Puisi
Puisi
MERINDUKAN KERAMAIAN
Bilamana penat-penat telah kian merapat di tepi-tepi kota
Mentari hanyalah saksi-saksi yang bersembunyi dikala malam sunyi
Awan membisu, tatkala tahta-tahta langit direnggut rembulan
Bintang-bintang hanyalah penghias wajah malam yang kusam
Dimana bongkahan palu yang selalu mengetuk-ngetuk pinta ?
Tak terdengar lagi gemanya hingga sepasang telinga telah membuta
Apakah sepasang mata telah tuli ketika takmendengar rintik hujan ?
Padahal angin berhembus meruntuhkan tembok-tembok putih
Sepasang mata tak cukup menangkap getaran getaran suara
Haruskah ada pinta pada Yang Maha Esa dalam desas-desus doa ?
Sementara suara-suara dipenjarakan dalam gua
Lantunan suara halilintar tak mampu menembus tipisnya kain kafan
Kain kafan yang membungkus mutiara kata kata
Ataukah kain kafan yang menutup mata-mata dari indahnya cahaya.
Bebatuan hitam masih belum beranjak pergi dari mulut gua
Menghadang setiap kata-kata yang akan menggema
Sepi . . .sepi . . . sepi . . . menyepi ranah ini
Terbebas dari suara-suara yang mencoba menjelma
Menjelma menjadi malaikat-malaikat yang bersayap
Namun sayap sayapnya selalu terikat batas-batas dunia
Kebebasan adalah dambaan setiap insan
Namun kesepian mengusik kebebasan-kebebasan suara pikaran
Menyudutkan pada batas-batas malam yang sunyi..
Sunyi . . .sunyi . . . sunyi . . . hening bumi ini
Dimana Kerinduan . . . ? Dimana Keramaian . . . ?
Dimana harus merindukan keramaian ?
ALAIK MURTADLO - Tangerang, Februari 2015
HUJAN
Perlahan warna langit berubah
Dari biru menjadi abu-abu
Mentari terselimuti awan tebal
Sinarnya tak terang seperti biasa
Perlahan gumpalan awan bersatu padu
Menutup birunya awang-awang
Langit terlihat hitam kemelam
Terhiasi mendung dan kabut
Tiba tiba . . .
Berjuta tetesan air berjauthan
Membasahi keringnya ranah ini
Menyirami penghuni jagad raya
Hingga mereka segar kembali
Dunia tak lagi sunyi
Sambaran petir berkali kali
Membuat dunia kian sempurna
Dengan kuasa Sang Pencipta
Hujanpun mulai mereda
Setelah sekian lama berjaya
Awan hitam lekas sirna
Tetesan airpun takkan ada
Langitpun bermuka ceria
Mereka kian gembira
Karena senja begitu elok
Dengan hadirnya seorang keluarga
Pelangi yang berwarna, membuat bahagia kian sempurna
ALAIK MURTADLO-2014
KEPERGIAN KASIH
Kutatap embun dengan sebuah keabadian
Tetesannya membasahi daun daun yang berjatuhan
Suara isak tangis masih terdengar sayu
Tetesan air mengalir ke tepi-tepi bibirku
Kurayu dikau agar engkau tahu
Rasa kasih sayang selalu tertanam untukmu
Dalam lelap tidurku masih terbesit tanya
Masihkah aku dalam batas-batas cintamu ?
Tak ingin aku menangis karna tak kuasa menahan sedihku.
Sadar aku dalam ketidakberdayaan
Ku berlali ke arah yang tak bertepi
Namun tak tahu apa yang harus kucari
Dalam kesendirian
Ku meratapi sebuah kesedihan
Hanyalah ada Tuhan yang menatap tangisku
Entah kapan semua akan berarti bagimu
Terindah hanyalah akan menjadi kenangan ,
Saat ku tak mampu mengabadikan semua sedihku..
Dan langkah langkah itu kian menjauh dari benak nyataku..
Kekasih kemanakah egkau pergi ?
ALAIK MURTADLO-2014
DINGIN
Langit menitikkan air
Bumi perlahan mulai basah
Dingin terasa
Kenangan lekas sirna
Dari sudut pandan mentari
Angina berjalan lamban
Berjalan melangkah dari timur ke barat
Entah mereka tak menerpa
Memang kehangatan mulai berlalu
Meski sang surya tak meredupkan sinarnya
Bumi menggigil kedinginan
Yang basah kuyup akan air langit
Menjadi deras tak terkendali
Amat terlalu kasihan
Bumi tak mampu menyerapnya lagi
ALAIK MURTADLO-2014
PAGAR
Pagar
Mengelilingi kehidupan
Menjulang tinggi
Membatasi putaran jam
Kemarin, saat ini dan esok
Kokoh menghampiri
Rata rasa yang menyelimuti
Pagar
Pelindung takdir
Perbedaan perbedaan
Untukku, kamu, kita
Untuknya atau mereka
Pagar, pagar, pagar
!-.!-.!-.!-.!-.!-.!-.!-.!-.!
Kehidupan
ALAIK MURTADLO-2014
PERPISAHAN
Tatkala waktu mulai mengusik
Meminta kita tuk melepasakan genggaman
Dalam catatan detik
Rumpun rasa kan menjadi kenangan
Tapak langkah kian menepi
Menjauh dari simbol kebersamaan
Kisah kasih tangis tawa
Terukir jelas di prasasti kebersamaan
Kita saling melompat
Menghempas kaki dari ranah impian
Tangan mengepak menggapai bintang kehidupan
Menggenggamnya takkan terlepaskan
Angin menjadi perantara tatap muka kita
Angin pula menyampaikan bisik pesan kita
ALAIK MURTADLO-2014
SORE ITU
Sore itu
Ketika nafas mulai merapat
Kehidupan berganti pelita
Terusik deru ufuk senja
Angin merangkak perlahan
Meraba tiang tiang penyangga
Merasuk ke nafas kehidupan
Sore itu
Jalan amatlah sesak
Aliran sungai berhias pita hitam
Gedung berbaris mendaki tebing langit
Roboh kepangkuan ibu pertiwi
Merebah melepas penat
Sore itu
Ranah ini dirundung hujan
Kian lama tak jua reda
Titik air menyapu luka
Pelangi nampak menutup sandiwara
Sore itu
Ombak mengusap air mata
Teramat perih pantai senja
Gunung menghapus cahaya sang surya
Terlantar bumi gelap gulita
ALAIK MURTADLO-2014
LUKA
Balutan luka yang membungkus dada
Tak selayaknya kau buka meski sekejap mata
Goresan luka yang menyiksa kalbu
Jangan kau tambah dengan luka baru
Lukaku karenamu
Kuluka karena dirimu
Dirimu membuatku luka
Dirimu mencipta lukaku
Luka yang terbalut
Lekaslah tertutup kabut
Goresan yang membuat perihnya luka
Lekaslah meredup dari pandangan mata
Dadaku tlah terbungkus
Tak usah lagi kau mengelus
Kalbuku kian tersiksa
Tak urung jua kau memberi asa
Usai sudah
Sudah usai
Tak ada esok
Esok tak ada
Ini titik .
Titik ini .
Awal kisah baru
ALAIK MURTADLO-2014