Anda di halaman 1dari 20

MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN HASIL BELAJAR PEMBELAJARAN

MATEMATIKA MATERI KONSEP PERKALIAN MELALUI MODEL


PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
PADA SISWA KELAS II SD NEGERI MADURA 01
KECAMATAN WANAREJA
KABUPATEN CILACAP
Oleh
AGUNG HANDAYU
817634187
agunghandayu3@gmail.com
ABSTRAK
Pembelajaran matematika dengan metode ceramah menjadikan siswa sebagai
subyek belajar yang pasif karena hanya melihat, mendengar dan mencatat,
sehingga nilai siswa masih di bawah kriteria KKM, maka dalam penelitian
ini

digunakan

permasalahan

strategi contextual
tersebut.

Penelitian

teaching
ini

learning

bertujuan

untuk

untuk

mengatasi

meningkatkan

pemahamanan dan hasil belajar siswa kelas II SDN Madura 01 dalam konsep
perkalian. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif jenis
penelitian tindakan kelas, terdiri dari dua siklus, setiap siklus terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subyek penelitian adalah
siswa kelas II dengan jumlah 35 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penerapan model contextual teach-ing and learning pada pembelajaran
matematika sudah baik. Hal ini didukung oleh peningkatan pemahaman, hasil
dan ketuntasan belajar. Terlihat dari pemahaman siswa pada siklus I yaitu
58,25% dan pada siklus II yaitu 81,48%. Hal itu juga, diikuti dengan adanya
peningkatan hasil belajar siswa yang baik pula. Persentase ketuntasan belajar
siswa pada pra tindakan yaitu 23,52%, pada siklus I yaitu 29,41% dan pada
siklus II yaitu 76,47%. Kesimpulan hasil penelitian adalah pembelajaran dengan
model contextual teaching and learning (CTL) terbukti mampu meningkatkan
pemahaman, hasil dan ketuntasan belajar siswa kelas II SD Negeri Madura 01
pada Pembelajaran Matematika Materi Konsep Perkalian.
Kata Kunci: pemahaman belajar, hasil belajar, contextual teaching learning

Keberhasilan dalam melaksanakan tugas mengajar tentu menjadi harapan


semua guru. Kenyataan yang dijumpai malah sebaliknya, siswa terlihat pasif tidak
semangat, hasil yang dicapai rendah, dan masih banyak lagi kejanggalan yang
ditemui pada perilaku siswa. Hasil test pendahuluan pada pembelajaran
matematika materi konsep hanya lima siswa (25,71%) dari 35 siswa yang
mencapai tingkat penguasaan materi 85% ke atas atau mendapat nilai di atas
KKM sebesar 65, dengan perolehan nilai rata-rata hasil belajar secara klasikal
sebesar 58,29. Untuk meningkatkan
dengan

model pembelajaran

pemahaman

Contextual

konsep

Teaching

and

perkalian
Learning

dasar
(CTL)

dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan di kelas II


SDN Madura 01 Kecamatan Wanareja.
Masalah dalam penelitian ini adalah apakah model pembelajaran CTL
dapat meningkatkan pemahamanan siswa kelas II SDN Madura 01 Kecamatan
Wanareja dalam konsep perkalian?. Dan bagaimana peningkatan hasil belajar
siswa kelas II SDN Madura 01 Kecamatan Wanareja dalam pembelajaran
konsep

perkalian dengan menggunakan model CTL?. Tujuan penelitian

ditetapkan adalah memperoleh gambaran pemahaman siswa kelas II SDN


Madura 01 Kecamatan Wanareja dalam konsep perkalian dengan menggunakan
model CTL, dan mengkaji model pembelajaran CTL
hasil belajar siswa

kelas

II

untuk meningkatkan

SDN Madura 01 Kecamatan Wanareja dalam

pembelajaran konsep perkalian.


Dari segi teoritis diharapkan penelitian ini dapat melengkapi teori
pembelajaran yang berkaitan dengan model pembelajaran CTL, pemahaman, dan
hasil belajar siswa, hasil penelitian ini juga diharapkan mampu memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan inovasi
pembelajaran matematika, dan sebagai bahan kajian bagi peneliti lebih lanjut
dalam mengkaji masalah yang sama, dan siswa
menyelesaikan

permasalahan

akan

lebih

nyata

matematika khususnya perkalian, siswa

dalam
akan

lebih bervariatif dan mempunyai beberapa alternatif dalam menyelesaikan


masalah dalam pembelajaran matematika, dan memudahkan
memahami

penerapan

pembelajaran matematika Guru lebih

siswa
kreatif

dalam
dan

membuat inovasi baru dalam mengajarkan perkalian awal di kelas II SD, dan
memberikan

solusi

bagi

guru

SD

untuk

meningkatkan

pembelajaran

matematika, khususnya materi perkalian, dan sekolah dapat meningkatkan


kualitas pembelajaran di sekolah, menjadi percontohan bagi sekolah lain dalam
pembelajaran di sekolah, dan untuk meningkatkan prestasi sekolah pada
umumnya.
Pembelajaran matematika bermaksud menata nalar, membentuk sikap
dan menumbuhkan kemampuan menggunakan dan menetapkan matematika.
Ini berarti bahwa dalam pembelajaran tidaklah cukup hanya memberikan
tekanan pada

keterampilan

berhitung

dan

menyelesaikan

soal,

tetapi

penekanan harus diberikan pada bagaimana nalar dan sikap siswa terbentuk
untuk kehidupan nyatanya.
Matematika dapat ditinjau dari segala sudut dan dapat memasuki seluruh
segi kehidupan manusia. Jelasnya, matematika mencakup bahasa, yaitu
bahasa matematika. Melalui matematika dapat dilatih berfikir secara logis,
dan dengan matematika ilmu pengetahuan lainnya bisa berkembang dengan
cepat. Namun demikian, untuk mengetahui apakah matematika itu, seorang
harus

mempelajari sendiri ilmu matematika itu, yaitu dengan mengkaji dan

mengerjakannya. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif yaitu


kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari
kebenaran sebelumnya. Namun demikian, dalam pembelajaran pemahaman
konsep sering diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata. Proses
induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika.
Selama mempelajari matematika di kelas, aplikasi hasil rumus atau sifat yang
diperoleh dari penalaran deduktif maupun induktif sering ditemukan meskipun
tidak secara formal hal ini disebut dengan belajar bernalar Pembelajaran
matematika adalah pemberian kepada siswa untuk membangun

konsep-

konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri sehingga


konsep

atau

prinsip

itu terbangun. Ruang lingkup materi pembelajaran di

Sekolah Dasar yang berlaku. Bahan kajian matematika di

sekolah dasar

mencakup artimetika (pengaturan statistik), pengantar aljabar, geometri,

pengukuran dan kajian data (pengatur statistik). Penekanan diberikan pada


penguasaan bilangan (number sense) termasuk bilangan. Standar

Kopetensi

Matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang dibakuakan


dan harus

dicapai

oleh

siswa

dikelompokan dalam kemahiran

pada akhir pembelajaran. Standar ini

Matematika,

bilangan,

pengukur,

dan

geometri, aljabar, statistika dan peluang, dan kalkulus.


Pemahaman berasal dari kata paham, dalam kamus Bahasa
diartikan

mengerti

benar.

Sedangkan

menurut kamus

Indonesia

Inggris-Indonesia

pemahaman merupakan terjemahan dari Comprehension. Seseorang dikatakan


paham terhadap suatu hal, apabila orang tersebut mengerti benar dan mampu
menjelaskannya. Pemahaman dapat diartikan sebagai pengertian yang mendalam
tentang sesuatu masalah dan mampu menafsirkan arti yang tersirat dari apa
yang dipahami tersebut.
Pemahaman (the levels of understanding) siswa pada pembelajaran
matematika. Skemp membedakan tingkatan pemahaman siswa menjadi dua.
Tingkatan

pemahaman

yang

pertama

adalah

pemahaman

instrumental

(instrumental understanding). Pada tingkatan ini siswa baru berada pada


tahap tahu atau hafal suatu rumus dan dapat menggunakannya untuk
menyelesaikan suatu soal, tetapi belum tahu mengapa rumus tersebut dapat
digunakan. Pada tahapan ini siswa juga belum atau tidak bisa menerapkan
rumus tersebut pada keadaan yang baru berkaitan. Tingkatan pemahaman yang
kedua yaitu pemahaman relasional (relasional understanding). Pada tahapan
ini siswa tidak hanya sekedar tahu atau hafal tentang rumus, tetapi dia juga
tahu bagaimana dan mengapa rumus ini dapat digunakanHasil belajar atau yang
disebut prestasi belajar dalam penelitian ini adalah berupa angka-angka
tertentu yang tercantum dalam nilai raport. Prestasi adalah hasil yang telah
dicapai atau dilakukan. Prestasi adalah bukti keberhasilan yang telah dicapai.
Belajar adalah suatu proses mental yang mengarah kepada penguasaan
pengetahuan,

kecakapan/skill,

kebiasaan

atau

sikap

yang

semuanya

diperoleh,disimpan dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku


yang progresif dan adaptif.

Model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning),


mampu menjembatani perbedaan karakteristik matematika dan karakteristik
siswa. Model ini dilandasi teori Peaget yang menyatakan bahwa setiap
makhluk hidup mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
situasi

sekitar

intelektual

atau

anak

lingkungannya

Model

pengetahuannya, peserta

CTL

didik

sesuai dengan

membantu

dapat

siswa

memperoleh

tingkat

kemampuan

membangun

sendiri

pengetahuan

melalui

kegiatan yang beraneka ragam dengan guru sebagai fasilitator.


Dalam

Belajar

dan Pembelajaran

Sekolah

Dasar,

pada

intinya

pengembangan setiap komponen CTL dalam pembelajaran dapat dilakukan


melalui langkah-langkah adalah mengembangkan pemikiran siswa untuk
melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan cara bekerja
sendiri,

menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan

keterampilan baru yang harus akan dimilikinya, melaksanakan sejauh mungkin


kegiatan inquiri untuk semua topik yang diajarkan, mengembangkan sifat ingin
tahu

siswa

melalui

memunculkan pertanyaan-pertanyaan, menciptakan

masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab


dan lain sebagainya, menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa
melalui ilustrasi, model bahkan media yang sebenarnya, dan membiasakan anak
untuk

melakukan

refleksi

dilakukan, serta melakukan

dari

setiap

penilaian

kegiatan pembelajaran yang telah


secara

objektif,

yaitu

menilai

kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.


Kelebihan dari Contextual Teaching Learning adalah pembelajaran menjadi
lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan
antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Kelemahan dari
Contextual Teaching Learning adalah guru lebih intensif dalam membimbing,
karena dalam Contextual Teaching Learning, guru tidak lagi berperan sebagai
pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi
siswa.

Dalam

pembelajaran

matematika,

pembelajaran

cenderung

bersifat

monoton, tanpa variasi kreatif. Apabila siswa ditanya ada saja alasan yang mereka
kemukakan seperti: matematika sulit, tidak mampu menjawab, takut disuruh maju
ke depan, dan sebagainya. Pembelajaran matematika pada umumnya masih
dominan menggunakan metode ceramah dan menugasan yang terkesan kaku
dan dogmatis sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berinteraksi dengan kehidupan nyata. Pembelajaran seperti ini berakibat negatif
terhadap pemahaman dan hasi belajar siswa. Rendahnya pemahaman siswa
terhadap

materi

konsep perkalian dikarenakan

selama

ini

siswa

lebih

ditekankan pada metode pembelajaran yang bersifat latihan tanpa memahami


konsep materi yang diberikan. Salah satu pemecahannya adalah mengubah cara
mengajar dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang tepat, dalam hal
ini pendekatan pembelajaran yang dianggap tepat adalah penerapan model
pembelajaran Contextual Teaching Learning CTL).
Penerapan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) pada
pelaksanaan

proses

pembelajaran

khususnya

pembelajaran

matematika,

diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan hasil belajar matematika


materi konsep perkalian pada siswa kelas II SD Negeri Madura 01 Kecamatan
Wanareja.
Untuk mengetahui apakah mungkin rencana tindakan tersebut dilaksanakan
maka dibuat hipotesis tindakan adalah penerapan model pembelajaran Contextual
Teaching Learning (CTL) pada pembelajaran matematika materi konsep perkalian
dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa kelas II SDN Negeri
Madura 01 Kecamatan Wanareja. Siswa dinyatakan tuntas dengan kriteria
mencapai penguasaan materi minimal 85% atau mendapat nilai di atas KKM
minimal 65. Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur peningkatan
pemahaman siswa adalah kemampuan mengenal konsep perkalian, menjelaskan
secara ringkas tentang konsep perkalian, mampu menjawab pertanyaan tentang
konsep perkalian dan siswa mampu menarik atau membuat kesimpulan tentang
konsep perkalian.

Kriteria untuk mengukur tingkat keberhasilan upaya perbaikan pembelajaran


adalah proses perbaikan pembelajaran (meningkatkan pemahaman siswa)
dinyatakan berhasil jika 85% dari jumlah siswa mengalami peningkatan
pemahaman terhadap materi tentang konsep perkalian selama proses pembelajaran
berlangsung, proses perbaikan pembelajaran matematika materi konsep perkalian
dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
dinyatakan berhasil apabila 85% dari jumlah siswa tuntas belajar, dan kriteria
siswa tuntas belajar apabila telah mencapai tingkat penguasaan materi
pembelajaran sebesar 85% ke atas atau mendapat nilai di atas KKM minimal 65.
Subjek penelitian adalah siswa kelas II SDN Madura 01 sebanyak 35 siswa
terdiri dari laki-laki 19 siswa dan perempuan 16 siswa. Penelitian ini dilaksanakan
di SD Negeri Madura 01 yang berlokasi di Jalan Cimalati No. 18 Desa Madura
Kecamatan Wanareja. Materi kajian yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan
perbaikan pembelajaran sebagaimana dijelaskan di bawah ini :
Kelas/Semester

II (dua) / 2 (dua)

Standar Kompetensi

Melakukan

perkalian

dan

pembagian

bilangan sampai dua angka.


Kompetensi Dasar

Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya


bilangan dua angka

Materi Pokok

Konsep Perkalian

Indikator

Mengingat fakta perkalian dengan berbagai


cara mulai dari penjumlahan berulang

Berdasarkan bentuk dan sifatnya, data penelitian dapat dibedakan dalam dua
jenis yaitu data kualitatif (yang berbentuk kata-kata/kalimat) dan data kuantitatif
(yang berbentuk angka). Data kuantitatif dapat dikelompokkan berdasarkan cara
mendapatkannya yaitu data diskrit dan data kontinum. Berdasarkan sifatnya, data
kuantitatif terdiri atas data nominal, data ordinal, data interval dan data rasio.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer
dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah siswa kelas II SD Negeri
Madura 01 Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2012/2013.
Adapun sumber data sekunder berasal dari sumber data yang berasal dan pihak

yang masih ada kaitannya dengan siswa, tetapi tidak secara langsung
mengetahui keberadaan siswa atau berhubungan langsung dengan siswa.
Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu teknik tes
dan teknik nontes. Alat pengumpulan data, terdiri dari lembar observasi, lembar
Kerja Siswa (LKS), dan lembar Evaluasi / Tes. Siswa dinyatakan tuntas apabaila
skor yang diperoleh 3 atau dengan kategori minimal baik. Peningkatan nilai
invidu siswa dapat dilihat dari nilai hasil tes formatif. Siswa dinyatakan
meningkat hasil belajarnya apabila nilai hasil tes I dari hasil tes II. Tes hasil
belajar siswa menentukan tingkat ketuntasan belajar siswa. Siswa dinyatakan
tuntas belajarnya apabila mendapat nilai di atas KKM minimal 65.
Pada pelaksanaan pembelajaran siklus pertama, berdasarkan rumusan
hipotesis yang telah ditetapkan peneliti menyiapkan perbaikan pembelajaran dan
skenario tindakan. Skenario tindakan merupakan tahapan kegiatan tindakan
perbaikan pembelajaran

yang dilakukan guru dan siswa. Tahap pelaksanaan

Peneliti menyiapkan alat pelajaran berupa alat peraga, buku pelajaran, soal
evaluasi dan RPP. Guru memberi salam, mengabsen siswa dan mengatur tempat
duduk. Guru

mengadakan apresiasi untuk mengaitkan pelajaran yang akan

disampaikan. Pada kegiatan inti pertemuan pertama, peneliti mengawali dengan


kegiatan ekslorasi. Kegiatan yang peneliti laksanakan adalahh menjelaskan
perkalian dengan penjumlahan berulang dari perkalian satu sampai tiga. Peneliti
memberikan penjelasan dengan memberikan beberapa contoh pengerjaan
perkalian dengan penjumlahan berulang. Pada kegiatan elaborasi, untuk memberi
kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak
tanpa rasa takut, dan membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan
maupun tertulis, secara individual maupun kelompok, kegiatan yang dilakukan
adalah membagikan lembar kerja siswa untuk dibahas secara berkelompok dan
dibuat sebagai laporan individu untuk masing-masing siswa. Setelah semua
lembar kerja siswa dibagikan, peneliti memberikan kesempatan kepada para siswa
untuk berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing. Setelah

itu

guru

memberikan arahan atau petunjuk kepada siswa dalam menyelesaikan LKS


dengan sebaik-baikknya. Setelah dirasa cukup waktu yang diberikan untuk

mengerjakan LKS tersebut, peneliti kemudian mengadakan kegiatan tanya jawab


seputar pembahasan lembar kerja siswa. Pada kegiatan lanjutan yaitu kegiatan
konfirmasi, peneliti menunjuk beberapa siswa untuk membacakan dan
memberikan penjelasan tentang proses pengerjakan LKS dan jawabanjawabannya, siswa lain diminta memperhatikan dengan seksama, serta
memberikan tanggapan serta pertanyaan-pertanyaan seputar hasil kerja kelompok
yang sedang dibahas. Setelah dirasa cukup, peneliti meminta siswa untuk
mencatat hal-hal penting sebagai hasil kesimpulan proses pembelajaran
Pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran siklus kedua, berdasarkan rumusan
hipotesis yang telah dibuat, peneliti menyiapkan dan menetapkan Rencana
Perbaikan Pembelajaran beserta skenario tindakan. Skenario tindakan mencakup
langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru dan siswa dalam kegiatan
perbaikan.

Terkait dengan rencana perbaikan pembelajaran, peneliti juga

menyiapkan berbagai bahan yang diperlukan sesuai dengan hipotesis yang


dipilih : lembar kerja siswa, lembar observasi baik guru mapun siswa, serta alat
bantu pembelajaran misalnya gambar-gambar, kelereng, dan lain sebagainya.
Pada awal kegiatan, peneliti melaksanakan penjelasan secara ringkas tentang
materi pembelajaran. Kegiatan tersebut merupakan perwujudan dari pelaksanaan
tahapan konfirmasi dalam pelaksanaan pembelajaran. Peneliti mengulang materi
tentang konsep perkalian sebagai fakta penjumlahan berulang dengan memberikan
beberapa contoh dan penjelasannya. Setelah selesai memberikan penjelasan,
peneliti kemudian memasuki tahapan kegiatan elaborasi yang diwujudkan dalam
kegiatan dilanjutkan membagikan lembar kerja kelompok. Dalam lembar kerja
kelompok

memuat

buah

soal

yang

berbentuk

soal

uraian

yang

berhubungan dengan konteks tentang konsep perkalian sebagai bentuk


penjumlahan berulang. Selain itu, siswa dengan kelompoknya dapat menarik
kesimpulan dari hasil kerja dan diskusinya dengan baik. Pada saat mengerjakan
lembar

kerja

kelompok

kelompok,

dengan

tenang.

semua
Pada

kelompok
saat

kerja

mengerjakan

lembar

kerja

kelompok

semua

siswa

menujukkan keaktifan dan kerjasama dalam kelompok. Siswa yang memiliki


kemampuan selalu membantu temannya yang masih belum bisa dalam

10

mengerjakan soal-soal dalam lembar kerja kelompok. Semua siswa selalu


aktif bertanya bila ada kesulitan yang dihadapinya. Dari semua kegiatan
siswa dalam kelompok memperlihatkan
dari pertemuan pertama. Pada

saat

kemajuan yang sangat memuaskan

pembahasan

di

depan

kelas

semua

kelompok yang berani menjelaskan di depan kelas, sebagian besar menjelaskan


dengan tepat dan ada
memberikan

juga

penekanan

yang

pada

masih

belum

tepat.

Guru

kemudian

aspek yang dianggap perlu. Pada tahapan

konfirmasi, peneliti memberikan evaluasi siswa mengerjakan lembar kerja


siswa secara individu. Suasana saat evaluasi tertib dan sebagian besar siswa
tidak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal. Peneliti kemudian
melanjutkan pembahasan mengenai lembar kerja tersebut hingga seluruh lembar
kerja siswa dapat dibahas. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, siswa diminta
menulis sendiri rangkuman proses pembelajaran dengan melakukan analisa
terhadap pembahasan lembar kerja.
Kegiatan pembelajaran untuk mata pelajaran matematika di kelas II
SDN Madura 01 Kecamatan Wanareja. Kegiatan pembelajaran diawali dengan
mengkondisikan siswa untuk siap belajar matematika. Pada saat membuka
pelajaran guru mengadakan tanya jawab tentang pelajaran yang telah dipelajari
sebelumnya, kemudian mencoba menghubungkan dengan materi yang akan
dipelajari. Guru menugaskan siswa untuk membaca dan mencatat materi yang
baru di buku tulis. Di sini mulai terlihat pemahaman siswa yang semula
tertarik menjadi menurun. Pada awal guru membuka pelajaran siswa tampak
tertarik mengikuti kegiatan pembelajaran, namun ketertarikan siswa berkurang
ketika guru menugaskan untuk membaca dan mencatat materi pelajaran,
kemudian mendengarkan kembali penjelasan materi dari guru, dan hanya
beberapa siswa yang tampak antusias untuk menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh guru.
Data awal diperoleh dari proses belajar sehari-hari di kelas melalui
ulangan

formatif.

Peneliti

mengetahui

bahwa pembelajaran

matematika

khususnya pada konsep pecahan dirasa masih sulit bagi siswa. Hal ini
terimplikasi terhadap kemampuan siswa pada pembelajaran matematika

11

khususnya pada konsep pecahan masih belum mencapai KKM. Kesulitan


tersebut dipengaruhi oleh salah satu cara guru dalam melakukan proses
pembelajaran yang kurang melibatkan metode dan media pembelajaran yang
variatif, monoton dan kurang memotivasi siswa, sehingga berimplikasi terhadap
pemahaman siswa tentang konsep perkalian
Secara rinci temuan hasil penelitian awal pada observasi di kelas kelas
II SDN Madura 01 Kecamatan Wanareja adalah bahwa setiap siswa kurang
berkonsentrasi

dalam mengikuti

proses

pembelajaran,

dan

masih

ada

beberapa siswa yang kurang memperhatikan ketika guru menyampaikan materi


pelajaran matematika. Siswa yang kurang tertarik itu ditujukan dengan bermainmain dengan sesuatu, mengobrol dengan

teman

sebangku

dan

tidak

memperhatikan ketika guru menjelaskan, sehingga pemahaman siswa terhadap


materi pelajaran matematika menjadi rendah.
Berdasarkan

hasil

pengamatan

kondisi

awal

siswa

terhadap

pembelajaran matematika serta berbagai hambatan-hambatan yang muncul,


maka peneliti bersama guru kelas yang diteliti, melakukan kolaborasi untuk
mengatasi hambatan dan kesulitan yang ditemukan, peneliti bersama guru
kelas yang bertindak sebagai obsever, menyusun dan melaksanakan serangkaian
perencanaan tindakan guna mengatasi hambatan-hambatan tersebut, yang diakhiri
pada sebuah

kegiatan analisis atau refleksi. Pelaksanaan tindakan kelas

disesuaikan dengan rencana pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya.


Pelaksanaan tindakan penelitian kelas ini menekankan pada penerapan model
pembelajaran CTL untuk meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran matematika materi konsep pecahan yang diupayakan dan
dikondisikan

berdasarkan

tahapan-tahapan

yang

telah

dipersiapkan

sebelumnya dalam tahap perencanaan dengan mengimplementasikan rencana


tersebut yang telah dirumuskan oleh peneliti.
Berdasarkan rumusan hipotesis yang telah ditetapkan peneliti menyiapkan
perbaikan pembelajaran dan skenario tindakan. Skenario tindakan merupakan
tahapan kegiatan tindakan perbaikan pembelajaran
siswa.

yang dilakukan guru dan

Di samping itu peneliti juga telah menyiapkan rencana perbaikan

12

pembelajaran, lembar kerja, materi pembelajaran, alat peraga berupa gambar


yang sesuai dengan materi pembelajaran untuk dua kali pertemuan dalam siklus
pertama sehingga pada saat pelaksanaan pembelajaran siswa dapat memahami
materi pembelajaran secara maksimal. Sebelum pelaksanaan, peneliti dan
observer terlebih dahulu mengadakan simulasi terhadap penggunaan RPP dan alat
peraga yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk menghindari kegagalan
pada saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
Data hasil pelaksanaan tindakan perbaikan pembelajaran pada siklus
pertama menggunakan model pembelajaran CTL pada pembelajaran matematika
materi konsep perkalian dapat diterangkan bahwa pada sebelum perbaikan nilai
rata-rata hasil belajar 58,29 setelah dilakukan perbaikan mengalami kenaikan
menjadi 64,86. Rata-rata hasil belajar naik 6,57, dan jumlah siswa yang telah
mencapai tingkat ketuntasan belajar 18 siswa (51,43%) atau mengalami
peningkatan dari sebelum perbaikan sebanyak 8 siswa (22,86%). Melihat hasil di
tersebut

maka

peneliti

bersama-sama

dengan

observer

sepakat

untuk

melaksanakan perbaikan pembelajaran pada siklus II, karena nilai rata-rata hasil
belajar baru mencapai angka 64,86 yang berarti masih berada di bawah KKM
sebesar 65,00 sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan dan
tingkat ketuntasan belajar baru 51,43%. Hal ini menunjukkan ketuntasan belajar
belum mencapai 85% dari jumlah seluruh siswa sesuai dengan kriteria
keberhasilan yang telah ditentukan.
Dari hasil pada tahap pengamatan terhadap pemahaman siswa pada
pembelajaran matematika materi konsep perkalian dengan menerapkan model
pembelajaran CTL diperoleh keterangan bahwa pada sebelum perbaikan, siswa
yang menunjukkan pemahaman belajar sebanyak 12 siswa atau 34,29%, pada
siklus ke I, siswa yang menunjukkan pemahaman belajar sebanyak 22 siswa atau
62,86%, dan dari sebelum perbaikan ke siklus I, tingkat pemahaman belajar siswa
meningkat sebesar 28,57% atau bertambah sebanyak 10 siswa.
Melihat hasil di atas maka peneliti bersama-sama dengan observer sepakat
untuk melaksanakan perbaikan pembelajaran pada siklus II karena belum
memenuhi indikator dan kriteria keberhasilan yang telah ditentukan sehingga

13

diharapkan pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus II pemahaman


belajar siswa dapat mencapai perolehan di atas 85% sesuai dengan kriteria
keberhasilan yang telah ditetapkan.
Hasil refleksi pertemuan pertama

belum memenuhi kriteria yang

diinginkan. Oleh karena itu setelah melakukan refleksi dan diskusi bersama teman
sejawat, menunjukkan siswa yang tuntas telah mencapai 18 siswa atau 51,43%,
nilai rata-rata hasil belajar meningkat 58,29 dari sebelum perbaikan menjadi 64,86
pada siklus pertama, serta peningkatan pemahaman belajar sebesar 62,86% atau
22 siswa, atau mengalami peningkatan 28,57% atau sebanyak 10 siswa dari
sebelum perbaikan.
Pada siklus kedua, pada tahap perencanaan, data yang diperoleh berupa:
rencana pelaksanaan perbaikan pembelajaran (RPPP) yang di dalamnya tercakup
komponen skenario pembelajaran yang akan diimplementasikan; seperangkat
instrumen yang akan digunakan untuk pengumpulan data; dan data pendukung
pembelajaran berupa lembar kerja siswa (LKS) dengan penambahan inovasiinovasi baru seputar pelaksanaan pembelajaran dengan metoe demontrasi.
Data hasil pelaksanaan tindakan perbaikan pembelajaran menggunakan
model pembelajaran CTL pada pembelajaran matematika materi konsep perkalian
dapat diterangkan bahwa pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar 64,86 setelah
dilakukan perbaikan mengalami kenaikan menjadi 73,14. Rata-rata hasil belajar
naik 8,28., jumlah siswa yang telah mencapai tingkat ketuntasan belajar 33 siswa
(94,29%). Melihat hasil tersebut maka peneliti bersama-sama dengan observer
menyimpulkan bahwa hasil tes hasil belajar menunjukkan hasil 73,14, yang
berarti sudah melebihi KKM minimal 65, dengan jumlah siswa yang telah tuntas
belajarnya sebanyak 35 siswa atau 94,29%. Hal ini menunjukkan bahwa
ketuntasan belajar juga telah mencapai kriteria keberhasilan sebesar 85% sehingga
proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil dan tuntas pada pelaksanaan
pembelajaran pada siklus II
Dari hasil pada tahap pengamatan terhadap pemahaman siswa pada
pembelajaran IPA materi konsep perkalian dengan menerapkan model
pembelajaran CTL diperoleh hasil bahwa pada siklus I, siswa yang menunjukkan

14

pemahaman belajar sebanyak 22 siswa atau 62,86%, pada siklus ke II, siswa yang
menunjukkan pemahaman belajar sebanyak 34 siswa atau 97,14%, dan dari
siklus I ke siklus II, tingkat pemahaman belajar siswa meningkat sebesar 34,29%
atau bertambah 12 siswa. Melihat hasil tersebut maka peneliti bersama-sama
dengan observer menyimpulkan bahwa pemahaman belajar mencapai angka
97,14%. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman belajar telah mencapai kriteria
keberhasilan sebesar 85% dari jumlah seluruh siswa, sehingga proses perbaikan
dinyatakan berhasil dan tuntas pada siklus kedua.
Dari hasil pertemuan pertama dan kedua pada siklus kedua diketahui bahwa
pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus kedua telah mencapai ketuntasan
94,29% atau 33 siswa, dengan perolehan nilai rata-rata hasil belajar sebesar 73,14
dan pemahaman belajar 97,14% atau 34 siswa. Oleh karena penelitian sudah
mencapai kriteria yang diinginkan, maka peneliti dan observer memutuskan
bahwa perbaikan dianggap selesai, dan kegiatan proses belajar mengajar dapat
diteruskan

pada materi pembelajaran berikutnya. Setelah melakukan analisa

terhadap data yang peroleh dari dua siklus yang dilaksanakan maka dapat dapat
disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran CTL pada pembelajaran
matematika materi konsep perkalian menunjukkan peningkatan yang signifikan
terhadap proses dan hasil pembelajaran, yang dibuktikan dengan peningkatan
pemahaman dan hasil belajar siswa sebagai berikut :
1) Pada siklus I, angka ketuntasan belajar naik menjadi 51,43% atau bertambah
22,86% atau bertambah 8 siswa.
2) Pada siklus II, angka ketuntasan belajar naik menjadi 94,29% atau bertambah
42,86% atau bertambah 15 siswa.
3) Pada siklus I, nilai rata-rata hasil belajar mengalami kenaikan sebesar 6,57
dari sebelum perbaikan menjadi 64,86.
4) Pada siklus II, nilai rata-rata hasil belajar mengalami kenaikan sebesar 8,28
dari siklus pertama menjadi 73,14.
Dari hasil analisis terhadap peningkatan pemahaman belajar siswa pada
sebelum perbaikan, siklus I dan siklus II, diperoleh keterangan sebagai berikut :

15

1) Pada Sebelum perbaikan, siswa yang menunjukkan pemahaman belajar


sebanyak 10 siswa atau 62,86%
2) Pada siklus I, siswa yang menunjukkan pemahaman belajar sebanyak 19 siswa
atau 62,86%
3) Pada siklus II, siswa yang menunjukkan pemahaman belajar sebanyak 34
siswa atau 97,14%
Pada siklus I peneliti menggunakan metode ceramah dan tanya jawab serta
kerja kelompok untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan
metode contextual

teaching

learning. Adapun penjelasan mengenai hasil

pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus pertama adalah peningkatan


pemahaman siswa cukup signifikan pada setiap siklusnya, dimana pada sebelum
perbaikan hanya 34,29% atau 12 siswa, meningkat menjadi 62,86% atau 22 siswa
pada siklus pertama atau mengalami kenaikan sebanyak 10 siswa (28,86%) dari
sebelum perbaikan. Melihat hasil tersbut maka peneliti bersama-sama dengan
observer sepakat untuk melaksanakan perbaikan pembelajaran pada siklus II dengan
harapan pada siklus II pemahaman belajar siswa dapat mencapai perolehan di atas
85% sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Sepertinya halnya
peningkatan pemahaman belajar meningkat cukup baik, yaitu dari nilai rata-rata hasil
belajar sebesar 58,29 pada sebelum perbaikan, menjadi 64,86 pada siklus pertama
atau mengalami kenaikan nilai rata-rata 6,57 dari sebelum perbaikan, sedangkan
tingkat ketuntasan belajar baru mencapai angka 18 siswa atau 51,43%. Hal ini
menunjukkan bahwa ketuntasan belajar mengalami kenaikan 8 siswa atau 22,86%

dari sebelum perbaikan. Melihat hasil tersebut maka peneliti bersama-sama


dengan observer sepakat untuk melaksanakan perbaikan pembelajaran pada siklus
II, karena nilai rata-rata hasil belajar baru mencapai angka 64,86 yang berarti masih
berada di bawah KKM sebesar 65,00 sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah
ditetapkan dan tingkat ketuntasan belajar baru 51,43%. Hal ini menunjukkan

ketuntasan belajar belum mencapai 85% dari jumlah seluruh siswa sesuai dengan
kriteria keberhasilan yang telah ditentukan.
Melihat dan menganalisis hasil pembelajaran dari pembahasan siklus I, dari
mulai pertemuan pertama sampai pertemuan kedua dan dari hasil observasi

16

pemahaman siswa, hasil wawancaa serta hasil tes, ada beberapa hal yang
harus diperbaiki. Dari segi proses pembelajaran, pemahaman siswa dalam
belajar dan dari segi nilai hasil belajar. Berdasarkan hasil observasi juga
didapatkan beberapa temuan yang berkaitan dengan masalah yang muncul pada
saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran, yaitu: proses

pembelajaran

secara

berkelompok tidak kondusif jumlah anggota kelompok terlalu banyak, hal


ini dikarenakan ketika berkelompok jika semakin banyak jumlah anggota
kelompok maka semakin banyak pendapat dari anggota kelompok, siswa kurang
memahami kegiatan pembelajaran dengan menggunakan kerja kelompok pada
saat mengerjakan lembar kerja siswa, sehingga diharapkan pada pertemuan
selanjutnya lembar kerja dikerjakan secara individu walaupun dilaksanakan dalam
kerja kelompok.
Kemudian guru melakukan refleksi terhadap tindakan pembelajaran siklus
I

yang

telah

didapatkan

dari

dilaksanakan
lembar

dengan

observasi

merenungkan
agar

dapat

temuan-temuan

dicarikan

upaya

yang
untuk

memperbaikinya pada saat tindakan siklus II. Sebagai untuk memperbaiki


kekurangan yang ditemukan pada saat tindakan pembelajaran siklus I, guru
bersama

observer

melakukan

diskusi

untuk

merencanakan

tindakan

pembelajaran yang akan dilaksanakan yaitu siklus II. Dari hasil diskusi ini
didapatkan hasil bahwa proses pembelajaran secara berkelompok akan lebih
kondusif apabila jumlah anggota kelompok tidak terlalu banyak, hal ini
dikarenakan

ketika

berkelompok

jika

semakin

banyak

jumlah anggota

kelompok maka semakin banyak pendapat dari anggota kelompok, siswa merasa
senang

karena bentuk lembar kerja dikerjakan secara individu walaupun

pelaksanaannya menggunakan kegiatan kerja kelompok, sehingga siswa yang


belum memahami materi dapat bertanya langsung kepada siswa yang

telah

mampu memahami materi pembelajaran dengan baik, walaupun ada sebagian


siswa yang hanya mencontoh hasil kerja siswa yang lainnya tanpa berpikir
terlebih dahulu, guru lebih melibatkan siswa dalam menyimpulkan hasil
pembelajaran yang telah dilaksanakan agar pengetahuan yang didapatkan
siswa lebih kuat dalam ingatan, guru terus berupaya mengintensifkan pemberian

17

bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan, agar interaksi antara guru
dengan

siswa semakin terjalin dengan kuat, serta kemampuan guru dalam

mengatur waktu harus lebih diefisienkan, hal ini dimaksudkan agar tahapan
yang telah dipersiapkan dapat direalisasikan dan semua tahapan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran CTL dapat dilaksanakan.
Pada siklus II, peningkatan pemahaman belajar cukup signifikan pada setiap
siklusnya, dimana pada siklus pertama hanya 62,86% atau 22 siswa, meningkat
menjadi 97,14% atau 34 siswa pada siklus kedua atau mengalami kenaikan
sebanyak 12 siswa (34,29%) dari pelaksanaan pembelajaran pada siklus pertama.
Melihat

hasil

tersebut

maka

peneliti

bersama-sama

dengan

observer

menyimpulkan bahwa pemahaman belajar mencapai angka 97,14%. Hal ini


menunjukkan bahwa pemahaman belajar telah mencapai kriteria keberhasilan
sebesar 85% dari jumlah seluruh siswa, sehingga proses perbaikan dinyatakan
berhasil dan tuntas pada siklus kedua. Sepertinya halnya peningkatan pemahaman
belajar, hasil belajarpun meningkat cukup baik, yaitu dari nilai rata-rata hasil
belajar sebesar 64,86 pada siklus pertama, menjadi 73,14 pada siklus kedua atau
mengalami kenaikan nilai rata-rata 8,28 dari siklus pertama, sedangkan tingkat
ketuntasan belajar mencapai angka 33 siswa atau 94,29%. Hal ini menunjukkan
bahwa ketuntasan belajar mengalami kenaikan 15 siswa atau 42,86% dari
pelaksanaan pembelajaran siklus pertama. Melihat hasil tersebut maka peneliti
bersama-sama dengan observer menyimpulkan bahwa hasil tes hasil belajar
menunjukkan hasil 73,14, yang berarti sudah melebihi KKM minimal 65, dengan
jumlah siswa yang telah tuntas belajarnya sebanyak 33 siswa atau 94,29%. Hal ini
menunjukkan bahwa ketuntasan belajar juga telah mencapai kriteria keberhasilan
sebesar 85% sehingga proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil dan
tuntas pada pelaksanaan pembelajaran pada siklus II
Setelah dilakukan pembelajaran pada tindakan siklus II yang bertolak
dari siklus

yang

bertujuan

untuk

memperbaiki

sebelumnya telah dilakukan maka peneliti

pembelajaran

yang

bersama observer melakukan

diskusi untuk menarik kesimpulan dari hasil pembelajaran pada siklus II

18

yang merupakan siklus terakhir dari penelitian ini. Pelaksanaan pembelajaran


pada siklus II dinyatakan berhasil dan tuntas.
Dari penjelasan mengenai proses dan hasil proses perbaikan pembelajaran
sebagaimana dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa kenaikan pemahaman
dan hasil belajar belajar siswa yang terjadi pada setiap siklus menunjukkan
kenaikan yang signifikan. Peningkatan pemahaman siswa menunjukkan perolehan
pada sebelum perbaikan hanya 12 siswa atau 34,29%, naik menjadi 22 siswa atau
62,86% pada siklus pertama, dan 97,14% atau 34 siswa pada siklus kedua,
sehingga masih terdapat satu siswa (2,86%) yang belum meningkat pemahaman
belajarnya. Hal tersebut didukung pula oleh kenaikan hasil belajar siswa dari ratarata pada sebelum perbaikan hanya
pertama, dan

58,29, naik menjadi 64,86 pada siklus

73,14 pada siklus kedua, dengan tingkat ketuntasan belajar

sebanyak 10 siswa (28,57%) pada sebelum perbaikan, 51,43% atau 18 siswa


pada siklus pertama, 33 siswa atau 94,29% pada siklus kedua, dan masih ada dua
siswa (5,17%) yang belum tuntas, namun secara klasikal semua indikator dan
kriteria keberhasilan proses perbaikan pembelajaran telah terpenuhi, sehingga
dapat disimpulkan bahwa proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil dan
tuntas pada siklus kedua.
Berdasarkan hasil diskusi, data dan hasil temuan dapat ditarik kesimpulan
antara lain : penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) terbukti dapat meningkatkan pemahaman siswa dari 12 siswa atau 34,29%,
naik menjadi 22 siswa atau 62,86% pada siklus pertama, dan 97,14% atau 34
siswa pada siklus kedua, dan penerapan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) terbukti dapat meningkatkan hasil dan ketuntasan
belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan hasil belajar terus
mengalami peningkatan dari hasil belajar siswa dari rata-rata pada sebelum
perbaikan hanya 58,29, naik menjadi 64,86 pada siklus pertama, dan 73,14 pada
siklus kedua, dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 10 siswa (28,57%) pada
sebelum perbaikan, 51,43% atau 18 siswa pada siklus pertama, 33 siswa atau
94,29% pada siklus kedua, namun secara klasikal semua indikator dan kriteria
keberhasilan proses perbaikan pembelajaran telah tercapai sehingga dapat

19

disimpulkan bahwa proses perbaikan pembelajaran dinyatakan tuntas dan berhasil


pada siklus kedua.
Guru harus mampu menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching
and

Learning

pembelajaran,

(CTL) untuk memberikan pengalaman langsung dalam


dan penggunakan alat peraga yang konkrit, sehingga dapat

membangkitkan pemahaman siswa dalam menyerap materi pembelajaran,


sehingga dapat menciptakan suasana belajar kondusif bagi para siswa dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan hasil belajar yang diharapkan dapat
tercapai secara maksimal. Perbaikan pembelajaran berawal dari adanya masalah
dalam kegiatan belajar mengajar dan guru berupaya untuk memperbaikinya.
Untuk mencegah timbulnya masalah yang sama, guru sebaiknya selalu melakukan
refleksi pembelajaran yang telah dilakukannya dan selalu berinovasi dalam
pendekatan, strategi dan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan
karakteristik siswa di kelasnya masing-masing. Dengan adanya penelitian
tindakan kelas yang peneliti lakukan di tempat bertugas diharapkan bermanfaat
untuk membantu menyelesaikan masalah pendidikan khususnya di sekolah dasar
tempat peneliti bertugas. Semakin banyak masalah dalam pelaksanaan
pembelajaran yang dihadapi guru dan dapat mencari solusi, akan meningkatkan
kualitas pembelajaran. Jika setiap guru menyadari akan pentingnya PTK di
kelasnya, akan meningkatkan pula kemampuan profesional guru, sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan prestasi siswa.
Untuk meningkatkan profesionalisme guru, salah satu upaya yang dapat
ditempuh adalah melalui upaya perbaikan pembelajaran atau penelitian tindakan
kelas (PTK), dan dalam melaksanakan PTK hendaknya guru berkolaborasi dengan
kepala sekolah, teman sejawat, dan ahli yang siap membantu pemikiran, tenaga,
dan segala hal yang dibutuhkan demi terselenggaranya PTK secara lancar dan
berhasil mencapai tujuan yang diharapkan

20

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta : Balai Pustaka
BSNP. 2007. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika, Depdiknas.
Jakarta.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas. Jakarta
Hudoyo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Dirjen Dikti PPLPTK.
Jakarta.
Kemmis, S. &McTaggart, R (1988), The Action Research Planner, Victoria: The
DeakinUnivesity
Poerwadarminta, W.J.S. 2004. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN
Balai Pustaka.
Ristasa, Rusna, dkk. 2006. Panduan Penelitian Laporan Perbaikan Pembelajaran
(Penelitian Tindakan Kelas). UPBJJ Universitas Terbuka.
Purwokerto.
Ruseffendi, E.T. 1998. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang NonEksakta Lainnya. Cetakan Kedua. IKIP Semarang Press. Semarang.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka
Cipta. Jakarta.
Wardani, I.G.A.K. 2006. Materi Pokok Penelitian Tindakan Kelas. Universitas
Terbuka. Jakarta.
Wiriatmadja, Rochiati. (2006). Metode Penelitian Tindakan Kelas, UPI Bandung
dan Rosda. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai