Konjungtivitis
Konjungtivitis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat
yang
setinggi-tingginya.
Dalam
mencapai
tujuan
tersebut,
Konjungtivitis juga salah satu penyakit mata yang paling umum di Nigeria
bagian timur, dengan insidens rate 32,9% dari 949 kunjungan di Departemen Mata
Aba Metropolis, Nigeria, pada tahun 2004 hingga 2006.
Penelitian yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Konjungtivitis adalah radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan ke dalam
bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti
konjungtivitis gonokok, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh virus, klamidia,
alergi toksik, dan molluscum contagiosum.4
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi
bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.
Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan
menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis
konjungtivitis dapat hilang sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan.4
dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel
kornea di limbus.
Konjungtiva palpebraris melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum
orbitale di fronices dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini
memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva
sekretorik. Duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal
superior. Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di
bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu
sepanjang 3 mm).3
2.2.4 Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan dua kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus
oleh 3 lapis jaringan, yaitu sklera, uvea dan retina.3
2.2.5 Kornea
Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya. Tebal kornea
rata-rata orang dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer, dan 0,54 mm di bagian
tengah. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan tempat
masuknya cahaya ke dalam bola mata menuju ke retina. Sumber nutrisi kornea
adalah pembuluh-pembuluh darah di limbus, cairan mata dan air mata. Kornea
terdiri dari lima lapisan, yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran
descement dan endotel.7
2.2.6 Sklera
Sklera adalah selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera mempunyai kekakuan tertentu
dan tebal 1 mm. Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan
yang elastis dan halus, yaitu episklera, yang banyak mengandung pembuluh darah
sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam terdapat lapisan pigmen berwarna
coklat, yaitu lamina fuska, yang membatasi sklera dengan koroit.7
2.2.7 Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata, yang terdiri dari 3
bagian, yaitu:
a. Iris mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk
bulat di tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk
mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis
dengan mengecilkan dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil akibat
suasana cahaya yang terang dan melebar akibat suasana cahaya yang redup
atau gelap.
b. Badan siliar terdiri dari dua bagian yaitu korona siliar yang berkerut-kerut
dengan tebal 2 mm dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal 4
mm.
c. Koroid berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat besar, yang
berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak
dibawahnya.3
2.2.8 Lensa
Terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk
seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi
(terfokusnya objek dekat pada retina) dengan tebal 4 mmdan diameter 9 mm.3
2.2.9 Badan Kaca
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak
antara lensa dan retina. Badan kaca terdiri dari 99% air dan 1% terdiri dari 2
komponen yaitu kolagen dan asam hialuron. Fungsi badan kaca adalah
mempertahankan bola mata tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina.3
2.2.10 Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsang dari cahaya. Retina dialiri darah dari 2 sumber,
yaitu lapisan koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar retina,
sedangkan 2/3 bagian dalam retina dialiri darah dari cabang-cabang arteri retina
sentral. Sel-sel pada lapisan retina yang paling luar berhubungan langsung dengan
cahaya. Sel-sel tersebut dalah sel-sel kerucut (cone) dan batang (rod). Sel kerucut
(cone) berfungsi untuk penglihatan terang, warna dan penglihatan sentral.
Sedangkan sel batang (rod) berfungsi untuk penglihatan dalam keadaan redup atau
gelap.3
2.3 Etiologi
2.3.1 Konjungtivitis Bakteri
Suatu jenis konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri yaitu infeksi
bakteri
Gonokok,
Meningokok,
Staphylococcus
aureus,
Streptococcus
pada
kornea,
biasanya
berupa
keratitis
pungtata
superfisial.
10
11
penyakit bilateral yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam tahuntahun prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun.4
b. Konjungtivitis Flikten
Konjungtivitis flikten merupakan nodular yang disebabkan alergi terhadap
bakteri atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi
akibat reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokok,
limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi di tempat lain
dalam tubuh.4
c. Konjungtivitis Atopik
Konjungtivitis atopik merupakan reaksi alergi selaput lendir mata atau
konjungtiva terhadap polen, disertai dengan demam. Memberikan tanda dengan
mata berair, bengkak, belek berisi eosinofil.4
2.3.6 Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak
putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistim
imun terganggu. Selain Candida Sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh
Sporothrix schenkii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun
jarang.3
2.3.7 Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh
pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansisubstansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan
konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejalagejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.
Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka
panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan
pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi.3
2.3.8 Konjungtivitis Bleeding (Perdarahan subkonjungtiva)
Perdarahan subkonjunctiva adalah perdarahan akibat rupturnya pembuluh
darah dibawah lapisan konjungtiva. Hematom Subkonjungtiva dapat terjadi pada
12
13
oleh karena adanya film air mata. Pada permukaan konjungtiva yang berfungsi
melarutkan kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalir melaluui
saluran lakrinal ke meatus nasi inferior. Film air mata mengandung beta lysine,
lysozyne, IgA, IgG yang berfungsi menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada
kuman patogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi infeksi
konjungtiva yang disebut konjungtivitis.4
Mikroorganisme
(virus,
bakteri,
jamur),
bahan
alergen,
iritasi
menyebabkan kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup
dan membuka sempurna, maka mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi yang
menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena
adanya peradangan yang ditandai dengan konjungtiva dan sklera yang merah,
edema, rasa nyeri, dan adanya sekret mukopurulen.4
Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu
mikroorganisme, bahan alergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata
sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada
konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan
mengakibatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air
mata tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia saraf
optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.4
2.5 Gejala Klinis
Gejala klinis konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi
tergores atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia.
Sensasi benda asing, sensasi tergores dan terbakar sering dihubungkan dengan
edema dan hipertrofi papila yang biasanya menyertai hiperemia konjungtiva. Jika
ada rasa sakit berarti kornea juga terkena.3
14
2.6 Epidemiologi
2.6.1 Distribusi dan Frekuensi
a. Orang
Konjungtivitis klamidia berupa trachoma dapat mengenai segala umur
tetapi lebih banyak pada anak-anak dan dewasa. Ras yang banyak menderita
trachoma adalah Ras Yahudi, penduduk asli Australia (Australian Aborigin) dan
Indian Amerika.18 Sebuah studi yang dilakukan di 3024 sekolah dasar anak-anak
di wilayah Ankara Turki (1997) menemukan bahwa 4,6% anak memiliki alergi
konjungtivitis.10
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (2006) diperoleh 23% kasus
konjungtivitis bakteri terjadi pada rentang usia 0-2 tahun, 28% terjadi pada
rentang 3-9 tahun, 13% terjadi pada rentang 10-19 tahun dengan sisa 36% kasus
terjadi pada orang dewasa.5
Penelitian yang dilakukan Baig. R, dkk (2010) di Pakistan terhadap anak
sekolah berusia 5-19 tahun, yang berjumlah 818 anak diperoleh prevalensi
konjungtivitis alergi 19,2 %. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah
penderita konjungtivitis alergi lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan.11
b. Tempat dan Waktu
Mongolia (2005), survei berbasis populasi mengungkapkan hubungan
yang mencolok antara prevalensi konjungtivitis alergi dan tingkat/derajat
urbanisasi. Prevalensinya adalah 9,3% di pedesaan, 12,9% di pusat desa dan
18,4% di kota.19 Konjungtivitis alergi berupa konjungtivitis vernal cenderung
musiman, dengan gejala meningkat di musim semi dan menurun di musim
gugur.11
Konjungtivitis flikten lebih sering ditemukan pada anak-anak didaerah
padat penduduk. Secara geografis, trachoma adalah yang paling umum di daerah
yang kering, panas, dan berdebu. Kejadian trachoma tinggi di negara-negara
miskin dan berkembang seperti India bagian utara, Afrika Utara dan Afrika
Barat.11
15
lingkungan
lain
yang
mengganggu.
Beberapa
mekanisme
melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, komponen
akueosa mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris, dan aktivitas
pompa pelpebra membilas air mata ke duktus air mata secara konstan. Air mata
mengandung substansi antimikroba, termasuk lisozim dan antibodi (IgG dan
IgA).3
Lingkungan berkaitan erat dengan kejadian konjungtivitis, yaitu
lingkungan dengan hygiene sanitasi yang buruk. Konjungtivitis dapat menyebar
dengan cepat jika pada suatu lingkungan terdapat penderita konjungtivitis yang
memiliki kontak erat dengan orang-orang disekitarnya. Tetapi hal ini berkaitan
dengan keadaan atau kebersihan lingkungan tersebut yang menjadi faktor risiko
penyebaran yang lebih cepat.3
c. Alergi
Konjungtivitis alergi biasanya ada riwayat alergi (hay fever, asma, atau
eksim) pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita
dermatitis atopik sejak bayi. Parut pada lipatan fleksura, lipat siku, pergelangan
tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya, konjungtivitis alergi
berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi.3
2.7 Faktor Resiko
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya konjungtivitis adalah sebagai
berikut;
16
17
2.9 Pencegahan
2.9.1 Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan
orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak
sakit.
Pencegahan
primer
konjungtivitis
dapat
dilakukan
dengan
cara
agar
sembuh,
menghambat
progresifitas
penyakit,
menghindarkan
18
spesifik
tergantung
dari
identifikasi
penyebabnya.
karena
alergi
pengobatannya
terutama
dengan
19
kromolin, steroid topikal dosis rendah yang kemudian dikompres dingin untuk
menghilangkan edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin
dan steroid sistemik. Pengobatan trachoma dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali
sehari, 3-4 minggu, sulfonamid diberikan bila ada penyulit.
2.9.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan
penderita konjungtivitis yaitu dengan menggunakan alat bantu penglihatan berupa
kaca mata, sehingga penderita konjuntivitis dapat melihat dengan jelas.
20
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :
Variabel independen
Variabel dependen
Karakteristik penderita :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Status Pekerjaan
Defenisi
Alat
Kategori
Skala
Usia penderita
ukur
Rekam
pengukuran
Interval
konjungtivitis yang
medik
tahun
Jenis
medik
Jenis kelamin penderita
Rekam
kelamin
konjungtivitis yang
medik
Bekerja
Tidak bekerja
Nominal
medik
Pekerjaan penderita
Rekam
Pekerjaan
konjungtivitis yang
medik
3.3 Hipotesis
Nominal
21
BAB IV
22
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat analitik yaitu suatu metode
penelitian yang dilakukan untuk mencari hubungan antara variabel dengan desain
case control yang bertujuan untuk mengetahui beberapa faktor karakteristik
penderita yang berhubungan dengan terjadinya penyakit konjungtivitis yang
berobat ke poli mata Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan tahun 2015.13
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
4.2.1 Waktu Penelitiaan
Penelitian ini dilaksanakan pada 28 September 2015 s/d 21 November
2015, setelah proposal disusun dan seminar proposal dilaksanakan.
4.2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poli bagian Mata Rumkit TK II Putri Hijau
Kesdam I/BB Medan. Rumah sakit ini merupakan RS tipe C yang terletak di Kota
Medan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak lebih kurang 4,5 KM dengan jarak
tempuh 20 menit dari Fakultas Kedokteran Islam Sumatera Utara.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau subjek yang
diteliti.14
Populasi pada penelitian ini terdiri dari populasi kasus dan populasi
kontrol. Populasi kasus adalah seluruh orang yang berobat di poli ilmu penyakit
mata Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan tahun 2015 dari tanggal 1
Juni 2015 30 September 2015 yang menderita penyakit konjungtivitis dengan
jumlah 73 orang.
Populasi kontrol adalah seluruh orang yang berobat di poli ilmu penyakit
mata Rumah Sakit Haji Medan tahun 2015 mulai dari tanggal 1 Juni 2015 30
23
September 2015 yang tidak menderita penyakit konjungtivitis dengan jumlah 422
orang.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah populasi yang diteliti yang dianggap mewakili seluruh
populasi.13
Sampel untuk populasi kasus pada penelitian ini adalah seluruh penderita
yang didiagnosis penyakit konjungtivitis yang terdapat dalam rekam medik yang
diambil dengan menggunakan metode total sampling dengan jumlah 73 orang.
Sedangkan sampel untuk populasi kontrol diambil dengan menggunakan metode
simple random sampling berjumlah 73 orang.
4.4 Teknik pengumpulan data
4.4.1 Jenis dan metode pengumpulan data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
hasil rekam medik pasien yang berobat di bagian poli mata Rumkit TK II Putri
Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun 2015.
4.4.2
Instrumen penelitian
1. Rekam medik
24
diperiksa untuk
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Analisis Univariat
5.1.1 Distribusi Frekuensi Usia Responden Penderita Konjungtivitis di RS
Putri Hijau
25
Frekuensi
38
21
14
73
Persentase(%)
52,1
28,7
19,2
100,0
Berdasarkan tabel 5.1 diatas umur responden terbanyak adalah pada anak-anak
(<5 tahun) yaitu sebanyak 38 responden (52,1%), dewasa muda (6-19 tahun)
sebanyak 21 responden (28,7%), dan dewasa (>19 tahun) sebanyak 14 responden
(19,2%).
5.1.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Penderita
Konjungtivitis di RS Putri Hijau
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Penderita
Konjungtivitis di RS Putri Hijau
Jenis kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
Laki-laki
46
63,0
Perempuan
27
37,0
Total
73
100,0
Berdasarkan tabel 5.2 diatas jenis kelamin responden terbanyak adalah laki-laki
sebanyak 46 responden (63,0%), dan jenis kelamin perempuan sebanyak 27
responden (37,0%).
5.1.3 Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan Responden Penderita
Konjungtivitis di RS Putri Hijau
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan Responden Penderita
Konjungtivitis di RS Putri Hijau
Status
Frekuensi
Persentase (%)
26
Bekerja
29
39,73
Tidak bekerja
44
60,27
Total
73
100,0
Usia
Kasus
Kontrol
Total
Frek
Frek
Frek
Anak-anak
38
26,0
20
13,7
58
39,7
Dewasa muda
21
14,4
27
18,5
48
32,9
Dewasa
14
9,6
26
17,8
40
27,4
Total
73
50,0
73
50,0
146
100,0
Dari tabel 5.4 diatas diketahui bahwa pada anak-anak (<5 tahun) yang
menderita konjungtivitis sebanyak 38 orang (26,0%) dan yang tidak menderita
konjungtivitis sebanyak 20 orang (13,7%). Pada dewasa muda (6-19 tahun) yang
menderita konjungtivitis sebanyak 21 orang (14,4%) dan yang tidak menderita
konjungtivitis sebanyak 27 orang (18,5%). Pada dewasa (>19 tahun) yang
menderita konjungtivitis sebanyak 14 orang (9,6%) dan yang tidak menderita
konjungtivitis sebanyak 26 orang (17,8%). Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai
p = 0,007.
5.2.2 Faktor Jenis Kelamin Responden Dengan Penderita Konjungtivitis di
RS Putri Hijau
27
Jenis kelamin
Kasus
Kontrol
Total
Frek
Frek
Frek
Laki-laki
46
31,5
34
23,3
80
54,8
Perempuan
27
18,5
39
26,7
66
45,2
Total
73
50,0
73
50,0
146
100,0
Dari tabel 5.5 diatas diketahui bahwa laki-laki yang menderita
konjungtivitis sebanyak 46 orang (31,5%) dan yang tidak menderita konjungtivitis
sebanyak 34 orang (23,3%). Perempuan yang menderita konjungtivitis sebanyak
27 orang (18,5%) dan yang tidak menderita konjungtivitis sebanyak 39 orang
(26,7%). Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p=0,046. Hasil odds ratio
diperoleh nilai 1,954.
5.2.3 Faktor Status Pekerjaan Responden dengan Penderita Konjungtivitis
di RS Putri Hijau
Tabel 5.6 Faktor Status Pekerjaan dengan Penderita Konjungtivitis di RS
Putri Hijau
No
Status
Kasus
Kontrol
Total
Frek
Frek
Frek
Bekerja
29
19,9
33
22,6
62
42,5
Tidak bekerja
44
30,1
40
27,4
84
57,5
Total
73
50,0
73
50,0
146
100,0
Dari tabel 5.6 diatas diketahui bahwa responden bekerja yang menderita
konjungtivitis sebanyak 29 orang (19,9%) dan yang tidak menderita konjungtivitis
sebanyak 33 orang (22,6%). Responden tidak bekerja yang menderita
konjungtivitis sebanyak 44 orang (30,1%) dan yang tidak menderita konjungtivitis
sebanyak 40 orang (27,4%). Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p=0,503.
Hasil Odds Ratio diperoleh nilai 0,799.
BAB VI
28
PEMBAHASAN
29
perbedaan sikap antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan lebih peduli
terhadap kebersihan pribadi dan lingkungan dibandingkan pria.
BAB VII
30
7.1 Kesimpulan
1. Adanya hubungan antara usia dengan penyakit konjuntivitis di Rumkit TK
II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan tahun 2015
2. Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit konjungtivitis di
Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan tahun 2015
3. Tidak adanya hubungan antara status pekerjaan dengan penyakit
konjungtivitis di Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan tahun
2015
7.2 Saran
1. Kepada faktor resiko usia pada anak-anak, sebaiknya para orang tua
mengajarkan tentang kebersihan pribadi dan lingkungan terhadap anakanaknya, agar anak-anaknya terhindar dari penyakit konjungtivitis yang
sebenarnya dapat dicegah dengan prilaku hidup sehat.
2. Kepada faktor resiko jenis kelamin laki-laki, sebaiknya lebih peduli