5 Parietal Lobes
5 Parietal Lobes
Disusun oleh :
Kelompok 5
Anggita Intania
Vinna Ramadhany Sy
190110080083
Putu Desy
190110080015
Andhini Prima N
190110080097
Evanny Anatassia
190110080018
Rachel U. D. Siahaan
190110080101
Gabriela Gugun
190110080107
Maya Monissa
190110080109
Tetty Anastasia S
190110080042
Irma Wahyuni
190110080110
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2011
PARIETAL LOBES
Otak merupakan pusat dari keseluruhan
tubuh. Jika otak sehat, maka akan mendorong
kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan
mental. Otak dibagi menjadi empat bagian,
yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum membuat manusia memiliki
kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa,
kesadaran, perencanaan, memori
dan
kemampuan visual, kecerdasan intelektual atau IQ. Cerebrum secara terbagi menjadi 4
(empat) bagian yang disebut Lobus, yaitu: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus
Temporal , Lobus Occipital. Cerebrum dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak
kanan dan belahan otak kiri.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Terletak di bagian belakang kepala. Cerebellum mengontrol fungsi otomatis otak,
mengatur sikap atau posisi tubuh, keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh,
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari.
3. Brainstem (Batang Otak)
Berada di kepala bagian dasar dan memanjang ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang. Bagian ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung,
mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar
manusia yaitu fight or flight. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu: Mesencephalon,
Medulla oblongata, Pons.
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak. Komponen limbik
antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Berfungsi
untuk menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa
haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka
panjang.
Mempelajari system syaraf dan anatomi otak secara keseluruhan, termasuk dalam
kajian neurologi. Pada fakultas psikologi, neurologi juga penting untuk dipelajari dan
neurologi menjadi mata kuliah wajib karena pada dasarnya gangguan fisik yang muncul
disebabkan adanya kerusakan otak juga berdampak pada kondisi psikis dari penderita sendiri,
begitu pula sebaliknya.
Dalam tulisan ini kami akan membahas tentang salah satu bagian dari otak yaitu lobus
parietal.
Lobus parietal merupakan bagian dari cerebral korteks yang terletak dibawah tulang
tengkorak parietal. Dalam lobus parietal terdiri atas beberapa bagian penting, yaitu
postcentral gyrus, superior parietal lobule, parietal operculum, supramarginal gyrus, dan
angular gyrus. Hanya saja untuk angular dan supramarginal gyrus sering disebut sebagai
inferior parietal lobe. Lobus parietal dapat dibagi menjadi dua zona fungsi, yaitu zona
anterior yang terdiri dari postcentral gyrus dan parietal operculum, dan zona posterior yang
terdiri dari superior parietal lobule dan inferior parietal lobe. Zona anterior dikenal sebagai
somatosensory cortex, dan zona posterior dikenal sebagai posterior parietal cortex. Lobus
parietal, terutama dalam inferior parietal memiliki peranan yang besar terhadap evolusi
manusia. Lobus parietal memiliki dua fungsi, baik dari sisi anterior dan posterior, yaitu fungsi
yang pertama adalah untuk sensasi somatik dan persepsi, fungsi yang kedua adalah masukan
dari somatik dan daerah visual serta dari daerah indra lainnya, kebanyakan untuk
mengendalikan pergerakan.
Berikut adalah ilustrasi kasus yang berkaitan dengan gangguan pada lobus ini.
Seorang anak laik-laki yang berusia 10 tahun mengalami kesulitan di sekolah. Ia mengalami
kesulitan tertentu ketika membaca kata-kata yang panjang, mengikuti urutan teks bawah
halaman, menulis kata-kata dalam urutan yang benar, menulis kata-kata dalam baris, dan
menyalin dari papan tulis. Ia memiliki riwayat infeksi endokarditis yang berkomplikasi dengan
pendarahan intraserebral pada saat ia berusia tiga tahun. Sejarahnya termasuk kedalam
simptom khas dari patologi dorsal stream yang dikenal sebagai berkurangnya vision for
action. Dia menunjukkan simultanagnosia yang dimanifestasikan sebagai kesulitan dalam
bernegosiasi dalam lingkungan yang sibuk seperti di pusat perbelanjaan: ia sering berjalan ke
orang seolah-olah mereka tidak ada. Ada pemindaian visual yang rusak dan menmbuatnya
kesulitan mengikuti benda bergerak (misalnya mobil atau pesawat) dan kesulitan membaca
teks. Optic ataxia menyebabkan kesulitan turun dari trotoar serta ketidakmampuan untuk
melangkah ke eskalator bergerak ke bawah. Dia tidak belajar membaca dengan baik di sekolah
dan telah mulai mengembangkan masalah dengan self esteem dan kepercayaan diri.
Hal ini termasuk gangguan spasial atensi (simultanagnosia), tidak berfungsinya tangan
secara efektif tangan dan gerakan kaki di bawah kendali visual (optic ataxia), dan
memperoleh apraxia oculomotor yang konsisten dengan sindrom Balint tersebut.
(Developmental Medicine & Child Neurology 2003, 45: 349352 349).
Berdasarkan ilustrasi diatas, diketahui bahwa anak tersebut menderita gangguan yang
disebut Balint Syndrom. Sindrom ini muncul karena adanya gangguan pada otak, tepatnya di
lobus parietal, dimana penderita akan mengalami perubahan dalam fungsi emosionalmotivasional, body and visual-spatial neglect, juga kecerobohan, dan diosorganisasi visualspatial. Gangguan yang ditimbulkan Balint Sindrom tidak hanya berdampak pada fisik
penderita tetapi juga gangguan pada psikis seperti emosi-motivasi yang mana si anak menjadi
kurang percaya diri dan mengalami masalah dalam self-esteem karena ketidakmampuannya
melakukan fungsi-fungsi tertentu yang seharusnya bisa dilakukan anak-anak seumurannya.
Balint sindrom merupakan salah satu gangguan yang muncul akibat kerusakan di lobus
parietal. Gangguan-gangguan pada lobus parietal ini sangat banyak dan biasanya
mempengaruhi fungsi integrasi informasi sensori dan dalam mengkonstruk sistem koordinasi
spasial untuk merepresentasikan dunia.
Jika dilihat dari ilustrasi, penderita yang mengalami ketidamampuan pada gangguan
visual dan spasial ternyata juga mengalami permasalahan dalam self-esteem dan kepercayaan
diri. Berarti seorang ahli psikologi yang menangani kasus seharusnya dapat berkordinasi
dengan ahli medis untuk menangani masalah yang dihadapi pasien dan kondisi yang sedanng
dialami pasien. Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa penderita mengalami kesulitan dalam
belajar. Pada umumnya, kasus seperti ini akan disarankan untuk ditangani oleh ahli psikologi.
Pada kasus seperti ini, seorang ahli psikologi harus mengetahui neuologi karena kesulitan
dalam belajar yang dialami penderita bukan merupakan dampak gangguan psikologis akan
tetapi dampak dari kerusakan pada lobus parietal yang berarti gangguan fisik. Sehingga
seorang ahli psikologi yang memahami neurologi dapat bertindak secara tepat dan bekerja
sama dengan ahli medis. Jadi, seorang ahli psikologi harus memahami neuologi dengan baik
sehingga dapat menangani permasalahan pasien dengan baik dan tepat.
Symptom-symptom lain yang juga terkait dengan lobus parietal adalah sebagai berikut.
Somatosensory Symptoms of Parietal Lobe Lesions.
Somatosensory symptoms terkait dengan kerusakan gyrus postcentral (area 1, 2, 3a, dan
3b) dan korteks yang berdekatan (area PE dan PF):
Somatosensory Thresholds. Kerusakan pada gyrus postcentral biasanya terkait dengan
perubahan batas somatosensori. lesions of the postcentral gyrus menghasilkan symptom
yang disebut Afferent paresis, yaitu gerakan jari yang kikuk karena seseorang kehilangan
feedback yang diperlukan tentang posisi mereka dengan tepat
Somatoperceptual Disorders. Gangguan somatoperceptual ini dapat mengalami
extinction
yang
paling sering
dikaitkan
dengan kerusakan
pada korteks
sekunder somatik (daerah PE dan PF), terutama di daerah lobus parietalis.
Blind Touch. Orang yang menderita blind touch dapat mengidentifikasi lokasi dari
stimulus visual meskipun kadang mereka menyangkal apa yang dilihatnya. Memiliki
kerusakan besar pada area PE, PF, dan beberapa dari PG, menghasilkan anestesi lengkap
dari sisi kanan tubuh yang begitu parah bahwa ia bertanggung jawab untuk memotong atau
membakar dirinya sendiri tanpa menyadari hal itu.
Somatosensory Agnosia. Ada 2 tipe yaitu Astereognosis yaitu ketidakmampuan untuk
merekognisi secara natural objek yang disentuhnya; Asomatognosia yaitu kehilangan
kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri dan merasakan tubuhnya sendiri.
Asomatognosia terbagi 4 yaitu anosognosia adalah ketidaksadaran atau menolak terhadap
penyakit; anosodia phoria adalah acuh tak acuh terhadap penyakit yang diderita;
autotopagnosia adalah ketidakmampuan untuk mengetahui lokasi dan nama-nama dalam
tubuhnya; asymbolia for pain yaitu kurangnya reaksi yang normal terhadap penyakit.
menggambar). Kedua gangguan ini dapat dilihat sebagai gangguan pergerakan yang
berasal dari gangguan koneksi parieto-frontal kendali gerakan.
Sumber:
http://www.aktivasiotak.com/fungsi otak.htm. Diakses pada 1 Desember 2011.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1469-8749.2003.tb00407.x/pdf. Diakses pada 1
Desember 2011.