TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Obesitas
2.2.1. Definisi Obesitas
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan
metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologis dan spesifik.
terlibat dalam obesitas tersebut antara lain: (a) mutasi MCR-4 (Guyton, 2007), (b)
defisiensi leptin kongenital dan (c) mutasi reseptor leptin (Flier et al, 2007).
Produk gen
MC4R
Reseptor tipe 4
untuk MSH
AgRP
(agoutirelated
peptide)
Lemak
Neuropeptida yang
diekspresikan di
hipotalamus
Mekanisme
Mutasi mencegah
penerimaan sinyal kenyang
dari MSH
Ekspresi berlebih
menghambat sinyal melalui
MC4R
Pada
Pada
manusia hewan
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tabel 2.3. Polipeptida dan Protein Utama yang Mungkin Berperan dalam
Pengendalian Nafsu Makan
Meningkatkan Nafsu Makan
(Oreksigenik)
AgRP
-Endorfin
Galanin
Ghrelin
GHRH
MCH
Neuropeptida Y
Oreksin A
Oreksin B
Faktor-faktor
tersebut
3. Insulinoma
Penambahan berat badan dikarenakan makan berlebih dikarenakan gejala takut
hipoglikemi. Peningkatan kadar insulin menyebabkan penyimpanan energi
menjadi lemak.
4. Craniopharingioma
Penurunan hormon pertumbuhan menyebabkan berkurangnya aktivitas lipolisis.
Berbagai faktor yang menjadi bagian dari patogenesis obesitas dapat dilihat
pada gambar 2.1. di bawah ini.
Hormonal
LEPTIN
INSULIN
KORTISOL
PEPTIDA USUS
GHRELIN
CCK&PYY
Glukosa
AgRP
-MSH
OBESITAS
MCH
Metabolit
adipo
nektin
resistin
dan RBP4
kaya
Negara
industri
asupan
makan dan
aktivitas
Kurang
tidur
Negara
berkembang
Faktor sosial/lingkungan
GENETIK
Disfungsi
* Tub
* Turk
Mutasi
* Lep ob/db
* MC4R
* PC1
* POMC
Peningkatan
ekspresi
*AgRP
*Insulinoma
*Cushing
syndrome
*Craniophary
ngioma
SINDROM
SPESIFIK
2.3. Tidur
2.3.1. Definisi Tidur
Tidur adalah suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat
dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya
(Guyton, 2007). Tidur memiliki fungsi untuk memulihkan keseimbangan alami di
antara pusat-pusat neuron (Guyton, 2007).
Tabel 2.4. Perbedaan Periode Nonrapid Eyes Movement dan Rapid Eyes
Movement
Perbedaan
Saraf Autonom
NREM
REM
Peningkatan parasimpatis
Formasio
retikularis
melepaskan
norepinefrin,
serotonin
dan
Norepinefrin
dan serotonin
asetilkolin
Bangun
asetilkolin
tidur NREM
Aktivasi
talamus &
korteks
Aktivasi
talamus &
korteks
histamin
histamin
GABA
GABA
Tidur REM
Berbagai hal yang berlangsung selama tidur, salah satunya dalam hal
metabolisme glukosa. Pada individu yang normal terjadi peningkatan hormon
pertumbuhan dan penurunan kortisol serta epinefrin ketika tidur. Peningkatan
hormon pertumbuhan selama awal tidur ini akan menjaga kadar gula darah stabil
dengan cara menghambat pengambilan glukosa dari otot. Sedangkan penurunan
kadar kortisol inilah yang menyebabkan terlambatnya efek sensitivitas insulin
selama tidur, sehingga efek ini akan muncul pada akhir malam. Karena inilah,
kadar gula darah tetap stabil selama tidur di sepanjang malam meskipun si
individu dalam keadaan berpuasa (Cauter et al, 1997).
Tidak hanya hormon pertumbuhan dan kortisol yang berperan, ghrelin, leptin
dan oreksin juga memiliki kaitan dalam hubungan tidur dan homeostasis glukosa.
Keseimbangan energi positif yang mengubah aktivitas transkripsi kunci sirkadian
juga mampu mempengaruhi homeostasis glukosa. (Zvonic et al, 2007; Tsujino et
al, 2009; Lam et al, 2010; Adamkova et al, 2009; Yang et al, 2009).
Pada penderita yang memiliki nilai indeks massa tubuh lebih tinggi (obese),
sudah tentu terjadi gangguan metabolisme glukosa. Salah satu kemungkinan sebab
penyebabnya adalah bahwa pada penderita obese terjadi penurunan respon sel
beta pankreas terhadap glukosa secara signifikan pada akhir hari (Cauter et al,
1997). Akibatnya terjadi penurunan sekresi insulin pada akhir malam sehingga
kadar glukosa pada malam hari, dalam keadaan berpuasa, terganggu.
Setelah awal mula tidur, pada penderita obese dijumpai penurunan kadar gula
darah dan penurunan kecepatan sekresi insulin dikarenakan penurunan pelepasan
hormon pertumbuhan (Cauter et al, 1997). Mungkin hal ini akan menyebabkan
penderita obese banyak mengonsumsi makanan di malam hari karena tubuh
merasa kelaparan. Penurunan kecepatan sekresi insulin ini tidak hanya
dikarenakan resistensi insulin tetapi juga pengaruh dari perubahan kortisol (Cauter
et al, 1997).
Mutasi homozigot Clock, protein regulator jam sirkadian pada individu
menyebabkan hiperfagia, hipoinsulinemia, hiperglisemia, hiperlipid, yang pada
akhirnya menyebabkan individu mengalami peningkatan nilai indeks massa
tubuh, serta mengalami gangguan siklus tidur (Zvonic et al, 2007; Yang et al,
2009).
Pada penderita obese juga ditemukan penurunan respon Clock-Bmal1, Bmal1
juga merupakan protein regulator transkripsional, sehingga pada penderita obese
memperlihatkan ritme sirkadian yang berbeda daripada orang normal. (Zvonic et
al, 2007; Yang et al, 2009).
Terdapat pula neuropeptida oreksin atau hipokretin, tidak hanya mengatur
nafsu makan tetapi juga mengatur pola tidur pada individu. Oreksin merupakan
neuropeptida yang diproduksi di neuron hipotalamus, terutama di area lateral
hipotalamus (LHA), yang merupakan pusat pengaturan nafsu makan. Peran
oreksin ini didukung dengan ditemukannya kedua reseptor oreksin, OX1R dan
OX2R, pada pusat-pusat pengaturan makan dan siklus bangun-tidur. OX1R,
misalnya, terdapat di prefrontal, korteks infralimbik, hipokampus, amigdala,
nukleus talamus paraventrikular, dorsal raphe, area tegmental ventral, lokus
serulus dan nukleus tegmental laterodorsal. Sedangkan OX2R terletak di amigdala,
nukleus talamus paraventrikular, area tegmental ventral dan dorsal raphe
(Tsujino et al, 2009).
Tak hanya reseptor-reseptor di atas, oreksin juga menerima inervasi dari area
yang berkaitan dengan pengaturan homeostasis energi, seperti NPY, AgRP dan MSH.
Oreksin diaktifkan oleh neurotensin, oksitosin, dan vasopressin. Sebaliknya
GABA, glukosa, 5-HT, noradrenalin dan leptin menghambat aktivitas oreksin
(Tsujino et al, 2009). Pada penderita obese dijumpai disfungsi leptin (Shea et al,
2005). Hal ini yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dikarenakan peran
leptin dalam menekan nafsu makan terganggu.
Dalam pengaturan nafsu makan, oreksin diaktifkan jika tubuh dalam keadaan
hipoglikemi. Sebaliknya, jika kadar gula darah ekstraseluler meninggi maka
oreksin pun akan dihentikan aksi potensialnya (Tsujino et al, 2009).
Penurunan jumlah tidur berkaitan dengan modulasi aktivitas neuron oreksin
melalui noradrenalin. Periode jumlah total tidur yang berkurang akan mengubah
aktivitas noradrenalin pada neuron oreksin dari keadaan tereksitasi menjadi
keseimbangan
cardiac
sympathovagal.
Peningkatan
ini
PENURUNAN JUMLAH
JAM TIDUR
Mutasi
ClockBmal1
oreksin
kortisol
GH
KADAR
LEPTIN
KADAR
GHRELIN
PENINGKATAN IMT
Gambar 2.3. Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Indeks Massa Tubuh