Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

LAPORAN KASUS & REFERAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN

NOVEMBER 2010

GAGAL GINJAL KRONIK EC NEFROPATI


OBSTRUKSI

OLEH:
ISMIRAWATI
C11107170

Pembimbing:
dr. Suryani Alimuddin

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2010

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


NAMA

: ISMIRAWATI

STAMBUK

: C11107170

FAKULTAS

: FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS

: HASANUDDIN (UNHAS)

Telah menyelesaikan referat dan laporan kasus dengan judul GAGAL GINJAL
KRONIK EC NEFROPATI OBSTRUKSI
Yang merupakan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar,

November 2010

Mengetahui,

Pembimbing,

Coass,

(dr. SURYANI ALIMUDDIN)

( ISMIRAWATI )

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAAN.....
....i
DAFTAR ISIii
PENDAHULUAN........1
ETIOLOGI............2
EPIDEMIOLOGI......3
PATOGENESIS ..4
DIAGNOSIS.........5
DIAGNOSIS BANDING..9
KOMPLIKASI.......9
PENGOBATAN....9
PROGNOSIS...11
KASUS............12
DISKUSI..........21
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

DEFINISI
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
pada umumnya berakhir dengan ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal.1
Suatu gagal ginjal kronik dapat didiagnosis apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut1,4
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari tiga bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
dengan manifestasi:
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,732 m 2 selama tiga
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronik didasarkan atas dua hal, yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
LGF dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:1

(140umur ) x berat badan


LFG (ml/mnt/1,73 m2) 72 x kreatinin plasma( mg )
dl

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Gagal ginjal ditandai dengan penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR)


< 60 mL/min/1.73 m2 selama tiga bulan atau lebih.

The Kidney Disease

Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) mengklasifikasikan GGK menjadi empat


stage, yaitu2

Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90


mL/min/1.73 m2)

Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)

Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)

Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)

Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)


Adapun klasifikasi gagal ginjal kronik atas dasar diagnosis yaitu:1

Penyakit
Penyakit ginjal diabetes
Penyakit ginjal non diabetes

Tipe mayor (contoh)


Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit glomerular (penyakit
autoimun, infeksi sistemik, obat,

neoplasia)
Penyakit vaskuler (penyakit
pembuluh darah besar, hipertensi,

mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstisial
(pielonefritis kronik, batu, obstruksi,

Penyakit pada transplantasi

keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Rejeksi kronik
Keracunan obat

(siklosporin/takrolimus)
Penyakit rekuren (glomerular)
Transplant glomerulopathy

EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insidens penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus per juta penduduk per tahun dan angka ini
meningkat sekitar 85% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per tahunnya. Di negara
negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40 60 kasus per juta
per tahun. Selanjutnya, prevalensi gagal ginjal kronik stadium 1 4 meningkat
dari 10% pada tahun 1988 1994 hingga 13,1% pada tahun 1999 2004.
Peningkatan ini seiring dengan bertambahnya prevalensi diabetes dan hipertensi,
penyebab paling sering dari gagal ginjal.1
Laporan studi epidemiologi klinik di Indonesia ternyata gagal ginjal
terminal akibat lanjut dari gagal ginjal kronik menempati urutan pertama dari
semua penyakit ginjal, khususnya bidang nefrologi.4
ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim
ginjal difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga bisa
menyebabkan gagal ginjal kronik. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal
terutama menyerang glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain
terutama menyerang tubulus ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginjal)
atau dapat juga mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis).
Namun, bila proses penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh
nefron akhirnya hancur dan diganti dengan jaringan parut. 3 Di antara penyebab
GGK yang paling sering adalah hipertensi dan diabetes. Adapun penyebab lain
dari GGK antara lain,4,5,6,7
Penyakit ginjal herediter
Defek pada ginjal, misalnya Polycistic Kidney Disease
Obat obatan yang bersifat nefrotoksik, seperti tetrasiklin

Pengaruh bahan kimia yang bersifat toksik


Autoimun, misalnya Systemic Lupus Erythematous
Trauma
Glomerulonefritis
Batu ginjal (uropati obstruktif) dan infeksi
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) mencatat penyebab gagal ginjal

yang menjalani hemodialisis di Indonesia sebagai berikut:1


Penyebab
Glomerulonefritis

Insiden
46,39%

Diabetes Melitus

18,65%

Obstruksi dan Infeksi

12,85%

Hipertensi

8,46%

Sebab lain

13,65%

Ada beberapa keadaan yang dapat memperberat gagal ginjal kronik, selain
penyakit/kelainan yang mendasari, yaitu:2
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hipertensi sistemik
Adanya nefrotoksin atau penurunan perfusi ginjal
Proteinuria
Hiperlipidemia
Hiperfosfatemia
Merokok

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Patofisiologi gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini
menyebabkan terjadinya hiperinflasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kepiler dan aliran darah glomerulus. Proses ini berlangsung singkat yang akhirnya

diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit


dasarnya sudah tidak aktif lagi.1
Urutan peristiwa dalam patofisiologi gagal ginjal progresif dapat diuraikan
dari segi hipotesis nefron yang utuh. Meskipun gagal ginjal kronik terus
berlangsung, namun jumlah zat terlarut yang harus diekskresi oleh ginjal untuk
mempertahankan homeostasis tidaklah berubah, meskipun jumlah nefron yang
bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi
penting yang dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami
hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi
peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam
setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam
ginjal turun di bawah nilai normal.3
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin angiotensin aldosteron
intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis,
dan progresifitas tersebut. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap
terjadinya progresifitas gagal ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hipoglikemia, dislipidemia.1
Pada stadium paling dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada
keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tetapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60% pasien masih belum merasakan (asimtomatik), tetapi sudah terjadi
peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%,
mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu
makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%,
pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,
mual, muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti

infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga
akan terjadi gangguan keseimbangan elektrolit antara lain, natrium dan kalium,
gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia. Pada LFG di bawah
15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal, antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.
Pada keadaan ini, pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.1
GAMBARAN KLINIK
Penderita GGK tahap awal biasanya tidak memberikan gejala. Pada psien
yang fungsi ginjalnya sudah memburuk, gejala yang biasanya timbul antara
lain,4,5,6,7

Perasaan selalu ingin berkemih, terutama pada malam hari


Susah atau nyeri pada saat berkemih
Merasa lelah
Gatal dan kulit kering
Sakit kepala
Berat badan menurun
Mual dan muntah

Edema pada palpebra, kaki, dan tangan


Gangguan sikap dan konsentrasi
Kram kram pada otot
Perdarahan abnormal
Bau pernapasan khas
Nyeri tulang, osteomalasia
Pasien gagal ginjal kronik dengan ureum darah kurang dari 150 mg%
biasanya tanpa keluhan maupun gejala dan seringkali ditemukan kebetulan pada

pemeriksaan rutin. Gambaran klinik makin nyata bila ureum darah lebih dari 200
mg%. Seperti diketahui, ureum darah bukan satu satunya penyebab gambaran
klinik gagal ginjal kronik. Konsentrasi ureum darah merupakan indikator adanya
retensi sisa sisa metabolisme protein yang termasuk dalam golongan dialyzable
dan non-dialyzable substances.4
Pada gagal ginjal kronik tingkat awal dengan LFG kurang dari 25% dari
normal, gambaran klinik sangat minimal. Kelainan yang sering ditemukan hanya
albuminuria, hiperurikemia, dan hipertensi.4
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
komplek, meliputi kelainan kelainan berbagai organ seperti; hemopoeitik, mata,
kulit, selaput serosa, psikiatri dan neurologi, dan sistem kardiopulmonal.4
1. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer (MCHC 32 36%) dan normositer
(MCV 78 94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik.
Anemia sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau
penjernihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
2. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesisnya belum
jelas tetapi diduga ada kaitannya dengan pembentukan amonia (NH3) yang
menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Hiccup
sering mengganggu dan sulit diatasi kecuali dengan rangsangan selaput faring.
Stomatitis azotemia ditandai dengan mukosa kering disertai lesi ulserasi luas,
dinamakan bright red stomatitis yang disebabkan oleh sekresi cairan saliva
yang mengandung banyak urea. Pankreatitis tidak jarang dijumpai pada gagal
ginjal kronik dan diduga mempunyai hubungan dengan gangguan sekresi
enzim amilase.
3. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari

mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misal hemodialisis.


Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis, dan pupil
asimetris. Kelainan retina mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia
yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.
4. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini
akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering
dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost. Easy bruishing tidak jarang ditemukan pada beberapa
pasien gagal ginjal kronik dan diduga mempunyai hubungan dengan gangguan
faal trombosit dan kenaikan permeabilitas kapiler kapiler pembuluh darah.
5. Kelainan selaput serosa
Pleuritis dan perikarditis sering ditemukan pada penderita gagal ginjal
stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi
mutlak untuk segera dilakukan dialisis. Cairan rongga pleura maupun perikard
biasanya berdarah dengan jumlah trombosit kurang dari 10.000 mm3.
Perikarditis tidak jarang dijumpai pada beberapa pasien yang sedang
menjalani hemodialisis intermiten, patogenesisnya belum jelasdan dikenal
sebagai pericarditis associated with hemodialysis.
6. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi, labil, dilusi, insomnia,
depresi, kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan
gejala psikosis.
Kejang otot sering ditemukan pada pasien yang sudah berat, misalnya
koma. Konvulsi atau kejang yang terdapat pada pasien gagal ginjal kronik
mungkin disebabkan beberapa faktor:
Hiponatremia menyebabkan sembab jaringan otak
Ensefalopati hipertensif
Tetani hipokalsemia
Keadaan azotemia sendiri
7. Kelainan sistem kardiopulmonal
Patogenesis GJK pada GGK sangat komplek. Beberapa faktor seperti
anemia, hipertensi, aterosklerosis, penyebaran kalsifikasi mengenai sistem
vaskuler sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada

stadium terminal, dapat menyebabkan gagal faal jantung. Gejala jantung yang
berhubungan dengan anemia dinamakan high output heart failure.
Patogenesis hipertensi ginjal sangat komplek, banyak faktor turut
memegang peranan seperti keseimbangan natrium, aktivitas RAA, penurunan
zat dipresor dari medula ginjal, aktivitas sistem saraf simpatis, dan faktor
hemodinamik lainnya seperti cardiac output dan hipokalsemia. Retensi Na+
dan sekresi renin menyebabkan kelainan volume plasma (VP) dan volume
cairan ekstraseluler (VCES). Ekspansi VP akan mempertinggi tekanan
pengisian jantung (cardiac filling pressure) dan cardiac output (COP).
Kenaikan COP akan mempertinngi tonus arteriol sehingga tahanan perifer
meningkat. Pada pasien pasien dengan azotemia, mekanisme bufer dari sinus
karotikus bufer yang mengatur tekanan darah manusia tidak berfaal lagi
untuk mengatur tekanan darah karena telah terjadi perubahan mengenai
volume dan tonus pembuluh darah arteriol. Sekitar 10% hipertensi yang
terdapat pada gagal ginjal kronik berhubungan dengan aktivasi sistem renin
angiotensin aldosteron (RAA).
Gambaran radiologik paru azotemia (uremic lung) sangat khas dan
dinamakan butterfly atau bat wing distribution. Paru azotemia merupakan
indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. M

Umur
: 64 tahun
Jenis Kelamin
: Laki laki
No. RM
: 444878
Alamat
: Desa Mongcongbori Pundata
Ruangan
: LIBB K4/III RSWS
Tanggal Masuk RS : 18 Oktober 2010
Pekerjaan
: Petani
II. ANAMNESIS
Anamnesis
: Autoanamnesis
Keluhan Utama
: Nyeri saat berkemih
Anamnesis Terpimpin:
Rasa nyeri dialami sejak kurang lebih 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit, nyeri bertambah berat sejak 2 hari sebelum masuk

rumah sakit. Nyeri dirasakan sepanjang berkemih.


BAK berpasir dan berwarna merah.
BAB belum selama 10 hari.
Demam (-), menggigil (-), mual (-), muntah (-), sesak (-).
Nafsu makan kesan menurun.

Riwayat Penyakit Sebelumnya:

Riwayat Hipertensi (-)


Riwayat Diabetes Mellitus (-)
Riwayat asam urat tidak diketahui (-)
Riwayat nyeri lutut dan kram (+)
Riwayat merokok (+)

STATUS PRESENT

Sakit sedang
Gizi cukup, BB=46 kg; TB=160 cm; IMT=17,97 kg/m2
Komposmentis

TANDA VITAL

Tensi
Nadi
Pernapasan
Suhu

: 130/70 mmHg
: 82 kali/menit
: 20 kali/menit
: 36,70C

PEMERIKSAAN FISIS

Tipe: Abdominal

Kepala:
Ekspressi
Simetris Muka
Deformitas
Rambut

: Normal
: Simetris
: (-)
: Hitam, sukar dicabut

Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus
Kelopak mata
Konjungtiva
Sklera
Kornea
Pupil

: (-)
: normal, tidak ditemukan kelainan.
: anemis (+)
: ikterus (-)
: reflex cahaya (+)/(+).
: isokor, diameter 2,5 mm / 2,5 mm.

Telinga:
Tophi
Pendengaran
Nyeri tekan di proc. Mastoideus

: (-)
: normal
: (-)

Hidung:
Perdarahan
Sekret

: (-)
: (-)

Mulut:

Oral ulcer
Gigi geligi
Gusi
Tonsil
Pharynx

: (-)
: caries (-)
: perdarahan (-)
: T1/T1, dalam batas normal
: Hiperemis (-)

Leher:

Kelenjar getah bening


Kelenjar gondok
DVS
Pembuluh darah

: tanpa pembesaran
: tanpa pembesaran
: R+1 cmH2O
: pulsasi (+), dilatasi (-)

Kaku kuduk
Tumor

: tidak ada
: tidak ditemukan

Dada:
Inspeksi
Bentuk
Buah dada
Sela Iga

: sela iga tampak, simetris kiri dan kanan


: normochest
: simetris
: tidak ada pelebaran sela iga

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Paru:

Fremitus Raba
: simetris kiri dan kanan
Nyeri tekan
: (-)
Paru kiri
: sonor
Paru kanan
: sonor
Batas Paru Hepar
: sela iga V depan dextra
Batas Paru belakang kanan : vertebra thoracal IX
Batas Paru belakang kiri
: vertebra thoracal X
Bunyi pernapasan vesikuler
Bunyi Tambahan (-)

Jantung:

Inspeksi
Palpasi

: ictus cordis tidak nampak


: ictus cordis teraba di ICS V linea medio clavikularis

sinistra
Perkusi

sinistra
: pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan

terletak pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri sesuai dengan ictus

cordis terletak pada sela iga 5-6 linea medioclavikularis kiri)


Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler
Bunyi tambahan : (-)

Abdomen:

Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

Punggung:

: Datar, ikut gerak napas


: Peristaltik (+)
: NT (-), MT (-), H/L: tidak teraba
:Tympani

Inspeksi
Palpasi
Nyeri ketok

: Simetris kiri kanan


: NT (-), MT (-)
: (-)

Ekstremitas:

Edema (-)/(-)

RT:

Sfingter : mencekik
Mukosa : licin
Ampula berisi feses
Handschoen :
o Feses (+) warna coklat
o Darah (-)
o Lendir (-)

Pemeriksaan Lab:
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Natrium
Kalium
Klorida
GDS
Asam urat
DIAGNOSIS SEMENTARA:

Akut on CKD
Konstipasi

DIAGNOSIS DIFERENSIAL:

CKD stage V ec nefropathy obstruksi

PENATALAKSANAAN

29u/l
19u/l
455 mg/dl
17.6 mg/dl
132 mmol/l
3,3 mmol/l
101 mmol/l
187 mg/dl
16,2

Diet renndah protein, rendah purin, rendah kalium, rendah garam


IVFD Nacl 0,9% 10 tpm
Dulcolax supp 0 0 2

RENCANA PEMERIKSAAN

HbA1c
Urinalisis
Foto thorax PA
Konsul subdivisi GH
Konsul bedah urologi
Rencana transfusi PRC 2 bag (bersamaan HD)
Rencana HD (keluarga masih merundingkan)

FOLLOW UP
Tanggal
19/10/2010
T : 160/80
N : 72x/i
P : 18x/i
S : 36,70C

Perjalanan Penyakit
Perawatan hari II
KU: lemah
S : sakit BAK (+), BAB belum 10hari
O : SS/GC/CM
Anemis (+), ikterus (-), sianosis (-)
Thorax: BP vesikuler, BT (-)
Abdomen: peristaltik (+) kesan N
Ext: edema (-)

Instruksi Dokter
Diit rendah garam, rendah
purin, rendah kalium
Diet rendah protein 0,6
g/kgBB/hari
Amlodipine 10 mg 1-0-0
IVFD Nacl 0,9% 10 tpm

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

IPD
www.emedicine.medscape.com
Patofis
Buku nefro
www.nlm.nih.gov
www.kidney.niddk.nih.gov
www.kidney.org

Anda mungkin juga menyukai