya yang menuntut
ilmu ditempat tersebut. Biasanya para murid mengerjakan sawah ladang petapa untuk keperluan hidup
sehari-hari.
Pada masa kerajaan Budha atau Hindu di Indonesia orang belajar di Bihara. Biksu yang mengajar
membaca serta menulis huruf sansekerta di Bihara tersebut disebut guru. Untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari mereka bekerja di ladang. Para siswa juga memberikan sedekah dari masyarakat untuk
membantu kehidupan sehari- hari.
Setelah agama Islam masuk di Indonesia orang belajar di Pesantren supaya dapat membaca Al-quran
dan melakukan sholat dengan benar. Ulama yang mengajar diPesantren juga dinamakan guru. Para
siswa biasanya tinggall di rumah ulama tersebut dan membantu bercocok tanam untyuk kebutuhan hidup
sehari-hari.
Para pedagang Portugis dan Belanda yang datang di Indonesia umumnya beragama Kristen, selain
berdagang mereka juga menyebarkan agama itu. Mempelajari agama Kristen, membaca dan menulis
huruf latin. Para pendeta yang mengajarkan agama Kristen itu juga disebut guru. Untuk kepentingan
penjajahannya Belanda memerlukan pegawai yang pandsai menulis dan membaca huruf latin. Karena
itu, mereka mendirikan sekolah dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang tidak berkaitan dengan agama.
14 dan maksimal17 tahun) dan inipun tak dapat dipastikan karena tidak adanya surat kelahiran. Ada
kalanya calon tanpa berpengetahuan bahasa Melayu, nerhitung dan membaca harus diterima. Karena itu
sekolah guru pada taraf permulaannya tak ubahnya sekolah rendah.
A. KESIMPULAN
Profesi guru pada zaman dahulu tepatnya pada zaman kerajaan hindhu budha sering disebut petapa.
Guru pada zaman ini identik dengan keagamaan. Tetapi pada zaman detik-detik proklamasi indonesia,
saat itulah rakyat berjuang agar negara ini bertahan dan terus merdeka. Tepat seratus hari kemerdekaan
Indonesia, diadakannya kongres I PGRI di Surakarta, kemudian di teruskan pada tanggal 25 November
1945 di sebut sebagai hari lahirnya PGRI.
Kelahiran PGRI sebagai wadah organisasi guru yang sedang berevolusi kemerdekaan,ini merupakan
manifestasi akan keinsyafan dan rasa tanggung jawab kaum guru Indonesia. Semua ini agar memenuhi
kewajiban akan pengabdiannya serta partisipasinya kepada perjuangan menegakkan dan mengisi
kemerdekaan Negara RI.
B. SARAN
Saran yang dapat diberikan dari makalah ini adalah:
1. Sebaiknya profesi guru harus dijunjung tinggi karena telah banyak pengorbanan-pengorbanan yang
terjadi.
2. Hendaknya kaum guru mengetehaui akan sejarah kelahiran profesi guru agar kaum guru sekarang
mengajar muridnya dengan sungguh-sungguh.
3. Para guru harus merasa beruntung mempunyai profesi sebagai guru,karena dapat menghasilkan anak
didik yang berguna bagi bangsa ini.
11
12
15
Setelah beberapa tahun, pemerintah Belanda beranggapan bahwa hal ini ternyata
berdampak negatif pada tingkat pendidikan di sekolah-sekolah HIS dan ELS kembali
dikhususkan bagi warga Belanda saja.
Sekolah khusus bagi warga pribumi kemudian dibuka pada tahun 1907 (yang pada
tahun 1914 berganti nama menjadi (Hollandsch-Inlandsche School (HIS)) dengan
lama belajar 7 tahun, diperuntukan bagi keturunan Indonesia asli yang umumnya
anak bangsawan, tokoh terkemuka, atau pegawai negeri. Sementara sekolah bagi
warga Tionghoa, Hollandsch-Chineesche School (HCS) dibuka pada
tahun 1908 dengan lama belajar 7 tahun.
HCS dan HIS tersebut digolongkan dalam Eerste Klasse School atau Sekolah Kelas
Satu yang diperuntukan bagi penduduk non Eropa. Kesetaraan jenjang pendidikan
sekolah rendah (sekarang Sekolah Dasar): ELS - H Hollandsch-Inlandsche School
Sekelompok siswa HIS sedang mengunjungi Cisarua di bawah pengawasan
mahasiswa Hogere Kweekschool(sekolah pendidikan guru) Bandung pada tahun
1925-1926
Siswa HIS Sumenep pada tahun 1934 Hollandsch-Inlandsche School (HIS) adalah
sekolah pada zaman penjajahanBelanda. Pertama kali didirikan di Indonesia pada
tahun 1914[1] seiring dengan diberlakukannya Politik Etis.
Sekolah ini ada pada jenjang Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs) atau setingkat
dengan pendidikan dasar sekarang. HIS termasuk Sekolah Rendah dengan bahasa
pengantar bahasa Belanda(Westersch Lager Onderwijs), dibedakan
dengan Inlandsche School yang menggunakan bahasa daerah. Sekolah ini
diperuntukan bagi golongan penduduk keturunan Indonesia asli, sehingga disebut
juga Sekolah Bumiputera Belanda.
Pada umumnya disediakan untuk anak-anak dari golongan bangsawan, tokoh-tokoh
terkemuka, atau pegawai negeri. Lama sekolahnya adalah tujuh tahun.
[sunting]Peraturan Pendidikan 1848, 1892, dan Politik Etis 1901 Peraturan
pendidikan dasar untuk masyarakat pada waktu Hindia Belanda pertama kali
dikeluarkan pada tahun 1848, dan disempurnakan pada tahun 1892 di mana
pendidikan dasar harus ada pada setiap Karesidenan, Kabupaten, Kawedanaan,
atau pusat-pusat kerajinan, perdagangan, atau tempat yang dianggap perlu.
[2] Peraturan yang terakhir (1898) diterapkan pada tahun 1901 setelah
adanya Politik Etis atau Politik Balas Budi dari Kerajaian Belanda, yang diucapkan
pada pidato penobatan Ratu Belanda Wilhelminapada 17 September 1901, yang
intinya ada 3 hal penting: irigrasi, transmigrasi,pendidikan.[3] Pada zaman Hindia
Belanda anak masuk HIS pada usia 6 th dan tidak ada Kelompok Bermain (Speel
Groep) atau Taman Kanak-Kanak (Voorbels), sehingga langsung masuk dan selama
7 tahun belajar. Setelah itu dapat melanjutkan ke MULO, HBS, atau Kweekschool.
Bagi masyarakat keturunan Tionghoa biasanya memilih jalur HCS (Hollands
Chinesche School) karena selain bahasa pengantar Belanda, juga diberikan bahasa
16
Tionghoa. Di luar jalur resmi Pemerintah Hindia Belanda, maka masih ada pihak
swasta seperti Taman Siswa, Perguruan Rakyat, Kristen dan Katholik. Pada jalur
pendidikan Islam ada pendidikan yang diselenggrakan oleh Muhamadiyah, Pondok
Pesantren, dlsb. Hollandsche Chineesche School HCS (singkatan dari bahasa
Belanda: Hollandsch-Chineesche School) adalah sekolah-sekolah yang didirikan oleh
pemerintah kolonial Belanda di Indonesia khususnya untuk anak-anak
keturunan Tionghoa di Hindia Belanda saat itu. Sekolah-sekolah ini pertama kali
didirikan di Jakarta pada 1908, terutama untuk menandingi sekolah-sekolah
berbahasa Mandarin yang didirikan oleh Tiong Hoa Hwee Koan sejak 1901 dan yang
menarik banyak peminat. Sebagai perbandingan, pada tahun 1915, sekolah-sekolah
berbahasa Mandarin mempunyai 16.499 siswa, sementara sekolah-sekolah
berbahasa Belanda hanya mempunyai 8.060 orang siswa. HCS
menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya. Pada 1834, berkat
VOC dan para missionaries berdiri sekolah pendidikan guru (kweekschool)
Nusantara. Pendidikan guru ini mula-mula diselenggarakan di Ambon pada 1834.
Sekolah ini berlangsung sampai 30 tahun (1864) dan dapat memenuhi kebutuhan
guru pribumi bagi sekolah-sekolah yang ada pada waktu itu. Sekolah serupa
diselenggarakan oleh zending di Minahasa pada 1852 dan 1855 dibuka satu lagi di
Tanahwangko (Minahasa). Bahasa pengantar yang digunakan sekolah di Ambon dan
Minahasa adalah bahasa Melayu. Sebagai kelanjutan dari Keputusan Raja, tanggal
30 September 1848, tentang pembukaan sekolah dasar negeri maka untuk
memenuhi kebutuhan guru pada sekolah-sekolah dasar tersebut dibuka sekolah
pendidikan guru negeri pertamama di Nusantara pada 1852 di Surakarta didasarkan
atas keputusan pemerintah tanggal 30 Agustus 1851. Pada waktu sebelumnya,
Pemerintah telah menyelenggarakan kursus-kursus guru yang diberi nama Normaal
Cursus yang dipersiapkan untuk menghasilkan guru Sekolah Desa. Sekolah guru di
Surakarta ini murid-muridnya diambil dari kalangan priyayi Jawa. Bahasa
pengantarnya adalah bahasa Jawa dan melayu. Sekolah ini pada 1875 dipindahkan
dari Surakarta ke Magelang. Setelah pendirian Sekolah guru di Surakarta berturutturut didirikan sekolah sejenis di Bukitinngi (Fort de Kock) pada 1856, Tanah Baru,
tapanuli pada 1864, yang kemudian ditutup pada 1874, Tondano pada 1873, Ambon
pada 1874, Probolinggo pada 1875, Banjarmasin pada 1875, Makassar pada 1876,
dan Padang Sidempuan pada 1879. jenis sekolah ini mengalami pasang surut
karena adanya perubahan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan
sehingga beberapa sekolah ditutup dengan alasan penghematan keuangan negara.
Kweekscool yang ditutup terletak di Magelang dan Tondano pada 1875, Padang
Sidempuan (1891), Banjarmasin (1893), dan Makassar (1895). Penutupan sekolah
ini akibat dari malaise. Di Kweekschool, bahasa Belanda mulai diajarkan pada 1865,
dan pada 1871 bahasa tersebut merupakan bahasa wajib, tetapi pada 18885 dan
pada 1871 bahasa tersebut tidak lagi merupakan bahasa wajib. Pada dasawarsa
kedua abad ke-20, bahasa Belanda bukan lagi hanya bahasa wajib melainkan
menjadi bahasa pengantar. Pemerintah Hindia Belanda tidak banyak campur tangan
terhadap pendidikan guru bagi golongan Eropa, dan diserahkannya kepada swasta.
Pada akhir abad ke-19 pemerintah hanya menyelenggarakan kursus-kursus malam
17
di Batavia (1871) dan Surabaya (1891). Oleh pihak Katolik didirikan kursus-kursus di
Batavia, Semarang, dan Surabaya (1890).Sejarah Kweekschool di Hindia Belanda
[sunting]Peraturan Pendidikan 1848, 1892 dan Politik Etis 1901 Peraturan
pendidikan dasar untuk masyarakat pada waktu Hindia Belanda pertama kali
dikeluarkan pada tahun 1848, dan disempurnakan pada tahun 1892 di mana
pendidikan dasar harus ada pada setiap Karesidenan, Kabupaten, Kawedanaan,
atau pusat-pusat kerajinan, perdagangan, atau tempat yang dianggap perlu [1].
Peraturan yang terakhir (1898) diterapkan pada tahun 1901 setelah adanya Politik
Etis atau Politik Balas Budi dari Kerajaian Belanda, yang diucapkan pada pidato
penobatan Ratu BelandaWilhelmina pada 17 September 1901, yang intinya ada 3
hal penting: irigrasi, transmigrasi [2], pendidikan. Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
MULO (singkatan dari bahasa Belanda: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)
adalah Sekolah Menengah Pertama pada zaman kolonial Belanda diIndonesia. Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs berarti "Pendidikan Dasar Lebih Luas". MULO
menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pada akhir tahun 1930an, sekolah-sekolah MULO sudah ada hampir di setiap ibu kota kabupaten di Jawa.
Hanya beberapa kabupaten di luar Jawa yang mempunyai MULO. Peraturan
Pendidikan 1848, 1892, dan Politik Etis 1901 Peraturan pendidikan dasar untuk
masyarakat pada waktu Hindia Belanda pertama kali dikeluarkan pada tahun 1848,
dan disempurnakan pada tahun 1892 di mana pendidikan dasar harus ada pada
setiap Karesidenan (?), Kabupaten (?), Kawedanan (?), atau pusat-pusat kerajinan,
perdagangan, atau tempat yang dianggap perlu [1]. Peraturan yang terakhir (1898)
diterapkan pada tahun 1901 setelah adanya Politik Etis atau Politik Balas Budi dari
Kerajaan Belanda, yang diucapkan pada pidato penobatan Ratu
Belanda Wilhelmina pada 17 September 1901, yang intinya ada 3 hal
penting: irigasi, transmigrasi, dan edukasi. Pada zaman Hindia Belanda anak masuk
HIS pada usia 6 th dan tidak ada Kelompok Bermain (speel groep) atau Taman
Kanak-Kanak (di antaranya dengan dasar pendidikan Friedrich Frbel), sehingga
langsung masuk dan selama 7 tahun belajar. Setelah itu dapat melanjutkan ke
MULO, atau Kweekschool. Untuk memasuki HBS diperlukan syarat yang sangat
ketat, tamatan HIS tidak dapat masuk HBS. Bagi masyarakat keturunan Tionghoa
biasanya memilih jalur HCS (Hollands Chineesche School) karena selain bahasa
pengantar Belanda, juga diberikan bahasa Tionghoa. Di luar jalur resmi Pemerintah
Hindia Belanda, maka masih ada pihak swasta seperti Taman Siswa, Perguruan
Rakyat, Kristen dan Katholik. Pada jalur pendidikan Islam ada pendidikan yang
diselenggrakan oleh Muhamadiyah, Pondok Pesantren, dan lain sebagainya.
Algemeene Middelbare School AMS (singkatan dari bahasa Belanda Algeme(e)ne
Middelbare School) adalah Sekolah Menengah Atas pada zaman kolonial Belanda
di Indonesia. ELS menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. AMS
setara dengan SMA (Sekolah Menengah Atas) pada saat ini yakni pada jenjang
sekolah lanjutan tingkat atas. AMS menggunakan pengantar bahasa Belanda dan
pada tahun 1930-an, sekolah-sekolah AMS hanya ada di beberapa ibu kota provinsi
Hindia Belanda yaitu Medan (Sumatera), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa
Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Makassar (Indonesia Timur). Selain itu AMS ada di
18
atau sekarang Sastra-Budaya, di mana akan ditekankan pada ilmu sastra dan
budaya, tentu saja jalur ini hanya untuk meneruskan ke RHS saja. Jalur B
afdeling atau SMA Bagian-B pada tahun 1951 atau sekarang Paspal, di mana akan
ditekankan pada ilmu alam dan ilmu pasti, jalur ini dapat ke semua jurusan RHS,
THS, GHS, ataupun LHS. Guru AMS Pada waktu itu, para guru AMS berpendidikan
tinggi dari RHS, THS, GHS, ataupun LHS. Sehingga misalnya guru aljabar pada
umumnya menyandang gelar Ir., guru sejarah menyandang gelar Mr., atau guru
botani menyandang gelar dokter (Arts)., dlsb.
-----SEKOLAH-SEKOLAH YANG ADA PADA SAAT PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA
Pada saat pemerintahan Kolonial Belanda sudah terdapat sekolah, tetapi masih
terbatas, dan hanya golongan tertentu saja yang bias masuk ke sekolah tersebut.
Sekolah-sekolah itu antara lain sebagai berikut:
Di makalah ini saya akan membahas beberapa sekolah yang ada di Indonesia pada
saat pemerintahan Kolonial Bleanda
A. School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA)
Para akademisi Stovia tahun 1916
School tot Opleiding van Indische Artsen (bahasa Indonesia: Sekolah Pendidikan
Dokter Hindia), atau yang juga dikenal dengan singkatannya STOVIA, adalah
sekolah untuk pendidikan dokter pribumi di Batavia pada zaman kolonial Hindia-
20
Belanda. Saat ini sekolah ini telah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia[1].
Sejarah pendirian
Kekhawatiran akan kurangnya tenaga juru kesehatan untuk menghadapi
berjangkitnya berbagai macam penyakit berbahaya di wilayah-wilayah jajahannya,
membuat pemerintah kolonial menetapkan perlunya diselenggarakan suatu kursus
juru kesehatan di Hindia Belanda. Pada 2 Januari 1849, dikeluarkanlah Surat
Keputusan Gubernemen no. 22 mengenai hal tersebut, dengan menetapkan tempat
pendidikannya di Rumah Sakit Militer (sekarang RSPAD Gatot Subroto) di kawasan
Weltevreden, Batavia (sekarang Gambir dan sekitarnya).
Pada tahun 5 Juni 1853, kegiatan kursus juru kesehatan ditingkatkan kualitasnya
melalui Surat Keputusan Gubernemen no. 10 menjadiSekolah Dokter Djawa, dengan
masa pendidikan tiga tahun. Lulusannya berhak bergelar Dokter Djawa, akan
tetapi sebagian besar pekerjaannya adalah sebagai mantri cacar.
Selanjutnya Sekolah Dokter Djawa yang terus menerus mengalami perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum. Pada tahun 1889 namanya diubah menjadi School tot
Opleiding van Inlandsche Geneeskundigen(atau Sekolah Pendidikan Ahli Ilmu
Kedokteran Pribumi), lalu pada tahun 1898 diubah lagi menjadi School tot Opleiding
van Inlandsche Artsen (atau Sekolah Dokter Pribumi). Akhirnya pada tahun 1913,
diubahlah kata Inlandsche (pribumi) menjadi Indische (Hindia) karena sekolah ini
kemudian dibuka untuk siapa saja, termasuk penduduk keturunan Timur
Asing[2] dan Eropa, sedangkan sebelumnya hanya untuk penduduk pribumi.
Pendidikan dapat diperoleh oleh siapa saja yang lulus ujian dan masuk dengan
biaya sendiri.
Perubahan selanjutnya
Nama STOVIA tetap digunakan hingga tanggal 9 Agustus 1927, yaitu saat
pendidikan dokter resmi ditetapkan menjadi pendidikan tinggi, dengan
nama Geneeskundige Hoogeschool (atau Sekolah Tinggi Kedokteran). Sempat
terjadi beberapa kali lagi perubahan nama, yaituIka Daigaku (Sekolah Kedokteran)
pada masa pendudukan Jepang dan Perguruan Tinggi Kedokteran Republik
Indonesia pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Sejak 2 Februari 1950,
Pemerintah Republik Indonesia mengubahnya menjadi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, yang masih tetap berlaku hingga sekarang.
B. SEKOLAH DESA (VOLKS SCHOOL)
Pada tahun 1907 diciptakanlah sekolahbaru, yakni Sekolah Desa. Di samping
pelajaran membaca, menulis, dan berhitung juga di ajarkan pekerjaan tangan
membuat keranjang, pot, genteng dan sebagainya. Yang digunakan sebagai tempat
beljar sementara ialah pendopo, sambil mendirikan sekolah dengan bantuan muridmurid. Guru-guru diambil dari kalngan penduduk sendiri. Sekolah itu sendiri primitif
21
dimana murid-murid duduk dilantai seperti di rumah sendiri, kaleng kosong yang
diperoleh dari toko-toko cina digunakan sebagai alas untuk menulis. Sebidang tanah
dipagari sebagai tempat untuk menggembala kerbau-kerbau saat mereka sedang
belajar yang diawasi oleh seorang yang dewasa. Sekolah dibuka jam 09.00-12.00
dan 13.00-15.00.
Walaupun demikian sekolah ini tidak pernah mencapai tujuannya untuk
menjadi lembaga pendidikan universal bagi seluruh masyarakat sebab:
Biaya finansial yang menurut pemerintah tidak dapat ditanggungnya
Mereka yang telah menikmati pendidikan formal menganggap dirinya tak layak
bekerja di sawah.
Berbagai kemungkinan dapat di pertimbangkan untuk memperluas pendidikan.
Sekolah Kelas Dua dianggap terlampau mahal, sehingga dicari tipe sekolah baru,
yakni Sekolah Desa.
1.Kurikulum
Walaupun kurikulum Sekolah Desa sangat sederhana namun masih di rasa kurang
relevan dengankebutuhan rakyat desa. Walaupun ada saran untuk memperluas
kurikulum Sekolah Desa Dengan pekerjaan tangan, pengetahuan tentang gejalagejalayang dihadapi petanidalam kehidupan sehari-hari, dan sebagainyanamun
kurikulumnya tetap sangat sederhana, seperti misalnya Sekolah Desa di Aceh:
Kelas I: membaca dan menulis Bahasa Melayu dengan Huruf Latin, Latihan
bercakap-cakap, berhitung 1-20.
Kelas II: Lanjutan: membaca dan menulis dengan Huruf Arab, Dikte dalam kedua
macam tulisan itu.
Kelas III: Ulangan. Berhitung diatas 100. Pecahan sederhana.
Di Jawa sekolah ini disesuaikan dengan kondisi setempat, dengan menggunakan
bahasa setempat sebagai pengantar. Bahasa Melayu tidak termasuk mata
pelajaran. Kesulitan keuangan pemerintah (1922-1923) mempercepat perpaduan itu
dengan menjadikan Volksschool sebagai substructur Sekolah Sambungan
(Vervolgschool) dengan mengadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa. Akhirnya
Sekolah Desa menjadi bagian dari Sekolah Kelas Dua, sesuatu yang semula ingin di
ellakkan oleh pemerintah.
2.Rangkuman Dan Tinjauan
Sekolah Desa merupakan perwujudan pemerintah dalam menyebarkan pendidikan
dengan seluas mengkin dan dengan biaya serendah mungkin. Di kalangan
penduduk untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Untuk memelihara
22
23
24
25
penobatan Ratu Belanda Wilhelmina pada 17 September 1901, yang intinya ada 3
hal penting: irigrasi, transmigrasi[2], pendidikan.
Pada zaman Hindia Belanda anak masuk HIS pada usia 6 th dan tidak ada Kelompok
Bermain (Speel Groep) atau Taman Kanak-Kanak (Voorbels), sehingga langsung
masuk dan selama 7 tahun belajar. Setelah itu dapat melanjutkan ke MULO, HBS,
atau Kweekschool.
Bagi masyarakat keturunan Tionghoa biasanya memilih jalur HCS (Hollandsch
Chineesche School) karena selain bahasa pengantar Belanda, juga diberikan bahasa
Tionghoa.
Di luar jalur resmi Pemerintah Hindia Belanda, maka masih ada pihak swasta
seperti Taman Siswa, Perguruan Rakyat, Kristen dan Katholik. Pada jalur pendidikan
Islam ada pendidikan yang diselenggrakan oleh Muhamadiyah: Pondok
Pesantren tersebar di seluruh Indonesia,Muallimin di Yogyakarta, dlsb
Jenis jenjang pendidikan guru
Kweekschool adalah salah satu sistem pendidikan di zaman Hindia Belanda, terdiri
atas HIK (Holandsche Indische Kweekschool), atausekolah guru bantu yang ada di
semua Kabupaten dan HKS (Hoogere Kweek School), atau sekolah guru atas yang
ada di Jakarta, Medan,Bandung, dan Semarang, salah satu lulusan HKS Bandung
adalah Ibu Sud [1]. Europeesche Kweek School (EKS, sebangsa sekolah guru atas
dengan bahasa pengantar Belanda, yang berbeda dengan HIK) yang hanya
diperuntukan bagi orang Belanda atau pribumi ataupun orang Arab/Tionghoa yang
mahir sekali berbahasa Belanda, dan hanya ada di Surabaya. Pada waktu itu
misalnya satu kelas ada 28 orang, maka terdiri 20 orang Belanda, 6 orang
Arab/Tionghoa, dan 2 orang pribumi. Selain itu juga dikenal Hollandsche Chineesche
Kweekschool (HCK) khusus untuk yang keturunan Tionghoa, salah satu lulusan HCK
adalah P.K. Oyong [2]. Di Muntilan ada Katholieke Kweek School [3] atau sebangsa
seminari khusus untuk guru beragama Katholiek yang didirikan pada tahun 1911
dengan nama Kolese Xaverius Muntilan, lulusannya (yang pandai main musik)
adalah antara lain Cornel Simanjuntak (meninggal pada waktu revolusi sekitar 1946
akibat penyakit kronis TBC), R.A.J. Sudjasmin (di mana pada tahun 1946-1948
Gedung Kolese ini dipakai sebagai pendidikan Kepolisian RI sehingga beliau
berminat masuk jajaran Kepolisian RI), Binsar Sitompul, Liberty Manik, Suwandi,
dlsb. Setelah K.H.A. Dahlan mengujungi Muntilan, maka beliau juga terinspirasi
mendirikan bagi orang Islam, yaitu Muallimin di Yogyakarta pada tahun 1918 [4].
27
28