Anda di halaman 1dari 32

rajacakepzzz

Just another WordPress.com site

Skip to content

Home
About
Hello world!
Gambaran Ca Buli Pada IVP

PENATALAKSANAAN STROKE
Posted on January 7, 2011by rajacakepzzz

TUGAS GIZI
PENATALAKSANAAN STROKE

OLEH :
RAJA AL FATH WIDYA ISWARA
G2A 006 149

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2009
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Stroke adalah infark regional kortikal, subkortikal atau pun infark regional di batang
otak yang terjadi karena kawasan perdarahan atau penyumbatan suatu arteri
sehingga jatah oksigen tidak dapat disampaikan kebagian otak tertentu. Stroke
merupakan penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Empat juta orang
Amerika mengalami defisit neurologi akibat stroke ; dua pertiga dari defisit ini
bersifat sedang sampai parah. Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah
30% sampai 35% dan kemungkinan kecacatan mayor pada orang yang selamat
adalah 35% sampai 40%. Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari
stroke akan mengalami stroke ulangan pada tahun pertama.
Secara umum stroke dapat dibagi menjadi 2 . Pertama stroke iskemik yaitu stroke
yang disebabkan oleh penyumbatan pada pembuluh darah diotak. Kedua stroke
hemoragik yaitu stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak.
Faktor-faktor resiko stroke antara lain umur, hipertensi, diabetes mellitus,
aterosklerosis, penyakit jantung, merokok dan obat anti hamil2.
Melihat fenomena di atas, stroke merupakan penyakit yang menjadi momok bagi
manusia. Selain itu, stroke menyerang dengan tiba-tiba. Orang yang menderita
stroke sering tidak menyadari bahwa dia terkena stroke. Tiba-tiba saja, penderita
merasakan dan mengalami kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya,
bicara pelo, pandangan kabur, dan lain sebagainya tergantung bagian otak mana

yang terkena. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempelajari tentang
patofisologi, mekanisme, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan
penatalaksanaan stroke. Karena keterbatasan tempat kali ini penulis hanya akan
membahas patofisiologi dan penatalaksanaan stroke disebabkan penulis
memandang lebih pentingnya membahas masalah tersebut daripada yang lain.
Pertambahan kasus stroke yang tidak diimbangi dengan perbaikan penatalaksanaan
di rumah sakit menyebabkan dalam dekade terakhir stroke merupakan penyebab
kematian nomor 1 di rumah-rumah sakit di Indonesia (Informasi Rumah Sakit.
Depkes RI 1997). Kematian akibat stroke terutama terjadi pada fase akut dan
umumnya terjadi pada saat penderita sudah berada di rumah sakit. Oleh karena itu
disamping usaha prevensi primer perbaikan penatalaksanaan stroke di rumah sakit
merupakan hal yang harus dilaksanakan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Patofisiologi dari penyakit stroke?
2. Bagaimana Penatalaksanaan dari penyakit stroke?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit stroke.
2.

Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit stroke.

BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai
dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya
aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa
dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.
WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf
yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari
itu.

Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke
hemorragik.
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
Patofisiologi Stroke
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang ireversibel terjadi setelah tujuh sampai
sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak

yang terbatas. Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu definisi energi yang
disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan
pembuluh darah di sekitarnya. Dengan menghambat Na+/K+-ATPase, defisiensi
energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca+2di dalam sel, serta meningkatkan
konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi
menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel.
Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glotamat, yang mempercepat kematian
sel melalui masuknya Na+ dan Ca+2 .Pembengkakan sel, pelepasan mediator
vasokonstriktor dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadangkadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya
telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di
tepi area iskemik(penumbra).
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai
oleh pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering
terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralaterla, serta defisit
sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan
bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia dan hemineglect.
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis dan postsentralis bagian medial),
kesulitan bicara (akibat kerusakan area motorik tambahan) serta apraksia pada
lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominant ke
korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior
menyebabkan apatis karena kerusakan dari system limbic. Penyumbatan pada arteri
serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralteral parsial (korteks visual
primer) dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi
kehilangan memori (lobus temporalis bagian bawah). Penyumbatan arteri karotis
atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri
media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis
(hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis) dan traktus optikus (hemianopsia) akan
terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di thalamus
terutama akan menyebabkan defisit sensorik. Penyumbatan total arteri basilaris
menyebabkan paralisis semua ekstremitas (tetraplegia) dan otot-otot mata serta
koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons dan medulla oblongata3,4,5. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan :

Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).


Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(taktus poramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anestisia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus dan traktus
spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarius),
singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus), mulut yang jatuh (saraf fasial), strabismus (saraf okulomotorik, saraf
abdusencs).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot yang menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan)2,5.

Tanda dan Gejala-gejala Stroke


Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi
sensorik
Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,
mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,
ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan
sebagaiTransient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau
serangan awal stroke.

Faktor Penyebab Stroke


Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi),
Kolesterol,Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), Gangguan jantung,
diabetes, Riwayat stroke dalam keluarga, Migrain.
Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat
(junk food, fast food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral,
Narkoba, Obesitas.
80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93%
pengidap penyakit trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah
tinggi.
Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marahmarah), terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi
makanan yang berlemak.
Derita Pasca Stroke
Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yg terbentuk akan diserap kembali secara
bertahap. Proses alami ini selesai dlm waktu 3 bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang
selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian atau cacat
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut:
1/3 > bisa pulih kembali,
1/3 > mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang,
1/3 sisanya > mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita
terus menerus di kasur.
Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala,
sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat
kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke.

Akibat Stroke lainnya:


80% penurunan parsial/ total gerakan lengan dan tungkai.
80-90% bermasalah dalam berpikir dan mengingat.
70% menderita depresi.
30 % mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan kanan dan kiri.
Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok lansia, namum kini cenderung
menyerang generasi muda yang masih produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik
warga kota yang berkecukupan , namun juga dialami oleh warga pedesaan yang
hidup dengan serba keterbatasan.
Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat
mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya
pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung
keluarga yang biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang
padat.

Penatalaksanaan Stroke
Dalam tatalaksana stroke waktu merupakan hal yang sangat penting mengingat
jendela terapinya hanya berkisar antara 3 sampai 6 jam. Tindakan di gawat darurat
untuk stroke akut sebaiknya ditekankan pada hal-hal berikut:
1. Stabilisasi pasien
2. Pemeriksaan darah, EKG dan rontgen toraks
3. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI sesegera mungkin
Pendekatan yang dilakukan di gawat darurat sebaiknya singkat dan terfokus pada
hal-hal berikut:
1. Apa saja gejala yang muncul?
2. Kapan gejala tersebut muncul?
3. Bagamana tanda vital pasien?

4. Apakah pasien mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus atau penyakit


jantung?
5. Apakah pasien memakai aspirin atau warfarin?
Tindakan yang harus segera dilakukan di gawat darurat :
1.

Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan


kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak
digunakan karena dapat memperhebat edema serebri.
2. Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
3. Jangan memberikan apapun melalui mulut.
4. Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan rontgen toraks.
6. Pemeriksaan darah: Darah perifer lengkap dan hitung trombosit, Kimia darah
(glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit), PT (Prothrombin Time)/PTT
(Partial Thromboplastin time)
7. Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut:
Kadar alkohol
Fungsi hepar
Analisa gas darah
Skrining toksikologi
1. Pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras
2. Pasien dengan kesadaran yang sangat menurun (stupor/koma) ataupun
dengan gagal nafas perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan intubasi
sebelum CT Scan.
Hal yang harus selalu diingat adalah komplikasi tersering yang dapat menyebabkan
kematian. Herniasi transtentorial dapat terjadi pada infark yang luas ataupun
perdarahan luas dengan perluasan ke ventrikel atau perdarahan subarakhnoid.
Pneumonia aspirasi juga penyebab kematian yang cukup sering pada stroke akut.
Semua pasien stroke akut harus diperlakukan sebagai pasien dengan disfagia sampai
terbukti tidak. Komplikasi lainnya adalah infark miokard akut, sekitar 3% penderita
stroke iskemik mengalami komplikasi ini.

Penatalaksanaan stroke iskemik


Konsep tentang area penumbra merupakan dasar dalam penatalaksanaan stroke
iskemik. Jika suatu arteri mengalami oklusi, maka bagian otak yang mengalami
infark akan dikelilingi oleh area penumbra. Aliran darah ke area ini berkurang
sehingga fungsinya pun akan terganggu, akan tetapi kerusakan yang terjadi tidak
seberat area infark dan masih bersifat reversibel. Jika aliran darah ke area ini cukup
adekuat selama masa kritis, maka area ini dapat diselamatkan. Pada studi
eksperimental, didapatkan aliran darah ke otak yang rendah hanya dapat ditolerir
selama periode waktu yang singkat. Sedangkan aliran darah ke otak yang cenderung
tinggi masih dapat ditolerir selama beberapa jam tanpa menyebabkan infark.
I. Terapi umum dan komplikasi akut
Oksigenasi
Oksigenasi yang adekuat sangat penting selama fase akut stroke iskemik untuk
mencegah hipoksia dan perburukan neurologis. Penyebab tersering gangguan
oksigenasi diantaranya obstruksi jalan nafas partial, hipoventilasi, pneumonia
aspirasi ataupun atelektasis. Pasien dengan kesadaran menurun dan stroke batang
otak beresiko mengalami gangguan oksigenasi. Tindakan intubasi harus dilakukan
pada pasien dengan ancaman gagal nafas. Secara umum, pasien yang memerlukan
tindakan intubasi mempunyai prognosis yang buruk, kurang lebih 50% nya
meninggal dalam 30 hari. Monitoring dengan oksimetri sebaiknya dilakukan dengan
target saturasi oksigen > 95%. Suplementasi oksigen diberikan pada pasien dengan
hipoksia berdasarkan hasil analisa gas darah atau oksimetri.
Indikasi pemasangan pipa endotrakeal:
PO2 <50-60 mmHg PCO2 >50-60 mmHg
Kapasitas vital < 500-800 mL
Resiko aspirasi pada pasien yang kehilangan refleks proteksi jalan nafas
Takipneu >35 kali/menit
Dyspneu dengan kontraksi muskulus asesorius

Asidosis respiratorik berat


Indikasi trakeostomi:
Koma dengan pemakaian ventilator lebih dari 14 hari
Proteksi bronkial/bronkial cleansing
Gangguan menelan dengan resiko aspirasi
Obstruksi laring
Pemakaian ETT lama

Hipertensi pada stroke iskemik akut


Hipertensi sering kali dijumpai pada pasien dengan stroke akut bahkan pasien yang
sebelumnya normotensi sekalipun pada fase akut dapat mengalami peningkatan
tekanan darah yang sifatnya transient. Pada 24 jam pertama fase akut stroke, lebih
dari 60% pasien datang dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan lebih dari
28% memiliki tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah pada
stroke iskemik merupakan respon otak yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan
perfusi otak sehingga aliran darah ke area penumbra pun akan meningkat.
Diharapkan dengan respon tersebut kerusakan di area penumbra tidak bertambah
berat. Akibatnya, penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke iskemik
akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis. Tetapi tekanan darah
yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema
serebri.
Monitoring tekanan darah
1. Pengukuran TD dilakukan pada kedua lengan
2. Pastikan perbedaan TD antara kedua lengan tidak lebih dari 10 mmHg, jika
terdapat perbedaan > 10 mmHg maka TD yang dipakai adalah yang lebih tinggi

3. Gunakan lengan yang paresis


4. Lengan harus setinggi jantung
5. Manset yang digunakan harus sesuai dengan besar lengan
6. Frekuensi pengukuran TD:
Dua jam pertama setiap 15 menit
Dua sampai delapan jam berikutnya setiap 30 menit
Sembilan sampai 24 jam selanjutnya setiap 1 jam

AHA/ASA merekomendasikan penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut


sebagai berikut:
A. Pasien yang tidak akan diberikan terapi trombolisis
TD sistolik < 220 atau diastolik < 120 Observasi kecuali jika ditemukan
kegawatdaruratan hipertensi non neurologis seperti infark miokard akut, edema
paru kardiogenik, ensefalopati hipertensi, retinopati hipertensi, diseksi aorta).
Berikan terapi simptomatis (sakit kepala, nausea, muntah, agitasi, nyeri).
Atasi komplikasi stroke lainnya seperti hipoksia, peningkatan tekanan intrakranial,
kejang, hipo ataupun hiperglikemi.
TD sistolik < 220 atau diastolik 121-140 Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit.
Dapat diulang setiap 10 menit (maksimal 300 mg) atau Nicardipin 5 mg/jam IV
infus (dosis inisial), dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit
sampai maksimal 15 mg/jam. Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya
TD diastolik > 140 Nitroprusid 0,5ug/KgBB/menit IV infus (dosis inisial) dengan
monitoring TD kontinyu. Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya

B. Pasien kandidat terapi trombolisis

Praterapi, sistolik > 185 atau diastolik >110 Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2

menit. Dapat diulang satu kali atau nitropasta 1-2 inchi


Selama/setelah terapi.

1.

Monitor TD Periksa TD setiap 15 menit selama 2 jam setelah mulai terapi lalu
setiap 30 menit selama 6 jam, selanjutnya tiap 60 menit sampai 24 jam.
2. Diastolik > 140 Sodium Nitroprusid 0,5 ug/KgBB/menit IV infus (dosis
inisial) dititrasi sampai TD yang diinginkan.
3. Sistolik > 230 atau diastolik 121-140 Labetolol 10ug IV selama 1-2 menit.
Dapat diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis
inisial lalu lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit. Atau Nicardipin 5 mg/jam IV
infus (dosis inisial) dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5
menit sampai maksimal 15 mg/jam.
4. Sistolik 180-230 atau diastolik 105-120 Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit.
Dapat diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis
inisial lalu lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit.
Selain terapi seperti diatas, obat anti hipertensi oral yang dapat digunakan adalah
captopril atau nicardipin. Pemakaian nifedipin sublingual sebaiknya dihindari
karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis.

Hiperglikemia
Broderick et al, Weir CJ et al, Kawai N et al membuktikan bahwa hiperglikemi reaktif
maupun non reaktif selama iskemia otak akut menimbulkan efek yang berbahaya
dan keluaran klinis yang lebih buruk terutama pada stroke non lakuner.

Konsentrasi glukosa yang meningkat di area iskemik akan meningkatkan

konsentasi laktat dan menyebabkan asidosis. Hal ini akan meningkatkan


pembentukan radikal bebas oksigen yang akan merusak neuron-neuron.
Hiperglikemia juga memperparah edema, meningkatkan pelepasan
neurotransmiter excitatory amino acid dan melemahnya pembuluh darah di
area iskemik.
Batas kadar gula darah yang dianggap masih aman pada fase akut stroke
iskemik non lakunar adalah 100-200 mg% (Hack W, et al, 1997).

Indikasi dan syarat pemberian insulin


1. Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM
2. Bukan lakunar stroke dengan diabetes melitus.
Kontrol gula darah selama fase akut stroke
-Insulin reguler diberikan subkutan setiap 6 jam dengan cara skala luncur atau infus
intravena terus menerus.
-Insulin reguler dengan skala luncur
Gula darah (mg/dL) Insulin tiap 6 jam SC/ sebelum makan < 80 Tidak diberikan
insulin, 80-150 Tidak diberikan insulin, 150-200 2 unit, 201-250 4 unit, 251-300 6
unit, 301-350 8 unit, 351-400 10 unit, >400 12 unit.
Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan infus
kontinyu dengan dosis dimulai 1 unit/jam dan dapat dinaikkan sampai 10 unit/jam.
Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan
infus dapat disesuaikan.
Hiperglikemia yang hebat >500 mg/dL, diberikan bolus pertama 5-10 unit insulin
reguler tiap jam. Setelah kadar gula darah stabil dengan infus kontinyu atau skala
luncur dilanjutkan dengan pemberian insulin reguler subkutan (fixdosed).
Demam
Peningkatan suhu tubuh pada stroke iskemik akut berhubungan dengan buruknya
keluaran neurologik. Hal ini diduga karena peningkatan kebutuhan metabolik,
meningkatnya pelepasan neurotransmiter dan radikal bebas. Antipeiretik dan
selimut dingin dapat digunakan untuk mengatasi demam. Pada pasien stroke
peningkatan suhu dapat disebabkan oleh efek sentral akan tetapi hal ini lebih sering
disebabkan karena infeksi sekunder. Oleh karenya, mencari penyebab demam adalah
hal yang penting dan antibiotik harus segera diberikan jika memang diperlukan.

II. Terapi stroke iskemik akut


Trombolisis rt-PA intravena
Trombolisis rt-PA intravena merupakan pengobatan stroke iskemik akut satusatunya yang disetujui oleh FDA sejak tahun 1996 karena terbukti efektif membatasi
kerusakan otak akibat stroke iskemik. Terapi ini meningkatkan keluaran stroke pada
kelompok penderita yang telah diseleksi ketat dan terapi diberikan dalam waktu 3
jam sejak onset stroke. Komplikasi terapi ini adalah perdarahan intraserebral (hanya
ditemukan pada 6,4% pasien bila menggunakan protokol NINDS secara ketat).
Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan trombolisis rt-PA intravena.
Kriteria inklusi:
1. Stroke iskemik akut dengan onset tidak lebih dari 3 jam.
2. Usia >18 tahun
3. Defisit neurologik yang jelas
4. Pemeriksaan CT Scan, tidak ditemukan perdarahan intracranial
5. Pasien dan keluarganya menyetujui tindakan tersebut dan mengerti resiko dan
keuntungannya
Kriteria eksklusi:
1. Defisit neurologis yang cepat membaik
2. defisit neurologik ringan dan tunggal seperti ataksia atau gangguan sensorik saja,
disartria saja atau kelemahan minimal
3. CT Scan menunjukkan perdarahan intracranial
4. Gambaran hipodensitas > 1/3 hemisfer serebri pada CT Scan
5. Riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya atau perkiraan perdarahan
subarakhnoid

6. Kejang pada saat onset stroke


7. Riwayat stroke sebelumnya atau trauma kapitis dalam waktu 3 bulan sebelumnya
8. Operasi besar dalam waktu 14 hari
9. Pungsi lumbal dalam 1 minggu
10. Perdarahan saluran cerna atau urin dalam 21 hari
11. Infark miokard akut dalam 3 bulan
12. TD sistolik sebelum terapi > 185 mmHg atau TD diastolik > 110 mmHg
13. Gula darah < 50 mg/dL atau > 400 mg/dL
14. Penggunaan obat antikoagulan oral atau waktu protrombin > 15 detik, INR > 1,7
15. Penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa tromboplastin parsial
memanjang
16. Trombosit < 100.000/mm
Pemberian trombolisi rt-PA intravena:
1. Infus 0,9 mg/kgBB (maksimum 90 mg), 10% dari dosis diberikan bolus pada
menit pertama, 90% sisanya infus kontinyu selama 60 menit.
2. Pemantauan dilakukan di ICU atau unit stroke.
3. Lakukan analisa neurologik setiap 15 menit selama infus rt-PA dan setiap 30
menit dalam 6 jam, selanjutnya setiap jam sampai 24 jam pertama.
4. Jika timbul sakit kepala hebat, hipertensi akut, nausea atau vomiting, hentikan
infus dan segera lakuan pemeriksaan CT Scan.
5. Ukur TD setiap 15 menit dalam 2 jam pertama, tiap 30 menit dalam 6 jam
berikutnya, tiap 60 menit sampai 24 jam pertama.

6. Lakukan pengukuran TD lebih sering jika TD sistolik > 180 mmHg atau diastolik >
105 mmHg.
7. Jika TD sistolik 180-230 mmHg atau diastolik 105-120 mmHg pada 2 atau lebih
pembacaan selang 5-10 menit, berikan Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis
dapat diulangi atau digandakan tiap 10-20 menit sampai dosis total 300 mg atau
berikan bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Pantau TD tiap 15 menit
dan perhatikan timbulnya hipotensi.
8. Jika TD sistolik > 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg pada 2 atau lebih
pembacaan selang 5-10 menit, berikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis
dapat diulangi atau digandakan tiap 10 menit sampai dosis total 300 mg atau
berikan bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Jika TD tidak terkontrol
dapat dipertimbangkan infus sodium nitroprusid.
9. Bila TD diastolik > 140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit,
infus sodium nitroprusid 0,5 ug/kgBB/menit.
10. Tunda pemasangan NGT dan kateter.
11. jangan lakukan pungsi arteri, prosedur invasif atau suntikan IM selama 24 jam
pertama.
Terapi perdarahan pasca trombolisis rt-PA intravena
1. Hentikan infus trombolitik
2. Lakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, fibrinogen, masa
protrombin/INR, masa tromboplastin parsial dan trombosit.
3. Siapkan tranfusi darah (PRC), FFP, kriopresipitat atau trombosit atau darah segar
bila perlu.
4. Berikan FFP 2 unit setiap 6 jam selama 24 jam.
5. Berikan kriopresipitat 5 unit. Jika fibrinogen < 200 mg% ulangi pemberian
kriopresipitat.

6. Berikan trombosit 4 unit.


7. Lakukan CT Scan otak segera.
8. Konsul bedah saraf jika perlu tindakan dekompresi.
Antikoagulan dan antiplatelet
Joint Guideline Statement from the AHA and th AAN merekomendasikan:
1. Aspirin 160-325 mg/hari harus diberikan pada pasien stroke iskemik dalam 48
jam setelah onset untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas (pada pasien yang
tidak diterapi dengan trombolisi rt-PA intravena).
2. Subkutan unfractionated heparin, low molecular weight heparin dan heparinoid
dapat dipertimbangkan sebagai terapi profilaksis pada pasien dengan resiko DVT
(deep vein thrombosis). Efektifitasnya dalam mencegah edema pulmonal belum
terbukti, sehingga perlu dipertimbangakan resiko perdarahan yang dapat
ditimbulkan.
3. Pemakaian subkutan unfractionated heparin untuk menurunkan resiko kematian,
morbiditas dan kekambuhan tidak direkomendasikan.
4. Unfractionated heparin dengan dosis yang disesuaikan juga tidak
direkomendasikan untuk menurunkan morbiditas, mortalitas dan kekambuhan pada
pasien dengan stroke akut (48 jam pertama) karena bukti-bukti menunjukkan terapi
ini tidak efektif dan meningkatkan resiko perdarahan. LMWH/ heparinoid dosis
tinggi juga tidak direkomendasikan.
5. IV unfractionated heparin, LMWH/heparinoid dosis tinggi tidak
direkomendasikan pada pasien stroke iskemik akut dengan kardioemboli,
aterosklerotik pembuluh darah besar, vertebrobasiler ataupun progresing stroke
karena data-data yang mendukung dianggap masih kurang.
Neuroprotektan Sampai saat ini penggunaan neuroprotektan masih kontroversial.

III. Perawatan rumah sakit dan terapi komplikasi neurologik


Sekitar 25% pasien stroke fase akut akan mengalami perburukan dalam 24-24 jam
setelah onset. Meskipun demikian sulit untuk menentukan pasien mana yang akan
mengalami perburukan. Oleh karena itu pasien stroke pada fase akut dianjurkan
untuk dirawat di rumah sakit.
Tujuan perawatan rumah sakit adalah:
1. Pemantauan pasien untuk persiapan tindakan/terapi selanjutnya
2. Pemberian terapi medikamentosa maupun pembedahan untuk meningkatkan
keluaran
3. Mencegah komplikasi subakut
4. Pengobatan terhadap penyakit sebelumnya atau faktor resiko yang ada
5. Merencanakan terapi jangka panjang untuk mencegah stroke berulang
6. Memulai program neuro-restorasi

Perawatan umum
Pemantauan tanda vital dan status neurologik harus sering dilakukan dalam 24 jam
setelah pasien masuk rumah sakit. Umumnya pasien yang dirawat dianjurkan untuk
tirah baring, akan tetapi mobilisasi sebaiknya dilakukan sesegera mungkin jika
kondisi pasien sudah dianggap stabil. Mobilisasi yang segera dapat mencegah
komplikasi pneumonia, DVT, emboli paru dan dekubitus. Latihan gerakan pasif dan
full range of motion pada sisi yang paresis dapat dimulai dalam 24 jam pertama.
Miring kanan-miring kiri, pemakaian pressure mattresses serta perawatan kulit
dapat mencegah timbulnya dekubitus.
Nutrisi
Nutrisi yang adekuat diperlukan selama perawatan stroke, karena kondisi malnutrisi
dapat menghambat proses penyembuhan.
Kebutuhan kalori dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Harris-Benedict:

BEE (pria)= 66,47 + 13,75 x BB + 5,0 X TB 6,76 x umur [kcal/hari]


BEE (wanita)= 655,1 + 9,56 x BB +1,85 X TB 4,68 x umur [kcal/hari]
Faktor stress (dikalikan dengan BEE untuk memperkirakan kebutuhan kalori)
Sakit berat F= 1,25
Pneumonia F= 1,5
Infark luas F= 1,75
Demam F= 1,13/1oC*BEE = Basal Energy Expenditure, Umur dalam tahun
Kebutuhan protein lebih tinggi dari orang normal (1,2-1,5 g/kgBB), normal 0,8 g/
kgBB.
Disfagia cukup sering dijumpai pada pasien stroke oleh karenanya semua pasien
stroke harus diperlakukan sebagai pasien dengan gangguan menelan sampai terbukti
tidak. Skrining test yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan disfagia adalah
dengan tes menelan. Test ini dilakukan pada pasien tanpa penurunan kesadaran.
Pasien diminta untuk menelan satu sendok teh air putih dengan posisi setengah
duduk dan kepala fleksi ke dapan sampai dagu menyentuh dada. Perhatikan apakah
pasien tersedak, batuk atau muncul perubahan suara. Jika tidak ada tanda-tanda
aspirasi dapat dicoba untuk minum air dalam jumlah yang lebih besar langsung dari
gelas. Pasien dengan kesadaran meurun atau tes menelan negatif sebaiknya dipasang
pipa nasogastrik.
Infeksi
Pneumonia merupakan penyebab kematian yang cukup sering pada pasien stroke.
Biasanya terjadi pada pasien dengan imobilisasi atau dengan kemampuan batuk
yang menurun. Pneumonia harus dipikirkan jika timbul demam setelah serangan
stroke dan antibiotik yang sesuai harus diberikan.
Infeksi saluran kemih juga cukup sering terjadi pada pasien stroke dan dapat
menyebabkan sepsis pada sekitar 5% pasien. Kateter urin menetap sebaiknya hanya
dipakai dengan pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia global).
Pada pasien yang sadar dengan gangguan berkemih, kateterisasi intermiten secara

steril setiap 6 jam lebih disukai untuk mencegah kemungkinan infeksi, pembentukan
batu dan gangguan sfingter vesika. Latihan vesika harus dilakukan sedini mungkin
bila pasien sudah sadar.
Trombosis vena
Faktor resiko terjadinya DVT antara lain:
1. Usia tua
2. Imobilisasi
3. Paresis ekstremitas bawah
4. Paresis yang berat
5. Fibrilasi atrium
Antikoagulan dapat diberikan untuk mencegah DVT dan emboli paru pada pasien
stroke. Beberapa penelitian menunjukkan efektifitas unfractinated heparin,
enoxaprine dan danaparin dalam menurunkan kejadian emboli paru. Pasien dengan
imobilisasi lama yang tidak dalam pengobatan heparin IV dapat diberikan heparin
5000 unit setiap 12 jam selama 5-10 hari untuk mencegah pembentukan trombus.
Pilihan lain LMWH (enoxaparine atau nadroparine) 2 kali 30 mg subkutan.

III. Terapi komplikasi neurologik akut.


Komplikasi penting neurologik akut pada pasien stroke adalah:
1. Edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan
herniasi atau kompresi batang otak.
1. Kejang
2. Transformasi hemoragik.
Edema serebri dan peningkatan tekanan intracranial
Tujuan penatalaksanaan edema serebri:

1. Menurunkan tekanan intracranial


2. Mempertahankan perfusi serebral yang adekuat untuk mencegah
bertambahnya lesi iskemik
3. Mencegah kerusakan otak akibat proses herniasi
Terapi peningkatan tekanan intrakranial terdiri atas:
Terapi medikamentosa/konservatif
Terapi pembedahanTerapi konservatif
1.

HiperventilasiPenurunan pCO2 5-10 mmHg akan menurunan tekanan


intrakranial 25-30%. Hiperventilasi menyebabkan kadar CO2 menurun
sehingga terjadi vasokonstriksi dan menurunkan volume darah otak dan
tekanan intrakranial. PCO2 sebaiknya dipertahankan 25-30 mmHg. Efek
hiperventilasi tidak bertahan lama maka diperlukan intervensi tambahan lain
untuk mengontrol peningkatan tekanan intrakranial.
2. Osmoterapi
Diuretik osmotik menurunkan tekanan intrakranial dengan menaikkan osmolalitas
serum sehingga cairan akan ditarik keluar dari sel otak. Manitol dapat digunakan
dengan dosis 0,25-0,5 g/kgBB IV selama 20 menit, tiap 6 jam. Tidak dianjurkan
menggunakan manitol untuk jangka panjang. Manitol diberikan bila osmolalitas
serum tidak lebih dari 310 mOsm/ l. Furosemid 40 mg IV/hari dapat
memperpanjang efek osmotik serum manitol. Beberapa studi menunjukkan
kortikosteroid tidak bermanfaat dalam menurunkan tekanan intrakranial pada
pasien stroke.
1. Barbiturat intravena
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial dengan menurunkan CMRO2
(cerebral metabolism rate of oxygen), menyebabkan vasokonstriksi dan menghambat
radikal bebas/ Dosis yang digunakan, inisial 10 mg/kgBB pentobarbital selama 30
menit, rumatan 3-5 mg/kgBB/jam. Pemakaian barbiturat sangat terbatas mengingat
efek sampingnya berupa hipotensi, depresi cardiac, hepatotoksik dan predisposisi
infeksi. Schwab, 1997, melaporkan barbiturat tidak memperbaiki keluaran
peningkatan tekanan intrakranial.
Terapi pembedahan
Jika terapi medikamentosa gagal menurunkan tekanan intrakranial tindakan
dekompresi dapat dipertimbangkan.

Ventrikulostomi dapat dilakukan pada pasien dengan hidrosefalus obstruksi yang


disertai dengan penurunan kesadaran.
Kejang
Kejang biasanya muncul dalam 24 jam pertama pasca stroke dan biasanya parsial
dengan atau tanpa berkembang menjadi umum. Kejang berulang terjadi pada 2080% kasus. Penggunaan antikonvulsan sebagai profilaksis kejang pada pasien stroke
tidak terbukti bermanfaat. Terapi kejang pada pasien stroke sama dengan
penanganan kejang pada umumnya.
Transformasi perdarahan
Beberapa penelitian menduga pada hampir semua kejadian infark selalu disertai
komponen perdarahan berupa petekie. Dengan menggunakan CT Scan 5% dari
kejadian infark dapat berkembang menjadi transformasi perdarahan. Lokasi, ukuran
dan etiologi stroke dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi ini. Penggunaan
antitrombotik, terutama antikoagulan dan trombolitik meningkatkan kejadian
transformasi perdarahan. Terapi pasien dengan infark berdarah tergantung pada
volume perdarahan dan gejala yang ditimbulkannya.
a.

Pencegahan stroke dan pengelolaan faktor resiko

Stroke, penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat merupakan penyakit yang


menyebabkan kecacatan neurologis dan merupakan penyakit neurologis yang paling
banyak memerlukan perawatan rumah sakit. Meskipun penatalaksanaan stroke akut
dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan akan tetapi tindakan pencegahan
ternyata lebih efektif dalam menurunkan angka tsb.
Tindakan pencegahan dibedakan atas pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan
primer bertujuan untuk mencegah stroke pada mereka yang belum pernah terkena
stroke. Pencegahan sekunder ditujukan untuk mereka yang pernah terkena stroke
termasuk TIA.
Faktor resiko stroke dibedakan atas:
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi:
Umur

Jenis kelamin
Ras/etnis
Riwayat keluarga
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:
Hipertensi
Merokok
Diabetes melitus
Stenosis karotis asimtomatis
Penyakit sel sabit
Hiperlipidemia
Fibrilasi atrium (non valvular)
Obesitas
Inaktivitas fisik
Pola makan yang tidak sehat
Alkoholisme
Hiperhomosisteinemia
Penyalahgunaan obat
Hiperkoagulabiliti
Terapi sulih hormon

Kontrasepsi oral
Proses peradangan
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
Umur
Dengan meningkatnya usia resiko stroke juga turut meningkat. The Farmingham
Study menunjukkan resiko stroke meningkat sebesar 22%, 32%, 83% pada kelompok
umur 45-55, 55-64, 65-74 tahun. Stroke iskemik kebanyakan muncul pada pasien
yang berusia lebih dari 65 tahun.
Jenis kelamin
Stroke lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Akan
tetapi karena angka harapan hidup wanita lebih tinggi dari pada laki-laki, tidak
jarang pada studi-studi tentang stroke didapatkan pasien wanita lebih banyak.
Ras/etnis
Orang kulit hitam, Hispanic American, Cina dan Jepang memiliki insiden stroke
yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pernah mengalami serangan stroke, maternal maupun paternal,
berhubungan dengan meningkatnya insiden stroke. Hal ini disebabkan oleh banyak
faktor diantaranya faktor genetik, pengaruh budaya dan gaya hidup dalam keluarga,
interaksi antara genetik dan pengaruh lingkungan.
Faktor resiko yang dapat dimodifikasiHipertensiHipertensi merupakan faktor resiko
stroke yang utama, baik iskemik maupun hemoragik. Mengendalikan hipertensi
terbukti menurunkan insiden stroke.
Klasifikasi tekanan darah menurut 7th report of the Joint National Committee on
prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC 7).

Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal <120 Dan < 80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 Atau 90-99Hipertensi stage 2 > 160 Atau > 100
Follow-up TD pada orang dewasa tanpa kerusakan target organ (Rekomendasi JNC
7)
TD awal (mmHg) Follow-up
Normal Cek ulang dalam 2 tahun
Prehipertensi Cek ulang dalam 1 tahun dengan anjuran memperbaiki gaya hidup
Hipertensi stage 1 Konfirmasi ualgn dalam 2 bulan dengan anjuran memperbaiki
gaya hidup
Hipertensi stage 2 Evaluasi atau rujuk ke spesialis dalam 1 bulan. Jika TD lebih
tinggi evaluasi dan segera terapi.
Waktu follow-up dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi klinis pasien termasuk
resiko kardiovaskular lainnya dan kerusakan target organ.
Obat-obat antihipertensi yang dianjurkan (JNC 7)
Antihipertensi yang direkomendasikan
Indikasi penyerta Diuretic BB ACEI ARB CCB Aldo ANT
Gagal jantung
Pasca MCI
Resiko tinggi jantung koroner

Diabetes
CKD (chronic kidney disease)
Pencegahan stroke ulang
BB: Beta Blocker, ACEI: angiotensin-converting enzyme inhibitor, ARB: angiotensin
reseptor blocker, CCB: calcium channel blocker, Aldo ANT: aldosterone antagonist.
Algoritma penatalaksanaan hipertensi.
Modifikasi gaya hidup meliputi:
Menurunkan berat badan: Mengupayakan berat badan normal
Pola makan yang tidak memicu hipertensi: Mengkonsumsi buah-buahan, sayuran
dan produk susu rendah lemak serta mengurangi konsumsi lemak jenuh.
Diet rendah garam: Mengurangi intake garam < 100 mmol/hari (2,4 gr Na atau 6 g
NaCl)
Aktifitas fisik: Aktivitas fisik rutin seperti jalan santai min 30 menit/hari.
Mengurangi konsumsi alkohol
Merokok
Merokok telah lama diketahui sebagai faktor resiko stroke. patofisiologi efek rokok
bersifat multifaktorial baik pada pembuluh darah sistemik maupun reologi darah.
Rokok menyebabkan kekakuan pembuluh darah. Rokok juga berhubungan dengan
meningkatnya kadar fibrinogen, agregari trombosit, menurunnya HDL dan
meningkatnya hematokrit. Dengan berhenti merokok resiko stroke menurun 50%.
Diabetes
Insulin-dependent diabetics meningkatkan resiko stroke: 1) meningkatkan
prevalensi aterosklerosis dan 2) meningkatkan prevalensi faktor resiko lain seperti
hipertensi, obesitas dan hiperlipidemia. Beberapa penelitian menunjukkan
pengontrolan tekanan darah pada penderita diabetes lebih efektif menurunkan
resiko stroke dibandingkan pengontrolan ketat kadar gula darah. Dianjurkan target

TD pada penderita diabetes <130/80 mmHg. Sedangkan pengontrolan gula darah


direkomendasikan untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular.
Stenosis karotis asimptomatis
Cardiovascular Health Study menunjukkan stenosis karotis >50% ditemukan pada
7% laki-laki dan 5% perempuan yang berusia > 65 tahun. Iskemik serebral lebih
sering ditemukan pada pasien dengan stenosis karotis berat (75%), stenosis artei
karotis progresif, penyakit jantung dan pada laki-laki. Enarterektomi dapat
dipertimbangkan pada secara selektif pada kasus dengan karotis stenosis > 60% dan
< 100% yang dilakukan oleh ahli bedah yang memiliki mortalitas dan morbiditas <
3%. Seleksi pasien didasarkan pada kondisi komorbid: angka harapan hidup,
pertimbangan pasien dan faktor individual lainnya.
Fibrilasi Atrium
Fibrilasi atrium merupakan aritmia yang sering terjadi dan merupakan faktor resiko
stroke yang sering. Pemakaian antikoagulan oral jangka panjang dapat menurunkan
resiko stroke sampai 68%.
Rekomendasi Umur < 65 tahun, tanpa faktor resiko Aspirin
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Stroke adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara lokal atau global, yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan yang
menetap lebih dari 24 jam.
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi 2 :

Stroke hemoragic

Stroke non hemoragic (iskemik)

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.
4.
5.

http://kedokteran-febrian.blogspot.com/2009/02/patofisiologi-dandiagnosis-stroke.html
http://www.fisiosby.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=50&Itemid=1
http://pharosindonesia.com/news-a-media/beritakesehatan/244penatalaksanaan-segera-sangat-penting-untuk-pasien-stroke.html
Sidharta, Priguna. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Dian Rakyat
:Jakarta.2005
http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=55&tbl=artikel

About rajacakepzzz
handsome, clever, and active
View all posts by rajacakepzzz
This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.
Hello world!
Gambaran Ca Buli Pada IVP

Leave a Reply

Search

Recent Posts

KARSINOMA NASOPHARINX
Gambaran Ca Buli Pada IVP

PENATALAKSANAAN STROKE
Hello world!

Recent Comments

Mr WordPress on Hello world!

Archives
January 2011

Categories
Uncategorized

Meta

Register
Log in
Entries RSS
Comments RSS
WordPress.com

rajacakepzzz
The Twenty Ten Theme. Create a free website or blog at WordPress.com.

Follow

Follow rajacakepzzz
Get every new post delivered to your Inbox.
Sign me up

Build a website with WordPress.com

Anda mungkin juga menyukai