Anda di halaman 1dari 45

PRESENTASI KASUS

HIPERTENSI GRADE I DAN DIABETES MILITUS TIPE II PADA WANITA


PARUH BAYA DENGAN STATUS GIZI BERLEBIH DISERTAI KEKHAWATIRAN
DAN PENGETAHUAN YANG KURANG TERHADAP PENYAKITNYA PADA
RUMAH TANGGA YANG TIDAK BER-PHBS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga
Puskesmas Kota Gede II Yogyakarta

Disusun Oleh:
Bachtiar Arif N.H
20090310153
Diajukan Kepada:
dr. Oryzati Hilman, MSc. CMFM, PhD
dr. Hj. Sita Andiastuti

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
HIPERTENSI GRADE I DAN DIABETES MILITUS TIPE II PADA
WANITA PARUH BAYA DENGAN STATUS GIZI BERLEBIH DISERTAI
KEKHAWATIRAN DAN PENGETAHUAN YANG KURANG TERHADAP
PENYAKITNYA PADA RUMAH TANGGA YANG TIDAK BER-PHBS
Telah dipresentasikan pada tanggal:
7 Juni 2015

Disusun Oleh:
Bachtiar Arif N.H
20090310153

Disetujui Oleh:

Dokter Pembimbing

Dokter Pembimbing Puskesmas

dr. Oryzati Hilman, MSc. CMFM, PhD

dr. Hj. Sita Andiastuti

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus hipertensi grade I dan
diabetes militus tipe II pada wanita paruh baya dengan status gizi berlebih disertai
kekhawatiran dan pengetahuan yang kurang terhadap penyakitnya pada rumah tangga
yang tidak ber-PHBS ini. Sholawat dan salam tak lupa penulis haturkan kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat pendidikan
profesi kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang setulusnya
kepada :
1. dr. Oryzati Hilman, MSc. CMFM, PhD selaku dokter pendidik klinik
2. dr. Hj. Sita Andiastuti selaku dokter pembimbing puskesma
3. Rekan-rekan dokter muda, serta semua pihak yang telah membantu
Penulisan presentasi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, karena penulis
mengharapkan saran dan kritik yang berguna.Semoga selanjutnya tulisan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Yogyakarta, 3 Juni 2015

Bachtiar Arif N.H

BAB I

PRESENTASI KASUS
a. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Ny. Sutinah

Umur

: 57 tahun

Jenis kelamin

: Wanita

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Jawa

Alamat

: Gambiran RT 05, RW 01 Kota Gede, Yogyakarta

Pendidikan terakhir

: S1

Tanggal kunjungan ke Pusksesmas terakhir

: 27 Mei 2015

Tanggal home visit

: 28 Mei 2015

b. ANAMNESIS HOLISTIK

Keluhan utama

: Kontrol tensi dan DM

Keluhan tambahan

: Pusing, leher trasa kaku dan perut tidak enak

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke Puskesmas Kota Gede II dengan keluhan kontrol tensi dan
DM, pasien juga mengeluh pusing dan perut tidak enak. Keluhan pertama kali
dirasakan sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan pusing dan leher kaku terutama
dirasakan ketika obat rutin pasien habis. Pasien rutin kontrol hipertensinya,

namun untuk kadar gula darahnya jarang pasien cek. Pasien didiagnosa
menderta DM sejak 2 tahun yang lalu. Tidak ada gangguan BAB dan BAK.
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat penyakit hipertensi (+) sejak 15 tahun
Riwayat diabetes mellitus (+) sejak 2 tahun
Riwayat batuk lama disangkal
Riwayat sakit jantung disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi

: ibu pasien

Riwayat Diabetes Melitus

: bapak pasien

Riwayat Stroke

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat asma & alergi

: disangkal

Riwayat Personal Sosial Lingkungan


a. Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah S1.
b. Pekerjaan
Pasien merupakan seorang ibur rumah tangga, untuk memenuhi
kebutuhan sahari-hari pasien menggunakan uang pensiunan dari
suaminya dan pasien sehari-hari menjahit jika ada pesanan. Semua
penghasilan itu dirasa sangat cukup bahkan lebih.
c. Perkawinan
Pasien sudah menikah selama 38 tahun.

d. Lingkungan
Pasien di rumah tinggal bersama suami, dan ketiga orang anaknya.
Pasien tinggal didaerah perkotaan yang cukup padat, lingkungan tempat
tinggal pasien cukup bersih dan mempunyai sanitasi yang baik.
e. Bersosialisasi
Pasien menjalin hubungan baik dengan keluarga dan masyarakat sekitar,
dan sering mengikuti pengajian serta perkumpulan dilingkungannya.
Pasien juga merupakan ketua dari ibu-ibu pkk di lingkunganya.
f. Gaya Hidup
Pasien makan 2-3 kali sehari, menu makanan yang dimakan bervariasi,
baik sayur maupun lauk sesuai dengan keinginan pasien.
Review Sistem
Neurologi

: nyeri kepala (+), kaki kesemutan (-)

Respirasi

: batuk (-), pilek (-), sesak napas (-),

Kardiovaskular

: takikardi (-), nyeri dada (-)

Gastrointestinal

: mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB lancar.

Urogenital

: BAK lancar, nyeri BAK (-)

Muskuloskeletal

: nyeri lutut (-)

Integumentum

: gatal (-)

c. ANAMNESIS ILLNES

a. Perasaan
Pasien merasa khawatir akan terkena penyakit ginjal karena terus-terusan
mengkonsumsi obat. Pasien juga merasa khawatir akan komplikasi dari
penyakitnya.
b. Ide
Pasien tidak mengetahui jika sakit yang diderita baik darah tinggi dan
diabetes militus dapat disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat dan
faktor psikososial.
c. Harapan
Pasien berharap agar sakit darah tinggi yang dideritanya tidak menjadi
komplikasi dan tekanan darah dan gulanya dapat selalu terkontrol dalam
batas normal.
d. Efek terhadap fungsi dan sosial.
Pasien memang sudah membatasi diri dari melakukan aktivitas yang
terlalu berat, namun masih bersosialisasi dengan baik pada tetangga, dan
masih mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari.
d. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum
: baik
2. Kesadaran
: compos mentis
3. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 160/80 mmHg
Nadi
: 90x/menit, reguler, isi, dan tegangan cukup
Suhu badan : 36.5 C
Pernapasan : 20x/menit
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 60 Kg

4.

5.

6.
7.
8.
9.

BMI
: 23,4 (Overweight)
Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala : Simetris, Mesosefal
Rambut
: Warna hitam dan putih, tidak mudah dicabut
Pemeriksaan Mata
Palpebra
: Edema (-/-)
Konjungtiva
: Anemis (-/-)
Sklera
: Ikterik (-/-)
Kornea
: Arcus senilis (-/-)
Pupil
: Reflek cahaya (+/+), isokor
Lensa
: Jernih/jernih
Pemeriksaan telinga
: Nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)
Pemeriksaan Hidung
: Sekret(-/-), epistaksis(-/-)
Pemeriksaan mulut dan gigi: Faring hiperemis(-), gigi berlubang(-)
Pemeriksaan Leher
Kelenjar tiroid
: Tidak membesar
Kelenjar limfonodi : Tidak membesar, nyeri(-)
JVP
: Tidak meningkat

10. Pemeriksaan Dada


Paru

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Anterior
Simetris, retraksi(-)
Ketinggalan gerak(-)
Vocal fremitus kanan = kiri
Sonor pada seluruh lapang paru
Suara dasar vesikuler
Suara tambahan(-/-)

Posterior
Simetris, retraksi(-)
Ketinggalan gerak(-)
Vocal fremitus kanan = kiri
Sonor pada seluruh lapang paru
Suara dasar vesikuler
Suara tambahan(-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: Iktus kordis teraba, kuat angkat cukup
Perkusi batas jantung
Kanan atas
: SIC II linea para strenalis
Kiri atas
: SIC II linea para sternalis sinistra
Kanan bawah
: SIC V midclavicula dekstra
Kiri bawah
: SIC VI midclavicula sinistra
Auskultasi : Suara 1 dan suara 2 reguler, suara bising jantung
tambahan (-)

11. Pemeriksaan Abdomen


Inspeksi
: Jejas (-)
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak ada
pembesaran, massa (-)
Perkusi
: Timpani (+)
12. Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas Bawah
Kanan
Kiri
Gerakan
Bebas
Bebas
Tonus
Normal
Normal
Trofi
Eutrofi
Eutrofi
Edema
Akral
Hangat
Hangat
Nyeri
Pembengkakan Luka
Nyeri Tekan
Krepitasi
e. DIAGNOSIS

Hipertensi
DM
f.

PENATALAKSANAAN

a. Farmakologis

R/ Amlodipin 5 mg

No XX

S 2 dd tab I

R/ Hidroclorotyazid 25 mg
S 1 dd tab I 1-0-0
R/ Glimepiride
S 1 dd tab I

1-0-0

No X
.

No.X
.

Ekstremitas Atas
Kanan
Kiri
Bebas
Bebas
Normal
Normal
Eutrofi
Eutrofi
Hangat
Hangat
-

R/ Metformin

No. XX

S 2 dd tab I
R/ Ranitidin

.
No. XX

S 2 dd tab I

b. Non Farmakologis

1) Memberikan pemahaman yang benar mengenai penyakit dan


komplikasi penyakit yang diderita pasien. Dan pemahaman yang
benar mengenai konsumsi obat rutin hipertensi dan DM.
2) Modifikasi gaya hidup sehat serta memberikan daftar diet makanan
yang perlu dihindari.
3) Menyarankan untuk beraktifitas fisik yg cukup setiap hari.
4) Menyarankan untuk melakukan kontrol rutin.
g. Kunjungan Rumah
1. Kondisi Pasien

Kunjungan ke rumah pasien dilakukan pada tanggal 28 Mei 2015


sekitar pukul 13:00 WIB. Saat itu pasien sedang memasak di rumah.
Pasien mengaku kalau keluhan pusing dan leher kakunya sudah
berkurang karena sudah meminum obat dari puskesmas. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan Nadi 86 kali/menit, tekanan darah 140/80
mmHg, dan nafas 20 kali/menit.

2. Keadaan Rumah

a. Lokasi

Rumah pasien terletak di perkampungan tengah kota yang padat


penduduk dan saling berdekatan dengan rumah tetangganya.
b. Kondisi Rumah
Rumah pasien merupakan bangunan yang permanen dengan tembok
dan lantai dari keramik. Untuk atap menggunakan genting dan
terdapat langit-langit.
c. Luas
Ukuran rumah pasien kira-kira 15 x 8 meter. Di dalamnya dihuni
oleh 5 orang.
d. Jendela Rumah
Terdapat jendela pada ruang tamu dan kamar tidur.
e. Pencahayaan
Pencahayaan cukup memadahi
f. Kebersihan dan Tata Letak Ruang
Kebersihan rumah pasien cukup bersih. Pasien sehari hari
membersihkan rumah bersama dengan suaminya.
g. Sanitasi Dasar
Persediaan air berasal dari air sumur. Jamban dan kamar mandi
terletak di dalam rumah, Sarana pembuangan air limbah dialirkan ke
selokan kecil dibelakang rumah, tempat pembuangan sampah jadi
satu dengan tetangga.
h. Halaman
Pasien memiliki pekarangan yang cukup kecil.
i. Kesan Kebersihanc
Kebersihan cukup dan rapi
Tabel 1 Tabel indikator PHBS

No
1
2
3

Indikator
Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.
Memberi bayi ASI eksklusif
Menimbang bayi dan balita

Ya

Tidak

4
5
6
7
8
9
10

Menggunakan air bersih


Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Menggunakan jamban sehat
Memberantas jentik di rumah
Makan buah dan sayur setiap hari
Melakukan aktifitas fisik setiap hari
Tidak merokok dalam rumah

Analisa : Rumah tangga pasien merupakan rumah tangga yang tidak ber-PHBS.
pasien termasuk kedalam kategori rumah dalam kondisi baik

h. Family Assessment Tools


1. Genogram

Genogram keluarga Ny Sutinah, dibuat 28 Mei 2015.


DM +
HT

HT

DM +
HT
CD

Keterangan:
: Laki-laki

: Tinggal dalam 1 rumah

: Perempuan

: Care giver

: Meninggal

: Bread Winner

: Pasien

HT

: Hipertensi

: Decision Maker

DM

: Diabetes Militus

Bentuk keluarga Ny Sutinah adalah nucleus family


2. Family Map

Ket:
Suam
i

Ibu

: Hubungan
Fungsional

Anak
1
Anak
2

Adik ke
2
Pasie
n

Anak
3

Adik ke
3
Adik ke
4

Anak
4

Adik ke
5

3. Family Life Cycle

Menurut Duval bentuk keluarga Ny Sutinah ini adalah keluarga


Family as Launching Centre karena sudah ada anak dari pasien yang mulai
berumah tangga dan tidak tinggal satu rumah lagi dengan pasien serta
suaminya.

4. Family APGAR

Hampir
Komponen

Indikator

tidak
pernah

Adaptation

Saya puas dengan keluarga saya


karena
keluarga

masing-masing
sudah

anggota

menjalankan

: Clear but
negotiable
boundaries

Kadang

Hampir

-kadang

selalu

H
u
b
u
n
g
a
n
d
i
s
f
u
n
g
s
i
o
n
a
l

kewajiban sesuai dengan seharusnya


Partnership

Saya puas dengan keluarga saya


karena dapat membantu memberikan

solusi terhadap permasalahan yang


saya hadapi
Growth

Saya puas dengan kebebasan yang


diberikan

keluarga

mengembangkan

saya

untuk

kemampuan yang

saya miliki
Affection

Saya puas dengan kehangatan/kasih

sayang yang diberikan keluarga saya


Resolve

Saya

puas

dengan

waktu

yang

disediakan keluarga untuk menjalin

kebersamaan
Skor total

Keterangan klasifikasi APGAR:


8-10

: Fungsi keluarga sehat (high functional family).

4-7

: Fungsi keluarga kurang sehat (moderate dysfunctional family).

0.3
: Fungsi keluarga sakit (severe dysfunctional family).
Berdasarkan family APGAR tersebut, maka keluarga Ny Sutinah termasuk
dalam keluarga fungsional.
5.

Family SCREEM

ASPEK
SOCIAL

SUMBER DAYA
Pasien berhubungan baik dengan keluarga
dan tetangganya. Pasien juga menjadi ketua

CULTURAL

PKK dan sering ikut pengajian


Pasien hanya percaya pada Allah swt dalam

PATOLOGI

RELIGIUS
ECONOMY

penyakitnya, bukan karena hal gaib.


Pasen beragama Islam dan taat beribadah
Pasien mendapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari dari pensiunan suaminya, dan
dari hasil menjahitnya, dan semua anaknya
sudah bekerja. Jadi pasien merasa cukup
akan ekonominya bahkan lebih.

EDUCATION

Pasien kurang
mengetahui tentang
penyakit yang
dideritanya

MEDICAL

Pasien memiliki jaminan kesehatan, dan


rumah pasien cukup dekat dengan pusat
pelayanan kesehatan

6.

Family Life Line


Tahun
1997

Life Event/Crisis

Severity of Illness

Bapak mertua pasien meninggal, berselang

Stressor

40 hari ibu mertua pasien sakit, dan keluar

Psikososial

masuk RS.
1998

Bapak pasien meninggal dan ibu mertua


pasien meninggal

2006

Gempa Yogya, hampir seluruh rumah pasien


hancur.

2011

Pasien didiagnosis hipertensi

2013

Pasien didiagnosis dibetes militus


i.

Stressor
Psikososial
Stressor
Psikososial

Diagnosis Holistik

Hipertensi grade I dan diabetes militus tipe II pada wanita paruh baya
dengan status gizi berlebih disertai kekhawatiran dan pengetahuan yang kurang
terhadap penyakitnya pada rumah tangga yang tidak ber-PHBS

j.

MANAJEMEN KOMPREHENSIF

1. Promotif
- Meningkatkan pengetahuan pasien, keluarga, mengenai penyakit
-

yang diderita pasien.


Memberi edukasi tambahan tentang gaya hidup sehat.

2. Preventif
- Menyarankan agar pasien rutin minum obat yang diberikan dokter
-

dan bila obat habis harus kontrol untuk dievaluasi hasil terapinya.
Menyarankan pasien agar berolah raga dan memulai merubah gaya

hidupnya
3. Kuratif
Terapi farmakologis:
- Amlodipin 2 x 5 mg
- HCT 1 x 25 mg
- Glimepiride 1 x 1 mg
- Metformine 2 x 500 mg
4. Rehabilitatif
Pada pasien ini belum diperlukan.
5. Paliatif
Pada pasien ini belum diperlukan.

BAB II
ANALISA KASUS
A. Analisa Penyakit Klinis

Pasien datang dengan keluhan kontrol tensi, diketahui pasien sudah


memiliki tensi yang tinggi sejak 5 tahun yang lalu dan diabetes militus sejak 2
tahun yang lalu
Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan hipertensi dan diabetes
militus. Faktor resiko tersebut dibagi menjadi 2, yang dapat dikendalikan dan
yang tidak dapan dikendalikan. Faktor resiko yang dapat dikendalikan misalnya
obesitas, gaya hidup, merokok, konsumsi alkohol, kurang aktifitas fisik.
Sedangkan faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan antara lain genetika, ras,
dan usia
B. Analisa Home Visit

Pada hasil home visit yang telah dilakukan pasien merupakan anak
pertama dari 5 bersaudara. Keseharian pasien merupakan seorang ibu rumah
tangga dan ketua dari PKK di lingkungannya. Pasien masih bisa melakukan
kegiatan sehari-hari secara mandiri. Dari hasil Family Assesment Tools, pasien
tinggal bersama suami dan ketiga orang anaknya. Anak yang pertama telah
menikah dan hidup terpisah dengan pasien. Hubungan pasien dengan anggota
keluarganya baik. Keluarga pasien termasuk keluarga yang memiliki fungsi yang
baik. Penilaian dari rumah pasien dari segi lokasi, kepadatan rumah, pencahayan,
ventilasi, air bersih adalah baik. Pasien tidak memiliki masalah dalam segi

ekomomi, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien menggunakan uang


pensiunan dari suaminya dan ketiga anaknya yang tinggal satu rumah dengannya
telah bekerja semua.
C. Analisa Manajemen Komprehensif

1.

Pelayanan Promotif
Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga (minimal melibatkan 1
orang anggota keluarga) mengenai:
a)

Gambaran bahwa Hipertensi dan DM merupakan penyakit kronik yang


tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan. Dan hal ini
tergantung dari perilaku pasien sendiri

b)

Pemahaman tentang penyakit hipertensi dan DM, penyebab, faktor


resiko, komplikasi dan pengelolaan dari penyakit tersebut.

c)

Pentingnya Modifikasi gaya hidup dalam pengelolaan hipertensi dan


diabetes militus:

Aktifitas fisik teratur

Makan dengan gizi seimbang.

Pola istirahat yang cukup.

Manajemen stress yang baik

Hindari faktor resiko yang memperburuk penyakit

d)

Pentingnya minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter

e)

Pentingnya kontrol penyakitnya ke dokter secara teratur tiap 10 hari


atau 2 minggu sekali

f)

Pentingnya pengawasan tekanan darah dan kadar gula secara teratur


minimal 1 bulan sekali serta hba1c 3 bulan sekali

g)

Pentingnya menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat dalam


kehidupan sehari-hari

h)
2.

Pentingnya dukungan keluarga pada pasien dalam pengelolaan


penyakitnya

Pelayanan Preventif
a)

Menerapkan perencanaan makan dengan Dietary Approaches to Stop


Hypertension (DASH)untuk hipertensi

b) Pembatasan asupan garam NaCl dan alkohol


c)

Menerapkan pola makan dengan prinsip 3 J (Jadwal, jenis dan Jumlah)


untuk diabetes militus.

d) Istirahat cukup.
e)

Melakukan manajemen stress yang baik.

f)

Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter.

g) Melakukan kontrol rutin ke dokter untuk penyakitnya setiap 10 hari


atau 2 minggu sekali.
h) Pengawasan kadar gula darah minimal 1 bulan sekali, serta profil lipid
dan hba1c 3 bulan sekali.
i)

Melakukan aktifitas fisik/olahraga CRIPE (Continuos Rhythmical


Interval Progressive Endurance) untuk diabetes militus dan bisa
diaplikasikan untuk hipertensi.

j)

Skrining anggota keluarga untuk penyakit DM dan hipertensi

k) Mendapatkan konseling CEA untuk mengatasi kekhawatiran dan


pengetahuan yang kurang tentang penyakit hipertensi dan DM.
l)
3.

Melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.

Program Kuratif
a) Pengobatan Hipertensi
Berdasarkan JNC 7, pengobatan hipertensi grade I
diberikan diuretik jenis thiazide dan pertimbangkan kombinasi
pemberian ACEi, ARB, BB, CCB. Pada pasien ini pilihan terapi
yang dapat diberikan adalah hidroclorotyazid 25 mg diberikan

perhari dosis tunggal di pagi hari setelah makan dan amlodipin 5 mg


b)

diberikan 2 kali seshari setelah makan


Pengobatan Diabetes Militus
Berdasarkan PERKENI 2011, untuk terapi pengendalian
kadar gula darah pada diabetes militus dapat memakai kombinasi 2
obat anti hiperglikemi oral (sulfonylurea dan biguanide). Pada
pasien ini pilihan terapi yang dapat diberikan adalah metformin 500
mg diberikan 3 kali sehari, setelah atau pada saat makan dan

glimepirid 1 mg diberikan 1 kali sehari, setiap pagi sebelum makan.


Pelayanan Rehabilitatif
Pada pasien ini tidak diperlukan
5. Pelayanan Paliatif
Pada pasien ini tidak diperlu
4.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1.

Hipertensi
A. Definisi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah
diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat
(80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat
nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit
selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau
minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan
sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah
hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang
sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.
B. Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke
untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung

dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama
dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di
beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi
usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus
hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah
639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus
di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi
saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. Angka-angka prevalensi
hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di
daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh
pelayanan

kesehatan.

Baik

dari

segi

case

finding

maupun

penatalaksanaan pengobatannya. Jangkauan masih sangat terbatas


dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan.
Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi
angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah
sebesar 1,8% dan Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya
sebesar 0,6% sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera
Barat 17,8%.
C. Etiologi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui
dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal
dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling
berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang
diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres

akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum


pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak
terobati.

Risiko

relatif

hipertensi

tergantung

pada

jumlah

dan

keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak
dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara
lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor
yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.
D. Klasifikasi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran
rata-rata dua kali atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih
kunjungan.

E.

Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya

angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme


(ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal)
akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-

paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah


yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui
dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon
antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus
(kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas
dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan
tinggi

osmolalitasnya.

Untuk

mengencerkannya,

volume

cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari


bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan

kembali

dengan

cara

meningkatkan

volume

cairan

ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan


tekanan

darah.

Patogenesis

dari

hipertensi

esensial

merupakan

multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah


fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi
mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber
vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah
dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh
beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet,

tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.


Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi
yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah
periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang
menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target
di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien
umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian
menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana
tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur
30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada
usia 40-60 tahun.
F.

Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya

penyakit

jantung,

gagal

jantung

kongesif,

stroke,

gangguan

penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi yang tidak diobati akan


mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek
harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan sistem organ
dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi,
yaitu:

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai


mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina,
gangguan penglihatan

sampai dengan

kebutaan. Gagal

jantung

merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat


selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi
perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang
dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah
proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient
Ischemic Attack/TIA).

G.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:


1. Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu
berisiko tinggi seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan
darah adalah <130/80 mmHg.
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
3. Menghambat laju penyakit ginjal.
Terapi

dari

hipertensi

terdiri

dari

terapi

non

farmakologis

dan

farmakologis seperti penjelasan dibawah ini.


1. Terapi Non Farmakologis
a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih. Peningkatan
berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap
tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan
sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.
b. Meningkatkan aktifitas fisik.
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 3050% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 3045 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer
dari hipertensi.
c. Mengurangi asupan natrium.
Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu
pemberian obat anti hipertensi oleh dokter.
d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol
Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara

konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan


risiko hipertensi.
2. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh
JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau
aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau
calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI),
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/
blocker (ARB).
2.

Diabetes Militus
A.

Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes


melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua- duanya..
B.

Klasifikasi

Diabetes melitus adalah suatu kelompok heterogen penyakit yang


gambaran umumnya adalah hiperlipidemia. Secara tradisional diabetes melitus
dikelompokkan menjadi dua kategori utama yaitu: primer (merupakan bentuk
tersering, berasal dari defek pada produksi dan atau kerja insulin) dan sekunder
(timbul akibat penyakit yang menyebabkan kerusakan luas islet pankreas seperti
pankreatitis,

obat,

tumor,

genetik).

American

Diabetes

Association

menyarankan suatu klasifikasi baru berdasarkan pada etiologi yang dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi etiologis DM

(PERKENI, 2006)

Tabel 2 Perbandingan antara diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2

Klinis

Genetika

Patogenesis

Tipe 1
Anak > dewasa
Berat normal
Penurunan insulin darah
Antibodi antisel islet
Sering ketoasidosis
Concordance pada
kembar
40%
Terkait HLA-D
Autoimunitas,
mekanisme
imunopatologik

Tipe 2
Dewasa > anak
Kegemukan
Insulin darah normal atau meningkat
Tidak ada antibodi antisel islet
Jarang ketoasidosis
Concordance pada kembar 60-80%
Tidak terdapat keterkaitan pada HLAD
Resistensi insulin

Sel islet

Defisiensi berat insulin


Insulitis dini
Atrofi dan fibrosis mencolok
Deplesi berat sel beta

Defisiensi relatif insulin


Tidak ada insulitis
Atrofi fokal dan endapan amiloid
Deplesi ringan sel beta

C. Etiologi dan Patogenenesis

1.

Diabetes tipe 1
Diabetes ini terjadi akibat destruksi autoimun sel beta. Terdapat tiga

mekanisme yang berperan dalam destruksi sel islet: kerentanan genetik,


autoimunitas, dan gangguan lingkungan. Kerentanan genetik berhubungan
dengan alel spesifik MHC kelas II dan lokus genetik lain yang menyebabkan
seseorang rentan terhadap timbulnya autoimunitas terhadap sel beta islet.
Reaksi autoimun dapat timbul secara spontan atau dipicu oleh suatu kejadian
di lingkungan yang dapat mengubah sel beta rusak.
Gambar 1. Patogenesis Diabetes Tipe 1
PREDISPOSISI GENETIK

Diabetes tipe 1 merupakan penyakit autoimun di mana


kerusakan sel beta pankreas disebabkan terutama oleh limfosit T.
Seperti dalam semua penyakit autoimun, kerentanan genetik dan
pengaruh lingkungan memainkan peran penting dalam patogenesis.
Diabetes tipe 1 yang paling sering berkembang pada masa kanak-kanak,
menjadi nyata pada masa pubertas, dan progresif dengan usia. Sebagian
besar individu dengan diabetes tipe 1 bergantung pada insulin eksogen
suplemen untuk bertahan hidup, dan tanpa insulin, mereka akan
mengalami komplikasi metabolik serius seperti ketoasidosis akut dan
koma. Meskipun onset klinis dari diabetes tipe 1 yang tiba-tiba,
penyakit ini dimulai bertahun-tahun sebelum penyakit menjadi jelas.
Manifestasi klasik dari penyakit (hiperglikemia dan ketosis) terjadi

akhir dalam perjalanannya, setelah lebih dari 90% dari sel-sel telah
hancur. Limfosit T bereaksi terhadap sel pankreas (antigen) dan
menyebabkan kerusakan sel. Sel-sel T CD4 + termasuk sel T subset
TH1, yang menyebabkan cedera jaringan dengan mengaktivasi
makrofag, dan CD8 + sitotoksik T limfosit, yang secara langsung
membunuh sel -pankreas dan juga mensekresi sitokin yang
mengaktifkan makrofag.
2. Diabetes tipe 2
Dua defek metabolik yang menandai diabetes tipe 2 adalah
gangguan sekresi insulin pada sel beta dan ketidakmampuan jaringan
perifer berespon terhadap insulin (resitensi insulin).
a. Gangguan sekresi insulin
Defek sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif
kurang berat dibandingkan DM1. Penyebab defisiensi ini sepenuhnya
masih belum jelas, tetapi berdasarkan penelitian dijelaskan bahwa
adanya resistensi insulin akan menyebabkan peningkatan kompenstorik
masa sel beta dan produk insulinya. Pada perjalanan penyakit
selanjutnya terjadi kehilangan 20% hingga 50% sel beta, selain itu juga,
resitensi insulin akan menyebabkan hiperinsulinemia yang pada
akhirnya akan menyebabkan peningkatan produksi amilin, yang akan
mengendap pada sel islet. Amilin bersifat toksik bagi sel beta, sehingga
akan menyebabkan kerusakans sel beta.
Gambar 2. patogenesis diabetes melitus tipe 2
Predisposisi Genetik
Lingkungan

Defek Sel beta primer

Resistensi Insulin Jaringan Perifer

Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan


mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui
sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin. Pada
kegemukan dan kehamilan , sensivitas insulin jaringan menurun.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa jaringan lemak bukanlah
sekedar tempat penimbunan trigliserida, tetapi juga merupakan suatu
jaringan endokrin yang mengandung TNF, asam lemak, leptin, dan
faktor yang disebut resistin. TNF yang dikenal karena efeknya pada
peradangan dan imunitas, disintesis di adiposit dan mengalami ekspresi
berlebihan pada sel lemak orang yang gemuk. TNF akan menyebabkan
resistensi insulin dengan mempengaruhi sinyal pascareseptor. Leptin

dan asam lemka juga akan menyebabkan resitensi insulin yang


mekanismenya belum sepenuhnya diketahui.
Dasar selular dan molekular resistensi insulin masih belum
sepenuhnya dimengerti. Terdapat tiga sasaran utama kerja insulin yaitu:
jaringan lemak dan otot, dikedua jaringan ini insulin akan
meningkatkan penyerapan glukosa, dan hati tempat dimana insulin
menekan pembentukan glukosa. Seperti yang kita ketahui, insulin
bekerja pada sasaran pertama-tama berikatan dengan reseptornya.
Pengaktifan reseptor insulin memicu serangkaian respon intrasel yang
mempengaruhi jalur metabolisme sehingga terjadi translokasi unit
transpor glukosa ke membran sel yang memudahkan penyerapan
glukosa. Pada prinsipnya resistensi insulin dapat terjadi di tingkat
reseptor insulin atau di salah satu jalur sinyal (pascareseptor) yang
diaktifkan oleh insulin ke reseptornya
D. Diagnosis Diabetes Militus

Bagan 1. Langkah- langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi


glukosa

Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsi, polifagia, dan

penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.


Keluhan lain dapat berupa : badan lemah, kesemutan, gatal, mudah
mengantuk, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
pada vulvae vagina wanita.

E. Patofisiologi

Bagan 2. Patofisiologi DM tipe 2

F. Penatalaksanaan

1. Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:
Perjalanan penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit dan risikonya DM
Intervensi farmakologis dan non farmakologis serta perawatan
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosaa
darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah
mandiri tidak tersedia).
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia.
Pentingnya perawatan diri
2. Terapi gizi medis
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energy.
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energy.
Asupan natrium tidak lebih dari 3000mg atau sama dengan 1
sendok teh garam dapur.
Anjuran konsumsi serat adalah 25g/ hari, diutamakan serat larut.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
diabetes. Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca
yang dimodifikasi adalah sbb:
BBI = 90% x (TB dalam cm 100) x 1 kg
Bagi pria dengan TB < 160 cm dan wanita <150cm, rumus
modifikasi menjadi:
BBI = (TB dalam cm- 100) x 1 kg
BB Normal : BB ideal 10%

o Kurus : < BBI 10%


o Gemuk : > BBI + 10%
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan BB dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobic seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka
yang relative sehat, intensitas latihan jasmani bias ditingkatkan,
sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau malas- malasan.

Table. 3 Aktivitas fisik sehari- hari


Kurangi aktivitas

Misalnya, menonton televisi,


menggunakan internet, main game
computer

Hindari aktivitas sedenter


Persering aktivitas
Mengikuti olahraga rekreasi dan
beraktifitas fisik tinggi pada waktu
liburan
Aktifitas Harian

Misalnya : jalan cepat, golf, olah otot,


bersepeda, sepak bola.

Misalnya, bejalan kaki ke pasar (tidak


mengg), mengunakan mobil), menggunakan
tangga ( tidak menggunakan lift), menemui
rekan kerja ( tidak hanya melalui telpon
internal), berjalan jalan.

Kebiasaan bergaya hidup sehat

4. Intervensi Farmakologis
a) Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

Pemicu sekresi insulin ( insulin secretagogue) : sulfonylurea dan


glinid

Penambah

sensitivitas

terhadap

insulin

metformin,

tiazolidindion

Penghambat glukoneogenesis, metformin

Penghambat absorbsi glukosa : penghambat glukosidase alfa


(acarbose)

b) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :

Penurunan BB yang cepat


Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetic
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stress berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )
Kehamilan dengan DM/ diabetes mellitus gestational yang

tidak terkendali dengan


perencanaan makanan.
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

c) Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan
respon kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan
kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO
tunggal atau kombinasi OHO sejak dini.
Untuk

kombinasi

OHO

dan

insulin

yang

banyak

dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal ( insulin


kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang
tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah/ panjang adalah 10
unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi
dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah
sepanjang hari tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan
insulin saja.
G. KOMPLIKASI

Komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori


yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi menahun.

1. Komplikasi Akut :

Ketoasidosis diabetic
Hipoglikemik
2.

Komplikasi Menahun

Makroangiopati yang melibatkan :


o Pembuluh darah jantung
o Pembuluh darah tepi
o Penyakit arteri perifer
Mikroangiopati
o Retinopati diabetic
o Nefropati diabetic
Kontrol glukosa darah dan tekanan darah serta
pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB)

juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati.


Neuropati
o Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer
berupa hilangnya sensasi distal. Adanya neuropati berisiko
tinggi terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
o Gejala lain yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri dan lebih terasa nyeri di malam hari.
o Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan duloxetine,
antidepresan trsiklik atau gabapentin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arora, P. (2008). Diabetes Melitus. Medscape's Continually Updated Clinical


Reference.

Diakses

tanggal

23

November

2010,

http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview#a0101

dari

2. Guyton

& Hall. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Irawati,

D.Rahmadani, F.Indriani, dkk., penerjemah). Edisi 11. EGC: Jakarta


3. Nafrialdi.2007. Antihipertensi dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi 5, EGC.
Jakarta : Indonesia
4. Notoatmojo, S.,2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan
5. Roesli, R., 2008. Hipertensi, diabetes, dan gagal ginjal di Indonesia. Dalam:
Lubis, H.R., et al (eds). 2008. Hipertensi dan Ginjal. USU Press, Medan: 95108
6. Sacks, F.M., Campos H.2001, Dictary Therapy in Hypertension, New England
Journal of Medician, 363 : 1580-83
7. Suhardjono, Lydia, A., Kapojos, E.J., Sidabutar, R.P. (2001). Diabetes Melitus.
Dalam A. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, et al (Eds.), Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi III. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
8. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20497/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai