Anda di halaman 1dari 14

Laporan Praktikum

Agroklimatologi
Klasifikasi Tipe Iklim

Nama

: Riyami

NIM

: G111 13 048

Kelas

:B

Kelompok

:9

Asisten
Agung

: Muhammad Rezki

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Iklim adalah integrasi secara umum dari kondisi cuaca yang mencakup
periode waktu tertentu pada suatu wilayah sedangkan cuaca menggambarkan
kondisi atmosfir pada suatu saat. Kondisi cuaca ataupun iklim ini dicirikan oleh
unsur-unsur atau komponen atau parameter cuaca atau iklim antara lain suhu,
angin, kelembaban, penguapan, curah hujan serta lama dan intensitas penyinaran
matahari. Kondisi dari unsur-unsur tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain tinggi tempat, lintang tempat dan posisi matahari.
Berdasarkan hal diatas, maka kondisi iklim di setiap daerah tidak sama dan
oleh karena itu terdapat penggolongan iklim yang sering disebut dengan istilah
klasifikasi iklim. Ada beberapa klasifikasi iklim yang dikenal, seperti iklim
menurut Koppen, Thornthwaite (merupakan klasifikasi iklim yang meliputi skala
dunia), serta Mohr, Schmidth Ferguson dan Oldeman (merupakan klasifikasi iklim
di Indonesia). Klasifikasi iklim ini seringkali dinyatakan sebagai tipe hujan,
karena data yang dianalisisnya adalah data curah hujan. Untuk penentuan
klasifikasi ini telah disepakati datanya harus tersedia paling sedikit 10 tahun yang
diperoleh dari satu stasiun klimatologi atau hasil rata-rata dari beberapa stasiun
yang tercakup di daerah yang akan ditentukan tipe iklimnya. Data yang
dikumpulkan adalah data curan hujan bulanan.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui cara penentuan
klasifikasi iklim dan implikasi dari iklim yang telah diketahui terhadap sektor
pertanian. Adapun kegunaan dari praktikum ini yaitu untuk menambah wawasan
dan keterampilan dalam penentuan klasifikasi iklim pada suatu wilayah.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Tipe Iklim Menurut Schmitd dan Fergusson
Menurut Lakitan (2002) klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson (1951)
didasarkan kepada perbandingan antara Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah
(BB). Kriteria BK dan BB yang digunakan dalam klasifikasi Schmidt-Ferguson
sama dengan Kriteria BK dan BB oleh Mohr, namun perbedaannya dalam cara
perhitungan BK dan BB akhir selama jangka waktu data curah hujan itu dihitung.
Ketentuan penetapan bulan basah dan bulan kering mengikuti aturan sebagai
berikut :
Bulan Kering (BK)

: bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm

Bulan Basah (BB)

: bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm

Bulan Lembab (BL) : bulan dengan curah hujan antara 60 100 mm


Bulan Lembab (BL) tidak dimasukkan dalam rumus penentuan tipe curah
hujan yang dinyatakan dalam nilai Q, yang dihitung dengan persamaan berikut :
Q = Jumlah Rata-Rata BK x 100 %
Jumlah Rata-Rata BB

Rata-rata jumlah bulan basah adalah banyaknya

B
B
bulan basah dari

seluruh

data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan, demikian pula rata-rata
jumlah bulan kering adalah banyaknya bulan kering dari seluruh data pengamatan
dibagi jumlah tahun data pengamatan. Dari nilai Q ini selanjutnya ditentukan tipe
curah hujan suatu tempat atau daerah dengan menggunakan Tabel Q atau diagram
segitiga kriteria kalsifikasi tipe hujan menurut Schmidt-Ferguson (Nawawi, 2001).
Sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson , cukup luas dipergunakan khususnya
untuk tanaman keras/tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan. Hal ini kiranya
cukup beralasan karena dengan sistem ini orang kurang tahu yang sebenarnya
kapan bulan kering atau kapan bulan basah terjadi. Apakah berturutan atau
berselang seling. Sebagai contoh kalu ada suatu wilayah mempunyai dua bulan
kering yang terjadi tidak berturutan untuk tanaman keras yang berakar dalam
mungkin tidak akan menimbulkan kerugian yang berarti, akan tetapi kalau hal itu
untuk keperluan tanaman semusim atau yang berakar dangkal dapat sangat

merugikan. Selain itu kriteria bulan basah dan bulan kering untuk beberapa
wilayah terlalu rendah (Dewi, 2005).
Tabel Klasifikasi Iklim Schmidt-Fergusson
Tipe Iklim

Vegetasi

Kriteria

A (Sangat Basah)

Hutan hujan tropika

0 < Q < 0.143

B (Basah)

Hutan hujan tropika

0.143 < Q < 0.333

C (Agak Basah)

Hutan rimba

0.333 < Q < 0.600

D (Sedang)

Hutan musim

0.600 < Q < 1.000

E (Agak Kering)

Hutan Sabana

1.000 < Q < 1.670

F (Kering)

Hutan sabana

1.670 < Q < 3.000

G (Sangat Kering)

Padang ilalang

3.000 < Q < 7.000

H (Luar Biasa Kering)Padang ilalang

7.000 < Q

Sumber: Lakitan (2002)


2.2 Klasifikasi Tipe Iklim Menurut Oldeman
Klasifikasi Oldeman Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman
didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman
padi dan palawija (Dwiyono, 2009). Pada klasifikasi Oldeman, penggolongan tipe
iklim untuk setiap zone dan intrepretasi iklimnya digunakan sebagai pedoman
untuk menentukan tipe iklim dan interpretasinya.
Klasifikasi iklim menurut Oldeman (1975) disebut juga dengan klasifikasi
agroklimat. Peta cuaca pertanian ditampilkan sebagai peta agroklimat. Klasifikasi
iklim ini terutama ditujukan kepada komoditi pertanian tanaman pangan utama
seperti padi, jagung, kedelai dan tanaman palawija lainnya. Karena penggunaan
air bagi tanaman-tanaman utama merupakan hal yang penting di lahan-lahan tadah
hujan, maka dengan data curah hujan dalam jangka lama, peta agroklimat
didasarkan pada periode kering. Curah hujan melebihi 200 mm sebulan dianggap
cukup untuk padi sawah, sedangkan curah hujan paling sedikit 100 mm per bulan
diperlukan untuk bertanaman di lahan kering (Nawawi,2001).
Dasar klasifikasi agroklimat ini ialah kriteria Bulan Basah dan Bulan Kering.
Bulan Basah (BB) adalah bulan dengan curah hujan sama atau lebih besar dari
200 mm. Bulan Kering (BK) adalah bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 100
mm.

Kriteria

penentuan

BB dan

BK

ini

didasarkan

pada

besarnya

evapotranspirasi, yaitu penguapan air melalui tanah dan tajuk tanaman.


Evapotranspirasi dianggap sebagai banyaknya air yang yang dibutuhkan oleh
tanaman (Bayong, 2004).
Sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa sistem ini terutama diarahkan
untuk tanaman pangan padi dan palawija . Dibandingkan dengan cara sebelumnya
cara

ini

sudah

lebih

maju

karena

secara

tidak

langsung

sekaligus

mempertimbangkan unsur cuaca yang lain seperti radiasi matahari dikaitkan


dengan kebutuhan air tanaman (Dewi, 2005).
Tabel Penggolongan Tipe Iklim Menurut Oldeman
ZONA

TIPE IKLIM

BULAN BASAH

BULAN KERING

A1

10-12 bulan

0-1 bulan

A2

10-12bulan

2 bulan

B1

7-9 bulan

0-1 bulan

B2

7-9 bulan

2-3 bulan

B3

7-9 bulan

4-5 bulan

C1

5-6 bulan

0-1 bulan

C2

5-6 bulan

2-3 bulan

C3

5-6 bulan

4-6 bulan

C4

5-6 bulan

7 bulan

D1

3-4 bulan

0-1 bulan

D2

3-4 bulan

2-3 bulan

D3

3-4 bulan

4-6 bulan

D4

3-4 bulan

7-9 bulan

E1

0-2 bulan

0-1 bulan

E2

0-2 bulan

2-3 bulan

E3

0-2 bulan

4-6 bulan

E4

0-2bulan

7-9 bulan

E5

0-2 bulan

10-12 bulan

Sumber: Dwiyono (2009)


Tabel Interpretasi Agroklimat Oldeman
TIPE

IKLIM PENJABARAN

A1, A2

Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang


karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah
sepanjang tahun

B1

Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal


musim tanam yang baik produksi tinggi bila panen musim
kemarau

B2, B3

Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur


pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk
tanaman palawija

C1

Tanam padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun

C2, C3

Tanaman padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun.


Tetapi penanaman palawija yang kedua harus hati-hati
jangan jatuh pada bulan kering

D1

Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi


bisa tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi waktu
tanam palawija

D2, D3, D4

Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija


setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi

Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat


satu kali palawija, itupun tergantung adanya hujan

Sumber: Dwiyono (2009)

BAB 3
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 13 November 2014 pukul 13.00
Wita, bertempat di Laboratorium Agroklimatologi Jurusan Agronomi, Fakultas
Pertanian Universitas Hasanuddin.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu: alat tulis, LCD dan layarnya, Laptop, dan
Program Microsoft Excel. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu data curah
hujan tahun 1990-1999.
3.3Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini terbagi menjadi
dua bagian yaitu:
3.3.1 Penentuan Tipe Iklim Menurut Schmidt dan Fergusson
a.

Menyiapkan alat dan data curah hujan minimal 10 tahun

b.

Menghitung bobot curah hujan

c.

Menentukan Bulan Basah (BB) dan Bulan Kering (BK) nya

d. Menjumlahkan masing-masing BK dan BB untuk seluruh data pengamatan


e.

Menghitung rata-rata Bulan Basah dan Bulan Keringnya

f.

Menghitung nilai Q dengan memasukan harga rata-rata BK dan harga ratarata BB kedalam rumus Q

g.

Melihat keberadaan nilai Q yang diperoleh pada tabel Schmidt-Ferguson

h.

Menyatakan tipe hujan atau tipe iklim di daerah yang bersangkutan.

3.3.2 Penentuan Tipe Iklim Menurut Oldeman


a.

Menyiapkan alat dan data curah hujan minimal 10 tahun

b.

Menghitung bobot curah hujan

c.

Menentukan Bulan Basah (BB) dan Bulan Kering (BK) nya

d.

Melihat banyaknya BB dan BK, kemudian melihat keberadaannya pada tabel


Oldeman, dan menyatakan tipe hujan atau tipe iklim di daerah yang
bersangkutan.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Hasil
4.1.1 Tabel Curah Hujan Stasiun Klimatologi Bonto Bili Kabupaten Gowa
Tahun 1990-1999

Sumber: Data Primer Curah Hujan Stasiun Klimatologi Boto Bili Kabupaten
Gowa yang belum diolah

4.1.2 Tabel Bobot Curah Hujan Stasiun Klimatologi Bonto Bili Kabupaten
Gowa Tahun 1990-1999

4.1.3 Tabel Klasifikasi Tipe Iklim Stasiun Klimatologi Bonto Bili Kabupaten
Gowa Menurut Schmidt-Fergusson

4.1.4 Tabel Klasifikasi Tipe Iklim Stasiun Klimatologi Bonto Bili Kabupaten
Gowa Menurut Oldeman

4.2 Pembahasan
Hasil analisis dari pengolahan data curah hujan Stasiun Klimatologi Bonto
Bili Kabupaten Gowa tahun 1990-1999 menunjukkan bahwa, berdasarkan
klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt-Fergusson daerah Bonto Bili masuk ke

dalam zona C (Q= 0,473684211). Ini berarti daerah tersebut memiliki kondisi
iklim yang agak basah (fairly wet) sebagaimana yang dinyatakan Lakitan (2002)
dalam tabel klasifikasi iklim menurut Schmidt-Fergusson. Sehingga daerah
tersebut banyak ditumbuhi oleh vegetasi hutan rimba.
Berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman, hasil analisis
pengolahan data tersebut menunjukkan bahwa daerah Bonto Bili masuk ke dalam
zona B dengan tipe iklim B3 (Bulan Basah= 7-9 bulan dan Bulan Kering= 4-5)
Bulan sebagaimana yang dinyatakan Dwiyono (2009) dalam tabel penggologan
iklim menurut Oldeman. Menurut interpretasi agroklimat oldeman, daerah ini
dapat ditanami padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim
kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija.

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.

Iklim pada daerah Bonto Bili menurut klasifikasi Schmidt-Fergusson masuk


ke dalam zona C atau iklim Agak Basah. Sedangkan menurut klasifikasi
Oldeman, daerah tersebut masuk ke dalam tipe iklim B3 (Bulan Basah= 7-9
bulan dan Bulan Kering= 4-5).

2.

Daerah tersebut banyak ditumbui oleh vegetasi tanaman hutan rimba. Daerah
ini dapat ditanami padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan
musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija.

5.2 Saran
Penjelasan mengenai pengolahan data lebih diperjelas begitu pula jadwal
untuk asistensi laporan.

DAFTAR PUSTAKA

Bayong, Tjasyono. 2004. Klimatologi. Bandung: ITB.


Dewi, Nur Kusuma. 2005. Kesesuaian Iklim Terhadap Pertumbuhan Tanaman.
http://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/Mediagro/article/.../898/10
10. Jurnal-Jurnal Pertanian Vol.1 no. 2, 2005 : hal 1 15. Diakses pada
Senin, 17 November 2014.
Dwiyono, H. 2009. Meteorologi Klimatologi. Malang: Universitas Negeri Malang.
Lakitan, B. 2002. Dasar Dasar Klimatologi . Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Nawawi, Gunawan. 2001. Pengantar Klimatologi Pertanian. Bandung: Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta.

LAMPIRAN
Perhitungan Nilai Q

Jumlah rata-rata BK= 3+5+2+4+5+3+6+5+1+2 = 3,6


10
Jumlah rata-rata BB= 8+6+9+8+6+9+5+5+11+9 = 7,6
10
Q= Jumlah rata-rata BK X 100%
Jumlah rata-rata BB
Q= 3,6 X 100%
7,6
Q= 0,473684211

Anda mungkin juga menyukai