Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Ilmiah agribisnis dan perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume I (Oktober 2008)

PERBANDINGAN JENIS UMPAN ORGANIK DAN


AN-ORGANIK TERHADAP JUMLAH HASIL TANGKAPAN
BUBU DASAR DI PERAIRAN PULAU TIGA
KABUPATEN MALUKU TENGAH
Umar Tangke
Teknologi Hasil Perikanan UMMU-Ternate, Email : umbakhaka@gmail.com

ABSTRAK

Peneltian bertujuan untuk mengetahui jumlah dan komposisi jenis hasil


tangkapan bubu dasar dari beberapa perlakuan pemberian umpan organik
dan anorganik yang digunakan dalam penangkapan ikan demersal. Hasil
penelitian menunjukan setiap jenis umpan berdistribusinormal dengan uji
t-student, umpan A dengan B berbeda nyata (1,77), A dengan C berbeda
sangat nyata (3,05), A dengan D berbeda sangat nyata (3,63), B dengan C
tidak berbeda nyata (0,80), B dengan D tidak berbeda nyata (1,62), C
dengan D tidak berbeda nyata(1.90), sedangkan komposisi jenis hasil
tangkapan yaitu umpan pecahan piring keramik putih tertinggi adalah
ikan kakatua (19,11%), dan terendah ikan ekor kuning (1,33%, umpan
usus ayam kampung tertinggi adalah ikan biji nangka (17,80%), terendah
ikan jambian (1,05%) dan ikan tembang tertinggi adalah ikan biji nagka
(22,56%), terendah ikan jambian (1,22%) serta tanpa umpan (control)
tertinggi adalah ikan biji nangka (26,51%) dan terendah adalah ikan tiga
waja, ikan buntel dan ikan lingkis (2,41%).
Perbandingan hasil tangkapan dengan alat bubu dasar pada setiap jenis
umpan dengan hasil tangkapan tertinggi pada umpan pecahan piring
keramik putih (58,24 kg), menyusul umpan usus ayam kampung (48,27kg),
umpan ikan tembang (44,17 kg) dan hasil tangkapan terkecil yaitu tanpa
umpan (control) (38,73 kg)

Kata kunci : Organik, an-organik, bubu dasar

I. PENDAHULUAN perikanan yang cukup besar. Pada tahun


1.1. Latar Belakang 2004 diperkirakan pemanfaatan MSY baru
Pemanfaatan sumber daya sekitar 17.5 % (Dinas Perikanan
perikanan Indonesia belum sepenuhnya Maluku, 2004). Perairan pulau tiga desa
dilakukan secara optimal, pada perairan Ureng Kecamatan Maluku tengah
tertentu banyak yang beum dikelola merupakan salah satu desa dengan potensi
sementara diperairan lain telah terjadi perikanan terbesar yaitu perikanan pelagis
kelebihan tangkap (over fishing) sebagai kecil ± 50.000 ton per tahun, pelagis besar
akibat dari banyaknya kapal yang (tuna) ± 140.524 ton per tahun dan
melakukan penangkapan secara terus demersal 40.000 ton per tahun. Khusus
menerus dan tidak memperhatikan untuk perikanan demersal pemanfaatannya
kelestarian sumberdaya ikan yang menjadi baru mencapai 10 % dari MSY, Olehnya
tujuan penangkapannya (Mukadar, 2003) itu perlu ada upaya untuk memaksimalkan
Perairan Maluku dengan luas perikanan demersal tersebut. Salah satu
± 765.272 km2 atau ± 90 % dari luas alat untuk dapat memaksimalkan perikanan
wilayah Provinsi, memiliki potensi
Jurnal Ilmiah agribisnis dan perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume I (Oktober 2008)

demersal itu dengan menggunakan bubu pada penangkapan ikan demersal di


dasar. perairan Pulau Tiga Kabupaten Maluku
Bubu adalah perangkap yang Tengah.
mempunyai umumnya dikenal dikalangan
nelayan perairan tersebut. Bubu termasuk II. Metode Penelitian
jenis alat tangkap yang sifatnya pasif atau 2.1. Waktu dan Tempat
menetap di dasar perairan yang bertujuan Penelitian ini di laksanakan mulai
untuk menangkap ikan-ikan demersal.. bulan April sampai dengan bulan Juli 2007
sehubungan dengan jumlah ikan yang di perairan pulau tiga desa Ureng
menjadi tujuan penangkapan, maka Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku
penentuan daerah penangkapan didasarkan Tengah Provinsi Maluku
pada tempat yang diperkirakan banyak
2.2. Bahan dan Alat
terdapat ikan demersal, yang biasanya
Bahan dan Alat yang digunakan dalam
ditandai dengan banyaknya terumbu
penelitian ini adalah :
karang atau pengalaman dari nelayan
(Hatapayo, 2004). Tabel 1. Bahan dan Alat Penelitian
Salah cara untuk meningkatkan
No Bahan dan Alat
hasil tangkapan dan memaksimalkan 1. Ikan Tembang
pemanfaatan MSY maka dilakukan 2. Usus Ayam Kampug
dengan cara menarik perhatian ikan untuk 3. Pecahan Piring Keramik Putih
dapat masuk kedalam bubu tersebut. 4. Layangan Air
Untuk menarik perhatian ikan agar masuk 5. Stop Watch
6. Kapal /Perahu
kedalam perangkap/bubu, maka
7. Bubu Dasar
bubu/perangkap di berikan beberapa 8. Timbangan
perlakuan diantaranya pemberian umpan, 9. Tali Berskala
umpan berupa bahan organik maupun
anorganik yang prinsipnya dapat 2.3. Prosedur Penelitian
memberikan reaksi agar ikan tertarik 2.3.1. Penempatan Bubu Dasar
masuk ke dalam bubu. Menurut Ayodhyoa Prosedur penempatan bubu dasar
dalam Hatapayo (2004), bahwa besar yaitu :
kecilnya reaksi dari umpan tersebut akan − Keempat unit bubu dasar di pasang
bergantung kepada sifat umpan yang dan dioperasikan pada fishing
dipergunakan, kondisi yang sesuai, serta ground yang sama dengan dasar
sifat ikan itu sendiri. perairan berpasir atau berkarang
Umpan yang baik haruslah − Jarak antara bubu yang satu dengan
memenuhi syarat-syarat yang antara lain
yang lainnya ± 10 m dengan
mudah diperoleh, dapat memikat/menarik
kedalaman ± 12 – 17 m.
perhatian ikan atau organisme lain yang
menjadi tujuan penangkapan. − Lama perendaman 24 jam.
Hal tersbut diatas yang menjadi dasar perlu − Penempatan bubu dilakukan secara
di lakukan penelitian mengenai acak dan dilakukan sebanyak 16 kali
perbandingan jenis umpan organik dan (16 hauling).
an-organik terhadap tangkapan bubu dasar 2.3.2. Pemasangan Umpan
di perairan Pulau Tiga Kabupaten Maluku Prosedur pemasangan umpan
Tengah. yaitu :
1.2. Tujuan − Pemasangan umpan ikan tembang
Tujuan penelitian ini untuk dan usus ayam kampung dilakukan
mengetahui jumlah dan komposisi dari dengan cara dimasukan kedalam
beberapa perlakuan pemberian umpan plasitk yang terlebih dahulu umpan
organik dan an-organik yang digunakan dicincang dan plastik dilubangi
Jurnal Ilmiah agribisnis dan perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume I (Oktober 2008)

kemudian mengikat ujung plastik S1 : S2 = Simpangan baku sampel 1 dan 2


pembungkus umpan lalu diikatkan
pada secara vertikal dalam bubu. Komposisi jenis hasil tankapan
− Pemasangan umpan pecahan piring diidentifikasi dengan menggunakan buku
keramik putih yang berdiameter 22 ikan ekonomis penting, jika ada ikan yang
cm di ikat secara vertikal didalam tidak diketahui jenisnya, maka
bubu dengan menggunakan tali diidentifikasi dengan buku taksonomi dan
monofilamen. identifikasi ikan (Saanin, 1984) sedangkan
untuk mengetahui komposisi jenis hasil
2.3.3. Pengambilan Data tangkapan per unit percobaan digunakan
a. Hasil Tangkapan formula Krebs (1982) dalam Hatapayo
- Jumlah hasil tangkapan bubu (2004) yaitu :
dihitung per unit percobaan setiap
ni
hauling (kg/unit/hauling). P = x 100% .......................(3)
- Komposisi jenis hasil tangkapan N
bubu dihitung per unit percobaan Dimana:
setiap hauling (%/unit/hauling). P = Persentase jumlah hasil tangkapan (%)
b. Kecepatan Arus ni = Jumlah individu dari setiap jenis
- Data kecepatan arus diambil setiap N = Total jumlah hasil tangkapan
dilakukan perendaman.
- Pengukuran di lakukan 2 kali saat Kecepatan arus dihitung dengan
perendaman dan sekali saat hauing formulasi Kamajaya dalam Hatapayo
- Pengukuran dilakukan dengan (2004) :
layangan air. V = S / t ............................................(4)
c. Kedalaman Perairan Dimana :
- Kedalaman perairan diukur pada V = Kecepatan arus (m/det)
saat perendaman alat. S = Panjang tali layangan air (m)
- Kedalaman diukur dengan tali t = Waktu yang dibutuhkan sampai tali
berskala. tegang (det)

2.3. Analisis Data III. Hasil dan Pembahasan


Untuk mengetahui perbandingan 3.1. Hasil
jumlah hasil tangkapan bubu dari tiap 3.1.1. Alat Tangkap
perlakuan, maka digunakan uji t-student, Bubu merupakan alat tangkap
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas yang umumnya dikenal dikalangan
data dengan formula Lilliefors (Hatapayo, nelayan. Variasi bentuknya banyak sekali,
2004) hampir setiap daerah mempunyai model
sendiri. Konstruksi alat tangkap bubu yang
x1 − x 2 digunakan terbagi atas tiga bagian utama
t − hit = yaitu; badan bubu, pintu masuk/mulut
1 1 ...........(1)
sg + dan pintu tempat mengeluarkan hasil
n1 n 2 tangkapan.
(n1 − 1) S12 + (n2 − 1) S 2 2 a. Badan Bubu
S 2 gab = ......(2) Badan bubu terbuat dar anyaman
(n1 + n2 ) − 2 bambu, dengan panjang ± 2.0 – 3.0 m,
Dimana : lebar 0.8 – 1.0 m dan tinggi 0.6 – 0.8 m.
x1 = Rata-rata hasil tangkapan sampel 1 Pada samping bubu diikatkan pemberat
x 2 = Rata-rata hasil tangkapan sampel 2 yang berfungsi untuk menenggelamkan
bubu kedasar perairan. Bagian badan bubu
S2gab = Ragam gabung sampel 1 dan 2
diikatkan pemberat dari batu yang
n = Banyaknya sampel ke-n
berfungsi untuk menjaga agar bubu tidak
Jurnal Ilmiah agribisnis dan perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume I (Oktober 2008)

terbawa arus dan tidak terbalik pada proses dengan dasar berpasir dan berkarang serta
pengoperasiannya. kedalaman berkisar antara 12 – 17 m.
Kondisi oseanografi daerah penangkapan
Badan bubu selama penelitian cukup baik untuk
kehidupan ikan-ikan demersal dengan
kecepatan arus berkisar antara 0.09 – 0.1
m/det, dengan rataan 0.1 m/det.
3.1.4. Musim Penangkapan
Daerah penagkapan yang baik
bukan satu-satunya faktor yang
Pintu masuk/mulut mempengaruhi optimalnya operasi
penangkapan ikan dengan alat tangkap
Pintu tempat mengeluarkan
hasil tangkapan
bubu dasar, tetapi ada faktor lain yang juga
tidak kalah penting yaitu musim
penangkapan. Faktor musim penangkapan
Gambar 1. Alat Tangkap bubu DasarDan sangat mempengaruhi disitribusi daerah
Bagian-Bagiannya. penangkapan ikan dan keselamatan serta
unit penangkapan.
b. Pintu Masuk Musim penangkapan ikan
Pada bagian ujung bubu terdapt berhubungan erat dengan keberadaan ikan
pintu masuk atau mulut bubu yang yang menjadi tujuan penangkapan, musim
berfungsi sebagai tempat masuknya ikan. penangkapan ikan demersal dengan
Posisi mulut menjorok kedalam menggunakan bubu dasar pada perairan
badan/tubuh bubu sepanjang 1 meter pulau tiga Kabupaten Maluku Tengah
dengan ujung bagian dalam agak dapat dilihat pada tabel 2.
meruncing dan fungsi untuk mengelabui
ikan agar tidak dapat keluar setelah Tabel 2. Musim Penangkapan Ikan di
terperangkap masuk. perairan pulau tiga Kabupaten
Maluku Tengah
c. Pintu Tempat Mengeluarkan Hasil
No Musim Bulan Ket
Tangkapan
1 Puncak 9 – 12 Timur
Pintu tempat mengeluarkan hasil 2 Biasa 1–4 Selatan
tangkapan berada pada bagian bawah 3 Paceklik 5–8 Barat
dengan ukuran panjang 0.3 m dan lebar Sumber : Hasil wawancara dengan Nelayan
0.15 m.
Musim puncak berlangsung
3.1.2. Kapal atau Perahu Penangkapan selama 4 bulan dan bertepatan dengan
Tipe Kapal/perahu yang digunakan musim timur dan pada bulan-bulan
selama penelitian adalah perahu sampan tersebut hasil tangkapan biasa mencapai
dengan material kayu dan ukuran hasil maksimal. Musim biasa bertepatan
utamanya adalah LOA 2 m, B 0.6 m dan H dengan musim selatan di mana perairan
0.4 m. Perahu/kapal dilengkapai dengan menjadi sangat baik untuk mengoperasikan
sayap yang dinamakan semang yang alat tangkap bubu karena pada musim
berfungsi untuk menjaga kestabilan agar selatan ini tinggi gelombang rata-rata
perahu tidak terbalik pada saat adalah 0.3 m. Pada musim paceklik
pengoperasian alat tangkap. perairan sangat keruh karena bertepatan
3.1.3. Daerah Penangkapan dengan musim barat yang tinggi
Daerah pengoperasian bubu dasar gelombangnya mencapai 2 – 3 m, sehingga
selama penelitian adalah daerah pesisir rata-rata nelayan tidak melaut.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume I (Oktober 2008)

3.1.5. Metode Pengoperasian Tabel 3. Jumlah Hasil Tangkapan Selama


Pengoperasian bubu dasar sangat Penelitian.
sederhana yaitu alat alat tangkap di Jumlah Hasil Tangkapan
turunkan dari kapal/perahu dan diikat tali Trip (kg/trip) Total
yang berfungsi untuk menaikan bubu pada A B C D
1 1.85 - 1.26 - 3.11
saat hauling, tali terbuat dari rotan dan di 2 2.89 2.68 1.72 1.12 8.41
lengkapi dengan pelampung tanda untuk 3 3.34 1.37 2.61 1.93 9.25
memudahkan nelayan pada waktu mau 4 2.22 2.74 2.36 1.12 8.44
melakukan hauling. Pengoperasian bubu 5 3.30 2.97 2.58 2.29 11.1
6 3.96 2.39 2.94 2.72 12.0
dasar dimulai dari tahap persiapan, setting 7 3.39 3.06 2.85 2.61 11.9
dan hauling. 8 3.30 2.97 2.86 2.72 11.9
9 4.03 3.47 2.57 2.34 12.4
a. Persiapan 10 4.03 3.47 2.57 2.34 12.4
sebelum menuju ke daerah 11 3.85 3.67 2.69 3.11 13.3
12 3.96 3.83 2.94 2.18 12.9
penangkapan terlebih dahulu dilakukan 13 4.10 3.94 3.49 3.11 14.6
penyusunan alat tangkap yaitu dengan 14 4.33 3.58 3.49 3.39 13.7
merangkai bubu menjadi dua bagian, 15 4.43 3.40 3.42 3.67 14.9
16 5.26 4.53 3.54 3.82 17.2
sehingga pada waktu penurunan alat tidak 189.
mendapatkan kesulitan, pada tahap ini Total 58.24 48.27 44.17 38.74
42
umpan di pasang untuk memudahkan Rata
3.64 3.02 2.76 2.42
11.8
an 39
penanganannya. Bubu dirangkai dua untuk Keterangan :
masing-masing jenis umpan dan kontol A = Umpan Pecahan Piring keramik putih
(tanpa umpan). B = Umpan Usus Ayam Kampung
C = Umpat Ikan Tembang
b. Setting (penurunan alat) D = Tanpa Umpan

pertama kali diturunkan adalah Hasil tangkapan pada alat tangkap


bubu dan selama penurunan bubu kapal bubu dasar yang menggunakan jenis
atau perahu di dayung dengan kecepatan umpan yang berbeda memberikan hasil
0.5 m/det menuju pantai untuk yang berbeda, jumah hasil tangkapan
memudahkan pelatakan pelampung tanda tertinggi sampai terendah masing-masing
waktu yang diperlukan untuk menurunkan pecahan piring kermik putih, usus ayam
alat tangkap bubu dasar yaitu 5 – 10 menit, kampung, ikan tembang dan tanpa umpan.
waktu perendaman 24 jam. Tingginya hasil tangkapan pada
c. Hauling (penarikan alat) umpan an-organik (pecahan piring keramik
Hauling adalah penarikan alat putih) diduga karena ikan di rangsang
tangkap, hauling dilakukan setelah bubu berdasarkan indera penglihatan,
dasar di rendam selama 24 jam, pada saat tertangkapnya ikan pada umpan tersebut
hauling bagian pertama yang diangkat disebabkan kilauan cahaya yang
adalah pelampung tanda kemudian tali dipantulkan oleh umpan piring keramik
rotan yang megnhubungkan bubu dengan putih tersebut. Seanjutnya untuk umpan
pelampung tanda. Hasil tangkapan organik (usus ayam kampung dan ikan
langsung dimasukan kedalam keranjang tembang) ikan dirangsang berdasarkan
agar tidak menyatu. Waktu yang butuhkan indera penciuman dan perasa,
untuk hauling berkisar antar 10 – 30 tertangkapnya ikan pada kedua umpan
menit/unit. tersebut disebabkan oleh bau, warna,
bentuk benda yang dihasilkan oleh umpan
3.1.6. Hasil Tangkapan sehingga merespon ikan untuk masuk
Jumlah hasil tangkapan selama kedalam alat tangkap bubu dasar.
penelitian dapat dilihat pada tabel 3. Selanjutnya tertangkapnya ikan pada bubu
dasar tanpa umpan diduga karena ikan
masuk kedalam alat tangkap bubu dasar
Jurnal Ilmiah agribisnis dan perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume I (Oktober 2008)

untuk berlindung dan bersembunyi yang digunakan berbeda. Umpan pecahan


akhirnya terperangkap. piring keramik putih warnanya
Jumlah hasil tangkapan (kg/trip) mengkilat dan tidak menghasilkan bau
bubu dasar setelah dilakukan uji normalitas sedangkan umpan usus ayam kampung
diperoleh Lt > Lo dan Lt < Lo, ini
warnanya mengkilat dan menghasilkan
menunjukan bahwa populasi berdistribusi
normal untuk Lt > Lo dan populasi tidak
bau, selanjutnya jenis umpan pecahan
berdistribusi normal pada Lt < Lo. piring keramik putih dengan umpan
Hasil uji t-student jumlah hasil ikan tembang dan umpan pecahan
tangkapan (kg/trip) bubu dasar yang piring keramik putih dengan tanpa
menggunakan jenis umpan berbeda yaitu umpan (Kontrol) berbeda sangat nyata.
umpan pecahan piring keramik putih (A) Adanya perbedaan hasil tangkapan
dengan umpan usus ayam kampung (B), diantara penggunaan jenis umpan
umpan pecahan piring keramik putih (A) disebabkan rangsangan dari umpan
dengan umpan ikan tembang (C), umpan yang digunakan berbeda. Umpan ikan
pecahan piring keramik putih (A) dengan tembang warnya mengkilat dan baunya
tanpa umpan (D), umpan usus ayam
tajam, sedangkan tertangkapnya ikan
kampung (B) dengan umpan ikan tembang
(C), umpan usus ayam kampung (B)
pada alat tangkap bubu dasar yang
dengan tanpa umpan (D), umpan ikan tidak menggunakan umpan bukan
tembang (C) dengan tanpa umpan (D), karena tertarik oleh bau atau warna
menunjukan bahwa uji t-student tersebut melainkan hanya tertarik pada bubu
beragam (tabel 4). dasar sebagai tempat bersembunyi dan
berlindung. Penggunaan jenis umpan
Tabel 4. Hasil uji t-student jumlah hasil
tangkapan (kg/trip) bubu dasar usus ayam kampung dengan umpan
dengan umpan yang berbeda. ikan tembang, umpan usus ayam
Perla-
t-hit DB
t-tabel
Ket kampung dengan tanpa umpan dan
kuan 0.01 0.05
Berbeda umpan ikan tembang dengan tanpa
A dg B 1.77 30 2.46 1.69
nyata umpan tidak berbeda nyata. Adanya
Berbeda
A dg C 3.05 30 2.46 1.69 sangat
perbedaan hasil tangkapan kedua
nyata umpan tersebut diduga sebagai akibat
Berbeda
A dg D 3.63 30 2.46 1.69 Sangat
adanya kriteria dari umpan yang
nyata digunakan relatif sama. Dugaan
Tidak
B dg C 0.80 30 2.46 1.69 berbeda
tersebut diatas sesuai yang
nyata dikemukakan oleh Gunarso (1985),
Tidak dalam Zainul (2003) bahwa umpan
B dg D 1.62 30 2.46 1.69 berbeda
nyata pada penangkapan berguna untuk
Tidak memikat ikan atau organisme lain yang
C dg D 1.09 30 2.46 1.69 berbeda
nyata menjadi tujuan penangkapan. Umpan
yang memenuhi syarat untuk
Jumlah hasil tangkapan bubu merangsang indera penglihatan, indera
dasar yang menggunakan jenis umpan penciuman dan rasa pada ikan akibat
pecahan piring keramik putih dengan dari gerakkan, warna, bentuk dan
umpan usus ayam kampung berbeda aroma dari umpan yang diberikan.
nyata. Adanya perbedaan hasil
3.1.7. Komposisi Jenis Hasil Tangkapan
tangkapan kedua umpan tersebut
Jenis ikan yang tertangkap dengan
diduga sebagai akibat adanya alat tangkap bubu dasar umumnya adalah
rangsangan dari umpan yang ikan-ikan demersal.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume I (Oktober 2008)

Tabel 5. Komposisi jenis hasil tangkapan (%) bubu dasar.

A B C D Total

N (%) N (%) N (%) N (%) N (%)


Pisang-pisang merah 33 14,7 - - - - - - 33 4,98
Tanda-tanda batu 35 15,5 3 1,57 22 13,41 - - 60 9,05
Biji Nangka 33 14,7 34 17,80 37 22,56 22 26,51 126 19,00
Tiga Waja 17 7,55 - - - - 2 2,41 5 0,75
Kepe-kepe 9 4 8 4,19 36 21,95 - - 55 8,29
Ekorkuning 3 1,33 33 17,28 12 7,32 17 20,48 79 11,92
Kakatua 43 19,11 19 9,95 18 10,97 14 16,87 94 14,18
KerapuKarang 23 10,22 3 1,57 6 3,66 - - 32 4,83
Baronang kuning 10 4,44 - - - - 3 3,61 13 1,96
Jambian 15 6,67 2 1,05 2 1,22 6 7,23 25 3,77
Buotel 4 1,78 8 4,19 - - 2 2,41 12 1,81
Lingkis - - 29 15,18 4 2,44 2 2,41 35 5,28
Baronang - - 21 10,99 - - - - 21 3,17
Gerot-gerot - - 31 16,23 - - - - 31 4,68
Gorara gigi anjing - - - - 11 6,71 - - 11 1,66
Kwe macan - - - - 12 7,32 - - 12 1,81
Kakaplod! - - - - 4 2,44 - - 4 0,60
Bambangan - - - - - - 15 18,07 15 2,26
Total 225 100 191 100 164 100 83 100 663 100
Sumber data: Hasil pengamatan selama penelitian

Komposisi jenis ikan berdasarkan tempat. Dugaan diatas sejalan dengan


jumlah (%) yang tertangkap pada alat pendapat Gunarso (1979) dalam Hatapayo
tangkap bubu dasar dapat dilihat pada (2004), bahwa jenis ikan karang dan ikan
tabel 5. demersal sebetulnya dapat bergerak akan
Komposisi jenis ikan yang tetapi mereka lebih suka untuk tetap
tertangkap pada bubu dasar dengan umpan tinggal di perairan tertentu di daerah
piring keramik putih, tertinggi adalah ikan sempit. Umpan usus ayam kampung jenis
kakatua karena jenis ikan sangat peka ikan yang paling banyak tertangkap adalah
terhadap intensitas cahaya dan terendah ikan biji nangka dan terendah pada ikan
adalah ikan ekor kuning, jenis ikan ini jambian. Begitu pula dengan umpan ikan
kurang peka terhadap cahaya, hal ini sesuai tembang jenis ikan paling banyak
dengan pendapat Pagalay dalam Salong tertangkap adalah ikan biji nangka dan
(2003), bahwa tertariknya ikan berkumpul terendah pada ikan jambian. Hal ini
pada sumber cahaya karena mencari diduga bahwa ikan biji nangka dan
intensitas cahaya yang sesuai selain itu jambian memiliki karakteristik yang
intensitas optimum bagi beberapa jenis berbeda dalam membedakan bau atau
ikan berbeda menurut spesiesnya. warna pada setiap jenis umpan yang
Selanjutnya ikan kakatua dengan diberikan. Dugaan ini berdasarkan
ikan ekor kuning memiliki populasi yang pendapat Gunarso (1985) dalam Hatapayo
banyak serta penyebarannya yang luas. (2004), bahwa ikan akan tertarik dengan
Kedua jenis ikan ini merupakan penghuni umpan akibat bau, warna, bentuk dan
daerah karang sehingga lebih cenderung gerakan dari umpan yang diberikan
untuk mencari makanan atau berlindung tersebut, selanjutnya ikan biji nangka dan
tidak jauh dari habitatnya atau kurang aktif ikan jambian daerah penyebarannya luas
melakukan pergerakkan atau pindah dan bukan penghuni tetap daerah karang
Jurnal Ilmiah agribisnis dan perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume I (Oktober 2008)

dengan demikian pada saat bubu dasar yang buas (Camivora), makanannya ikan-
dipasang diperairan diduga akan menjadi ikan kecil, udang, sedangkan ikan
tempat berlindung dan bersembunyi bagi baronang secara biologis tergolong ikan
ikan-ikan tersebut, Sedangkan tanpa herbivora. Alat tangkap bubu dasar yang
umpan (Kontrol) jenis ikan yang paling menggunakan umpan ikan tembang jenis
banyak tertangkap adalah ikan biji nangka ikan tidak ditemukan pada umpan lain
dan terendah pada ikan tiga waja, ikan yaitu ikan gorara gigi anjing, ikan kwe
lingkis dan ikan buntel. Hal ini diduga macan, dan ikan kakap lodi. Hal ini diduga
bahwa ikan biji nangka, ikan tiga wajah, bahwa ketiga jenis ikan tersebut senang
ikan lingkis dan ikan Buntel bukan tertarik dengan kriteria dari umpan ikan tembang
oleh umpan melainkan hanya tertarik pada yaitu memiliki warna mengkilat, baunya
alat tangkap bubu dasar sebagai tempat tajam. Namun secara biologis ikan gorara
berlindung dan bersembunyi, daerah gigi anjing dan ikan kuwe macan tergolong
penyebarannya luas dan bukan penghuni ikan yang buas (Carnivora), makanannya
tetap daerah karang, selain itu ikan diduga ikan-ikan kecil dan invertebrata dasar
masuk ke dalani bubu dasar terbawa arus sedangkan ikan kakap lodi tergolong ikan
mendekati bubu dasar karena ingin herbivor. Ketiga jenis ikan tersebut cara
mengambil makanan atau berlindung dari makannya berbeda hal ini diduga bahwa
adanya predator akhirnya masuk ke dalam jenis ikan ini hidupnya bergerombol dalam
bubu dasar dan terperangkap. mencari makan sehingga akan mudah
Selain itu ada beberapa jenis ikan masuk dan terperangkap dalam bubu dasar.
yang tidak tertangkap pada setiap jenis Alat tangkap bubu dasar yang
umpan diantaranya pada alat tangkap bubu tidak menggunakan umpan (kontrol) jenis
dasar yang menggunakan umpan pecahan ikan yang tidak ditemukan pada umpan
piring keramik putih jenis ikan yang tidak lain yaitu ikan bambangan. Hal ini diduga
ditemukan pada umpan yang lain yaitu bahwa pada saat bubu dasar dipasang di
ikan pisang-pisang merah. Hal ini perairan menjadi tempat berlindung dan
disebabkan ikan pisang-pisang merah bersembunyi, sebagai tempat istirahat
merupakan jenis ikan yang senang dengan sewaktu ikan bermigrasi juga merupakan
kriteria dari umpan pecahan piring keramik jenis ikan yang hidupnya menyendiri
putih yaitu memiliki kilauan cahaya dan dalam mencari makan dan termasuk ikan
bentuk dari umpan tersebut, namun secara yang buas (Carnivora) makanannya ikan-
biologis ikan tersebut tergolong ikan yang ikan kecil dan invertebrata dasar. Dugaan
buas (Carnivora), makanannya invertebrata tersebut sejalan dengan pendapat Muhani
dan hidupnya bergerombol dalam mencari (1995) dalam Rumakat (2003), yang
makan sehingga akan mudah masuk dan menyatakan bahwa makanan ikan demersal
terperangkap dengan bubu dalam jumlah adalah ikan-ikan kecil, kepiting,
yang banyak. stomathopoda dan mollusca.
Alat tangkap bubu dasar yang
IV. Kesimpulan
menggunakan umpan usus ayam kampung
Hasil penelitian yang dilakukan
jenis ikan yang tidak ditemukan oleh
di Perairan Pulau Tiga Kabupaten
umpan lain yaitu ikan gerot-gerot dan ikan
Maluku Tengah, dapat di disimpulkan
baronang. Hal ini diduga bahwa ikan
bahwa dari ketiga jenis umpan yang
gerot-gerot dan ikan baronang merupakan
digunakan selama penelitian pada alat
jenis ikan yang senang dengan kriteria dari
tangkap bubu dasar, jenis umpan yang
umpan usus ayam kampung yaitu memiliki
terbaik adalah umpan pecahan piring
warna, baunya tajam. Namun secara
keramik putih.
biologis ikan gerot-gerot tergolong ikan
Jurnal Ilmiah agribisnis dan perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume I (Oktober 2008)

DAFTAR PUSTAKA
Hatapayo, R., 2004. Pengaruh Penggunaan Umpan Yang Berbeda Pada Bubu Dasar Di
Perairan Tehoru Kabupaten Maluku Tengah. Skripsi. Universitas Muslim
Indonesia. Makassar.

Mukadar, I. G., 2003. Analisis Pengembangan Alat Tangkap Payang di Tinjau dari Aspek
Teknis dan Biologis Terhadap Pelestarian Sumberdaya di Perairan Mamuju
Kabupaten Sulawesi Selatan. Skripsi Universitas Muslim Indonesia. Makassar.

Saanin, H., 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan . Jilid I dan II. Binacipta.
Bogor.

Salong, S. R., 2003. Analisis Kelayakan Usaha Penggunaan Rumpon Permukaan di


Padukan Rumpon Dasar Pada Pengoperasian Alat Tangkap Payang dan Bubu
Dasar di Perairan Pangkep Sulawesi Selatan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Muslim Indonesia.
Makassar.

Zainul. Y., 2003. Study Beberapa Parameter Fisika dan Kimia Air Untuk Keperluan
Perikanan di Perairan Rawa Tman Wisata Balang Tonjong Antang Kodya
Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar

Anda mungkin juga menyukai