Anda di halaman 1dari 19

Subhan Aristiadi

240210110021
IV.

HASIL PENGAMATAN

4.1

Hasil Pengamatan Penyembelihan Daging Ayam dan Karakteristik


Daging

Tabel 1. Hasil Pengamatan Penyembelihan Daging Ayam


Kel

1&2

3&4

Jenis
Potongan

Pemotongan
2 Bagian

Pemotongan
4 Bagian

Jenis
Pengamatan
Ayam
sebelum
disembelih
Ayam setelah
disembelih
Setelah
Pemotongan
Karkas
Ayam
sebelum
disembelih
Ayam setelah
disembelih
Setelah
Pemotongan
Karkas
Ayam
sebelum
disembelih
Ayam setelah
disembelih

5&
16

Berat

Rendemen

1,4 kg
1,35 kg

57,86%

0,81 kg

1,6
1,5
(1,45 kg
tanpa bulu)

75%

1,2

1,1
1,07

Pemotongan
8 Bagian

60,9%
Setelah
Pemotongan
Karkas

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)

0,67

Gambar
Daging

Subhan Aristiadi
240210110021

Tabel 2. Tabel Hasil Pengamatan Karakterisasi Berbagai Daging Hewan


No
Jenis Daging
Warna
Tekstur
Gambar
1

Daging ayam

Putih
Kekuningan

Kenyal +

Daging domba

Merah
kecoklatan

Kenyal ++++

Daging Kambing

Merah ++

Kenyal ++++++

Daging babi

Putih
Kemerahan

Kenyal ++

Daging kuda

Merah +++

Kenyal +++

Daging sapi

Merah +

Kenyal +++++

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)

Subhan Aristiadi
240210110021

V.

PEMBAHASAN

5.1

Penyembelihan Daging Ayam dan Karakteristik Daging


Daging merupakan bahan pangan yang diperoleh dari penyembelihan

hewan baik ternak kecil maupun ternak besar. Menurut Soeparno (1992), daging
didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan
jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang memakannya.
Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongannya karena fungsi
fisiologisnya telah berhenti. Otot merupakan komponen utama penyusun daging.
Penyembelihan atau pemotongan hewan menyebabkan berubahnya otot hewan
menjadi daging. Daging yang diperoleh dari penyembelihan atau pemotongan ini
disebut daging segar. Daging sering dimanfaatkan dalam bentuk karkas. Karkas
unggas khususnya ayam merupakan bentuk komoditi yang paling banyak dan
umum diperdagangkan. Karkas ayam adalah produk keluaran proses pemotongan,
biasanya

dihasilkan

setelah

melalui

tahap

pemeriksaan

ayam

hidup,

penyembelihan, penuntasan darah, penyeduhan, pencabutan bulu dan dressing


(pemotongan kaki, pengambilan jeroan, pencucian).
5.1.1

Penyembelihan Daging Ayam


Pemotongan ayam harus dilakukan dengan benar dan disembelih sesuai

dengan kriteria halal. Ayam yang telah dipotong lalu dibului secara manual yaitu
dengan perendaman ke dalam air bersuhu 30 50C agar mudah dibului. Dalam
pengolahan ini yang tidak termasuk ke dalam karkas adalah kaki dan leher. Karkas
broiler adalah daging bersama tulang hasil pemotongan, setelah dipisahkan dari
kepala sampai batas pangkal leher dan dari kaki sampai batas lutut serta dari isi
rongga perut ayam. Karkas diperoleh dengan memotong ayam broiler kemudian
menimbang bagian daging, tulang, jantung dan ginjal. Aviagen (2006)
menyatakan bobot karkas ayam broiler berkisar antara 1750-1800 gram atau 71-

Subhan Aristiadi
240210110021
73% dari bobot badan.Persentase ayam broiler siap potong menurut Bakrie et al.
(2002), adalah 58,9%.
Karkas yang di dalamnya berisi berbagai organ tubuh ayam yang berupa
hati, jantung, lifa, gizard, empedu, usus (duodenum, yeyenum, ileum), sekum dan
rektuk dikeluarkan dari karkas. Hal ini berguna untuk melihat lemak abdomen
yang melekat pada karkas broiler.
. Praktikum kali ini dilakukan penyembelihan terhadap ayam hidup. Bobot
yang diamati selama proses penyembelihan ayam dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Perubahan Berat Ayam
N
o
1
2
3

Jenis
Ayam sebelum disembelih
Ayam setelah disembelih
Setelah pemotongan

Berat

Rendeme

(kg)
1,4
1,35

n
57,86%

0,85
karkas
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)
Cara pemotongan ternak unggas yang lazim di Indonesia adalah cara
Kosher, yaitu secara langsung (Ensminger, 1998). Ayam disembelih pada bagian
leher dekat kepala dengan memotong vena jugularis, arteri carotis dan esofagus
(Parry, 1989). Sebelum disembelih bobot ayam hidup ditimbang, kemudian bobot
ayam setelah penyembelihan pun ditimbang. Penentuan bobot ayam setelah
penyembelihan ini berfungsi untuk mengetahui apakah saat penyembelihan darah
keluar secara sempurna atau tidak
Hasil pengamatan menunjukan, pada saat penyembelihan darah yang
dikeluarkan hanya sedikit dan menggumpal. Hal ini disebabkan ayam yang akan
disembelih stress, dimana ayam terlebih dahulu dikurung tanpa diistirahatkan
sehingga ayam hasil pemotongan yang dihasilkan tidak optimal. Hasil ini sesuai
dengan litelatur. Menurut Soeparno, (1992) untuk memperoleh hasil pemotongan
yang baik, ternak ungags sebaiknya diistirahatkan sebelum dipotong. Darah yang
baik sekitar 4 % dari tubuh unggas.
Pemotongan pada praktikum dilakukan dengan memutus saluran
esophagus, vena jugularis, dan arteri karotis. Setelah penyembelihan selesai

Subhan Aristiadi
240210110021
dilakukan pencabutan bulu, pencabutan dilakukan dengan terlebih dahulu
merendam ayam dalam air panas sekitar 70oC. Menurut Soeparno, (1992)
perendaman dilakukan untuk mempermudah pencabutan bulu.
Setelah pencabutan bulu dilakukan dilakukan pembersihan dan dilakukan
pembersihan jeroan juga karkasing. Berdasarkan data pengamatan didapatkan
berat yang semakin menurun tiap harinya dikarenakan hilangnya cairan, lalu
warna menjadi kekuningan dikarenakan reaksi oksidasi udara sedangkan untuk
bau, keempukan, dan serat tidak mengalami perubahan.
Karkasing dilakukan dengan memisahkan bagian kepala, ekor dan ceker.
Menurut Swatland, (1984) karkasing dilakukan dengan memisahkan kepala dari
tubuh ternak, kepala, dan memisahkan kaki. Karkas kembali dipotong-potong
menjadi beberapa bagian, bagian dipisah-pisahkan menjadi bagian paha, dada,
punggung atas, bawah, dan sayap, lalu diamati warna, bau, keempukan, berat, dan
serat. Bau yang dihasilkan adalah bau amis, serat yang dihasilkan adalah serat
halus, karena serat unggas itu halus, dan warnanya putih dibagian dada, dan lebih
pink dibagian paha dan punggung.
Setelah pengeluaran organ dalam tahap selanjutnya adalah karkasing
ayam. Setelah dilakukan pemisahan kepala, sayap, paha dan kaki didapatkan
bobot karkas ayam sebesar 178 gram. Untuk mendapatkan persentase karkas
dilakukan perhitungan sebagai berikut :
Persentase karkas=

Berat karkas
x 100
Berat Hidup

0,81 kg
x 100 =57,86
1,4 kg
Menurut Ensminger (1998), bobot karkas yang telah dipisahkan dari bulu,

kaki, leher/kepala, organ dalam, ekor (kelenjar minyak) yaitu sekitar 60,1% dari
bobot hidup ayam. Dibandingkan dengan persentase karkas yang dihasilkan pada
saat praktikum memiliki hasil yang tidak jauh berbeda dengan literatur. Hal ini
menunjukan mutu karkas tersebut cukup baik. Hayse dan Marion (1973)
menyatakan bobot karkas yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
umur, jenis kelamin, bobot potong, besar dan komformasi tubuh, perlemakan,
kualitas dan kuantitas ransum serta strain yang dipelihara.

Subhan Aristiadi
240210110021
5.1.2

Karakteristik Daging

Daging dari setiap spesies ternak memiliki karakteristik berbeda sesuai dengan
sifat genetik bawannya. Daging sapi berbeda dengan daging kambing, berbeda
dengan yang lain pula. Variasi pada satu spesies biasanya disebabkan karena
umur, pakan, dan model pemeliharan.
Tabel 1. Tabel Hasil Pengamatan Berbagai Daging Hewan
Tekstur
No Jenis Daging
Warna
Keras
Serat
1

Daging ayam

Putih ++

+++

Daging domba

Daging
merah +
Lemak putih

++++

++

Daging
Kambing

Daging
merah +++
Lemak putih

++++

+++

Daging babi

Daging putih
+

++++++

++++++

Daging kuda

Daging
merah ++++
lemak putih

+++++

+++++

Daging sapi

Daging
merah ++
Lemak putih

++++

Gambar

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)


a. Daging Ayam
Daging ayam merupakan hasil ternak unggas yang mudah rusak (busuk),
bahkan dapat menimbulkan keracunan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya.
Kerusakan daging biasanya terjadi sejak proses pemotongan sampai ke konsumen.
Sesampai di konsumen pun daging belum tentu langsung dimasak, oleh karena itu

Subhan Aristiadi
240210110021
perlu adanya penanganan dini pada daging segar. Daging yang sehat adalah
daging yang berasal dari hewan yang sehat, disembelih di tempat pemotongan
resmi, diperiksa, diangkut dengan kendaraan khusus dan dijual di tempat yang
bersih.
b. Daging Domba
Soeparno (2005), menyatakan bahwa penilaian karkas domba dilakukan
terutama terhadap potongan karkas bagian paha belakang (leg), loin, rusuk dan
bahu. Bagian eksternal domba muda. Berat badan dan tingkat perototan
dipengaruhi oleh jumlah lemak yang dapat di-trim dan jumlah perototan. Kualitas
karkas domba merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
palatabilitas atau kelezatan dan akseptabilitas atau daya terima konsumen.
Faktor kualitas karkas daging domba antara lain meliputi warna, serta
kepadatan daging, marbling bagian flank dan rusuk dan maturitas. Marbling
mempunyai peranan terbatas terhadap palatabilitas. Marbling dalam jumlah
sedikit saja sudah cukup untuk memperoleh palatabilitas yang memuaskan.
Tekstur halus atau kasar dapat diamati pada permukaan daging mata rusuk yang
dipisahkan dari karkas. Suatu karkas, otot yang bertekstur halus lebih empuk
daripada yang (Soeparno, 2005).
c. Daging Kambing
Warna daging kambing hampir sama dengan daging sapi akan tetapi
mempunyai tingkat kemerahan yang lebih pekat. Warna ini ditentukan oleh
kandungan otot merah penyusun daging. Flavor dan aroma daging kambing
spesifik keras, yang dapat berasal dari fraksi polar senyawa karbonil bebas dari
lemak dan mempunyai hubungan dengan komposisi dan tipe serabut (Soeparno,
2005).
Daging kambing merupakan daging yang unik dalam hal bau, palatabilitas
(rasa) dan keempukannya. Dagingnya kurang berlemak dibandingkan daging lain
dan biasanya kurang empuk. Daging kambing disebut cobrito atau chevor
tergantung umur saat kambing itu dipotong. Cobrito berasal dari anak kambing
yang dipotong setelah menerima kolustrum beberapa hari permulaan hidupnya.
Daging itu terutama digunakan untuk daging panggang. Chevor berasal dari

Subhan Aristiadi
240210110021
kambing yang dipotong pada saat disapih atau lebih tua lagi (Blakely and Bade,
1991).
Prekursor flavor daging spesies kambing dan babi adalah substansi non
protein yang larut dalam air. Prekursor flavor daging kambing dan babi terdiri dari
dua subfraksi, yaitu fraksi yang mengandung asam amino dan fraksi yang
mengandung gula pereduksi. Pemanasan masing-masing subfraksi tidak
menghasilkan flavor yang spesifik daging, tetapi pemanasan kombinasi kedua
subfraksi dapat menghasilkan aroma daging. Daging kambing mempunyai aroma
yang identik dengan daging sapi dan babi. Fraksi volatil daging dari spesies
domba adalah sangat serupa dengan fraksi volatil pada sapi dan babi (Soeparno,
2005).
d. Daging Babi
Warna daging babi adalah putih dan banyak ditemui serabut putih. Jumlah
mioglobin pada daging babi sekitar 0,038%. Karkas babi rata-rata berwarna pucat
karena selain banyak mengandung serabut putih anaerobik juga kandungan
glikogennya tinggi. Flavor dan aroma pada daging babi tidak jauh berbeda dengan
spesies lain. Pork yang disimpan lama sebelum pemasakan dapat mempunyai
flavor seperti keju, karena ransiditas lemak (Soeparno, 2005).
Prekursor flavor daging spesies babi adalah substansi nonprotein yang
larut dapam air. Prekursor flavor daging babi terdiri dari dua subfraksi, yaitu
fraksi yang mengandung asam amino dan fraksi yang mengandung gula
pereduksi. Pemanasan masing-masing subfraksi tidak menghasilkan flavor yang
spesifik daging, tetapi pemanasan kombinasi kedua subfraksi dapat menghasilkan
aroma daging. Daging babi mempunyai aroma yang identik dengan daging sapi
dan domba. Fraksi volatil daging dari spesies babi adalah sagat serupa dengan
fraksi volatil pada sapi dan domba. Sementara penyimpangan aroma atau bau
spesifik daging babi jantan yang disebut bau boar, terutama disebabkan oleh
senyawa yang terdapat didalam lemak yang tidak tersabun yang telah
diidentifikasi sebagai 5-androst-16 ene-3-one (Soeparno, 2005). Menurut Lawrie
(1995), bahwa angka Iodium pada babi jauh lebih tinggi dari ruminan dan terdapat

Subhan Aristiadi
240210110021
perbedaan lain yang terlihat besar, yaitu kadar asam linoleat dalam lemak babi
lebih tinggi.
e. Daging Kuda
Soeparno (2005), menyatakan bahwa daging kuda sering disebut sebagai
daging merah. Pada daging kuda juga seratnya terlihat lebih besar, kuat dan kasar
jika dibandingkan dengan daging yang lainnya. Lawrie (1995), menegaskan
bahwa terdapat aktivitas enzim sitokrom oksidase yang mengikat pada urat daging
kuda sehingga jelas akan memperlihatkan kekuatan. Daging kuda dapat diterima
dengan baik walaupun warnanya yang gelap kurang disukai, selain itu daging
kuda juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber protein daging. Sudarmono
dan Sugeng (2008), menambahkan bahwa daging kuda punya susunan protein
sebesar 28 % dan kadar air pada otot 66%.
f. Daging Sapi
Daging sapi mempunyai warna merah. Jumlah mioglobin pada veal sekitar
1 sampai 3 mg setiap gram ototnya, 4 sampai 10 mg untuk setiap gram beef dan
16 sampai 20 mg untuk setiap gram beef yang lebih tua. Otot merah mengandung
serabut merah. Dari segi tenderness (keempukan), daging sapi kurang empuk jika
dibandingkan dengan keempukan daging domba atau babi. Hal ini disebabkan
karena daging sapi mempunyai perototan yang lebih besar dan struktur yang lebih
kasar. Veal mempunyai flavor yang lebih ringan daripada beef. Flavor dan aroma
daging sapi yang dimasak hampir sama atau identik dengan daging domba atau
babi (Soeparno, 2005). Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), menerangkan
bahwa daging sapi mempunyai kadar protein 16 sampai 22% dan kadar air 65
sampai 80%.
Flavor serum daging mentah atau feef steak adalah karena kombinasi
antara garam-garam darah dan salivasi. Ekstrak air daging, misalnya daging sapi
mentah yang dipanaskan akan menghasilkan flavor yang spesifik. Hasil dialisis
ekstrak air daging giling mentah menunjukkan adanya prekursor didalam difusat
yang menghasilkan flavor seperti daging sapi panggang jika dipanaskan dengan
lemak dan flavor seperti kaldu daging sapi jika dipanaskan dengan air. Dialisat

Subhan Aristiadi
240210110021
yang larut dalam air mengandung glikoprotein dan asam inosinat (atau inosin dan
fosfat anorganik). Inosinat telah dianggap sebagai peningkat flavor daging. Fraksi
volatil daging dari spesies sapi adalah sangat serupa dengan fraksi volatil pada
domba dan babi (Soeparno, 2005).
5.2

Pembuatan Daging Asap


Daging asap adalah irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap

yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan
lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida,masingmasing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa
tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang).Kedua senyawa membentuk
lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran juga membunuh
mikroba, dan menurunkan kadar air daging. Pada kadar air rendah daging lebih
sulit dirusak oleh mikroba (Hariningsih, 2008).
Daging asap dihasilkan dari proses pengasapan. Metode pengasapan ada 2
yaitu (a) pengasapan dingin (cold smoking) yang dilakukan pada suhu 20-25 oC
(tidak lebih dari 28oC), pada kelembaban 70-80%, selama beberapa jam sampai
beberapa hari; (2) pengasapan panas (hot smoking) yang dilakukan pada suhu
awal 30-35oC dan akhir 50-55oC bahkan dapat mencapai 75-80oC (Maga, 2008).
Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses
pengawetan makanan, terutama daging, ikan. Makanan diasapi dengan panas dan
asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan
api agar tidak terpanggang atau terbakar (Hariningsih, 2008). Sebelum diasapi,
daging biasanya direndam di dalam air garam. Beberapa jenis ikan tidak perlu
direndam lebih dulu di dalam air garam, Setelah dilap dan dikeringkan, makanan
digantung di tempat pengasapan yang biasanya memiliki cerobong asap. Sebagai
kayu asap biasanya dipakai serpihan kayu yang bila dibakar memiliki aroma
harum seperti kayu pohon ek dan bukan kayu yang memiliki damar. Ke dalam
kayu bakar bisa ditambahkan rempah-rempah seperti cengkeh dan akar manis
(Hariningsih, 2008). Sewaktu pengasapan berlangsung, makanan harus dijaga
agar seluruh bagian makanan terkena asap. Waktu pengasapan bergantung ukuran
potongan daging dan jenis ikan. Api perlu dijaga agar tidak boleh terlalu besar.
Bila suhu tempat pengasapan terlalu panas, asap tidak dapat masuk ke dalam

Subhan Aristiadi
240210110021
makanan. Sewaktu pengasapan dimulai, api yang dipakai tidak boleh terlalu besar
(Hariningsih, 2008).
Asap cair mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena
adanya senyawa asam, fenol dan karbonil. Pengasapan konvensinal seperti mutu,
citra rasa dan aroma yang konsisten sulit dicapai,senyawa tar terdeposit dan
apabila suhunya terlalu tinggi akan terbentuk senyawa korsinogrenik benzopiren.
Pada penggunaan asap cair fungsi yang diharapkan dari asap seperti citra rasa,
warna, anti oksidan dan anti mikrobia dapat dipertahankan sedangkan kelemahan
pengasapan konvensional dapat diatasi.
Proses pembuatan daging asap pertama-tama dengan menyiapkan larutan
curing dengan mendidihkan 1,5 L air yang sudah ditambahkan 10,7% garam dan
5,5% gula, aduk dan dinginkan. Lalu, dada ayam yang sudah disortasi bagian
lemak, tulang dll direndam dalam larutan curing selama 24 jam pada suhu 1,7
-4,40C. Angkat ayam dari curing lalu tiriskan. Setelah itu rendam dalam asap cair
selama 10 menit dan tiriskan. Proses akhir adalah dilakukan pengeringan dengan
dimasukkan dalam oven selama kurang lebih 15 menit pada suhu 162,80C.
Tabel 5. Karakteristik Daging Ayam Asap
Parameter

Setelah diberi larutan


Asap cair
Rasa
Asin
Aroma
Bakar, Amis
Tekstur
Kenyal agak keras, kering
di bagian luar
Warna luar
Krem
Warna dalam
Putih
Berat
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2015)

Setelah Jadi
Daging Asap
Asin
Amis
Lunak +
Kuning kecoklatan
Putih kemerahan
29,2

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa ketika sesaat setelah diberi


larutan asap cair 1%, warna dari daging ayam asap adalah krem pada bagian luar
dan putih pada bagian dalam, sedangkan warna dari daging ayam asap yang telah
jadi ialah kuning kecoklatan pada bagian luar dan putih kecoklatan pada bagian
dalam. Warna yang terbentuk pada daging asap, dipengaruhi oleh beberapa hal,
seperti komponen asap, reaksi Maillard dan perlakuan curing pada daging
sebelum pengasapan dan daging yang telah diasapkan berwarna kuning

Subhan Aristiadi
240210110021
kecoklatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hariningsih (2008) bahwa kisaran
warna yang terbentuk dari proses pengasapan adalah dari kuning emas hingga
coklat tua. Pembentukan warna berhubungan erat dengan reaksi Maillard yang
terbentuk karena reaksi antara senyawa karbonil asap dengan komponen amino di
permukaan daging. Hal ini juga didukung oleh pendapat Girrard (2008) yang
mengatakan bahwa pada prinsipnya semua jenis daging dapat mengalami proses
curing, tetapi yang lebih baik adalah daging sapi atau daging yang memiliki
pigmen merah karena produk akhir akan berwarna merah mahoni (kecoklatan),
warna yang diinginkan untuk daging yang diasap.
Tekstur yang dihasilkan pada daging ayam asap ini yaitu ketika ketika
sesaat setelah diberi larutan asap cair 1% yaitu kenyal agak keras, sedangkan
setelah jadi ayam asap yang telah jadi yaitu lunak. Hal ini karena dengan
penggunaan curing seperti sendawa

yang termasuk sebagai bahan tambahan

pangan dapat mempengaruhi tekstur daging asap. Hal ini sesuai dengan pendapat
Putra (2008) yang mengatakan bahwa sendawa mampu mempertahankan warna,
aroma, dan tekstur selama proses pemasakan sehingga memberikan daya tarik
sensorik. Hal ini juga didukung oleh pendapat Hariningsih (2008) yang
menyatakan bahwa BTP adalah bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai
makanan dan tidak merupakan bahan baku pangan, dan penambahannya ke dalam
pangan ditujukan untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur,
warna, rasa, kekentalan, dan aroma, untuk mengawetkan, atau untuk
mempermudah proses pengolahan. Hal ini dapat dilihat dari tujuan dilakukannya
curing yaitu untuk memperoleh produk yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hariningsih (2008) bahwa curing bertujuan untuk memberikan warna
daging yang stabil, aroma, tekstur, kekenyalan, dan kelezatan yang baik.
Aroma yang dihasilkan ketika sesaat setelah diberi larutan asap cair 1%
yaitu ialah bakar, dan amis sedangkan daging ayam asap yang telah jadi beraroma
amis. Hal ini dikarenakan metode pengawetan yang dilakukan ialah metode
pengasapan. Hal ini sesuai dengan pendapat Girrard (2008), yang menyatakan
bahwa pengasapan memiliki tujuan untuk pengawetan; membentuk sifat
organoleptik

yang meliputi cita rasa dan aroma asap (smoky flavor), warna

Subhan Aristiadi
240210110021
spesifik (coklat mahoni), terutama pada produk-produk daging curing serta
meningkatkan keempukan daging.
5.3. Pembuatan Abon
Pada praktikum ini juga dilakukan pembuatan abon. Abon adalah makanan
yang terbuat dari daging yang disuwir atau telah dipisahkan seratnya, kemudian
ditambah bumbu dan digoreng. Daging sapi dan daging kerbau adalah daging
yang umum digunakan dalam pembuatan abon. Menurut Sumarsono et al., 2008,
penggunaan kantong plastik yang ditutup rapat untuk mengemas abon dapat
mempertahankan kualitas selama penyimpanan sehingga abon dapat disimpan
beberapa bulan dalam suhu kamar. Umur simpan abon sapi dapat mencapai lebih
dari 60 hari dan memiliki rasa yang khas sehingga disukai konsumen
(Hariningsih, 2008).
Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses
penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan
yang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi
dari pada suhu normal (168-1960C) maka akan menyebabkan degradasi minyak
goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap).
Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi.
Lemak pada daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya
oksidasi.Hasil pemecahan ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah
asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam
lemak seperti vitamin E (tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi
lemak, tetapi dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga,
besi, kobalt dan mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil,
dan enzim lipoksidasi lemak akan dipercepat (Susanti, 2009).
Pada pembuatan abon digunakan berbagai macam rempah-rempah seperti
lengkuas, ketumbar, bawang merah, dll.
Lengkuas mengandung minyak atsiri , senyawa flavonoid, fenol dan
trepenoid. Rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim
santin oksidase sehingga bersifat antitumor. Minyak atsiri ringpang lengkuas yang
mengandung senyawa flavonoid, berfungsi sebagai antioksidan pada proses

Subhan Aristiadi
240210110021
pembuatan makanan kering. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas dengan
konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri E.
coli dengan diameter hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan terhadap
bakteri S. aureus hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada
konsentrasi 1000 sebesar 7 mm.
Ketumbar (Coriandrum sativum linn) banyak digunakan untuk bumbu
masak, dalam penggunaan ketumbar dilakukan penggerusan terlebih dahulu.
Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan rasa gurih, komponen lain dari
ketumbar adalah 26% lemak, 17% protein, 10% pati, dan 20% gula (Purnomo,
1997).
Bawang merah (Allium ceva var. ascalonicum) berfungsi sebagai aroma
pada makanan. Senyawa yang menimbulkan aroma pada bawang merah adalah
senyawa sulfur yang akan menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami
kerusakan (Purnomo, 1997). Bawang merah menurut SNI 01-3159-1992
merupakan umbi lapis yang terdiri dari siung-siung bernas, utuh, segar dan bersih.
Bawang merah berfungsi sebagai obat tradisional, karenan mengandung efek
antiseptik dari senyawa alliin atau alisin yang akan diubah menjadi asam piruvat,
ammonia dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisidia.
Dalam pembuatan abon digunakan daging ayam. Daging ayam tersebut
mula-mula dibuang lemaknya terlebih dahulu, lalu potong kecil dengan ukuran
4x4 cm, setelah itu cuci bersih. Setelah dicuci, daging direbus dengan selama 3060 menit dengan 2 cara. Cara kedua ditambahkan lengkuas dan serai sedangkan
cara pertama tidak. Angkat dan tiriskan daging, lalu tumbuk sampai halus sambil
dipisahkan seratnya dengan garpu. Lalu tumbuk bumbu bahan yang telah
disiapkan lalu tumis diwajan, tambahkan santan dan aduk merata sebelum daging
dimasukkan, sedangkan untuk cara kedua campurkan daging terlebih dahulu
dengan bumbu yang sudah ditumbuk baru ditumis dan ditambahkan santan.
Panaskan hingga kering, angkat dan tiriskan lalu press daging dengan mesin
pengepress sampai semua minyak dan cairan keluar sehingga diperoleh abon yang
benar-benar kering
Tabel 3. Hasil Pengamatan Mutu Abon Ayam Cara I dan Cara II
No
Kriteria
Cara I
Daging
Daging
Daging
Abon ayam
Mutu

Subhan Aristiadi
240210110021
ayam
Putih
gading

rebus

Warna

Aroma

Amis

Khas Ayam

3
4
5

Tekstur
Rasa
Berat (g)

Kenyal
334,1

Empuk
Tawar
-

masak
Putih
Kecoklatan
Khas
Santan
Empuk +
Gurih
-

6.

Gambar

No

Kriteria
Mutu

Warna

Aroma

Daging
ayam
Merah
muda pucat
Khas
daging

Tekstur

Kenyal

Rasa

Berat (g)

300

6.

Gambar

Putih

Cara II
Daging
rebus
Putih
keabuan
Khas
rempah
Mudah
hancur
-

Daging
masak
Putih
gading
Khas santan
Sedikit
padat
Rasa
santan/gurih

Coklat Tua
Khas Abon
Renyah
Asin Gurih
165, 3

Abon ayam
Coklat
kekuningan
Khas santan
Padat
Gurih sedikit
asin
172,9

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)


Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan abon daging ayam terlihat
bahwa warna daging ayam yang dihasilkan pada cara I ialah putih gading pada
saat masih mentah dan setelah direbus berubah menjadi putih sedangkan pada cara
II merah muda pucat dan setelah direbus berubah menjadi putih keabuan. Setelah
selesai direbus, warna daging ayam dengan cara I lebih coklat dibandingkan
dengan abon cara II. Hal ini dapat terjadi karena terlalu lamanya daging ayam
digoreng sehingga warnanya menjadi sangat kecoklatan. Warna abon sendiri lebih
banyak dipengaruhi oleh seberapa banyak penggunaan gula dan lama
penggorengan abon itu sendiri. Umumnya abon yang baik dicirikan dengan warna
coklat kekuningan, sehingga abon yang berwarna selain itu kurang disukai.

Subhan Aristiadi
240210110021
Daging ayam cara I maupun cara II sebelum dilakukan penggorengan
memiliki rasa gurih yang diakibatkan bahan baku yang digunakan telah
ditambahkan santan sebelumnya. Setelah dilakukan penggorengan, rasa daging
ayam I berubah menjadi asin dan gurih. Rasa yang asin dan gurih ini disebabkan
oleh penambahan garam yang terlalu banyak pada saat pencampuran. Sedangkan
pada abon daging ayam cara II rasa gurih berkurang jika dibandingkan dengan
rasa gurih saat dilakukan perebusan karena terdapat rasa asin yang mengalahkan
rasa santan. Hal ini juga dapat disebabkan penambahan garam yang terlalu
banyak. Kecenderungan rasa abon yang lebih disukai adalah rasa manis yang
terjadi akibat penambahan gula pada proses pemasakan.
Tekstur daging ayam sebelum diberikan perlakuan pada cara I memiliki
tekstur yang kenyal, begitu pula daging ayam cara II. Setelah dilakukan
penambahan bumbu dan perebusan maka didapatkan tekstur yang empuk pada
abon ayam cara I, sedangkan abon daging ayam cara II menghasilkan tekstur
mudah hancur. Tekstur yang dihasilkan disebabkan karena proses perebusan dan
proses pengepresan sehingga tekstur dari abon ayam tersebut mudah hancur. Pada
saat penggorengan, kadar air di dalam abon berkurang sehingga menjadi kering
dan padat lalu dilakukan pengepresan untuk mengeluarkan minyak di dalam abon
yang membuat tekstur abon menjadi semakin kering.

Subhan Aristiadi
240210110021

VI. Kesimpulan
1. Hasil pengamatan menunjukan, pada saat penyembelihan darah yang
dikeluarkan hanya sedikit dan menggumpal
2. Pemotongan pada praktikum dilakukan dengan memutus saluran esofagus,
vena jugularis, dan arteri karotis
3. Setelah pencabutan bulu dilakukan
4.
5.
6.
7.

pembersihan

dan

dilakukan

pembuangan jeroan juga karkasing.


Karkasing dilakukan dengan memisahkan bagian kepala, ekor, dan ceker.
Bau yang dihasilkan adalah bau amis.
Serat yang dihasilkan adalah serat halus, karena serat unggas itu halus.
Perlakuan pengasapan pada daging ayam dapat menghasilkan karakteristik
warna, rasa, aroma dan tekstur yang lebih disukai dibanding daging ayam

segar.
8. Perlakuan penyimpanan daging asap cukup berpengaruh terhadap
karakteristiknya terutama penampakan luar daging.
9. Abon sapi dengan cara 2 memberikan rasa yang paling gurih, tidak terlalu
asin dan mendekati abon seperti biasanya

Subhan Aristiadi
240210110021

DAFTAR PUSTAKA
Blakely, J and D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan, edisi ke- 4. Gadjah Mada
University Press.
Ensminger. 1998. Poultry Science. The Institute Printer and Publisher, Denvile. P.
10-11 Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Girrard, J.P. 1992. Smoking in Technology of Meat Products. Clermont Ferrand.
Ellis Horwood, New York.
Hariningsih, D. 2008. Teknologi hasil pangan, Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta.
Hayse, P.L. and W.W. Merion. 1973. Eviscerated Yield Components Part and
Meat Skin Bone Ration in Chicken Broiler. Poultry Science.
Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia. UI-Press,.
Jakarta
Maga, J.A. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press, Florida.
Parry J. W. 1989. Spices, Morphology, Histology, Chemistry. Vol. II. Chemical
Publ. Co., Inc., New York.
Purnomo, H. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng
selama penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan.
Universitas Brawijaya, Malang.
Putra, R.P., 2008. Waspadai pembentukan nitrosamin pada daging yang diawetkan
dengan sendawa. Available at http://www.kendariekspress.com. ( Diakses
27 November 2015)

Subhan Aristiadi
240210110021
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Sudarmono, A.S dan Sugeng, Y.B., 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susanti, S. 1991. Perbedaan karakteristik fisikokimiawi dan histologi daging sapi
dan daging ayam. IPB, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai