Anda di halaman 1dari 7

Asidosis Metabolik pada Ruminansia

Secara fisiologis tubuh mempertahankan derajat keasaman dalam rentang normal yaitu
7,35-7,45. Semakin kecil pH maka semakin asam dan semakin besar pH maka semakin
basa.Mengapa derajat keasaman tubuh penting untuk dipertahankan?Derajat keasaman penting
dipertahankan untuk mencegah rusaknya enzim- enzim serta hormon dalam tubuh.Apabila
terjadi gangguan keseimbangan asam dan basa dalam tubuh maka dapat terjadi asidosis dan
alkalosis.
Asidosis adalah suatu kondisi patologis yang berhubungan dengan akumulasi asam
atau menipisnya cadanganbasa dalam darah

dan

jaringan tubuh,

dan ditandai

dengan

konsentrasi ion hidrogen yang meningkat. Asidosis metabolik pada hewan ruminansia dapat
terjadi pada sapi potong maupun sapi perah yang diberikan pakan yang mengandung karbohidrat
yang mudah di fermentasi (Greenwood dan McBride 2010).
Mikroba Anaerobik dalam rumen dan sekum akan melakukan fermentasi karbohidrat
untuk menghasilkan VFA(VolatilFattyAcid) dan laktat. Hewan ruminansia akan menyerap asam
organik

dari rumen

dan usus

untuk

metabolisme oleh

jaringan. Saat

pasokan karbohidrat meningkat tiba-tiba (yaitu, saat menggunaan konsentrat yang memiliki
kandungan pati yang tinggi), pasokan jumlah asam dan prevalensi laktat akan mengalami
peningkatan. Biasanya, laktat ada dalam saluran pencernaan dalam konsentrasi yang rendah,
tetapi

ketikapasokan karbohidrat

meningkat

dengan

tiba-tiba

maka

jumlah

laktat

akanmenumpuk. Adanya penumpukan asam yang tiba-tiba dapat menyebabkan terjadinya


penurunan pH darah dan rumen dan menyebabkan adanya kondisi asidosis (Owens et al. 1998).

Gambar 1 Sapi Perah (Dokumentasi pribadi)

Etiologi Asidosis
Asidosis metabolik umumnya di awali oleh adanya kondisi asidosis rumen (Greenwood
dan McBride 2010).Retikulorumen merupakan organ pencernaan pada ruminansia yang memiliki
ekosistem mikroba anaerobik. Mikroba dalam rumen melakukan proses pencernaan dengan
fermentasi, substrat akan dirubah menjadi asam organik. Masuknya substrat dalam jumlah yang
normal serta proses penyerapan yang baik akan menciptakan pH rumen yang stabil yaitu berkisar
5,8 6, 8. Pada keadaan asidosis pH rumen biasanya dibawah 5,5 (Nagaraja dan Titgemeyer
2006).
Kejadian asidosis metabolik pada ruminansia terjadi karena adanya konsumsi karbohidrat
yang mudah difermentasi secara berlebihan.Hal ini biasanya terjadi pada saat pemberian pakan
dari biji-bijian.Biji-bijian seperti gandum dan jagung merupakan jenis pakan yang mangandung
karbohidrat yang mudah difermentasi sehingga dapat menyebabkan kejadian asidosis. Pakan
yang dikonsumsi oleh hewan ruminansia akan masuk kedalam rumen dan melewati tahap
fermentasi oleh bakteri. Bakteri rumen akan merespon adanya peningkatan kandungan
karbohidrat yang mudah dicerna dengan peningkatan akvitas. Adanya peningkatan aktivitas

bakteri rumen menyebabkan senyawa kimia yang dihasilkan juga meningkat seperti VFA dan
laktat sehingga memungkinkan tejadinya asidosis rumen. Beberapa bakteri yang berperan adalah
Bifidobacterium,

Butyrivibrio,

Eubacterium,

Lactobacillus,

Mitsuokella,

Prevotella,

Ruminobacter, Selenomonas, Streptococcus, Succinimonas, dan Succinivibrio (Nagaraja dan


Titgemeyer 2006).
Penurunan pH dalam rumen juga dapat disebabkan oleh adanya kondisi kerusakan
lapisan epitel pada rumen. Jika terjadi kerusakan pada mukosa rumen maka kondisi penyerapan
akan terganggu sehingga memungkinkan terjadinya kondisi asidosis rumen. Penyerapan yang
lambat memungkinkan adanya peningkatan aktivitas mikroba rumen sehingga akan
menyebabkan produksi asam VFA dan laktat juga meningkat. Peningkatan dua senyawa kimia ini
dalam rumen menyebabkan terjadinya penurunan pH rumen dan menyebabkan kejadian
asidosis (Nagaraja dan Titgemeyer 2006).
Hasil fermentasi rumen berupa VFA dan laktat yang berlebihan akan diserap dan masuk
kedalam darah. Masuknya VFA dan laktat secara berlebihan dalam darah yang menyebabkan
terjadinya kondisi asidosis metabolik.Dalam darah terdapat mekanisme buffer yang dapat
menetralkan asam yang masuk dalam darah.Kondisi asidosis terjadi saat jumlah asam yang
masuk berlebihan dan jumlah buffer yang ada sedikit.Umumnya senyawa kimia yang bersifat
buffer dalam darah ialah ion bikarbonat (HCO3-) (Owens et al. 1998).
Seiring dengan menurunnya pH darah, dan peningkatan ion H+ terjadi penurunan
pembentukan urea dan peningkatan sinteasa glutamin di hati, serta peningkatan aktivitas
ginjal (Greenwood dan McBride 2010). Ginjal mengkompensasi keadaan asidosis dengan
mengeluarkan asam pada urin.Selain itu kompensasi dari keadaan asidosis ialah adanya
peningkatan ritme pernafasan.Pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat. Hal ini dilakukan

sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan
jumlah karbon dioksida. Asidosis metabolik terjadi terjadi jika terjadi kegagalan mekanisme
buffer oleh tubuh.Dimana ginnjal atau paru-paru tidak berfungsi maksimal dalam mengeluarkan
asam dalam tubuh.Walaupun demikian kondisi asidosis metabolik tetap terjadi jika jumlah asam
yang masuk dalam tubuh berlebihan.
Laporan dari Greenwood dan McBride (2010) menyebutkan bahwa pada kondisi asidosis,
ruminansia

akan

melaksanakan

mekanisme

peningkatan

sintesa

glutamine

sehingga

menyebabkan adanya peningkatan konsentrasi glutamine dalam plasma. Walaupun demikian


pada kasus asidosis kronis, akan terjadi penurunan konsentrasi glutamine, hal ini disebabkan oleh
penggunaan glutamine yang berlebihan saat awal kejadian asidosis. Glutamine adalah satu dari
20 asam amino yang memiliki rantai samping amida.glutamine dianggap sebagai molekul
penyimpan NH+ di dalam otot dan transportasi antar organ bagi senyawa tersebut. Meskipun
kadar glutamina di dalam protein otot hanya sekitar 4% dibandingkan dengan jumlah seluruh
asam amino yang terkadung dalam protein tersebut, otot dalam mengandung lebih dari 40%
glutamina dan plasma darah mengandung lebih dari 20%. Adanya sintesis glutamine dalam kasus
asidosis yang berlebihan memungkinkan adanya pengambilan glutamine dari otot melalui
mekanisme proteolisis otot. Pada ruminansia proses proteolisis otot tidak terjadi walaupun
demikian dalam plasma tetap ditemukan adanya peningkatan konsentrasi glutamine.

Gejala Asidosis
Tanda asidosis yang biasa terlihat pada hewan ruminansia ialah adanya penurunan nafsu
makan. Tanda-tanda klinis sangat bervariasi, tetapi biasanya menjadi jelas 12-36 jam setelah

konsumsi pakan yang mudah di fermentasi. Dalam bentuk akut, asidosis yang cukup parah
adalah pelemahan dari fungsi tubuh.Tanda paling awal adalah kelesuan.Berhentinya gerak
ruminal adalah indikasi yang sangat kuat terjadinya asidosis karena hal ini diakibatkan oleh
konsentrasi tinggi dari asam laktat dan VFA, khususnya butyrate.Kotoran awalnya pekat
kemudian menjadi berair dan sering berbusa, dengan bau yang menyengat. Dehidrasi akan
berkembang dalam waktu 24 hingga 48 jam. Hewan yang sembuh dapat meninggalkan
rumenitis, laminitis, atau pembengkakan hati.Hewan yang mengalami asidosis subacute jarang
menunjukkan tanda-tanda klinis (Owens et al. 1998).
Peningkatan pernafasan dapat terjadi pada beberapa sapi karena terjadinya peningkatan
jumlah karbon dioksida sebagai upaya memperlunak metabolic asidosis.pH Ruminal mungkin
baik dijadikan sebagai indikator asidosis subacute, namun pH ruminal dalam rentang asidosis
subacute (5,0-5,5) kemungkinan tidak mencerminkan sebuah asidosis, kecuali yang
berkelanjutan. Oleh karena itu, sampel isi ruminal untuk pengukuran pH, selain sangat tidak
praktis karena nilainya terbatas. Pada kondisi asidosis metabolik beberapa parameter yang dapat
digunakan untuk menilai kondisi asidosis ialah dengan mengukur pH, total karbon dioksida dan
bikarbonat (HCO3) dalam darah. Selain itu dapat juga dilakukan pengukuran pH urin
(Greenwood dan McBride 2010).
Indikator pH darah merupakan indikator penting dalam penentuan kejadian asidosis pada
hewan. Keadaan asidosis umumnya ditunjukkan oleh adanya penurunan pH yaitu dibawah 7,35.
Selain ini akan terlihat adanya peningkatan kadar asam laktat dan hematokrit (PCV) dalam darah
serta terdeteksinya endotoxin dan mediator inflamasi dalam darah (Owens et al. 1998).

Pengendalian Asidosis

Pengendalian asidosis cukup dipengaruhi oleh manajemen nutrisi. Evaluasi tentang


manajemen nutrisi adalah langkah pertama dalam mengendalikan asidosis.Salah satu strategi
untuk meminimalkan risiko yang berkaitan dengan pakan yang tinggi tingkat fermentasinya
(gandum, barley, jagung, dan sebagainya) adalah mencampur pakan dengan fermentasi tinggi
dengan bahan-bahan yang lebih rendah tingkat fermentasi patinya.Efisiensi pada kombinasi
pakan, lebih baik dibandingkan dengan menggunakan satu pakan (Owens et al. 1998).
Umumnya,

hijauan

ditambahkan

ke

pakan

finishing

untuk

mengendalikan

asidosis.Dengan adanya pemberian hijauan dengan bahan kasar yang tinggi dapat menjaga
integritas dari papila rumen. Papila rumen yang normal memiliki ukuran permukaan mukosa
yang lebih luas sehingga proses absorbsi dan pencernaan makanan akan menjadi lebih
baik. Selain dengan manajemen nutrisi, kasus asidosis juga dapat diatasi dengan pemberian
pakan aditif yang dapat menghambat pembentukan mikroba yang menghasilkan laktat.Pemberian
beberapa jenis bakteri tertentu, mencegah adanya pembentukan glukosa dan asam laktat yang
berlebihan sehingga kejadian asidosis dapat di hindari (Owens et al. 1998).

Daftar Pustaka

Owens FN, Secrist DS, Hill WJ, Gill DR. 1998. Asidosis in Cattle: A Review. J Anim
Sci 76:275-286.
Greenwood SL, McBride BW. 2010. Development and characterization of the ruminant model of
metabolic acidosis and its effects on protein turnover and amino acid status.
Dalam Australasian Dairy Science Symposium.Proceedings of the 4th Australasian Dairy
Science Symposium, Melbourne. Augustus 2010. Hal 400-404.
Nagaraja TG, Titgemeyer EC. 2006. Ruminal Asidosis in Beef Cattle: The Current
Microbiological and Nutritional Outlook.Journal of Dairy Science 90: E17-E38

Anda mungkin juga menyukai