Anda di halaman 1dari 56

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Etika Dan Budi Pekerti Mengenai
Malpraktek dalam Keperawatan.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui Malpraktek Dalam
Keperawatan. Yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah
ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini berguna bagi para pembaca dalam rangka
menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan.

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1. LATAR BELAKANG..............................................................................................................1
2. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................................3
3. TUJUAN..................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................4
A. DEFINISI MALPRAKTEK....................................................................................................4
B. MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN.........................................................................6
C. CONTOH MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN
..................................................................................................................................................
10
D. DAMPAK-DAMPAK KELALAIAN
..................................................................................................................................................
12
E. ETIKA PROFESI KEPERAWATAN
..................................................................................................................................................
13
F. REGULASI DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN
..................................................................................................................................................
17
G. Bagaimana mencegah tuntutan malpraktik
..................................................................................................................................................
19
BAB III PENUTUP
..................................................................................................................................................
21
A. KESIMPULAN
..................................................................................................................................................
21
B. SARAN
..................................................................................................................................................
22
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................................................................................
23

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat
pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu
perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek
keperawatan baik aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam
keperawatan.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan secara jelas
terhadap tenaga keperawatan sebagai tenaga profesional sebagaimana pada Pasal 32 ayat (4),
Pasal 53 ayat (I j dan ayat (2)). Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa ketentuan
mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional sebagai profesi di
pengaruhi oleh berbagai perubahan, perubahan ini sebagai akibat tekanan globalisasi yang
juga menyentuh perkembangan keperawatan professional antara lain adanya tekanan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang pada hakekatnya harus
diimplementasikan pada perkembangan keperawatan professional di Indonesia. Disamping
itu dipicu juga adanya UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU No. 8 tahun 1999
tentang perkembangan konsumen sebagai akibat kondisi sosial ekonomi yang semakin baik,
termasuk latar belakang pendidikan yang semakin tinggi yang berdampak pada tuntutan
pelayanan keperawatan yang semakin berkualitas.

Jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari


tenaga keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait erat dengan 3 nilai sosial
yaitu:
1.
2.
3.

Pengetahuan yang mendalam dan sistematis


Ketrampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti.
Pelayanan atau asuhan kepada yang memerlukan, berdasarkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini yaitu
Etika Profesi.
Dalam profesi keperawatan tentunya berpedoman pada etika profesi keperawatan
yang dituangkan dalam kode etik keperawatan.Sebagai suatu profesi, PPNI memiliki kode
etik keperawatan yang ditinjau setiap 5 tahun dalam MUNAS PPNI.Berdasarkan keputusan
MUNAS VI PPNI No. 09/MUNAS VI/PPNI/2000 tentang Kode Etik Keperawatan
Indonesia.Bidang Etika keperawatan sudah menjadi tanggung jawab organisasi keprofesian
untuk mengembangkan jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas dapat diperoleh
oleh tenaga keperawatan yang professional.
Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional senantiasa
memperhatikan etika keperawatan yang mencakup tanggung jawab perawat terhadap klien
( individu, keluarga, dan masyarakat ).selain itu , dalam memberikan pelayanan keperawatan
yang berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang merupakan
komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktek yang
dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini perawat.
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan
kesalahan yang dapat merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan bisa
mengakibatkan kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila
pemberian asuhan keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan.kejadian ini
di kenal dengan malpraktek.

Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika
dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah
seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari
sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut
yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan
berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat
domain apa yang dilanggar.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana mengatasi berbagai macam
malpraktek dalam keperawatan dan dampak apa yang ditimbulkan jika malpraktek
dalam keperawaran tersebut terjadi.

3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
malpraktek dalam keperawatan bisa terjadi dan dampak apa yang ditimbulkan jika
malpraktek dalam keperawatan serta hukum-hukum malpraktek.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Definisi Malpraktek
Malpraktek mempakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek

mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau
tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut
dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu
profesi. Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter
atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai
tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik,
yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada
karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti, harus
menceritakan secarajelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik
pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.Dalam memberikan
pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada konsumen secara
lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin. Namun, penyalahartian malpraktek
biasanya terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.Guwandi (1994)
mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk
menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah
pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati
dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.Ellis dan Hartley
(1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian
(negligence) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang
menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya. Ada dua istilah yang sering
dibiearakan secara bersamaan dalam kaitannya dengan malpraktik yaitu kelalaian dan
malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan
oleh aturan/hukum guna, melindungi orang lain yang bertentangan dengan tindakan-tindakan

yaag tidak beralasan dan berisiko melakukan kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan
Kizilay, 1998).
Malpraktik sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dan pemberi
pelayanan dan standar pelayanan profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang
profesional (misalnya, dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan standar
profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan
(Vestal, K.W, 1995).Malpraktik lebih luas daripada negligence karena selain mencakup arti
kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja
(criminal malpractice) dan melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat
adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana. Dapat
ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
a) Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan;
b) Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya.
(negligence); dan
c) Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

B. Malpraktek Dalam Keperawatan


Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik.
Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat,
dokter, atau penasihat hukum. Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan
secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :a. Duty
Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban mempergunakan
segala ilmu fan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan
beban

penderitaan

pasiennya

berdasarkan

standar

profesi.Hubungan

perawat-klien

menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.b. Breach of


the duty Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari

apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi
terhadap pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan
sebagai kebijakan rumah sakit.c. Injury Seseorang mengalami cedera (injury) atau
kemsakan (damage) yang dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera
sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau stres emosi dapat
dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait dengan cedera fisik.d. Proximate caused
Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan cedera yang dialami
pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung berhubungan.dengan pelanggaran
kewajiban perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap
elemen dari keempat elemen di atas.Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan perawat berada pada tuntutan malpraktik.
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan :Caffee (1991)
dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko
melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan
keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors).
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :a. Assessment errors, termasuk
kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan
mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium,
tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam
pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih
lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk
menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara
komprehensif dan mendasar, termasuk hal-hal berikut:

a.

Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana

keperawatan.
b. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat,
misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan yang tidak dimahami perawat
lain dengan pasti.
c.
Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan
d.

kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.


Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien. Untuk mencegah
kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan dalam membuat rencana
keperawatan tanpa mempertimbangkannya dengan baik.Seharusnya, dalam penulisan harus
memakai pertimbangan yang jelas berdasarkan masalah pasien.Bila dianggap perlu, lakukan
modifikasi rencana berdasarkan data baru yang terkumpul.Rencana harus realistis
berdasarkan standar yang telah ditetapkan, termasuk pertimbangan yang diberikan oleh
pasien.

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori


sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :a. Criminal malpracticePerbuatan seseorang
dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut
memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :1. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative
act) merupakan perbuatan tercela.2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea)
yang berupa kesengajaan (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP),
membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263
KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan
(reklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
Atau kealpaan (negligence) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau
meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi.
Pertanggungjawaban

didepan

hukum

pada

criminal

malpractice

adalah

bersifat

individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada
badan yang memberikan sarana pelayananjasa tempatnya bernaung.b. Civil malpractice
Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan
kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar
janji). Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain :
1.
2.

Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.


Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat

3.
4.

melakukannya.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi


dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle ofvicarius liability. Dengan prinsip
ini maka badan yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang
dilakukan karyawannya selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas
kewajibannya.
Administrative malpractice Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative
malpractice manakala orang tersebut telah melanggar hukum administrasi.Perlu diketahui
bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan
berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan
untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kena, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta
kewajiban tenaga perawatan.Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

C. Contoh Malpraktek Keperawatan Dan Kajian Etika Hukum

Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan.
Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan
keamanan pasien dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi,
pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami
patah tulang tungkai
Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah
dituangkan dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional
Indonesia dalam Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989
khususnya pada Bab I, pasal 1, yang menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien
(individu, keluarga dan masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung
jawabnya terhadap klien dengan tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan
mempertahankan kemanan pasien dengan tidak memasang penghalang tempat tidur.
Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya
Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta matang
dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung
jawab yang ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan
kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan mengalami patah
tungkai.
Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat
dalam hal Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan.
Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan
kerugian seperti patah tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek yang
termasuk ke dalam criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat hukum antara
lain :

1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau
luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati :Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara
2.

paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa karena
kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga
menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama
waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda

3.

paling tinggi tiga ratus rupiah.


Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya:
dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan
pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang
lebih berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini
di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah dengan
pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana
dilakukan

kejahatan

dan

hakim

dapat

memerintahkan

supaya

putusnya

di-

umumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat


individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada
rumah sakit/sarana kesehatan.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :
1. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melak-sanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
2. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

D. Dampak Dampak Kelalaian

Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai pelanggaran etik
dan pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak bagi pelaku, penerima, dan
organisasi profesi dan administrasi.
a.

Terhadap Pasien
i. Terjadinya kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan masalah
keperawatan baru
ii. Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari rawat
iii.

Kemungkinan

terjadi

komplikasi/munculnya

masalah

kesehatan/keperawatan lainnya.
iv. Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan perawatan
sesuai dengan standar yang benar.
v. Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak Rumah
Sakit atau perawat secara peroangan sesuai dengan ketententuan yang berlaku, yaitu KUHP.
b. Perawat sebagai individu/pribadi
i. perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak profesi
sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik keperawatan, antara lain:
1. Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang sebaiknya dan merugikan pasien
2.

Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien tentang tindakan-tindakan yang harus
dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk dapat mencegah pasien jatuh dari tempat tidur

3. Avoiding killing, yaitu perawat tidak menghargai kehidupan manusia, jatuhnya pasien akan
menambah penderitaan pasien dan keluarga.
4. Fidelity, yaitu perawat tidak setia pad komitmennya karena perawat tidak mempunyai rasa
caring terhadap pasien dan keluarga, yang seharusnya sifat caring ini selalu menjadi dasar
dari pemberian bantuan kepada pasien.
ii. Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga pasien dan
ganti rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.
iii. Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan mendapat
peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang Direktur RS) dan juga organisasi profesinya.
c.

Bagi Rumah Sakit


i.

Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas

pelayanan kesehatan RS
ii. Menurunnya kualitas keperawatan, dan kemungkinan melanggar visi
misi Rumah Sakit

iii.

Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara hukum pidana dan

perdata karena melakukan kelalaian terhadap pasien


iv. Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan baik secara
administrasi dan prosedural
d. Bagi profesi
i.

Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan berkurang,

karena menganggap organisasi profesi tidak dapat menjamin kepada masyarakat bahwa
perawat yang melakukan asuhan keperawatan adalah perawat yang sudah kompeten dan
memenuhi standar keperawatan.
ii.

Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan mutu dan

standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh pendidikan keperawatan


E. ETIKA PROFESI KEPERAWATAN
1. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki
kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus
dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau
dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek
profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat
keputusan tentang perawatan dirinya.
2. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan,
terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam
prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh ekualitas pelayanan kesehatan.
4. Tidak Merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
5. Nilai dan Norma Masyarakat
Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat nilai dan norma masyarakat sangat penting dan
perlu ada pada diri masing-masing.malah masyarakat yang sedar tentang nilai dan norma
masyarakat

berusaha

keras

dalam

mengukuhkan

nilai-nilai

masyarakat.

Setiap individu tidak boleh hidup bersendirian, oleh itu seseorang itu perlu bergaul bagi
memenuhi keperluan dalam kehidupan. Oleh itu seseorang itu perlu bersedia agar dapat
bertindak dan berfungsi dalam masyarakat. Bagi seseorang itu dapat berfungsi dan bertindak
dalam masyarakat seseorang itu perlu memahami nilai- nilai masyarakat dan kelakuan norma
masyarakat yang telah disahkan masyarakat itu sendiri. Nilai Keyakinan seseorang tentang
sesuatu yang berharga, kebenaran atau keinginan mengenai ide-ide, objek, atau perilaku
khusus. Individu tidak lahir dengan membawa nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini diperoleh
dan berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta budaya sepanjang perjalanan
hidupnya. Mereka belajar dari keseharian dan menentukan tentang nilai-nilai mana yang
benar dan mana yang salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini sangat
tergantung pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan berkembang.
Malpraktek mengacu pada tindakan kelalaian yang dilakukan oleh seseorang
yang terlibat dalam proses atau pekerjaan yang sangat membutuhkan keterampilan tehnis atau
profesional. Unsur bukti malpraktik keperawatan adalah (1) tugas perawat terhadap klien
untuk memberikan perawat dan mengikuti standar yang dapat diterima, (2) pelanggaran tugas
yang dilakukan oleh perawat, (3) cedera yang terjadi pada klien, dan (4) hubungan kausal
antara pelanggaran tugas dan cedera yang disebabkan oleh pelanggaran tersebut. Seorang
perawat dapat dituntut melakukan malpraktik jika perawat melakukan klien saat melakukan
prosedur dengan cara yang berbeda dari cara yang akan dilakukan perawat lain.
Tuntutan malpraktik dapat disebabkan oleh hasil akhir pasien yang tidak
diharapkan atau cedera yang terjadi akibat pasien jatuh, kesalahan dikamar operasi, kesalahan
pengobatan, atau tindakan pengabaian lainnya yang dilakukan oleh pemberi perawatan
kesehatan. Menurut institute of medicene (IOM), 44.000 sampai 98.000 kematian terjadi
karena kesalahan medis tiap tahunnya. (kohn, 2000). Laporan ini menyarangkan
pembentukan sistem laporan kesalahan medis yang dimandatkan termaksud pusat keamanan
pasien nasional. Sistem pelaporan dan pusat keamanan akan bekerja sama untuk mengurangi
kesalahan sistem. Untuk menciptakan sistem ini, kesalahan harus didefinisikan IOM
mendefinisikan kesalahan sebagai kegagalan menyelesaikan tindakan perencana sesuai yang

diharapkan atau penggunaan rencana yang salah untuk mencapai suatu tujuan (kohn 2000)
dalam persidangan, kesalahan tidak selalu disamakan dengan liyabilitas legal. Oleh karena
itu, kesalahan penilaian tidak harus memiliki untuk mengabaikan profesional.
Perawat bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri, mereka adalah
praktisi independen ataupun pegawai dari suatu institusi kesehatan. Deskripsi malprakrik
tidak menyeutkan tentang maksud yang baik; perawat tidak bermaksud menjadi lalai adalah
hal yang tidak relevan. Jika seorang perawat memberikan obat yan tidak benar, meskipun
dengan maksud yang baik, fakta bahwa perawat gagal membaca label dengan benar dengan
mengindekasikan malpraktik jika semua kondisi pengabaian terpenuhi
Tindakan keperawatan yang melindungi perawat dan klien
Ketahui deskripsi kerja anda
Ikuti kebijakan dan produser di institusi tempat anda bekerja
Selalu mengidentifikasikan klien sebelum mengimplementasikan tindakan keperawatan
Laporkan semua kejadian atau kecelakaan yang terkait dengan klien
Pertahankan potensi kliniks anda
Kenali kekuatan dan kelemahan anda
Pertanyakan setiap program yang dipertanyakan klien
Pertanyakan setiap program jika kondisi klien telah berubah sejak program tersebut ditulis
Pertanyakan dan catat program lisan untuk menghindari kesalahan komunikasi

F. REGULASI DALAM PRATIK KEPERAWATAN


1.

Yang Mendasari Pentingnya Regulasi


Agar melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena

Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam UU praktik keperawatan akan
menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi
pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yan
mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan
sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik
keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.
Masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integrar dari

pelayanan

kesehatan,

dan

memperoleh

kepastianhukum

kepada

pemberian

dan

penyelenggaraan pelayanan keperawatan.


2. Tujuan Regulasi
Adapun tujuan dari regulasi adalah sebagai berikut :
a)

Agar perawat semakin profesional dan proporsional sesuai dengan tanggung jawab yang

harus dipenuhi.
b) Diharapkan tidak terjadi adanya overlap.
c) Menghindari terjadi malpraktik yang kemungkinan dapat terjadi.
d) Meningkatkan mutu pelayanan profesinya dengan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang.
3. Komponen Regulasi
Pertama, keperawatan sebagai profesi memiliki karakteristik yaitu adanya
kelompok pengetahuan (body of Knowledge) yang melandasi keperampilan untuk
menyelesaikan masalahg dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi
standard an diselenggarakan diperguruan tinggi; pengendalian terhadap stndar praktik;
bertanggung jawab dan bertangguang gugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih
profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup; dan memperoleh pengakuan masyarakat
karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan
keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan system klien (individu, keluarga, kelompok
dan komunitas).
Kedua, kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan
yang dipelajari dalam suatu system pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar
menurut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya.
Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat
tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur system registarasi,
lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan denga nperaturan dan perundang-undangan. Sistem ini
akan melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena konsil
keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam UU praktik keperawatan akan
menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi
pemberian kewenagan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang
mempunyai pengetahuan yang dipersyaratakan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan
sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik
keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.

Ketiga, perawat telah memberikan konstibusi besar dalam meningkatkan derajat


kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari layanan
pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi
pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberioan perlindungan
hukum, bahkan cendrung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi
keilmuan, sikap rasional, etis dan professional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin,
kreatif, terampil, berbudi luhur, dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, UU
ini memiliki tujuan lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama
berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan
yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal,
keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesioan (WHO, 2002).
Keempat, kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigm dalam
pemberian pelayanan kesehatan, dari model medical yang menitikberatkan pelayanan pada
diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigm sehat yang lebih holistic yang melihat
penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996).
Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau,
pelayanan keperaweatan yang bermutu sebagai bagian yang integrar dari pelayanan
kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan
pelayanan keperawatan
G.BAGAIMANA MENCEGAH ADANYA TUNTUTAN MALPRAKTIK
Sangat perlu bagi seorang perawat beru[aya melakukan sesuatu guna mencegah terjadinya
tuntutan malpraktik yaitu upaya mempertahankan standar pelayanan/asuhan yaqng
berkualitas tinggi. Hal ini dilakukan dalam pekerjaan sebagai perawat yaitu meningkatkan
kemampuan dalam praktik keperaweatan dan menciptakan iklim yang dapat mendorong
peningkatan praktik keperawatan., yaitu :
1. kesadaran diri (self-awareness):
Yaitu mengidentifikasi dan memahami pada diri sendiri tentang kekutan dan kelamahan
dalam praktik keperawatan. Bila terindentifikasi akan kelemahan yang dimiliki maka
berusahalah untuk mencari penyelesaiannya. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu
melalui pendidikan, pengalaman langsung, atau berdiskusi dengan teman sekerja/kolega.
Apabila berhubungan seorang supervisor, sebaiknya bersikap terbuka akan kelemahannnya

dan jangan menerima tanggung jawab dimana perawat yang bersangkutan belum siap untuk
itu. Jangan menerima suatu jabatan atau pekerjaan kalau menurut kriteria yang ada tidak
dapat dipenuhi.
2. Beradaptasi terhadap tugas yang diemban
Tenaga keperawatan yang diberika tugas pada suatu unit perawatan dimana dia merasa
kurang berpengalaman dalam merawat pasien yang ada di unit tersebut, maka sebaiknya
perawat perlu mengikuti program orientasi/program adaptasi di unit tersebut. Perawat perlu
berkonsultasio dengan perawat senior yang aa diunit terbut
3. Mengikuti kebijakan dan prosedur yang ditetapkan
Seorangmperawat dalam melaksanakan tugasnya harus sealu mempertimbangkan kebijakan
dan prosedur yang berlaku di unit tersebut. Ikuti kebijakan dan prosedur yang berlaku secara
cermat, misalnya kebijakan/prosedur yang berhubungan dengan pemberian obat pada pasien.
4. Mengevaluasi kebijakan dan prosedur yang berlaku
Ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan bersifat dinamis artinya berkembang secara
terus menerus. Dalam perkembangannya, kemungkinan kebijakan dan prosedur yang ada
diperlukan guna menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Oleh krena itu itu ada
kebutuhan untuk menyeuaikan kebijakan dan proseudr atau protokol tertentu. Untuk itu
merupakan tanggung jawab perawat profesional bekerja guna mempertahankan mutu
pelayanan sesuai dengan tuntutan perkembangan.
5. Pendokumentasian
Pencatatan perawat dapat dikatakan sesuatu yang unit dalam tatanan pelayanan kesehatan,
karena kegiatan ini dilakukan selama 24 jam. Aspa yang dicatat oleh perawat merupakan
faktor yang krusial guna menghindari suatu tuntutan. Dokumentasi dalam suatu pencatatan
adalah laporan tentang pengamatan yang dilakukan, keputusan yang diambil, kegiatan yang
dilakukan, dan penilaian terhadap respon pasien.
Oleh karena setiap kasus ditentukan adanya fakta yang mednkung suatu tuntutan, maka
diperlukan pencatatan yang jelas dan relevan. Pencatatan diperlukan secara jelas, benar, dan
jelas sehingga dapat dipahami.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
2.
3.

Malpraktik bersifat sangat kompleks


Perawat diperhadapkan pada tuntutan pelayanan profesional.
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik. Malpraktik lebih
spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau

4.
a.

penasihat hokum
untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-hal
dibawah ini :
Duty Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya

b.

meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.


Breach of the duty Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya

menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya.


c. Injury Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage) yang dapat dituntut
d.
5.

secara hukum
Proximate caused Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan
cedera yang dialami pasien.
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan yaitu tahap pengkajian
keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan

intervensi keperawatan (intervention errors).


6. yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
a. Criminal malpractice
b. Civil malpractice
c. Administrative malpractice

B.

SARAN

1.

Dalam memberikan pelayanan keperawatan , hendaknya berpedoman pada kode etik

2.

keperawatan dan mengacu pada standar praktek keperawatan


Perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko
melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan
keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors)

3.

sehigga nantinya dapat menghindari kesalahan yang dapat terjadi


Perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa meningkatkan kemampuannya
untuk mencegah terjadinya malpraktek

DAFTAR PUSTAKA
Rahajo J.Setiajadji. 2002. Aspek Hukum Pelayanan Kesehatan Edisi 1. Jakarta:EGC
http://keperawatanadil.blogspot.com/2007/11/keperawatan//keperawatanadil.blogspot.com/2007/11/kredensial-praktek-keperawatan.html
://www.sukabumikota.go.id/perizinan/Izin_Praktek_Perawat.asp
my.opera.com/ramzkesrawan/blog/show.dml/3792983

makalah malpraktek keperawatan


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat
menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan
yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik
aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan secara jelas terhadap
tenaga keperawatan sebagai tenaga profesional sebagaimana pada Pasal 32 ayat (4), Pasal 53
ayat (I j dan ayat (2)). Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa ketentuan mengenai
standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional sebagai profesi di
pengaruhi oleh berbagai perubahan, perubahan ini sebagai akibat tekanan globalisasi yang
juga menyentuh perkembangan keperawatan professional antara lain adanya tekanan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang pada hakekatnya harus
diimplementasikan pada perkembangan keperawatan professional di Indonesia. Disamping
itu dipicu juga adanya UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU No. 8 tahun 1999
tentang perkembangan konsumen sebagai akibat kondisi sosial ekonomi yang semakin baik,
termasuk latar belakang pendidikan yang semakin tinggi yang berdampak pada tuntutan
pelayanan keperawatan yang semakin berkualitas.
Jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari tenaga
keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait erat dengan 3 nilai sosial yaitu:
1) Pengetahuan yang mendalam dan sistematis
2) Ketrampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti.
3) Pelayanan atau asuhan kepada yang memerlukan, berdasarkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini yaitu
Etika Profesi.
Dalam profesi keperawatan tentunya berpedoman pada etika profesi keperawatan yang
dituangkan dalam kode etik keperawatan.Sebagai suatu profesi, PPNI memiliki kode etik
keperawatan yang ditinjau setiap 5 tahun dalam MUNAS PPNI.Berdasarkan keputusan
MUNAS VI PPNI No. 09/MUNAS VI/PPNI/2000 tentang Kode Etik Keperawatan
Indonesia.Bidang Etika keperawatan sudah menjadi tanggung jawab organisasi keprofesian
untuk mengembangkan jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas dapat diperoleh
oleh tenaga keperawatan yang professional.
Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional senantiasa
memperhatikan etika keperawatan yang mencakup tanggung jawab perawat terhadap klien
( individu, keluarga, dan masyarakat ).selain itu , dalam memberikan pelayanan keperawatan
yang berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang merupakan
komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktek yang
dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini perawat.
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan kesalahan yang
dapat merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan bisa mengakibatkan
kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan
keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan.kejadian ini di kenal dengan
malpraktek.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan
norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah
seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari
sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut
yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan

berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat
domain apa yang dilanggar.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang definisi malpraktek
2. Untuk mengetahui ruang lingkup malpraktek keperawatan
3. Mengetahui macam-macam malpraktek keperawatan
4. Mengetahui cara pencegahan terjadinya malpraktek keperawatan
5. Untuk memenuhi salah satu tugas keprof

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis.Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek mempunyai arti
pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang
salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan
untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu
profesi.Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter
atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam

mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai
tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik,
yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada
karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti, harus
menceritakan secarajelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik
pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.Dalam memberikan
pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada konsumen secara
lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin. Namun, penyalahartian malpraktek
biasanya terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.
Dalam suatu kasus di California tahun 1956 (Guwandi, 1994) mendefinisikan
Malpraktik adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menterapkan tingkat
ketrampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan
perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat
orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama (Malpractice is the neglect of a
physician or nuse to apply that degree of skil and learning on treating and nursing a patient
which is customarily applied in treating and caring for the sick or wounded similiarly in the
same community).
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang
spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada seseorang yang telah terlatih atau
berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekejaannya. Terhadap
malpraktek dalam keperawatan maka malpraktik adalah suatu batasan yang dugunakan untuk
menggambarkan kelalaian perawat dalam melakukan kewajibannya.
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan malpraktik
yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah
standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan
dengan tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisko melakukan kesalahan (Keeton,
1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).
Menurut Hanafiah dan Amir (1999) mengatakan bahwa kelalaian adalah sikap yang
kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati
melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap
hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.
Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap hatihati yang umumnya seorang yang wajar dan hati-hati akan melakukan di dalam keadaan
tersebut , ia merupakan suatu tindakan yang seorang dengan hati-hati yang wajar tidak akan

melakukan di dalam keadaan yang sama atau kegagalan untuk melakukan apa yang seorang
lain dengan hati-hati yang wajar justru akan melakukan di dalam keadaan yang sama.
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa kelalaian lebih bersifat ketidaksengajaan,
kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan
orang lain, namun akibat yang ditimbulkan memang bukanlah menjadi tujuannya. Kelalaian
bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai membawa
kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya (Hanafiah & Amir,
1999). Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan
merengut nyawa orang lain, maka ini dklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata),
serius dan kriminal.
Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat spesifik dan terksait
dengan status profesional dari pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional
Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya dokter dan perawat) melakukan
sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki ketrampilan
dan pendidikan (Vestal,K.W, 1995). Hal ini bih dipertegas oleh Ellis & Hartley (1998) bahwa
malpraktik adalah suatu batasan spesifik dari kelalaian. Ini ditujukan pada kelalaian yang
dilakukan oleh yang telah terlatih secara khusus atau seseorang yang berpendidikan yang
ditampilkan dalam pekerjaannya. Oleh karena itu batasan malpraktik ditujukan untuk
menggambarkan kelaliaian oleh perawat dalam melakukan kewjibannya sebagai tenaga
keperawatan.
Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktik, tetapi didalam malpraktik tidak
selalu harus ada unsur kelalaian. Malpraktik lebih luas daripada negligence.Karena selain
mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan
dengan sengaja (criminal malpractice) dan melanggar Undang-undang. Didalam arti
kesengajaan tersirat ada motifnya (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata
atau pidana.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya
(negligence)
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

B. Malpraktik dalam Keperawatan.


Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan kelalaian atau
malpraktik. Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan antara
kelalaian dan malpraktik. Walaupun secara nyata jelas penbedaannya sebagaimana telah
diuraikan terdahulu. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang
misalnya perawat, dokter atau penasehat hukum.
Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik
,apabila penggugat dapat menunjukkan dibawah ini :
1. Duty Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibanya yaitu kewajiban untuk
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidaktidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan stadar profesi.
Hubungan perawat-klien menunjukkan bahwa melakukan kewajiban berdasarkan
standar keperawatan.
2. Breach of the duty--- pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya artinya
menyimpang

dari

apa

yang

seharusnya

dilakukan

menurut

standar

profesinya.Pelanggaran yang terjadi terhadap pasien (misalnya kegagalan dalam


memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
3. Injury Seseorang mengalami injury atau kerusakan (damage) yang dapat dituntut
secara hukum (misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran.
Keluhan nyeri, atau adanya penderitaan atau stress emosi dapat dipertimbangkan
sebagai akibat cedera hanya jika terkait dengan cedera fisik).
4. Proximate causedpelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan/terkait dengan
injury yang dialami (misalnya cedera yang terjadi secara langsung berhubungan
dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat terhadap pasien).
Jenis-jenis pelanggaran :
1. Pelanggaran etika profesi. Terhadap pelanggaran ini sepenuhnya oleh organisasi
profesi ( Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercamtum pada pasal 26 dan

27 Anggaran Dasar PPNI. Sebagaimana halnya doter, maka perawat pun merupakan
tenaga kesehatan yang preofesional yang menghadapi banyak masalah moral/etik
sepanjang melaksanakan praktik profesional. Beberapa masalah etik yang sering
terjadi pada tenaga keperawatan antara lain moral unpreparedness, moral blindness,
amoralism, dan moral fanatism. Untuk menangani masalah etika yang terjadi pada
tenaga keperawatan dilakukan organisasi profesi keperawatan (PPNI) melalui Majelis
Kode Etik Keperawatan.
2. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995 dibentuk Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan(MDTK) dalam rangka pemberian perlindungan yang
seimbang dan objetif kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan
kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan
atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan
MDTK akan dilaporkan kepada pejabat kesehatan berwenang untuk mengambil
tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang dimaksud tidak
mengurangi ketentuan pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU No.23 tahun 1992
tentang Kesehatan, yaitu : (1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan
kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan
disiplin. (2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana
dimaksud dalam ayat ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur Sarjana Hukum, ahli kesehatan yang diwakili
organisasi profesi di bidang kesehatan, ahli agama, ahli psikologi, dan ahli sosiologi.
Organisasi ini berada baik di tingkat pusat, juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di Sulawesi
Selatan belum terbentuk MDTK.
3. Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana. Pelanggaran
yang bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada pasal 55 ayat (1)
dan ayat (2) berbunyi:
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesdalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan,

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku..
Hal yang berhubungan dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau diselesaikan melalui
pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992
pada Bab X (Ketentuan Pidana) berupa pidana penjara dan atau pidana denda, atau
sebagimana pada pasal 61 dan 62 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
berbunyi :
Pasal 61 : Penentuan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya
Pasal 62 :
(1). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pasal 8,
Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan
Pasal 18 dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp.2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah).
(2). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda banyak Rp. 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
(3). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
C. Bidang pekerjaan perawat yang berisiko melakukan kesalahan
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area dimana perawat berisiko
melakukan kesalahan yaitu Pada tahap pengkajian keperawatan (assessment errors),
Perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan
(intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi tentang pasien secara
adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan seperti data hasil
pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan
tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan
menetapkan

diagnosa keperawatan

dan lebih

lanjut akan

mengakibatkan

dalam

kesalahan/ketidaktepatan dalam tindakan.


Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara
komprehensif dan mendasar.

2. Planning errors, termasuk :


a. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskan dalan rencana keperawatan.
b. Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat
(misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan dimana perawat yang lain tidak
memahami dengan pasti).
c.

Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan


kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.

d. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.


Untuk mencegah kesalahan tersebut diatas, jangan hanya megira-ngira dalam membuat
rencana keperawatan tanpa dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Seharusnya dalam
menulisan harus dengan pertimbangan yang jelas dengan berdasarkan masalah pasien. Bila
dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana
harus realistik, berdasarkan standar yang telah ditetapkan termasuk pertimbangan yang
diberikan oleh pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan.
Bekerja berdasarkan rencana dan dilakukan secara hati-hati instruksi yang ada. Setiap
pendapatnya perlu divalidasi dengan teliti.
3. Intervention errors, termasuk kegagalan menginterpretasikan dan melaksanakan
tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati,
kegagalan mengikuti/mencatat order/perintah dari dokter atau dari supervisor.
Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam
membaca

perintah/order,

mengidentifikasi

pasien

sebelum

dilakukan

tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy). Dari


seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya nampaknya pada tindakan pemberian obat,
oleh karena itu perlunya komunikasi baik diantara anggota tim kesehatan maupun
terhadap pasien dan keluarganya.
Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program
pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
D. Bagaimana mencegah adanya tuntutan malpraktik
Sangat perlu bagi seorang perawat berupaya melakukan sesuatu guna mencegah terjadinya
tuntutan malpraktik yaitu upaya mempertahankan standar pelayanan/asuhan yaqng
berkualitas tinggi. Hal ini dilakukan dalam pekerjaan sebagai perawat yaitu meningkatkan

kemampuan dalam praktik keperaweatan dan menciptakan iklim yang dapat mendorong
peningkatan praktik keperawatan., yaitu :
1. Kesadaran diri (self-awareness):
Yaitu mengidentifikasi dan memahami pada diri sendiri tentang kekutan dan kelamahan
dalam praktik keperawatan. Bila terindentifikasi akan kelemahan yang dimiliki maka
berusahalah untuk mencari penyelesaiannya. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu
melalui pendidikan, pengalaman langsung, atau berdiskusi dengan teman sekerja/kolega.
Apabila berhubungan seorang supervisor, sebaiknya bersikap terbuka akan kelemahannnya
dan jangan menerima tanggung jawab dimana perawat yang bersangkutan belum siap untuk
itu. Jangan menerima suatu jabatan atau pekerjaan kalau menurut kriteria yang ada tidak
dapat dipenuhi.
2. Beradaptasi terhadap tugas yang diemban
Tenaga keperawatan yang diberika tugas pada suatu unit perawatan dimana dia merasa
kurang berpengalaman dalam merawat pasien yang ada di unit tersebut, maka sebaiknya
perawat perlu mengikuti program orientasi/program adaptasi di unit tersebut. Perawat perlu
berkonsultasio dengan perawat senior yang aa diunit terbut
3. Mengikuti kebijakan dan prosedur yang ditetapkan
Seorangmperawat dalam melaksanakan tugasnya harus sealu mempertimbangkan kebijakan
dan prosedur yang berlaku di unit tersebut. Ikuti kebijakan dan prosedur yang berlaku secara
cermat, misalnya kebijakan/prosedur yang berhubungan dengan pemberian obat pada pasien.
4. Mengevaluasi kebijakan dan prosedur yang berlaku
Ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan bersifat dinamis artinya berkembang secara
terus menerus. Dalam perkembangannya, kemungkinan kebijakan dan prosedur yang ada
diperlukan guna menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Oleh krena itu itu ada
kebutuhan untuk menyeuaikan kebijakan dan proseudr atau protokol tertentu. Untuk itu
merupakan tanggung jawab perawat profesional bekerja guna mempertahankan mutu
pelayanan sesuai dengan tuntutan perkembangan.
5. Pendokumentasian

Pencatatan perawat dapat dikatakan sesuatu yang unit dalam tatanan pelayanan kesehatan,
karena kegiatan ini dilakukan selama 24 jam. Aspa yang dicatat oleh perawat merupakan
faktor yang krusial guna menghindari suatu tuntutan. Dokumentasi dalam suatu pencatatan
adalah laporan tentang pengamatan yang dilakukan, keputusan yang diambil, kegiatan yang
dilakukan, dan penilaian terhadap respon pasien.
Oleh karena setiap kasus ditentukan adanya fakta yang mednkung suatu tuntutan, maka
diperlukan pencatatan yang jelas dan relevan. Pencatatan diperlukan secara jelas, benar, dan
jelas sehingga dapat dipahami.
Vestal, K.W (1995) memberikan pedoman guna mencegah terjadinya malpraktik, sebagai
berikut :
1. Berikan kasih sayang kepada pasien sebagaimana anda mengasihi diri sendiri. Layani
pasien dan keluarganya dengan jujur dan penuh rasa hormat.
2. Gunakan pengetahuan keperawatan untuk menetapkan diagnosa keperawatan yang
tepat dan laksanakan intervensi keperawatan yang diperlukan. Perawat mempunyai
kewajiban untuk menyusun pengkajian dan melaksanakan pengkajian dengan benar.
3. Utamakan kepentingan pasien. Jika tim kesehatan lainnya ragu-ragu terhadap
tindakan yang akan dilakukan atau kurang merespon terhadap perubahan kondisi
pasien, diskusikan bersama dengan tim keperawatan guna memberikan masukan yang
diperlukan bagi tim kesehatan lainnya.
4. Tanyakan saran/order yang diberikan oleh dokter jika : Perintah tidak jelas,masalah
itu ditanyakan oleh pasien atau pasien menolak, tindakan yang meragukan atau tidak
tepat sehubungan dengan perubahan dari kondisi kesehatan pasien. Terima perintah
dengan jelas dan tertulis.
5. Tingkatkan

kemampuan

anda

secara

terus

menerus,

sehingga

pengetahuan/kemampuan yang dimiliki senantiasa up-to-date. Ikuti perkemangan


yang terbaru yang terjadi di lapangan pekerjaan dan bekerjalah berdasarkan pedoman
yang berlaku.
6. Jangan melakukan tindakan dimana tindakan itu belum anda kuasai.

7. Laksanakan asuhan keperawatan berdasarkan model proses keperawatan. Hindari


kekurang hati-hatian dalam memberikan asuhan keperawatan.
8. Catatlah rencana keperawatan dan respon pasien selama dalam asuhan keperawatan.
Nyatakanlah secara jelas dan lengkap. Catatlah sesegera mungkin fakta yang anda
observasi secara jelas.
9. Lakukan konsultasi dengan anggota tim lainnya. Biasakan bekerja berdasarkan
kebijakan organisasi/rumah sakit dan prosedur tindakan yang berlaku.
10. Pelimpahan tugas secara bijaksana, dan ketahui lingkup tugas masing-masing. Jangan
pernah menerima atau meminta orang lain menerima tanggung jawab yang tidak
dapat anda tangani.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas menjadi jelas bahwa masalah malpraktik bersifat sangat
kompleks karena berbagai faktor yang terkait didalamnya. Sebagai perawat profesional
dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti perkembangan yang
terjadi baik oleh karena perkembangan IPTEK khususnya IPTEK keperawatan, tuntutan dan
kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat.
Saat ini perawat diperhadapkan pada berbagai tuntutan pelayanan profesional melalui
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang apabila melakukan kesalahan dan
kelalaian akan diperhadapkan pada suatu tuntutan baik dari organisasi profesi, organisasi
pelayanan kesehatan, dan tututan hukum.
Perawat di Indonesia sangat berisiko melakukan malpraktik karena tidak didukung oleh
kemampuan yang memadai (profesional dalam bidangnya), banyak mengerjakan tindakan
kolaboratif/tindakan invasif yang mungkin bukan bidang pekerjaannya sebagai layaknya

seorang perawat profesional. Sehingga untuk masalah ini diperlukan pembinaan dari semua
pihak yang terkait.
Organisasi profesi sebagai wadah para anggotanya bertanggung jawab untuk
meningkatkan mutu tenaga keperawatan sebagai konsekuensi perannya untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan dan kesejahteraan anggotanya. Operasionalisasi kegiatan
organisasi PPNI terjadi disemua tingkat organisasi baik di Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota,
dan Komisariat
Instituasi pendidikan sebagai lembaga yang menghasilkan tenaga keperawatan
profesional bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas dengan cara
mengembangkan dan mengorganisasikan kurikulum nasional kedalam kurikulum institusi,
menyediakan segala sumber daya yang dapat mendukung sepenuhnya kegiatan pendidikan.
Demikian

pula

perlu

didukung

tersedianya

lahan

praktik

yang

memungkinkan

mengimplementasikan teori-teori kedalam situasi nyata, serta berbagai kebijakan yang


mendukung.
B. Saran
1. Dalam memberikan pelayanan keperawatan , hendaknya berpedoman pada kode etik
keperawatan dan mengacu pada standar praktek keperawatan
2. Perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko
melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan
keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors)
sehigga nantinya dapat menghindari kesalahan yang dapat terjadi
3. Perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa meningkatkan kemampuannya
untuk mencegah terjadinya malpraktek

makalah malpraktek
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat
menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan
yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik
aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan secara jelas terhadap
tenaga keperawatan sebagai tenaga profesional sebagaimana pada Pasal 32 ayat (4), Pasal 53
ayat (I j dan ayat (2)). Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa ketentuan mengenai
standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional sebagai profesi di pengaruhi
oleh berbagai perubahan, perubahan ini sebagai akibat tekanan globalisasi yang juga
menyentuh perkembangan keperawatan professional antara lain adanya tekanan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang pada hakekatnya harus
diimplementasikan pada perkembangan keperawatan professional di Indonesia. Disamping

itu dipicu juga adanya UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU No. 8 tahun 1999
tentang perkembangan konsumen sebagai akibat kondisi sosial ekonomi yang semakin baik,
termasuk latar belakang pendidikan yang semakin tinggi yang berdampak pada tuntutan
pelayanan keperawatan yang semakin berkualitas.
Jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari tenaga
keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait erat dengan 3 nilai sosial yaitu:
1. Pengetahuan yang mendalam dan sistematis.
2. Ketrampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti.
3. Pelayanan atau asuhan kepada yang memerlukan, berdasarkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini yaitu
Etika Profesi.
Dalam profesi keperawatan tentunya berpedoman pada etika profesi keperawatan yang
dituangkan dalam kode etik keperawatan.Sebagai suatu profesi, PPNI memiliki kode etik
keperawatan yang ditinjau setiap 5 tahun dalam MUNAS PPNI.Berdasarkan keputusan
MUNAS VI PPNI No. 09/MUNAS VI/PPNI/2000 tentang Kode Etik Keperawatan
Indonesia.
Bidang Etika keperawatan sudah menjadi tanggung jawab organisasi keprofesian untuk
mengembangkan jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas dapat diperoleh oleh
tenaga keperawatan yang professional.
Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional senantiasa
memperhatikan etika keperawatan yang mencakup tanggung jawab perawat terhadap klien
( individu, keluarga, dan masyarakat ).selain itu , dalam memberikan pelayanan keperawatan
yang berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang merupakan
komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktek yang
dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini perawat.
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan kesalahan yang dapat
merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan bisa mengakibatkan
kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan
keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan.kejadian ini di kenal dengan
malpraktek.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan norma
hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah
diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang
etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.
Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan berlaku norma etika dan
norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang
dilanggar.
Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut
substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan
adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.
Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi
semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.
Untuk menghindari terjadinya malpraktek ini, perlu di adakan kajian-kajian etika dan hukum
yang menyangkut malpraktek khususnya dalam bidang keperawatan sehingga sebagai
perawat nantinya dalam menjalankan praktek keperawatan senantiasa memperhatikan kedua
aspek tersebut
B. Rumusan Masalah
1) Definisi Malpraktek
2) Malpraktik dalam bidang Medis (Medical Negligence)
3) Malpraktek dalam Keperawatan

4) Pembuktian Malpraktek di Bidang Pelayanan Kesehatan


5) Kajian hukum tentang malpraktek
6) Upaya Pencegahan Malpraktek
C. Tujuan Penulisan
1) Untuk Memahami Definisi Malpraktek
2) Untuk Memahami Malpraktik dalam bidang Medis (Medical Negligence)
3) Untuk Memahami Malpraktek dalam Keperawatanng Pelayanan Kesehatan
4) Untuk Mengetahui Cara Pembuktian Malpraktek di Bid
5) Untuk Memahami Kajian hukum tentang malpraktek
6) Untuk Memahami Upaya Pencegahan Malpraktek
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun agar mahasiswa dapat memahami tentang Malpraktek yang terjadi di
bidang kesehatan serta untk mengetahui hukum yang mengatur tentang malpraktek.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Malpraktek
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indicator positif
meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya
kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi,
diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan
mencekam para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan
kesehatan tenaga kesehatan dibelakang hari. Secara psikologis hal ini patut dipahami
mengingat berabad-abad tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik
yang asimitris kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran.Masalahnya
tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama
pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah
terjadi malpraktek.
Malpraktek mempakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis.Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek mempunyai arti
pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang
salah.Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan
untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter atau
perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati
dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang
tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip
transparansi atau keterbukaan,dalam arti, harus menceritakan secarajelas tentang pelayanan
yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya
yang diberikan.
Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada
konsumen secara lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin. Namun, penyalahartian
malpraktek biasanya terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.Guwandi

(1994) mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk
menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah
pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati
dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik
dari kelalaian (negligence) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau
berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.
Ada dua istilah yang sering dibiearakan secara bersamaan dalam kaitannya dengan
malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu
dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna, melindungi orang lain yang
bertentangan dengan tindakan-tindakan yaag tidak beralasan dan berisiko melakukan
kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).
Malpraktik.sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dan pemberi pelayanan dan
standar pelayanan profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya,
dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang berlaku
bagi seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan (Vestal, K.W,
1995).Malpraktik lebih luas daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian,
istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal
malpractice) dan melanggar undang-undang.Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya motif
(guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan;
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya.
(negligence); dan
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

B. Malpraktik dalam bidang Medis (Medical Negligence)


Dalam beberapa dekade terakhir ini istilah malpraktik cukup terkenal dan banyak dibicarakan
masyarakat umum khususnya malpraktik bidang kedokteran dalam transaksi terapeutik antara
dokter dan pasien. Jika kita flashback beberapa dekade ke belakang khususnya di Indonesia
anggapan banyak orang, dokter adalah profesional yang kurang bisa disentuh dengan hukum
atas profesi yang dia lakukan. Hal ini berbeda seratus delapan puluh derajat saat sekarang
banyak tuntutan hukum baik perdata, pidana maupun administratif yang diajukan pasien atau
keluarga pasien kepada dokter karena kurang puas atas hasil perawatan atau pengobatan.
Yang masih perlu dikaji dan didiskusikan kembali adalah apakah sudah benar dasar
penuntutan yang disampaikan kepada dokter atau rumah sakit dengan dasar dokter atau
rumah sakit bersangkutan telah melakukan tindakan malpraktik jika kita tinjau dari kaca mata
Undang Undang Hukum Pidana, Hukum Perdata dan Undang Undang Praktek
Kedokteran, KODEKI serta standar profesi dokter dalam menjalankan profesinya.
Transaksi terapeutik dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk perjanjian antara pasien dengan
penyedia layanan dimana dasar dari perjanjian itu adalah usaha maksimal untuk
penyembuhan pasien yang dilakukan dengan cermat dan hati-hati sehingga hubungan
hukumnya disebut sebagai perikatan usaha/ikhtiar. Agar dapat berlaku dengan sah, trasaksi
tersebut harus memenuhi empat syarat, pertama ada kata sepakat dari para pihak yang
mengikatkan diri, kedua kecakapan untuk membuat sesuatu, ketiga mengenai suatu hal atau

obyek dan yang keempat karena suatu causa yang sah. Transaksi atau perjanjian menurut
hukum dengan transaksi yang berkaitan dengan terapeutik tidaklah sama. Pada hakekatnya
transaksi terapeutik terkait dengan norma atau etika yang mengatur perilaku dokter dan oleh
karena itu bersifat menjelaskan, merinci ataupun menegaskan berlakunya suatu kode etik
yang bertujuan agar dapat memberikan perlindungan bagi dokter maupun pasien.
Hubungan antara transaksi terapeutik dengan perlindungan hak pasien dapat dilihat pada
Undang-Undang Nomer 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran diantaranya adalah hak
mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan dilakukan, hak
meminta penjelasan pendapat dokter, hak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis,
hak menolak tindakan medis dan hak untuk mendapatkan rekam medis. Kewajiban pasien
dalam menerima pelayanan kedokteran antara lain memberikan informasi yang lengkap dan
jujur tentang masalah kesehatannya, mematuhi nasehat atau petunjuk dokter, mematuhi
ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan dan memberikan imbalan jasa atas
pelayanan yang diterimanya.
Menurut Leenen kewajiban yang harus dilakukan dokter atau dokter gigi dalam memberikan
pelayanan kesehatan adalah melaksanakan suatu tindakan sesuai dengan standar profesi
medik (SPM) yang pada hakekatnya terdiri dari beberapa unsur diantaranya bekerja dengan
teliti, hati-hati dan seksama, sesuai dengan ukuran medik, sesuai dengan kemampuan ratarata/sebanding dengan dokter dalam kategori keahlian medik yang sama, dalam keadaan yang
sebanding dan dengan sarana dan upaya yang sebanding wajar dengan tujuan konkrit dari
tindakan medik tersebut.
Perbedaan yang mendasar antara hukum pidana umum dengan hukum pidana medik adalah
sebagai berikut hukum pidana umum yang diperhatikan adalah akibat dari peristiwa
hukumnya sedangkan hukum pidana medik yang diperhatikan adalah sebabnya. Jika akibat
suatu perawatan medis hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diharapkan atau pasien
mengalami kerugian maka belum tentu dokter yang merawat telah melakukan kesalahan.
Harus diteliti terlebih dahulu apakah dalam melakukan perawatan tersebut dokter telah
menerapkan tindakannya sesuai dengan standar profesi yang dibenarkan oleh hukum dan
nilai-nilai kode etik profesi sebagaimana yang tertuang dalam KODEKI. Karena menurut
penulis ilmu kedokteran/kesehatan merupakan paduan antara ilmu pengetahuan dan seni, 3
dikali 3 tidak harus 9 hal ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi hasil yang ingin
dicapai seperti kondisi tubuh pasien, cara penanganannya, komplikasi dan banyak faktor yang
lain termasuk tidak atau tersedianya peralatan kedokteran yang memadai. Sehingga tidak ada
2 kasus yang diselesaikan dengan hasil yang sama.
Malpraktik atau malpractice berasal dari kata mal yang berarti buruk dan practice yang
berarti suatu tindakan atau praktik, dengan demikian malpraktek adalah suatu tindakan medis
buruk yang dilakukan dokter dalam hubungannya dengan pasien. Menurut Blacks Law
Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai professional misconduct or unreasonable lack
of skill atau failure of one rendering professional services to exercise that degree of skill
and learning commonly applied under all the circumstances in the community by the average
prudent reputable member of the profession with the result of injury, loss or damage to the
recipient of those services or to those entitled to rely upon them.
Pengertian malpraktik di atas bukanlah monopoli bagi profesi medis, melainkan juga berlaku
bagi profesi hukum (misalnya mafia peradilan), akuntan, perbankan, dan lain-lain. Pengertian
malpraktik medis menurut World Medical Association (1992) adalah: medical malpractice
involves the physicians failure to conform to the standard of care for treatment of the
patients condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the
direct cause of an injury to the patient.
Selain pengertian diatas definisi lain dari malparaktik adalah setiap kesalahan profesional
yang diperbuat oleh dokter pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak

memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai,
diperbuat atau dilakukan oleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama
(Berkhouwer & Vorsman, 1950), selain itu menurut Hoekema, 1981 malpraktik adalah setiap
kesalahan yang diperbuat oleh dokter karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah
standar yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter
dalam situasi atau tempat yang sama, dan masih banyak lagi definisi tentang malparaktik
yang telah dipublikasikan. Dalam tata hukum indonesia tidak dikenal istilah malpraktik, pada
undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan disebut sebagai kesalahan atau
kelalaian dokter sedangkan dalam undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang praktek
kedokteran dikatakan sebagai pelanggaran disiplin dokter. Sehingga dari berbagai definisi
malpraktik diatas dan dari kandungan hukum yang berlaku di indonesia dapat ditarik
kesimpulan bahwa pegangan pokok untuk membuktikan malpraktik yakni dengan adanya
kesalahan tindakan profesional yang dilakukan oleh seorang dokter ketika melakukan
perawatan medik dan ada pihak lain yang dirugikan atas tindakan tersebut.
Menurut Gunadi, J dapat dibedakan antara resiko pasien dengan kelalaian dokter (negligence)
yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pada dokter, resiko yang ditanggung pasien ada
tiga macam yaitu :
1. Kecelakaan
2. Resiko tindakan medik (risk of treatment)
3. Kesalahan penilaian (error of judgement)
Masih menurut Gunadi, J masalah hukum sekitar 80% berkisar pada penilaian atau
penafsiran. Resiko dalam tindakan medik selalu ada dan jika dokter atau penyedia layanan
kesehatan telah melakukan tindakan sesuai dengan standar profesi medik dalam arti bekerja
dengan teliti, hati-hati, penuh keseriusan dan juga ada informed consent (persetujuan) dari
pasien maka resiko tersebut menjadi tanggungjawab pasien. Dalam undang-undang hukum
perdata disana disebutkan dalam hal tuntutan melanggar hukum harus terpenuhi syarat
sebagai berikut :
1. Adanya perbuatan (berbuat atau tidak berbuat)
2. Perbuatan itu melanggara hukum
3. Ada kerugian yang ditanggung pasien
4. Ada hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan
5. Adanya unsur kesalahan atau kelalaian
Dalam beberapa kasus yang diajukan ke pengadilan masih terdapat kesulitan dalam
menentukan telah terjadi malparaktik atau tidak karena dalam tatanan hukum indonesia
belum diatur mengenai standar profesidokter sehingga hakim cenderung berpatokan pada
hukum acara konvensional, sedangkan dokter merasa sebagai seorang profesional yang tidak
mau disamakan dengan hukuman bagi pelaku kriminal biasa, misalnya : pencurian atau
pembunuhan. Sebagai insan yang berkecimpung di bidang asuransi kita berharap pemerintah
lebih serius untuk mengatur permasalahan tersebut dengan menerbitkan produk hukum yang
mengatur tentang standar profesi.
C. Malpraktek dalam Keperawatan
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik.Malpraktik lebih
spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau
penasihat hukum.
Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila
pengguagat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a. Duty Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban
mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.

Hubungan perawat-klien menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar


keperawatan.
b. Breach of the duty Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya
menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh
pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar
keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Injury Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage) yang dapat dituntut
secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian
nyeri, adanya penderitaan atau stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika
terkait dengan cedera fisik.
d. Proximate caused Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan
cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung berhubungan.
dengan pelanggaran kewajiban perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari
keempat elemen di atas.Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa
telah terjadi malpraktik dan perawat berada pada tuntutan malpraktik.
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan :
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan
perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment
errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan
(intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien
secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil
pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan
tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan
diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan
dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan
data dasar secara komprehensif dan mendasar.
b. Planning errors, termasuk hal-hal berikut :
1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana
keperawatan.
2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat,
misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan yang tidak dimahami perawat
lain dengan pasti.
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan
kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien. Untuk mencegah
kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan dalam membuat rencana
keperawatan tanpa mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam penulisan harus
memakai pertimbangan yang jelas berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan
modifikasi rencana berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana harus realistis
berdasarkan standar yang telah ditetapkan, termasuk pertimbangan yang diberikan oleh
pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan. Lakukan
tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati instruksi yang ada. Setiap
pendapat perlu divalidasi dengan teliti.
c. Intervention errors, termasuk kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan tindakan

kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati, kegagalan


mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter atau dari penyelia. Kesalahan pada tindakan
keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca pesan/order,
mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi
pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya tampaknya
pada tindakan pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik di antara
anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.
melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
D. Pembuktian Malpraktek di Bidang Pelayanan Kesehatan
Malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam
menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan
di wilayah tersebut. Andaikan akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan
merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treaement)
karena perikatan dalam transaksi terapeutik antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah
perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian
akan hasil (resultaat verbintenis).
Sebagai contoh adanya complain terhadap tenaga perawatan dari pasien yang menderita
radang uretra setelah pemasangan kateter. Apakah hal ini dapat dimintakan tanggung jawab
hukum kepada tenaga keperawatan?Yang perlu dipahami semua pihak apakah ureteritis
bukan merupakan resiko yang melekat terhadap pemasangan kateter?Apakah tenaga
perawatan dalam memasang kateter telah sesuai dengan prosedur professional?Hal-hal inilah
yang menjadi pegangan untuk menentukan ada dan tidaknya malpraktek.
Apabila didakwa telah melakukan kesalahan profesi,hal ini bukanlah merupakan hal yang
mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam mebuktikan ada dan
tidaknya kesalahan.
Dalam hal ini tenaga perawatan didakwa telah melakukan criminal malpractice, harus
dibuktikan apakah perbuatan tenaga perawatan tersebut telah memenuhi unsur tindak
pidananya yakni:
a. Apakah perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela.
b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin yang salah (sengaja, ceroboh, atau
hanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan
sehungga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus
dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin
berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
E. Kajian hukum tentang malpraktek
Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan. Perawat tidak
membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan keamanan pasien
dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian
terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami patah tulang tungkai
Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan dalam
kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam
Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I,
pasal 1, yang menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan
masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap klien
dengan tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan
pasien dengan tidak memasang penghalang tempat tidur.
Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya Mengutamakan
perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta matang dalam
mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab
yang ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan

kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan mengalami patah
tungkai.
Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam hal
Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan.
Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian seperti
patah tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek yang termasuk ke dalam
criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat hukum antara lain :
1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati
atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati
:Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa karena
kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga
menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama
waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda
paling tinggi tiga ratus rupiah.
3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya:
dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan
pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang
lebih berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini
di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah
dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian
dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada
rumah sakit/sarana kesehatan.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :
1. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melak-sanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
2. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang
hukum yang dilanggar, yaitu :
a. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala
perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :
1. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional)
misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332
KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi
medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan tindakan medis
tanpa persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan (negligence) misalnya kurang hatihati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut
pasien saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal

malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan
kepada orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana pelayananjasa tempatnya
bernaung.
b. Civil malpractice
Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan
kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar
janji). Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain :
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula
dialihkan pihak lain berdasarkan principle ofvicarius liability. Dengan prinsip ini maka badan
yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c. Administrative malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala orang tersebut
telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power,
pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan,
misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin
Kena, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila
aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan
melanggar hukum administrasi.
KODE ETIK KEPERAWATAN INDONESIA :
1. Perawat dan Klien
a. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat
manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan
kebangsaan,kesukuan,warna kulit,umur,jenis kelamin,aliran poitik dan agama yang dianut
serta kedudukan social.
b. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana
lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat-iustiadat dan kelangsungan hidup
beragama klien.
c. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan
keperawatan.
d. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan dengan tugas
yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Perawat dan Praktek
a. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi di bidang keperawatan melalui belajar
terus-menerus.
b. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran
profesional yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan klien
c. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan
mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan
konsultasi,menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain.

d. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu
menunujukkan perilaku profesional
3. Perawat dan Profesi
a. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan
keperawatan srta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.
b. Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan.
c. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membanngun dan memelihara
kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.
Dari definisi malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, 1956).Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar
telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata
akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat
terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi
teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya
(inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).
Apabila tenaga tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini
bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan
dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.
Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan ciminal malpractice, harus dibuktikan
apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni :
a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela.
b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja,
ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah
melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka
yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan
sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan
dua cara yakni :
1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
1. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah
bertindak berdasarkan ;
(1) Adanya indikasi medis
(2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
(3) Bekerja sesuai standar profesi
(4) Sudah ada informed consent.
2. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang
seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard
profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.
3. Direct Causation (penyebab langsung)
4. Damage (kerugian)
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara

penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada
peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil
(outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.
Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan
dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi
pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada
contributory negligence.
E. Upaya Pencegahan Malpraktek
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya
malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat
verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat
menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien
atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan
dapat melakukan :
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan
yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya
perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko
medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap
batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk
pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsurunsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari
pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh
daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum,
sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar
ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena
dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan
perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan

bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak
diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk
membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya
hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan
(damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan
dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Malpraktik bersifat sangat kompleks
Perawat diperhadapkan pada tuntutan pelayanan profesional.
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik. Malpraktik
lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau
penasihat hokum
untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan halhal dibawah ini :
a. Duty Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.
b. Breach of the duty Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya
menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya.
c. Injury Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage) yang dapat dituntut
secara hukum.
d. Proximate caused Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan
cedera yang dialami pasien.
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan yaitu tahap pengkajian
keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan
intervensi keperawatan (intervention errors).
Yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
Criminal malpraktek
Civil malpractice
Administrative malpractice
B. SARAN
1) dalam memberikan pelayanan keperawatan , hendaknya berpedoman pada kode etik
keperawatan dan mengacu pada standar praktek keperawatan
2) perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko
melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan
keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors)
sehigga nantinya dapat menghindari kesalahan yang dapat terjadi
3) perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa meningkatkan kemampuannya
untuk mencegah terjadinya malpraktek

DAFTAR PUSTAKA

http://gegdiah.student.umm.ac.id/2010/01/30/malpraktek-dalam-pelayanan-kesehatan/
http://irh4mgokilz.wordpress.com/2011/02/19/makalah-malpraktek-dalam-keperawatan/
Daharia.ST,SKM.2009.Etika Profesi Keperawatan.Bulukumba:AKPER

Makalah Malpraktek dalam Keperawatan


Posted: February 19, 2011 in Materi Keperawatan
Tags: Makalah malpraktek keperawatan, Malpraktek, Malpraktek dalam keperawatan

8 Votes

BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat
menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan
yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik
aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan secara jelas terhadap
tenaga keperawatan sebagai tenaga profesional sebagaimana pada Pasal 32 ayat (4), Pasal 53
ayat (I j dan ayat (2)). Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa ketentuan mengenai
standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional sebagai profesi di pengaruhi
oleh berbagai perubahan, perubahan ini sebagai akibat tekanan globalisasi yang juga
menyentuh perkembangan keperawatan professional antara lain adanya tekanan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang pada hakekatnya harus
diimplementasikan pada perkembangan keperawatan professional di Indonesia. Disamping
itu dipicu juga adanya UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU No. 8 tahun 1999
tentang perkembangan konsumen sebagai akibat kondisi sosial ekonomi yang semakin baik,
termasuk latar belakang pendidikan yang semakin tinggi yang berdampak pada tuntutan
pelayanan keperawatan yang semakin berkualitas.
Jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari tenaga
keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait erat dengan 3 nilai sosial yaitu:
1. Pengetahuan yang mendalam dan sistematis.
2. Ketrampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti.
3. Pelayanan atau asuhan kepada yang memerlukan, berdasarkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini yaitu
Etika Profesi.
Dalam profesi keperawatan tentunya berpedoman pada etika profesi keperawatan yang
dituangkan dalam kode etik keperawatan. Sebagai suatu profesi, PPNI memiliki kode etik
keperawatan yang ditinjau setiap 5 tahun dalam MUNAS PPNI. Berdasarkan keputusan
MUNAS VI PPNI No. 09/MUNAS VI/PPNI/2000 tentang Kode Etik Keperawatan
Indonesia.
Bidang Etika keperawatan sudah menjadi tanggung jawab organisasi keprofesian untuk
mengembangkan jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas dapat diperoleh oleh
tenaga keperawatan yang professional.

Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional senantiasa


memperhatikan etika keperawatan yang mencakup tanggung jawab perawat terhadap klien
( individu, keluarga, dan masyarakat ).selain itu , dalam memberikan pelayanan keperawatan
yang berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang merupakan
komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktek yang
dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini perawat.
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan kesalahan yang dapat
merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan bisa mengakibatkan
kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan
keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan.kejadian ini di kenal dengan
malpraktek.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan norma
hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah
diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang
etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.
Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan berlaku norma etika dan
norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang
dilanggar.
Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut
substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan
adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.
Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi
semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.
untuk menghindari terjadinya malpraktek ini, perlu di adakan kajian-kajian etika dan hukum
yang menyangkut malpraktek khususnya dalam bidang keperawatan sehingga sebagai
perawat nantinya dalam menjalankan praktek keperawatan senantiasa memperhatikan kedua
aspek tersebut

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI MALPRAKTEK
Malpraktek mempakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek mempunyai arti
pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang
salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan
untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter atau
perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati
dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak

terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang
biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada karena
tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti, harus
menceritakan secarajelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik
pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.
Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada
konsumen secara lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin. Namun, penyalahartian
malpraktek biasanya terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.Guwandi
(1994) mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk
menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah
pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati
dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik
dari kelalaian (negligence) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau
berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.
Ada dua istilah yang sering dibiearakan secara bersamaan dalam kaitannya dengan
malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu
dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna, melindungi orang lain yang
bertentangan dengan tindakan-tindakan yaag tidak beralasan dan berisiko melakukan
kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).
Malpraktik. sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dan pemberi pelayanan dan
standar pelayanan profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya,
dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang berlaku
bagi seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan (Vestal, K.W, 1995).
Malpraktik lebih luas daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian, istilah
malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal
malpractice) dan melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya motif
(guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
a. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan;
b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya.
(negligence); dan
c. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

B. MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN


Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik. Malpraktik lebih
spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau
penasihat hukum.
Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila
pengguagat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a. Duty Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban
mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.
Hubungan perawat-klien menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar
keperawatan.
b. Breach of the duty Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya

menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh
pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar
keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Injury Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage) yang dapat dituntut
secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian
nyeri, adanya penderitaan atau stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika
terkait dengan cedera fisik.
d. Proximate caused Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan
cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung berhubungan.
dengan pelanggaran kewajiban perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari
keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa
telah terjadi malpraktik dan perawat berada pada tuntutan malpraktik.
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan :
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan
perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment
errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan
(intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien
secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil
pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan
tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan
diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan
dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan
data dasar secara komprehensif dan mendasar.
b. Planning errors, termasuk hal-hal berikut :
1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana
keperawatan.
2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat,
misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan yang tidak dimahami perawat
lain dengan pasti.
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan
kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien. Untuk mencegah
kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan dalam membuat rencana
keperawatan tanpa mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam penulisan harus
memakai pertimbangan yang jelas berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan
modifikasi rencana berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana harus realistis
berdasarkan standar yang telah ditetapkan, termasuk pertimbangan yang diberikan oleh
pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan. Lakukan
tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati instruksi yang ada. Setiap
pendapat perlu divalidasi dengan teliti.
c. Intervention errors, termasuk kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan tindakan
kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati, kegagalan
mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter atau dari penyelia. Kesalahan pada tindakan
keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca pesan/order,
mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi
pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya tampaknya

pada tindakan pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik di antara
anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.
Untuk menghindari kesalahan ini,, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program
pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang
hukum yang dilanggar, yaitu :
a. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala
perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :
1. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional)
misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332
KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi
medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan tindakan medis
tanpa persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan (negligence) misalnya kurang hatihati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut
pasien saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal
malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan
kepada orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana pelayananjasa tempatnya
bernaung.
b. Civil malpractice
Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan
kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar
janji). Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain :
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula
dialihkan pihak lain berdasarkan principle ofvicarius liability. Dengan prinsip ini maka badan
yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c. Administrative malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala orang tersebut
telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power,
pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan,
misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin
Kena, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila
aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan
melanggar hukum administrasi.

C. CONTOH MALPRAKTEK KEPERAWATAN DAN KAJIAN ETIKA HUKUM


Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan. Perawat tidak
membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan keamanan pasien

dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian
terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami patah tulang tungkai
Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan dalam
kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam
Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I,
pasal 1, yang menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan
masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap klien
dengan tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan
pasien dengan tidak memasang penghalang tempat tidur.
Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya Mengutamakan
perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta matang dalam
mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab
yang ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan
kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan mengalami patah
tungkai.
Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam hal
Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan.
Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian seperti
patah tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek yang termasuk ke dalam
criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat hokum antara lain :
1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati
atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati
:Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa karena
kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga
menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama
waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda
paling tinggi tiga ratus rupiah.
3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya:
dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan
pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang
lebih berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini
di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah
dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian
dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada
rumah sakit/sarana kesehatan.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :

(1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Malpraktik bersifat sangat kompleks
Perawat diperhadapkan pada tuntutan pelayanan profesional.
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik. Malpraktik lebih
spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau
penasihat hokum
untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-hal
dibawah ini :
a. Duty Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya
yaitu, kewajiban
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.
b. Breach of the duty Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya
menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya.
c. Injury Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage) yang dapat dituntut
secara hukum
d. Proximate caused Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan
cedera yang dialami pasien.
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan yaitu tahap pengkajian
keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan
intervensi keperawatan (intervention errors).
yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
a. Criminal malpractice
b. Civil malpractice
c. Administrative malpractice

B. SARAN
dalam memberikan pelayanan keperawatan , hendaknya berpedoman pada kode etik
keperawatan dan mengacu pada standar praktek keperawatan
perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko
melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan
keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors)
sehigga nantinya dapat menghindari kesalahan yang dapat terjadi
perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa meningkatkan kemampuannya
untuk mencegah terjadinya malpraktek
http://andez-azkha.blogspot.com/2011/11/makalah-malpraktek-keperawatan.html
https://irh4mgokilz.wordpress.com/2011/02/19/makalah-malpraktek-dalam-keperawatan/

Anda mungkin juga menyukai