Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PERNIKAHAN SIRI, BEDA AGAMA


DALAM
PERSPEKTIF AGAMA ISLAM

Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Tita Rizki Meilasari


10700035
Dyah Ayu Putri .M.
10700037
Diah Verawati
10700131
Kiki Megasari
10700157
Eko Karunia .S.
10700159
Firman Rengga .D.
10700181
Intan Ayu .P.
10700187
Fitriana
10700231
Vinny Dwi Alvionita
10700265
Widhayatur Rohmatin
10700293
Ahmad Drajat Firmansyah
10700343

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2010/2011
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Allah swt.. karena kami dapat menyelesaikan
makalah ini.Dengan harapan makalah yang kami buat ini dapat membantu atau memberikan
informasi bagi orang-orang yang membacanya.
Fenomena dunia sekarang ini sangat memperlihatkan kepada kita bahwa dunia di
penuhi dengan berbagai masalah ,segi duniawi telah menguasai anak manusia,meremehkan
segi rohani serta banyak orang sekarang menjadi lupa akan aturan-aturan agama islam tentu
saja dengan kaidah-kaidah islam yang baik dan benar .
Dalam agama islam pernikahan siri dan pernikahan beda agama memiliki normanorma atau aturan-aturan yang sudah diatur dalam al-quran, maka dari itu dalam makalah ini
kami merangkum beberapa penjelasan dari para ahli.
Semoga hasil yang kami peroleh dalam makalah ini dapat berguna bagi kita semua,
amin.

Wassalamualaikum wr.wb.

Surabaya, 20 oktober 2010

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata pengantar.... ii
Daftar isi..... iii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang................................. 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1
1.3 Tujuan............................. 2
BAB 2 Pembahasan
2.1 Pernikahan Siri....................... 3
2.2 Pernikahan beda agama................................................................................ 6
Kesimpulan..........................................................................................................10
Kata Penutup.......................................................................................................11
Daftar Pustaka......................................................................................................12

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Pernikahan
dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama
dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundangundangan yang berlaku.Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya
perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan
untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan
memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin
adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.Sekarang ini
banyak kita jumpai pasangan yang melakukan nikah siri atau nikah sembunyisembunyi dan nikah beda agama, hal tersebut di pengaruhi dengan keterbatasan
pengetahuan mengenai hukum, akibat yang akan di timbulkan serta larangan dari
agama yang dianutnya. Masih banyak pasangan yang tidak mengindahkan larangan
menikah siri dan beda agama.
Pernikahan bernuansa keragaman ini banyak terjadi dan kita jumpai di dalam
kehidupan bermasyarakat. Mungkin contoh yang banyak terekspos ke masyarakat luas
hanyalah pernikahan atau perkawinan dari pasangan para selebriti kita. Perkawinan
yang dilakukan oleh mereka tidak lagi didasarkan pada satu akidah agama, melainkan
hanya pada cinta.

1. 2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi pernikahan siri?
2. Bagaimana hukum pernikahan siri menurut pandangan islam?
3. Apa dampak positif dan negatif dari pernikahan siri?
4. Apa saja macam dari pernikahan beda agama?
5. Bgaimana hukum pernikahan beda agama menurut negara dan agama islam?
1. 3. Tujuan
1. Menjelaskan definisi pernikahan siri
2. Menjelaskan hukum dari pernikahan siri menurut pandangan islam
3. Menjelaskan dampak positif dan negatif dari pernikahan siri
4. Menjelaskan macam perbadaan agama
5. Menjelaskan hukum pernikahan beda agama menurut negara dan agama islam

BAB 2
PEMBAHASAN

2. 1. Pernikahan Siri
2.1.1. Definisi pernikahan siri

Secara etimologi siri berarti sesuatu yang tersembunyi, rahasia, pelan-pelan. Siri
berasal dari kata bahasa arab yaitu sirrun yang berarti sunyi, diam, tersembunyi. Kata siri ini
kemudian digabungkan dengan kata nikah, sehingga menjadi nikah siri. Yang berarti nikah
yang dilakukan secara diam-diam atau tersembunyi
2.1.2. Macam-macam pernikahan siri
Pertama, pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia
(siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju, atau karena menganggap absah
pernikahan tanpa wali, atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa
mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat.
Kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga
pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan
pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak
mampu membayar administrasi pencatatan, ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan
melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu kali, dan lain
sebagainya.
Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu.
misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur
menganggap tabu pernikahan siri, atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang
memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.

2.1.3. Hukum Nikah Siri Menurut Islam


1. Hukum pernikahan tanpa wali, sesungguhnya Islam telah melarang seorang wanita
menikah tanpa wali.Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah hadits yang
dituturkan dari sahabat Abu Musa ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda;

Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy,
lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].
Berdasarkan dalalah al-iqtidla, kata laa pada hadits menunjukkan pengertian tidak sah,
bukan sekedar tidak sempurna sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna semacam
ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya
Rasulullah saw pernah bersabda:

, ,
Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil;
pernikahannya batil; pernikahannya batil. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy. Lihat,
Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649].
Abu Hurayrah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:


Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak
menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita)
yang menikahkan dirinya sendiri. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy. Lihat, Imam Asy
Syaukaniy, Nailul Authar VI: 231 hadits ke 2649)
Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali
adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak
mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi
bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu, kasus
pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab tazir, dan keputusan mengenai bentuk dan
kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada seorang qadliy (hakim). Seorang hakim boleh
menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku pernikahan
tanpa wali.
2. Hukum Nikah Tanpa Dicatatkan Pada Lembaga Pencatatan Sipil

Adapun fakta pernikahan siri kedua, yakni pernikahan yang sah menurut ketentuan
syariat namun tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil. Sesungguhnya ada dua hukum
yang harus dikaji secara berbeda, yakni
(1) hukum pernikahannya; dan
(2) hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara
Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan
pelakunya tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga tidak berhak
dijatuhi sanksi hukum. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak
dijatuhi sanksi di dunia dan di akherat, ketika perbuatan tersebut terkategori mengerjakan
yang haram dan meninggalkan yang wajib. Seseorang baru absah dinyatakan melakukan
kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram, atau meninggalkan
kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat.
Begitu pula orang yang meninggalkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang
berhukum sunnah, mubah, dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh dinyatakan telah
melakukan kemaksiyatan; sehingga berhak mendapatkan sanksi di dunia maupun di
akherat. Untuk itu, seorang qadliy tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang
meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah; atau mengerjakan perbuatan mubah atau
makruh.Seseorang baru berhak dijatuhi sanksi hukum di dunia ketika orang tersebut;
pertama, meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan sholat, jihad, dan lain sebagainya.
kedua, mengerjakan tindak haram, seperti minum khamer dan mencaci Rasul saw, dan lain
sebagainya.
ketiga, melanggar aturan-aturan administrasi negara, seperti melanggar peraturan lalu lintas,
perijinan mendirikan bangunan, dan aturan-aturan lain yang telah ditetapkan oleh negara.
Berdasarkan keterangan dapat disimpulkan: pernikahan yang tidak dicatatkan di
lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga
pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia
lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun
rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut;
(1) wali,
(2) dua orang saksi, dan
(3) ijab qabul.
Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat
walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.

2.1.4. Dampak Pernikahan Siri


Dampak Positif :
a) meminimalisasi adanya sex bebas, serta berkembangnya penyakit AIDS, HIV maupun
penyakit kelamin yang lain.
b) Mengurangi Beban atau Tanggung jawab seorang wanita yang menjadi tulang
punggung keluarganya.
Dampak Negatif :
a) Berselingkuh merupakan hal yang wajar
b) Akan ada banyak kasus Poligami yang akan terjadi.
c) Tidak adanya kejelasan status isteri dan anak baik di mata Hukum Indonesia.maupun
di mata masyarakat sekitar.
d) Pelecehan sexual terhadap kaum hawa karena dianggap sebagai Pelampiasan Nafsu
sesaat bagi kaum Laki-laki.
Maka dengan demikian jika dilihat dari dampak-dampaknya, lebih banyak dampak
negatif daripada dampak positif yang ditimbulkan dari pernikahan siri.

2.2.Pernikahan Beda Agama


2.2.1. Jenis pernikahan beda agama
Dalamislamterdapatduajenispernikahanbeda agama:
1. Perempuanberagama Islam menikah dengan laki-laki bukan islam
Hukum mengenai perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam

adalah jelas-jelas dilarang (haram).


HukumtersebutdijelaskandalamSurat Al Baqarah(2):221,

Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.


Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
diamenarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun diamenarik hatimu. Mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya. Maka dari itu jika perempuan muslim menikah dengan laki-laki non-muslim
akan dianggap berzina.
2. Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan bukan muslim. Dalam hal ini
dibagi menjadi dua yaitu:
a. Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Yang dimaksud dengan Ahli
Kitab disini adalah agama Nasrani dan Yahudi (agama samawi). Hukumnya
boleh, dengan dasar Surat Al Maidah (5):5,

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan)


orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal
pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga
kehormatan diantara wanita- wanita yang beriman dan wanita-wanita yang
menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi Al

Kitab

sebelum

kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya
gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia dihari akhirat
termasuk orang-orang merugi.
Namun, banyak sekali perbedaan pendapat pada para ulama, salah satunya
adalah Yusuf Al-Qardlawi berpendapat bahwa kebolehan nikah dengan
Kitabiyah tidak mutlak, tetapi dengan ikatan-ikatan (quyud) yang wajib untuk
diperhatikan, yaitu, (1) Kitabiyah itu benar-benar berpegang pada ajaran
samawi. Tidak ateis, tidak murtad dan tidak beragama yang bukan agama
samawi; (2) Wanita Kitabiyah yang muhshanah (memelihara kehormatan diri
dari perbuatan zina); (3) Ia bukan Kitabiyah yang kaumnya berada pada status
permusuhan atau peperangan dengan kaum Muslimin.
Untuk itulah perlu dibedakan antara kitabiyah dzimmiyah dan harbiyah.
Dzimmiyah boleh, harbiyah dilarang dikawini; (4) Di balik perkawinan
dengan Kitabiyah itu tidak akan terjadi fitnah, yaitu mafsadat atau kemurtadan.
Makin besar kemungkinan terjadinya kemurtadan makin besar tingkat

larangan dan keharamannya. Nabi Muhammad saw. Pernah menyatakan, "La


dhararawa la dhirara (tidak bahaya dan tidak membahayakan).
b. menikah dengan perempuan yang bukan ahlikitab, para ulama sepakat
melarang.
Jadi secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :
1. Suami muslim, istri ahli kitab = boleh
2. Suami muslim, istri kafir bukan ahli kitab = haram
3. Suami ahli kitab, istri muslim = haram
4. Suami kafir bukan ahli kitab, istri muslim = haram
Dibolehkannya laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab namun tidak
sebaliknya karena laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, berkuasa atas isterinya, dan
bertanggung jawab terhadap dirinya. Islam menjamin kebebasan aqidah bagi isterinya, serta
melindungi hak-hak dan kehormatannnya dengan syariat dan
agama lain seperti nasrani dan yahudi tidak

bimbingannya. Akan tetapi,

pernah memberikan jaminan kepada isteri

yang berlainan agama.

2.2.2. Hukum Pernikahan beda Agama


Pernikahan beda agama diatur oleh UU No 1 Tahun 1974. Namun, hukum beda agama
tidak menyebut secara eksplisit/tertulis

mengenai pernikahan beda agama. Pada garis

besarnya ada tiga pandangan tentang pernikahan beda agama di Indonesia terkait dengan
pemahaman terhadap UU No 1 Tahun 1974 tentang pernikahan, yaitu;
a.) Pernikahan beda agama tidak dibenarkan dan melanggar UU pernikahan
berdasarkan pada pasal 2 ayat(1) dan pasal 8 huruf (f) yang dengan tegas
menyebutkan hal itu. Oleh karena itu pernikahan beda agama adalah tidak sah dan
batal demi hukum.
b.) Perkawinan beda agama adalah diperbolehkan dan sah dan oleh sebab itu dapat
dilangsungkan, sebab perkawinan tersebut termasuk dalam perkawinan campuran.

c.) Undang-undang perkawinan tidak mengatur tentang masalah perkawinan beda


agama. Dengan demikian maka masalah perkawinan beda agama harus berpedoman
kepada peraturan perkawinan campuran.

KESIMPULAN

Nikah siri ada tiga macam yaitu nikah siri dengan menggunakan wali, tanpa
menggunakan wali, dan pernikahan yang dirahasiakan. Sedangkan hokum nikah siri
sah menurut agama jika memenuhi syariat islam. Tapi tidak sah menurut hukum
karena tidak tercatat pada lembaga pencatatan negara . Nikah siri memiliki dampak
positif dan negatif, namun lebih banyak dampak negatifnya dari pada positifnya .
Sehingga sangat merugikan bagi kaum perempuan.

Nikah beda agama dibagi menjadi dua jenis, yaitu pernikahan antara perempuan
muslim dengan laki-laki bukan muslim, dan laki-laki muslim menikah dengan
perempuan bukan muslim, pada bagian ini masih dibagi menjadi dua, yaitulaki-laki
yang menikah dengan perempuan ahli kitab; hal ini diperbolehkan tapi ada juga yang
menyatakan tidak boleh sehingga muncul banyak pendapat antar ulama, dan laki-laki
yang menikah dengan perempuan yang bukan ahli kitab; padahal ini seluruh ulama
sepakat melarang. Alasan diharamkannya wanita muslim menikah dengan laki-laki
bukan muslim karena dikhawatirkan wanita tersebut akan murtad dan diperbolehkan
apabila laki-laki muslim menikah dengan wanita bukan muslim tetapi ahlikitab,
karena laki-laki merupakan pemimpin rumah tangga yang dapat memberikan arahan
yang benar terhadap istrinya.

KATA PENUTUP
Demikianlah makalah yang telah kami buat selama kurang lebih dua minggu dalam
rangka memperdalam wawasan kami tentang pernikahan siri dan pernikahan beda agama.
Semoga dengan terbentuknya makalah ini, kami dapat memberitahukan wawasan yang luas
kepada pembaca terutama bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya. Kami juga berharap bahwa dengan terbentuknya makalah ini, semua orang yang
membutuhkan bahan-bahan terkait dengan masalah pernikahan siri dan pernikahan beda
agama tidak mengalami kesulitan dalam pencariannya.
Makalah ini kami persembahkan bagi berkembangnya struktur pendidikan di
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Semoga apa yang tertulis didalam makalah ini selalu
abadi dan memberikan berkah yang tiada hentinya dalam kehidupan kita bersama.
Terima kasih atas segala pihak yang telah membantu terbentuknya makalah ini.
Semoga bantuan anda sekalian tidak sia-sia.

Surabaya, 13 Oktober 2010

Tim Penyusun

DAFTAR PUSTAKA

http://chantrintelex.blogspot.com/2010/03/nikah-siri-dalam-prepektif-hukumislam_31.html
Http://tafany.wordpress.com/2009/03/23/pernikahan-beda-agama-tinjauan-hukumislam-hukum-negara/
http://konsultas.wordpres.com/2009/03/14/hukum-islam-tentang-nikah-siri/
http://irmadevita.com/2009/akibat-hukum-dari-nikah-siri/

Anda mungkin juga menyukai