PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sistiserkosis adalah penyakit yang disebabkan oleh larva Taenia
solium yaitu cacing pita pada babi. Nama lain dari larva adalah metasestoda,
cacing gelembung, kista atau Cysticercus cellulosae. Larva terdapat dalam
jaringan berbentuk kista yang berisi cairan (metacestoda). Penyakit ini baru
dikenal di abad ke 19. Sistiserkosis merupakan infeksi yang sering ditemukan
pada babi dan manusia terutama di negara berkembang. Penyebaran sistiserkus
pada manusia dipengaruhi oleh kontak antara babi dan feses manusia, tidak
adanya pemeriksaan kesehatan daging saat penyembelihan, dan konsumsi
daging mentah atau setengah matang. Penyebaran penyakit ini luas karena
Taenia dapat memproduksi puluhan bahkan ratusan ribu telur setiap hari yang
dapat disebar oleh air hujan ke lingkungan bahkan pada lokasi yang jauh dari
tempat pelepasan telur.1
Sampai
saat
ini, sistiserkosis
masih
merupakan
masalah
Utara.
pada
dan
prevalensi
tertinggi ditemukan di Propinsi Papua pada tahun 1997 yaitu 42,7%. Prevalensi
sistiserkosis
pada
manusia
berdasarkan
pemeriksaan
serologis
pada
1,2
Gejala klinis tergantung lokasi dan jumlah kista, gejala timbul akibat
reaksi radang. Kista yang kecil pada otot tidak menimbulkan gejala.
Antara
bagian-bagian yang bisa terinfeksi adalah jaringan subkutan, otot, mata, orang
dalam dan otak.
klinik utama pada neurosistiserkosis adalah kejang, gejala lain, mula, muntah,
gangguan status mental. Diangnosa bisa ditegakkan dengan menemukan larva
sistiserkus yang mengalami pengapuran yaitu dengan pemeriksaan radiologis
atau dengan menemukan telur dalam feses. Kebersihan perorangan untuk
mencegah terjadinya autoinfeksi dan menghindari kontaminasi makanan dan
minuman dari tinja adalah antara cara pencegahan penyakit ini. 3
1.2
Lingkungan
1.2.1
Fisik
Sistiserkosis
merupakan
masalah
kesehatan masyarakat di
dan Sumatera
1,3
Non Fisik
Dilihat
dari
segi
penanggulangan, penyakit
sosial
budaya
hambatan
dalam
1.3
Permasalahan
1. Sistiserkosis
masih
merupakan
masalah
kesehatan masyarakat di
pada
manusia
berdasarkan
pada
pemeriksaan
serologis pada masyarakat Bali sangat tinggi yaitu 5,2% sampai 21%.
1.4
Tujuan
Makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
pendekatan
kesehatan
lingkungan
yang
pada
akhirnya
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1
Definisi
Sistiserkosis (Cysticercosis) ialah infeksi oleh bentuk larva Taenia solium
(Cysticercus cellulosa) atau Taenia asiatica (jarang terjadi) pada manusia, yang
terjadi pada jaringan lunak yang disebabkan oleh larva dari salah satu spesies
cacing taenia yaitu spesies Taenia solium. Gejala-gejala klinis dari penyakit ini
jika muncul sangat bervariasi seperti, gangguan syaraf, insomnia, anorexia, berat
badan yang menurun, sakit perut dan atau gangguan pada pencernaan. Penyakit
ini
jaringan otak. 3
2.2
Hospes
Hospes definitif cacing ini adalah manusia. Hospes perantaranya pula
adalah manusia, babi, babi hutan, beruang, monyet, unta, anjing, domba, kucing,
dan tikus. Cacing dewasa hidup di dalam usus halus. Penyakit yang disebabkan
cacing dewasa disebut taeniasis, sedangkan bila disebabkan oleh larvanya yaitu
sebagai sistiserkosis.3
2.3
Sumber Penularan
1,2,3
Masa Inkubasi
Masa inkubasi infeksi cacing berkisar antara 8-14 minggu. Cacing pita
dewasa dapat tahan hidup sampai 25 tahun dalam usus. Gejala dari penyakit
sistiserkosis biasanya muncul beberapa minggu sampai dengan 10 tahun atau
lebih setelah seseorang terinfeksi. Telur cacing akan tampak pada kotoran orang
yang terinfeksi oleh Taenia solium dewasa antara 8-12 minggu setelah orang
yang bersangkutan terinfeksi, dan untuk Taenia saginata telur akan terlihat pada
tinja antara 10-14 minggu setelah seseorang terinfeksi oleh Taenia saginata
dewasa.3
2.5
Masa Penularan
Berbeda dengan Taenia saginata tidak secara langsung ditularkan dari
orang ke orang, akan tetapi untuk Taenia solium dimungkinkan ditularkan secara
langsung. Telur dari kedua spesies cacing ini dapat menyebar ke lingkungan
selama cacing tersebut masih ada di dalam saluran pencernaan, kadang-kadang
dapat berlangsung lebih dari 30 tahun; telur cacing tersebut dapat hidup dan
bertahan di lingkungan selama beberapa bulan.3
2.6
lainnya. Bentuk seperti benang, panjang 24-40 mm dan lebar 0,1-0,5 mm, jumlah
proglotid kurang dari 200 buah. Skoleks kecil,berbentuk bulat, mempunyai satu
rostelum pendek yang refraktil, empat buah batil isap bentuk mangkuk, kaitkaitnya tersusun seperti cincin satu baris. Strobila terdiri dari 800-1000 proglotid
Proglotid dapat mengeluarkan 30.000-50.000 telur. Proglotid matang berbentuk
trapesium, telur dikeluarkan oleh proglotid paling distal yg hancur, di dalam telur
berisi embrio heksakan (onkosfer). Proglotid matang yg pecah di dalam usus
dapat
menyebabkan
internal.
autoinfeksi
Gambar 3. Daur hidup Taenia Solium di dua hospesnya (manusia dan babi). 5
Manusia mendapat infeksi cacing ini dengan memakan daging babi yg
mengandung kista sistiserkus selulosa dalam keadaan mentah atau dimasak
kurang matang. Larva yg tertelan ini dilepaskan dalam usus halus, selanjutnya
larva melekat pd mukosa usus, kemudian dalam waktu 5-12 minggu larva
menjadi cacing dewasa dan melepaskan proglotid berisi telur. Cacing dewasa
dalam tubuh manusia dapat mencapai hingga 25 tahun. 4
2.8
Gejala Klinis
Gejala klinis yang timbul tergantung dan letak jumlah, umur, dan lokasi
dari kista. Sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala atau dapat
ditemukan adanya nodul subkutan. Sistiserkosis serebri sering menimbulkan
gejala epilepsi atau gejala tekanan intrakranial meninggi dengan sakit kepala dan
muntah yang menyerupai gejala tumor otak. Pada kasus yang berlangsung lama
dapat dijumpai bintik kalsifikasi dalam otak.5
2.9
Diagnosa
tubuh ( + )
Gejala pada mata dan gejala sistiserkosis lainnya ( )
Riwayat / gejala epilepsi ( - )
Gejala peninggian tekanan intra kranial ( - )
Gejala neurologis lainnya (- )
b) Pemeriksaan fisik :5
Teraba benjolan /nodul sub kutan atau intra muskular satu lebih
Kelainan mata ( oscular cysticercosis ) dan kelainan lainnya yang
c) Pemeriksaan Penunjang 5
serum (darah vena yang diambil kurang lebih 5ml). Tempat pemeriksaan di
Laboratorium yang telah ditentukan.5
Pengiriman spesimen serum menggunakan tabung / botol steril dan es
batu (suhu 1 C). Pada tersangka sistiserkosis yang menunjukkan respon positif
terhadap obat sistiserkosis, membantu menegakkan diagnosis (dapat dianggap
sebagai penderita sistiserkosis).5
2.10
Pengobatan
Follow Up
Follow up dilakukan 3 bulan kemudian terdapat kista dan sebagainya. 6
2.12
Pencegahan
10
3.1
yang
mempengaruhi
kelangsungan
Atmosfer
2. Berdasarkan wujudnya
a. Fisik
b. Biologi
11
peri
kehidupan
dan
c.
Sosial ekonomi
3. Berdasarkan permasalahannya
a. Makro
b. Meso
c.
Mikro
12
sifat
kegiatannya
kesehatan
lingkungan
merupakan
kegiatan
meniadakan/mengendalikan
pada
faktor
prinsip
lingkungan
sanitasi,
sejauh
mungkin
yaitu
dan
3.3
Lingkungan Fisik
Secara Nasional di Indonesia upaya pencegahan dan pemberantasan
13
terlindung
dari pandangan
orang,
gangguan
cuaca
dan
keamanan.
2. Lantai kakus
Fungsinya sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya
harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Pada
dasarnya menyangkut kontruksi serta bahan buatannya.
3. Tempat duduk
Melihat fungsi tempat duduk kakus merupakan tempat penampungan tinja
maka kondisinya harus memenuhi konstruksi yang kuat dan mudah
dibersihkan juga bisa mengisolir rumah kakus jadi tempat pembuangan tinja,
serta berbentuk leher angsa atau memakai tutup yang mudah diangkat.
4. Kecukupan air bersih
Untuk menjaga keindahan jamban dari pandangan estetika, jamban
hendaklah disiram air minimal 4-5 gayung sampai kotoran tidak mengapung
di lubang jamban atau closet. Tujuannya menghindari penyebaran bau tinja
dan menjaga kondisi jamban tetap bersih, selain itu kotoran tidak dihinggapi
14
air.
Lapisan
itu
disebut
scum
yang
berfungsi
15
memakai
jamban
harus
terlaksana
bagi
setiap
keluarga.
Jarak jamban dengan sumber air minum >10 meter. Untuk itu letak
lubang penampungan kotoran paling sedikit berjarak 10 meter dari
sumber air minum.Tetapi bila kondisi tanah berkapur, dan letak jamban
pada sumber air di tanah miring, maka jaraknya sekitar 15 meter.
Tersedia air dan alat pembersih dan mempunyai lantai yang kedap air.
16
Mempunyai slap atau tempat pijakan kaki dan closet atau lubang
jamban.
Tidak berbau dan tinja tidak bisa dijamah serangga, maka tinja harus
tertutup rapat dengan menggunakan leher angsa atau penutup lubang.
Mudah dibersihkan dan aman digunakan. Perlu dibuat dari bahan yang
kuat dan tahan lama serta bahan tidak mahal.
Air seni tidak mencemari tanah disekitarnya. Lantai jamban harus cukup
luas minimal berukuran 1x1 meter, dan cukup landai.
Pemeliharaan Jamban8
17
pula
untuk
membiasakan
mencuci
makanan
dan
18
2,5,8
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
1. Sistiserkosis di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penyebarannya masih meluas terutama di Irian
Jaya dan Bali.
2. Pemberantasan sistiserkosis perlu dilaksanakan dengan tujuan
menghentikan
transmisi,
diperlukan
program
yang
19
4.2
Saran
1. Meningkatkan sanitasi diri dan lingkungan dengan perilaku hidup bersih
sehat (PHBS) merupakan syarat utama untuk menghindari infeksi
sistiserkosis.
2. Pemeriksaan daging oleh dokter hewan harus dilakukan sehingga
masyarakat tidak mengonsumsi daging yang mengandung kista.
3. Meningkatkan surveilans epidemiologi di tingkat puskesmas untuk
penemuan dini kasus sistiserkosis sehingga dapat meningkatkan
kesembuhan dan mencegah kematian.
DAFTAR PUSTAKA
di
Indonesia.
Last
update
2008.
Diunduh
dari:
http://www.depkes.go.id/downloads/Taeniasis.pdf
2. Departemen Kesehatan RI. Laporan hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdas) Indonesia tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI 2008.
3. Wilfried H, Miko W, dkk. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian sistiserkosis pada penduduk Kecamatan Wamena, Kabupaten
Jayawijaya,
Propinsi
Papua
tahun
2002.
Fakultas
Kesehatan
beberapa
desa,
Kabupaten
jayawijaya,
Papua.
Departemen
human
cysticercosis
and
neurocysticercosis.
Department
of
20
21