Krietria
Keterangan
Tidak lekat
Agak lekat
Lekat
Sangat lekat
Krietria
Keterangan
Tidak plastis
Agak plastis
untuk
merusak
untuk
merusak
Sangat plastis
Diperlukan tekanan
gulungan tersebut
besar
Faktor yang telah lama dikenal sebagai penentu pokok konsistensi tanah
adalah tingkat kebasahan tanah, umumnya dinyatakan sebagai massa air yang ada per
satuan massa padatan tanah. Kita ambil sebuah contoh agar dapat mendukung
gambaran tersebut, yakni suatu tubuh tanah yang bertekstur geluh (loam). Pada saat
kering, tanah ini akan relatih keras dan rapuh dan menunjukkan tingkat kekohesifan
yang tinggi (atau sementasi dakhilnya kuat) dan ketahanannya terhadap pengolahan
tinggi. Namun kalau diolah, tanah yang kering ini akan hancur menjadi gumpalangumpalan yang keras dan pejal, atau juga disebut bongkahan, dan bila diolah secara
berlebihan bongkahan-bongkahan ini akan hancur dan mendebu. Bila lembab (tetapi
tidak terlampau lembab) tanah ini akan benjadi remah, yakni bila diolah akan
cenderung untuk mudah hancur dan membentuk ikatan yang lepas-lepas (longgar)
dari gumpalan-gumpalan kecil dan lunak. Pada keadaan ini, tanah berada pada atau
dekat dengan kelembaban optimal untuk pengolahan, karena dia dapat dapat diolah
dengan basil olehan terbaik dan dengan penggunaan energi paling kecil. Apabila
tingkat kelembaban ditingkatkan, tanah ini akan kehilangan keremahannya dan
berubah menjadi seperti pasta, atau menjadi bersifat liat (plastis). Bila ini diolah,
selain dia akan hancur menjadi bongkahan-bongkahan, dia cenderung menjadi mudah
dibentuk-bentuk (melumpur) dan bila kering akan menjadi sangat keras. Pada keadaan
liat tanah ini terlampau basah jika diolah secara efektif, dan bila diolah tanah
mungkin akan mengalami kerusakan struktur lewat perusakan meka'nik agregatagregat alaminya. Jika lengas tanah ditingkatkan lagi dil atas kisaran liat, tanah jenuh
ini akan menjadi lengket (lekat) dan jika dioalh akan menjadi pasta melumpur dan
cenderung berwatak sebagai suatu zat alir yang kental (viscous liquid). Pada kondisi
yang ekstrim, karena air terus ditambahkan dan campuran ini diaduk, maka tanah
akan memasuki keadaan yang disebut seduhan (suspensi).
-
Angka-angka Atterberg
Dalam perubahan yang berlanjut dari keaddan kering ke lembab, kemudian ke
basah, kemudian jenuh, dan akhimya menjadi ke keadaan kelewat jenuh, tahan ini
mengalami suatu rangkaian perubahan konsistensi yang dramatis , dari padat keras
dan rapuh, menjadi padat lunak renah, menjadi semipadat liat dan dapat dibentukbentuk, dan kemudian menjadi suatu zat alir yang lengket dan kental. Perubahanperubahan ini , kira- kira sembilan puluh tahun yang lampau, oleh Atterberg seorang
pakar tanah berkebangsaan Swedia, diupayakan untuk di ben nama, dengan melalui
cara uji sederhana dan praktis, atau dengan prosedurprosedur pengujian khusus, yang
kemudian dikenal secara global sebagai batasbatas (angka-angka) Atterberg
(Atterberg Limits). Prosedur- prosedur ini dirancang untuk menentukan nilai-nilai
kelembaban massa yang pada keadaan tersebut suatu tanah nyata berubah dari satu
konsistensi ke keadaan konsistensi yang lain. Prosedur ini merupakan prosedur yang
sangat sederhana namun pemakaiannya sudah mendunia. Batas-batas konsistensi di
sini memang dibatasi hanya pada contoh tanah yang telah diperlakukan secara khusus
dengan cara pengerjaan analisis tertentu pula, sehingga sebenarnya sifat-sifat tanah
tersebut tidak menggambarkan keadaan sesungguhnya di lapangan. Namun demikian,
konsep yang mendasari angka-ngka Atterberg ini telah diakui sangat bermanfaat dan
telah diuji melawan zaman, dan bahkan cara ini masih merupakan porsedur baku di
beberapa laboratorium.
Secara garis besar pelukisan angka-angka Atterberg dapat dilukiskan dengan
penjelasan singkat sebagai berikut :
(1)
Batas penjonjotan (flocculation limit) : Kelembaban massa yang pada saat itu
suatu seduhan (suspensi) tanah diubah dari suatu kondisi zat alir menjadi suatu
keadaan semi-zat alir (semiliquid) demgan peningkatan kekentalan yang nyata.
(2)
Batas cair (liquid limit) : Kelembaban massa yang saat itu sistem tanah-air
berubah dari cairan kental ke benda yang liat atau lentur (plastis). Batas ini juga
disebut batas liat (plastis) atas (upper plastic limit). Nilai ini diukur dengan suatu alat
khusus seperti tampak pada Gambar 6.3. Mat ini diisfi dengan tanah pada kendungan
lengas yng berbeda-beda. Suatu alat pembuat celah digunakan untuk membuat celah
pada tanah tersebut. Cawan kemudian diketuk-ketukkan pada landasan dengan
amplitudo jatuh tertentu sehingga celah tanah menutup kembali sepanjang kira-kira 12
mm. Jumlah ketukan dan kadar air contoh bersangkutan diplotkan, kemudian batas
cair ditetapkan dan diinterpolasikan sebagai kandungan air pada saat celah tanah
menutup pada ketukan ke 25.
(3)
Batas gulung (plastic limit) : Kelembaban massa yang saat itu tanah berubah
dari keadaan liat (lentur) ke keadaan semikaku dan remah. Ini juga disebut batas
plastis (liat) bawah. Pada prakteknya , batas gulung (hat) ini didefinisikan sebagai
kandungan lengas khusus (berdasarkan massa) yang saat itu suatu contoh tanah tepat
dapat digulung menjadi benang bergaristengah 3 mm tanpa menimbulkan retak
(pecah). Sehingga ini merupakan batas bawah kisaran sehingga suatu tanah
lempungan (clayey) berada dalam keadaan bersifat hat (plastis).
(4)
Batas kerut (shrinkage limit) : Kelembaban massa yang saat itu tanah berubah
dari suatu keadaan semikaku menjadi padat kaku tanpa ada tambahan volume jenis
akibat pengeringan yang masih berlanjut. Biasanya suatu contoh tanah berbentuk
silinder yang diperoleh saat keadaan hat, ditimbang dan perubahan volumenya
mengikut proses kehilangan airnya diukur. Jika tidak ada perubahan volume lagi
contoh tanah dikeringkan dan volume akhir serta berat keringnya ditetapkan.
(5)
Batas lekat (sticky limit) : Ini jarang digunakan. Nilai minimum kelambaban
massa yang scat itu suatu pasta tanah akan menempel pada sebuah spatula (colet) baja
setelah ditarik dari dalam contoh tanah lembab tersebut.
Diakui bahwa prosedur-prosedur ini tidak seluruhnya obyektif. Pada
kenyataannya kemampuan untuk melakukan uji (test) ini keterulangannya sangat
bergantung kepada kemampuan (ketrampilan) yang didukung oleh keahlian dari hasil
pengalaman pelaku analisis, dan masih dapat dikatakan sebagai suatu seni ketimbang
ilmu pasti. Analisis ini tidak berlaku bagi tanah-tanah yang bertekstur kasar yang
tidak menunjukkan banyak keplastisan , sehingga hanya berarti bagi tanah-tanah yang
mengandung cukup banyak lempung (clay). Diyakini bahwa batas-batas Atterberg ini
cepat atau lambat akan digantikan oleh metode-metode lain yang lebih teliti dan
obyektif.
Suatu indeks yang berasal dari batas-batas konsistensi yang disebut indeks
platisitas (plasticity index), didefinisikan sebagai perbedaan antara batas cair dan
batas gulung (batas liat). Ini umumnya digunakan sebagai indikator kelempungan
(clayeyness) atau plastisitas potensial suatu tanah dan digunakan misalnya dalam
sistem klasifikasi perekayasaan keteknikan tanah. Namun. indeks plastisitas tidak
hanya bergantung kepada kandungan lempung tetapi juga kepada sifat lempungnya,
apakan tipe membengkak atau tidak, maupun pada kation-kation yang terjerap,
kandungan bahan organik, dan perlakuan yang diberikan pada contoh tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Agus.2015. Pengertian Konsistensi Tanah. Diakses pada tanggal 04 Desember 2015. Di
http://agussupriana.blogspot.co.id/2012/05/pengertian-konsistensitanah.html.
Elisa.
Diakses
pada
tanggal
03
Desember
2015.
Di