Anda di halaman 1dari 8

TUGAS TEKNOLOGI INFORMASI II

IMPLEMENTASI ERP PADA PT. PERTAMINA

Disusun Oleh :
AFRIALDY SUARA (110100057)
BAYU RACHMADI (110100062)
FELLA SAIYATI (110100069)
NUR SHAADIQAWATI (110100086)

ADMINISTRASI BISNIS DAN KEUANGAN


INSTITUT MANAJEMEN TELKOM
BANDUNG
2013

Sejarah Perusahaan
Tonggak-tonggak sejarah berdirinya PT Pertamina (Persero) sebagai Perusahaan BUMN
sejak tahun 1957 hingga berubah status hukum menjadi Perusahaan Perseroan Terbatas
(Persero).
a. MASA KEMERDEKAAN (1957)
Pada 1950-an, ketika penyelenggaraan negara mulai berjalan normal seusai perang
mempertahankan kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia mulai menginventarisasi
sumber-sumber pendapatan negara, di antaranya dari minyak dan gas. Namun saat itu,
pengelolaan ladang-ladang minyak peninggalan Belanda terlihat tidak terkendali dan penuh
dengan sengketa. Di Sumatera Utara misalnya, banyak perusahaan-perusahaan kecil saling
berebut untuk menguasai ladang-ladang tersebut.
b. INTEGRASI PENGELOLAAN MIGAS INDONESIA (1968)
Pada tahun 1960, PT PERMINA direstrukturisasi menjadi PN PERMINA sebagai tindak
lanjut dari kebijakan Pemerintah, bahwa pihak yang berhak melakukan eksplorasi minyak
dan gas di Indonesia adalah negara. Melalui satu Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan
Presiden pada 20 Agustus 1968, PN PERMINA yang bergerak di bidang produksi digabung
dengan PN PERTAMIN yang bergerak di bidang pemasaran guna menyatukan tenaga, modal
dan sumber daya yang kala itu sangat terbatas. Perusahaan gabungan tersebut dinamakan PN
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (Pertamina).
c. TONGGAK MIGAS INDONESIA (1971)
Untuk memperkokoh perusahaan yang masih muda ini, Pemerintah menerbitkan UndangUndang No. 8 tahun 1971, dimana di dalamnya mengatur peran Pertamina sebagai satusatunya perusahaan milik negara yang ditugaskan melaksanakan pengusahaan migas mulai
dari mengelola dan menghasilkan migas dari ladang-ladang minyak di seluruh wilayah
Indonesia, mengolahnya menjadi berbagai produk dan menyediakan serta melayani
kebutuhan bahan bakar minyak & gas di seluruh Indonesia.
d. DINAMIKA MIGAS INDONESIA (2001)
Seiring dengan waktu, menghadapi dinamika perubahan di industri minyak dan gas nasional
maupun global, Pemerintah menerapkan Undang-Undang No. 22/2001. Paska penerapan
tersebut, Pertamina memiliki kedudukan yang sama dengan perusahaan minyak lainnya.

Penyelenggaraan kegiatan bisnis PSO tersebut akan diserahkan kepada mekanisme


persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan dengan penetapan harga sesuai yang
berlaku di pasar.
Pada 17 September 2003 Pertamina berubah bentuk menjadi PT Pertamina (Persero)
berdasarkan PP No. 31/2003. Undang-Undang tersebut antara lain juga mengharuskan
pemisahan antara kegiatan usaha migas di sisi hilir dan hulu.
e. MASA TRANSFORMASI (2004-sekarang)
Pada 10 Desember 2005, sebagai bagian dari upaya menghadapi persaingan bisnis, PT
Pertamina mengubah logo dari lambang kuda laut menjadi anak panah dengan tiga warna
dasar hijau-biru-merah. Logo tersebut menunjukkan unsur kedinamisan serta mengisyaratkan
wawasan lingkungan yang diterapkan dalam aktivitas usaha Perseroan.
Selanjutnya pada 20 Juli 2006, PT Pertamina mencanangkan program transformasi
perusahaan dengan 2 tema besar yakni fundamental dan bisnis. Untuk lebih memantapkan
program transformasi itu, pada 10 Desember 2007 PT Pertamina mengubah visi perusahaan
yaitu, Menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia. Menyikapi perkembangan
global yang berlaku, Pertamina mengupayakan perluasan bidang usaha dari minyak dan gas
menuju ke arah pengembangan energi baru dan terbarukan, berlandaskan hal tersebut di tahun
2012 Pertamina menetapkan visi baru perusahaannya yaitu, Menjadi Perusahaan Energi
Nasional Kelas Dunia. Di tahun 2013, Pertamina menempati peringkat 122 dari 500
perusahaan terbaik dunia versi Fortune Global.

Visi dan Misi


Visi:
Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia.
Misi:
Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara terintegrasi,
berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

Logo Pertamina

Logo baru lumayan rame dibicarakan di kalangan kreatif dan periklanan Indonesia. Ada
beberapa hal yang dibahas. Pertama tentu saja karena harganya yang sangat mahal. Usd
350.000 atau sekitar idr 3,5 milyar, kedua karena dibuat oleh landor, branding company dari
luar. Ketiga karena penggantian logo dilakukan pada saat harga BBM cenderung fluktuatif
dan mengecewakan masyarakat dan masih banyak lagi.
Logo baru Pertamina memiliki makna yang perlu diketahui oleh para pekerja pertamina dan
public pada umumnya.

Elemen logo membentuk huruf P yang secara keseluruhan merupakan representasi


bentuk panah : sebagai Pertamina yang bergerak maju dan progresif. Warna- warna
yang berani menunjukkan langkah besar yang diambil Pertamina dan aspirasi

perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis.


Warna Biru mencerminkan: andal, dapat dipercaya, dan bertanggung jawab.
Warna Hijau mencerminkan: sumber daya energy yang berwawasan lingkungan .
Warna Merah mencerminkan: Keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam
meghadapi berbagai macam kesulitan.

Dilihat dari segi materi abstractionnya, logo PERTAMINA mengandung beberapa konsep.
1. Konsep Repetition yang berarti bahwa terdapat perulangan objeck(belah ketupat)
sebanyak 3 buah dengan menggunakan warna dasar yang menarik.
2. Konsep Type Combination karena terdapat tulisan PERTAMINA yang dapat
mempertegas logo tersebut.

Implementasi ERP Pada PT. Pertamina

Pertamina

merupakan

salah

satu

pengguna

SAP

R/3.

Dalam

proses

pengimplementasiannya menemukan banyak kendala sehingga berbagai pihak menilai


pemanfaatan SAP R/3 yang dipilih oleh Pertamina kurang mampu dioptimalkan. Pada tahun
2009 kemaren Pertamina berniat untuk menggunakan SAP generasi terbaru yang dikenal
dengan mySAP. Beberapa hal yang dapat dipelajari dari implementasi ERP di Pertamina
adalah sebagai berikut.
1. Keselarasan antara Business Process, People dan IT.
Dalam Information System (IS) terdapat tiga komponen yang harus
disinergikan agar memperoleh hasil yang optimal yaitu business process, people dan
IT. Banyak pihak terlalu berkonsentrasi pada aspek IT. Padahal tantangan
implementasi IS yang sesungguhnya ada pada kedua aspek lainnya. Jika perusahaan
telah memiliki business process yang baik dan teratur maka tantangan yang paling
utama adalah pada aspek people. Hal ini disebabkan oleh rumitnya mengubah
kebiasaan kerja setiap karyawan yang tidak jarang menimbulkan resistensi.
Manajemen Pertamina menyadari bahwa keselarasan antar tiga komponen IS
merupakan hal yang mutlak diperlukan untuk mencapai kesuksesan dalam
mengimplementasikan ERP. Oleh karena itu, Pertamina membentuk tim yang
bertanggung jawab terhadap rencana implementasi ERP ini. Tim menyadari
sepenuhnya bahwa implementasi ERP di Pertamina harus melalui business process
reengineering. Hal ini dikarenakan Pertamina telah melakukan serangkaian kajian dan
memutuskan untuk menggunakan SAP R/3. Keputusan ini didasarkan bahwa SAP
merupakan salah satu best practice. Dengan menggunakan ERP vanilla seperti ini
maka salah satu konsekuensinya adalah melakukan business process reengineering
agar sesuai dengan ERP yang dipilih. Adapun tim yang telah dibentuk ini dibantu oleh
Accenture dalam mengimplementasikan SAP R/3 di Pertamina.
Namun demikian implementasi ERP di Pertamina kurang optimal karena
cukup besarnya resisten untuk berubah. Dapat dipahami bahwa mengubah cara kerja
karyawan adalah sesuatu yang rumit. Hal ini dikarenakan para pengguna ERP tersebut
telah terbiasa dengan cara kerja lama yang lebih mapan dan mudah dimengerti.
2. Metode pengembangan sistem
Metode pengembangan sistem di Pertamina ini menggunakan pendekatan big
bang. Pada awalnya pelaksanaan business process reengineering dan implementasi
ERP akan dilakukan secara sekuensial. Tim merencanakan untuk melakukan business
process reengineering terlebih dahulu sebelum mengimplementasikan ERP. Namun

seiring dengan adanya UU Migas No.22 tahun 2001 tanggal 23 November 2001 serta
adanya AFTA di tahun 2003, maka Pertamina menyadari dengan cara sekuensial tidak
akan dapat mengejar batas waktu yang dimaksud. Oleh karena itu, tim memutuskan
untuk melakukan business process reengineering dan implementasi ERP secara
simultan. Tetapi dengan cara inipun ERP belum dapat dijalankan secara optimal.
Adapun modul yang pertama kali digunakan oleh Pertamina meliputi SD, MM, FI,
CO dan HR. Kini Pertamina merencanakan menggunakan mySAP dengan
menggunakan modul yang lebih lengkap yaitu meliputi MMH (Materials
Management Hydro), MMNH (Materials Management Non Hydro), SD/TD (Sales &
Distribution/ Transportation & Distribution), PP (Production Planning), PM (Plant
Maintenance), Human Capital Management, FI (Finanancial Accounting) dan CO
(Controlling).
3. Pemanfaatan project management
Pertamina membentuk tim yang bertugas untuk melakukan manajemen
terhadap proyek implementasi ERP ini. Pada tahap awal, tim melakukan serangkaian
kajian sejak akhir tahun 1997. Beberapa aspek yang menjadi perhatian utama dalam
tahap persiapan adalah memutuskan apakah akan membeli atau membuat sendiri.
Kemudian menentukan jenis enterprise system yang akan dibeli yaitu EIS atau ERP.
Setelah tim sepakat untuk membeli ERP lalu dilakukan kajian terhadap beberapa
produk sebelum memutuskan untuk membeli SAP R/3. Pada tahap implementasi,
Pertamina dibantu oleh Accenture. Konsultan ini diharapkan dapat memberikan
transfer knowledge pada Pertamina dalam mengimplementasikan SAP. Dalam proyek
ERP ini sepertinya top management tidak terlibat langsung. Untuk tahap berikutnya
yaitu penggunaan mySAP yang akan diterapkan pada 2009, tim diharapkan dapat
memenuhi ekspektasi semua pihak agar pemanfaatan mySAP lebih optimal, tidak
seperti SAP R/3.
4. Keselarasan antar companys direction dengan ISs direction
Pertamina mencanangkan untuk menjadi perusahaan kelas dunia. Namun
permasalahan yang dihadapi oleh Pertamina adalah sulitnya mendapatkan data dan
informasi secara real time padahal mengingat persaingan yang semakin ketat,
perusahaan dituntut untuk dapat bergerak cepat. Kesulitan ini semakin terasa bagi
Pertamina yang memiliki kantor serta berbagai unit operasional yang tersebar dalam
wilayah geografis yang luas. Hal ini dikarenakan Pertamina tidak didukung oleh
sistem pengolahan dan proses bisnis secara jaringan yang online dan terintegrasi.

Pertamina menggunakan teknologi informasi berbasis jaringan komputer


terintegrasi yang disebut enterprise service architecture (ESA). Program yang
dijalankan untuk fungsi teknis ini disebut SAP NetWeaver. Keunggulan program yang
terdapat dalam paket mySAP ini adalah menjadikan data lebih informatif, adaptif,
user friendly dan real time.
Dengan rencana penggantian SAP R/3 dengan generasi di atasnya yaitu
mySAP menjadikan implementasi IS di Pertamina bukan sekedar pada level support
operational akan tetapi meningkat pada level decision making system. Sejauh ini
rencana penerapan mySAP diharapkan mampu memberikan data analitis untuk
mendukung proses pengambilan keputusan bagi jajaran manajemen Pertamina..
5. Tantangan yang dihadapi oleh IS Department
Kurang optimalnya pemanfaatan SAP R/3 pada tahun 2003-2006 tentunya
menjadi beban tersendiri bagi tim. Tantangan terberat tentunya adalah dapat
mengoptimalkan pemanfaatan sistem ES selanjutnya di Pertamina. Terlebih kali ini
level adopsi pemanfaatan ES di Pertamina akan naik setingkat lagi yaitu pada level
decision making system.
Tantangan lain adalah semakin berkembangnya tuntutan bisnis dan teknologi
informasi. Berkembangnya kedua hal ini membuat tim harus mampu membawa
Pertamina memenuhi tuntutan bisnisnya yang mungkin juga menuntut adanya
perubahan penggunaan ES. Setidaknya tantangan IS department adalah dapat
mengoptimalkan sistem guna memenuhi tuntutan bisnis yang kian berkembang
dengan cepat. Terlebih Pertamina merupakan perusahaan yang memiliki komoditi
usaha strategis berupa minyak bumi. Seperti diketahui bahwa usaha minyak bumi
memiliki regulasi yang ketat dari pemerintah Indonesia di samping fluktuatifnya
harga di pasar internasional. Kedua hal ini tentunya sangat memperngaruhi keputusan
bisnis dari Pertamina.

Kesimpulan
Keberahasilan penerapan ERP pada Pertamina adalah didasarkan oleh adanya
keselarasan antara IT, proses dan people. Pertamina telah merasakan betapa penerapan ERP
tidak dapat diterapkan secara optimal karena belum adanya keselarasan antar ketiga
komponen IS tersebut.

Penerapan ERP pada Pertamina dinyatakan belum dapat digunakan secara optimal hal
terseut dikarenakan SDM yang belum siap dari pertamina. Dimana seperti yang telah dibahas
sebelumnya ERP bisa digunakan secara optimal bila adanya keselarasan antara ketiga
komponen antara IT, Proses<dan People.

Anda mungkin juga menyukai