Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2010/2011
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Puji syukur kami haturkan ke hadirat Allah swt.. karena kami dapat menyelesaikan
makalah ini.Dengan harapan makalah yang kami buat ini dapat membantu atau memberikan
informasi bagi orang-orang yang membacanya.
Fenomena dunia sekarang ini sangat memperlihatkan kepada kita bahwa dunia di
penuhi dengan berbagai masalah ,segi duniawi telah menguasai anak manusia,meremehkan
segi rohani serta banyak orang sekarang menjadi lupa akan aturan-aturan agama islam tentu
saja dengan kaidah-kaidah islam yang baik dan benar .
Dalam agama islam pernikahan siri dan pernikahan beda agama memiliki normanorma atau aturan-aturan yang sudah diatur dalam al-quran, maka dari itu dalam makalah ini
kami merangkum beberapa penjelasan dari para ahli.
Semoga hasil yang kami peroleh dalam makalah ini dapat berguna bagi kita semua,
amin.
Wassalamualaikum wr.wb.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar.... ii
Daftar isi..... iii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang................................. 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1
1.3 Tujuan............................. 2
BAB 2 Pembahasan
2.1 Pernikahan Siri....................... 3
2.2 Pernikahan beda agama................................................................................ 6
Kesimpulan..........................................................................................................10
Kata Penutup.......................................................................................................11
Daftar Pustaka......................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
1. 2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi pernikahan siri?
2. Bagaimana hukum pernikahan siri menurut pandangan islam?
3. Apa dampak positif dan negatif dari pernikahan siri?
4. Apa saja macam dari pernikahan beda agama?
5. Bgaimana hukum pernikahan beda agama menurut negara dan agama islam?
1. 3. Tujuan
1. Menjelaskan definisi pernikahan siri
2. Menjelaskan hukum dari pernikahan siri menurut pandangan islam
3. Menjelaskan dampak positif dan negatif dari pernikahan siri
4. Menjelaskan macam perbadaan agama
5. Menjelaskan hukum pernikahan beda agama menurut negara dan agama islam
BAB 2
PEMBAHASAN
2. 1. Pernikahan Siri
2.1.1. Definisi pernikahan siri
Secara etimologi siri berarti sesuatu yang tersembunyi, rahasia, pelan-pelan. Siri
berasal dari kata bahasa arab yaitu sirrun yang berarti sunyi, diam, tersembunyi. Kata siri ini
kemudian digabungkan dengan kata nikah, sehingga menjadi nikah siri. Yang berarti nikah
yang dilakukan secara diam-diam atau tersembunyi
2.1.2. Macam-macam pernikahan siri
Pertama, pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia
(siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju, atau karena menganggap absah
pernikahan tanpa wali, atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa
mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat.
Kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga
pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan
pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak
mampu membayar administrasi pencatatan, ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan
melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu kali, dan lain
sebagainya.
Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu.
misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur
menganggap tabu pernikahan siri, atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang
memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.
Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy,
lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].
Berdasarkan dalalah al-iqtidla, kata laa pada hadits menunjukkan pengertian tidak sah,
bukan sekedar tidak sempurna sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna semacam
ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya
Rasulullah saw pernah bersabda:
, ,
Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil;
pernikahannya batil; pernikahannya batil. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy. Lihat,
Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649].
Abu Hurayrah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak
menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita)
yang menikahkan dirinya sendiri. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy. Lihat, Imam Asy
Syaukaniy, Nailul Authar VI: 231 hadits ke 2649)
Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali
adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak
mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi
bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu, kasus
pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab tazir, dan keputusan mengenai bentuk dan
kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada seorang qadliy (hakim). Seorang hakim boleh
menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku pernikahan
tanpa wali.
2. Hukum Nikah Tanpa Dicatatkan Pada Lembaga Pencatatan Sipil
Adapun fakta pernikahan siri kedua, yakni pernikahan yang sah menurut ketentuan
syariat namun tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil. Sesungguhnya ada dua hukum
yang harus dikaji secara berbeda, yakni
(1) hukum pernikahannya; dan
(2) hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara
Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan
pelakunya tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga tidak berhak
dijatuhi sanksi hukum. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak
dijatuhi sanksi di dunia dan di akherat, ketika perbuatan tersebut terkategori mengerjakan
yang haram dan meninggalkan yang wajib. Seseorang baru absah dinyatakan melakukan
kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram, atau meninggalkan
kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat.
Begitu pula orang yang meninggalkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang
berhukum sunnah, mubah, dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh dinyatakan telah
melakukan kemaksiyatan; sehingga berhak mendapatkan sanksi di dunia maupun di
akherat. Untuk itu, seorang qadliy tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang
meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah; atau mengerjakan perbuatan mubah atau
makruh.Seseorang baru berhak dijatuhi sanksi hukum di dunia ketika orang tersebut;
pertama, meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan sholat, jihad, dan lain sebagainya.
kedua, mengerjakan tindak haram, seperti minum khamer dan mencaci Rasul saw, dan lain
sebagainya.
ketiga, melanggar aturan-aturan administrasi negara, seperti melanggar peraturan lalu lintas,
perijinan mendirikan bangunan, dan aturan-aturan lain yang telah ditetapkan oleh negara.
Berdasarkan keterangan dapat disimpulkan: pernikahan yang tidak dicatatkan di
lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga
pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia
lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun
rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut;
(1) wali,
(2) dua orang saksi, dan
(3) ijab qabul.
Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat
walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.
Kitab
sebelum
kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya
gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia dihari akhirat
termasuk orang-orang merugi.
Namun, banyak sekali perbedaan pendapat pada para ulama, salah satunya
adalah Yusuf Al-Qardlawi berpendapat bahwa kebolehan nikah dengan
Kitabiyah tidak mutlak, tetapi dengan ikatan-ikatan (quyud) yang wajib untuk
diperhatikan, yaitu, (1) Kitabiyah itu benar-benar berpegang pada ajaran
samawi. Tidak ateis, tidak murtad dan tidak beragama yang bukan agama
samawi; (2) Wanita Kitabiyah yang muhshanah (memelihara kehormatan diri
dari perbuatan zina); (3) Ia bukan Kitabiyah yang kaumnya berada pada status
permusuhan atau peperangan dengan kaum Muslimin.
Untuk itulah perlu dibedakan antara kitabiyah dzimmiyah dan harbiyah.
Dzimmiyah boleh, harbiyah dilarang dikawini; (4) Di balik perkawinan
dengan Kitabiyah itu tidak akan terjadi fitnah, yaitu mafsadat atau kemurtadan.
Makin besar kemungkinan terjadinya kemurtadan makin besar tingkat
besarnya ada tiga pandangan tentang pernikahan beda agama di Indonesia terkait dengan
pemahaman terhadap UU No 1 Tahun 1974 tentang pernikahan, yaitu;
a.) Pernikahan beda agama tidak dibenarkan dan melanggar UU pernikahan
berdasarkan pada pasal 2 ayat(1) dan pasal 8 huruf (f) yang dengan tegas
menyebutkan hal itu. Oleh karena itu pernikahan beda agama adalah tidak sah dan
batal demi hukum.
b.) Perkawinan beda agama adalah diperbolehkan dan sah dan oleh sebab itu dapat
dilangsungkan, sebab perkawinan tersebut termasuk dalam perkawinan campuran.
KESIMPULAN
Nikah siri ada tiga macam yaitu nikah siri dengan menggunakan wali, tanpa
menggunakan wali, dan pernikahan yang dirahasiakan. Sedangkan hokum nikah siri
sah menurut agama jika memenuhi syariat islam. Tapi tidak sah menurut hukum
karena tidak tercatat pada lembaga pencatatan negara . Nikah siri memiliki dampak
positif dan negatif, namun lebih banyak dampak negatifnya dari pada positifnya .
Sehingga sangat merugikan bagi kaum perempuan.
Nikah beda agama dibagi menjadi dua jenis, yaitu pernikahan antara perempuan
muslim dengan laki-laki bukan muslim, dan laki-laki muslim menikah dengan
perempuan bukan muslim, pada bagian ini masih dibagi menjadi dua, yaitulaki-laki
yang menikah dengan perempuan ahli kitab; hal ini diperbolehkan tapi ada juga yang
menyatakan tidak boleh sehingga muncul banyak pendapat antar ulama, dan laki-laki
yang menikah dengan perempuan yang bukan ahli kitab; padahal ini seluruh ulama
sepakat melarang. Alasan diharamkannya wanita muslim menikah dengan laki-laki
bukan muslim karena dikhawatirkan wanita tersebut akan murtad dan diperbolehkan
apabila laki-laki muslim menikah dengan wanita bukan muslim tetapi ahlikitab,
karena laki-laki merupakan pemimpin rumah tangga yang dapat memberikan arahan
yang benar terhadap istrinya.
KATA PENUTUP
Demikianlah makalah yang telah kami buat selama kurang lebih dua minggu dalam
rangka memperdalam wawasan kami tentang pernikahan siri dan pernikahan beda agama.
Semoga dengan terbentuknya makalah ini, kami dapat memberitahukan wawasan yang luas
kepada pembaca terutama bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya. Kami juga berharap bahwa dengan terbentuknya makalah ini, semua orang yang
membutuhkan bahan-bahan terkait dengan masalah pernikahan siri dan pernikahan beda
agama tidak mengalami kesulitan dalam pencariannya.
Makalah ini kami persembahkan bagi berkembangnya struktur pendidikan di
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Semoga apa yang tertulis didalam makalah ini selalu
abadi dan memberikan berkah yang tiada hentinya dalam kehidupan kita bersama.
Terima kasih atas segala pihak yang telah membantu terbentuknya makalah ini.
Semoga bantuan anda sekalian tidak sia-sia.
Tim Penyusun
DAFTAR PUSTAKA
http://chantrintelex.blogspot.com/2010/03/nikah-siri-dalam-prepektif-hukumislam_31.html
Http://tafany.wordpress.com/2009/03/23/pernikahan-beda-agama-tinjauan-hukumislam-hukum-negara/
http://konsultas.wordpres.com/2009/03/14/hukum-islam-tentang-nikah-siri/
http://irmadevita.com/2009/akibat-hukum-dari-nikah-siri/