KERATITIS JAMUR
NAMA PEMBIMBING :
dr. H. Bambang Rianto, Sp.M
DISUSUN OLEH:
Tining Astuti (110 2010 279)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah swt atas selesainya referat yang berjudul
Keratitis Jamur. Kepada dr. H. Bambang Riaanto Sp.M, selaku dosen pembimbing, saya
ucapkan terimakasih banyak atas bimbingannya selama kepaniteraan di Bagian Ilmu Penyakit
Mata Rumah Sakit Umum Daerah Subang.
Dalam referat ini saya akan mencoba membahas mengenai keratitis jamur. Semoga
pembahasan kami ini dapat membantu membuka wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa
klinik atupun dokter umum mengenai keratitis jamur.
Penulis,
Jakarta, 25 November 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina. Karena itu kornea harus tetap jernih dan
permukaannya rata agar tidak menghalangi proses pembiasan sinar. Kelainan yang bisa
merusak bentuk dan kejernihan kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang
1
hebat, terutama bila letaknya di sentral (daerah pupil), bila kelainan ini tidak diobati
maka dapat terjadi kebutaan.1,2
Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis merupakan
suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan
oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi. keratitis dapat
dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya),
penyebab dan bentuk klinisnya.3
Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi keratitis
pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial.
Berdasarkan
tenggara, sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta.
Sebagian besar tunanetra di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial
ekonomi lemah. 1,2
Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996
menunjukkan angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia, yaitu
mencapai 1,5% dari jumlah penduduk. Penyebab utama kebutaan adalah katarak
(0,78%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), kelainan di retina (0,13%), serta
kelainan di kornea (0,10%). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa penyakit pada
kornea menempati urutan lima besar penyebab kebutaan di Indonesia. 2
1.2 Tujuan
Tujuan telaah ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana diagnosis keratitis
yang disertai definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, komplikasi serta
prognosis dari keratitis.
BAB II
ANATOMI KORNEA
2. 1. Anatomi ,3,4
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah
jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal
0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang
bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran
Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea.
Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau
kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.
Tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya
melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan
yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
m.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi
saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous,
dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir.
Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.
Definisi
Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun.
Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superficial yaitu pada lapisan epitel atau
membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai lapisan stroma. 2
Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat
akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri,
jamur, virus atau karena alergi.3
3.2.
Epidemiologi
Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika terkena
keratitis bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih sedikit
pada negara-negara industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki jumlah
pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi
geografis dan berkisar dari 2% dari kasus keratitis di New York untuk 35% di Florida.
Spesies Fusarium merupakan penyebab paling umum infeksi jamur kornea di Amerika
Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur), sedangkan spesies Candida dan
Aspergillus lebih umum di negara-negara utara. secara signifikan lebih sedikit yang
berkaitan dengan infeksi lensa kontak.
3.3.
Etiologi5
Keratitis jamur dapat disebabkan oleh:
1. Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabangcabang hifa.2
a.
b.
Patofisiologi7
Kornea yang mengalami trauma seperti tertusuk batang daun dapat menyebabkan
defek pada epitel kornea. Defek tersebut dapat menjadi akses bagi jamur untuk masuk
dan berkembang di dalam stroma kornea. Jamur yang masuk mendapatkan nutrisi dari
aqueous humor yang masuk dari pompa aktif endotel. Oleh sebab itu, jamur
berkembang secara aktif pada stroma dan menyebabkan kekeruhan lensa.
Reaksi peradangan yang berat pada kornea karena infeksi jamur dapat timbul
dalam bentuk mikotoksin dan enzim-enzim proteolitik. Agen-agen ini dapat
menyebabkan nekrosis pada lamella kornea yang dapat menyebabkan peradangan
akut.
Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada keratitis bakterialis.
Hifa dari jamur berpotensi masuk ke membrane descemet yang intak dan menyebar ke
kamera okuli anterior.
3.5.
Manifestasi Klinis
Hiperemi konjungtiva
Merasa kelilipan
Fotofobi
8
3.6.
Lakrimasi
Diagnosis6
Diagnosis dari keratitis jamur ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
oftalmologi dan pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan adanya faktor risiko yang dimiliki, seperti:2
-
Trauma (misalnya, lensa kontak, benda asing). Dalam sebuah studi tentang
keratitis jamur dari Florida Selatan, trauma dengan terhadap sayuran (tumbuhan)
adalah faktor risiko utama pada 44% pasien
Operasi kornea seperti keratoplasti, operasi katarak clear cornea (tanpa benang),
atau laser in situ keratomileusis (LASIK)
Keratitis kronis karena herpes simpleks, herpes zoster, atau konjungtivitis vernal.
Laki-laki muda
Pekerjaan agricultural
Sedangkan faktor risiko untuk keratitis Candida adalah :
Pasien tua
Exposure keratopathy
Keratitis kronis
Penyakit immunosupresif
2.
Pemeriksaan Oftalmologi
Untuk memeriksa diperlukan slit lamp atau kaca pembesar dan pencahayaan
terang. Harus diperhatikan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas
9
kornea, daerah yang kasar menandakan defek pada epitel. Yang dapat dilihat di slit
lamp adalah injeksi siliaris, defek epitel, adanya infiltrat dengan tepi yang
meninggi, tekstur yang kasar, pigmentasi putih keabu-abuan, plak endotel, dan
tampilan cincin putih pada kornea dan lesi satelit pada tepi fokus primer infeksi
dan hipopion.
Cara lain untuk melihat defek epitel dengan tes fluoresein. Pada tes fluoresein
defek epitel ditandai dengan adanya daerah yang berwarna hijau.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berguna untuk diagnosis kausa dan juga penting
untuk pemilihan terapi yang tepat dengan hasil kultur kerokan.
a. Melakukan Pemeriksaan Kerokan Kornea
10
3.7.
Diagnosis Banding
Kornea
Penglihatan
Sekret
Fler
Keratitis/ Tukak
Kornea
Fluoresein +++/<N
(-)
-/+
Iritis akut
Presipitat
<N
(-)
++
11
Glaukoma akut
Edema
<N
(-)
-/+
Pupil
Tekanan
Vaskularisasi
Injeksi
Pengobatan
Uji
<N
N
Siliar
Siliar
Antibiotika
sikloplegik
bedah
Sensibilitas
Gejala
subyektif
Visus
Rasa
nyeri
Fotofobi
a
Halo
Eksudat
Gatal
Demam
Gejala
subyektif
Injeksi siliar
Injeksi
konjungtival
Kekeruhan
kornea
Kelaianan
pupil
Kedalaman
COA
Tekanan
intraocular
Sekret
Kelenjar
preaurikular
3.8.
<N
<N>
Pleksus Siliar
Siliar
Steroid
sikloplegik
>N
N+++
Episkleral
Episkleral
Miotika diamox
+
Infeksi local
Tonometri
Glaucom
a akut
Uveiti
s akut
keratiti
s
+++
++/+++
+/++
++
+++
++
+++
+++
++
-
--/+++
-
Glauco
ma
akut
+
++
Uveitis
akut
keratitis
++
++
+++
++
+++
+/++
Midrias Miosis
is non- ireguler
reaktif
dangkal Normal
Normal/
miosis
Tinggi
Rendah
+
-
+
-
Tatalaksana5
12
1. Terapi topikal
Pada 24 sampai 48 jam pertama pasien harus diberikan tetes mata
Econazole 1% setiap jam pagi dan malam.
2. Terapi sistemik
Infeksi jamur ragi (yeast)
Flukonazol oral 50-100 mg selama 7-14 hari setelah diketahui
penyebabnya. Jika terdapat endoftalmitis diberikan 200-400 mg. Saat
13
14
3.9.
Komplikasi2,3
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea
dan akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis
sampai hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain
diantaranya:
Gangguan refraksi
Ulkus kornea
Perforasi kornea
15
GlaukomasekunderBAB IV
KESIMPULAN
keratitis
marginal
dan
keratitis
interstitial.
Berdasarkan
26
16
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
17