Anda di halaman 1dari 14

Nursahbani K.

230110070065
Perikanan A

KERUSAKAN HASIL PERIKANAN

Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan, baik secara
fisik, kimiawi dan biologis. Luka atau memar yang dialami ikan selama pemanenan atau
penangkapan merupakan kerusakan fisik yang sering dialami ikan. Pencemaran bahan kimia
dan reaksi biokimia yang berlangsung setelah ikan dipanen atau ditangkap merupakan
kerusakan kimiawi yang banyak dialami ikan. Peningkatan jumlah mikroba merupakan
kerusakan biologis yang selalu dialami ikan setelah kematiannya.

Selama proses perombakan kimiawi, akan terbentuk senyawa histamin, putresin,


kadaverin, trimetil amin, amnonia, H2S, alkohol dan senyawa keton. Sedangkan populasi
mikroba akan mencapai fase eksponensial (lag phase). Kerusakan ini dapat menyebabkan
ikan tidak aman untuk dikonsumsi karena mempengaruhi penerimaan konsumen atau
menyebabkan penyakit .

Kerusakan hasil perikanan akan berakibat buruk apabila ikan dibiarkan dalam lingkungan
yang bersuhu tinggi. Pada lingkungan demikian, proses perombakan secara kimiawi
berlangsung lebih cepat dan populasi mikroba pembusuk berkembang pesat. Dengan
demikian, ikan akan menjadi bahan pangan yang tidak aman karena telah memasuki tahap
pembusukan. (eafrianto.wordpress.com).

1. Histamin adalah senyawa jenis amin yang terlibat dalam tanggapan imun lokal, selain itu
senyawa ini juga berperan dalam pengaturan fungsi fisiologis di lambung dan sebagai
neurotransmitter. Sebagai tanggapan tubuh terhadap patogen, maka tubuh memproduksi
histamin di dalam basofil dan sel mast, dengan adanya histamin maka terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah putih dan protein lainnya. Hal ini akan
mempermudah sel darah putih dalam memerangi infeksi di jaringan tersebut
Keracunan histamin mengakibatkan penyakit HFP disebabkan oleh akumulasi jumlah
histamin yang
dikonsumsi [5]. Gejala keracunan histamin ditandai dengan sakit kepala, pembengkakan
lidah, kerongkongan terbakar,
mual, muntah–muntah, gatal–gatal dan diare [6,7]. Gejala awal langsung terasa 10 menit
sampai 2 jam setelah
mengonsumsi makanan yang mengandung histamin tinggi [7].
Histamin merupakan senyawa amin yang dihasilkan dari proses dekarboksilasi histidin bebas
(α-amina-β-inidosal asam
propionat) [8]. Proses pembentukan histamin pada ikan sangat dipengaruhi oleh aktivitas
enzim L-Histidine
Decarboxylase (HDC) [9].

Bakteri pembentuk histamin sulit dideteksi secara langsung, karena jumlahnya sedikit
dibandingkan bakteri lain pada
ikan segar yang ditangkap

Bakteri Staphylococcus spp.


merupakan bakteri penghasil histamin yang dominan pada ikan bergaram

Histamin diproduksi dari asam amino


histidan oleh enzim histidin dekarboksilase yang diproduksi oleh mikroorganismeaa:
dekarbokdsilase
Histidin Histamin
Histamin merupakan penyebab keracunan scromboid. Seperti halnya pada
daging, kadaverin dan putresin merupakan diamin yang juga digunakan sebagai
indikator kebisukan ikan.

Putresin merupakan senyawa diamin yang diproduksi oleh pseudomonad, sedangkan


kadaverin terutama doproduksi oleh Enterobacteaceae.

kadaverin terutama doproduksi oleh Enterobacteaceae.

Kerusakan pada ikan ditandai dengan terbentuknya trimetilamin (TMA) dari


reduksi trimetilamin oksida (TMAO).
TMAO merupakan komponen yang normal terdapat di dalam ikan laut, sedangkan
pada ikan yang masih segar TMA hanya ditemukan dalam jumlah sangat rendah atau
tidak ada. Produksi TMA mungkin dilakukan oleh mikroorganisme, tetapi daging ikan
juga mengandung enzim yang dapat mereduksi TMAO. Tidak semua bakteri
mempunyai kemampuan yang sama dalam meruduksi TMAO menjadi TMA, dan
reduksi tergantung dari pH ikan.

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati
berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki
sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah
senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan.

Amonia NH3 seolah diturunkan dari metana dengan menggantikan atom karbon dengan atom
nitrogen dan salah satu atom hidrogen dengan pasangan elektron bebas. Jadi, amonia
memiliki seolah struktur tetrahedral.

Amonia yang terdapat pada kolam merupakan sisa hasil metabolisme ikan dan
pembusukan senyawa organik oleh bakteria (Boyd dan Lichkoppler, 1979). Sumber amonia
di perairan adalah penguraian nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik
yang terdapat didalam tanah dan air, berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan
biota perairan yang telah mati) oleh bakteri dan jamur. Proses ini dikenal dengan istilah
amonifikasi (Effendi, 2003).

N organik + O2 → NH3 – N + O2 → NO2 – N +O2 → NO3 - N

(amonifikasi) (nitrifikasi)

Spotte (1970) menyatakan bahwa faktor yang penting dan berpengaruh terhadap daya
racun amonia adalah oksigen terlarut dan pH. Apabila kadar oksigen tidak mencukupi dan pH
meningkat diluar kisaran tolerasnsi hidup udang, maka kematian akan semakin tinggi karena
amonia meningkat dan daya tahan udang juga menurun. Apabila kadar oksigen terlarut
kurang dari 2 mg/L, maka akan mengakibatkan udang stress atau bahkan menimbulkan
kematian, sedangkan pada konsentrasi oksigen terlarut lebih dari 4 mg/L, amonia tidak terlalu
berbahaya bagi udang (Boyd, 1991).

Secara alami bahan organik di dalam air akan didekomposisi oleh bakteri heterotrof
melalui proses amonifikasi dan deaminasi menjadi senyawa-senyawa anorganik
sepertiamonia. Bakteri heterotrof ini mengkonsumsi oksigen kemudian melepaskan CO2 dan
amonia dengan mengoksidasi bahan organik (Moriarty, 1996). Karakter dan intensitas
dekomposisi tergantung pada keberadaan oksigen terlarut. Jika kadar oksigen terlarut tinggi,
maka proses dekomposisi akan berlangsung secara aerob.proses anaerob akan terjadi apabila
kadar oksigen terlarut rendah. Dekomposisi anaerob berbahaya karena menghasilkan
senyawa-senyawa beracun seperti amonia.

Keton bisa berarti gugus fungsi yang dikarakterisasikan oleh sebuah gugus karbonil (O=C)
yang terhubung dengan dua atom karbon ataupun senyawa kimia yang mengandung gugus
karbonil. Keton memiliki rumus umum:

R1(CO)R2.

Senyawa karbonil yang berikatan dengan dua karbon membedakan keton dari asam
karboksilat, aldehida, ester, amida, dan senyawa-senyawa beroksigen lainnya. Ikatan
ganda gugus karbonil membedakan keton dari alkohol dan eter. Keton yang paling
sederhana adalah aseton (secara sistematis dinamakan 2-propanon).

Atom karbon yang berada di samping gugus karbonil dinamakan karbon-α. Hidrogen
yang melekat pada karbon ini dinamakan hidrogen-α. Dengan keberadaan asam katalis,
keton mengalami tautomerisme keto-enol. Reaksi dengan basa
kuat menghasilkan enolat.

Keton

Aldehid dan keton adalah senyawa-senyawa sederhana yang mengandung sebuah


gugus karbonil – sebuah ikatan rangkap C=O. Aldehid dan keton termasuk senyawa yang
sederhana jika ditinjau berdasarkan tidak adanya gugus-gugus reaktif yang lain seperti -OH
atau -Cl yang terikat langsung pada atom karbon di gugus karbonil – seperti yang bisa
ditemukan misalnya pada asam-asam karboksilat yang mengandung gugus -COOH. Nama
formal untuk keton termasuk awalan dari kelompok alkil dan akhiran-satu.Dua yang paling
sederhana adalah propanon , dipasarkan dengan nama aseton, dan 2-butanone , dipasarkan
dengan metil etil keton nama atau MEK.

Sebuah keton penting adalah fruktosa , atau gula buah-buahan.

Hidrokarbon turunan
Alkohol adalah turunan hidrokarbon yang satu atau lebih atom H-nya diganti dengan gugus
hidroksil. Alkohol dibagi atas 3 golongan, yaitu alkohol primer, sekunder, dan tersier.

SIFAT FISIK ALKOHOL

Alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apa pun yang
memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada
atom hidrogen dan/atau atom karbon lain. Alkohol merupakan zat tidak berwarna. Alkohol
suku rendah (sampai C3) adalah cairan encer yang dapat tercampur dengan air dalam segala
perbandingan. Alkohol suku sedang menyerupai minyak. Semakin panjang rantai atom C
semakin rendah kelarutannya dalam air. Senyawaan C12 dan lebih tinggi berupa padatan
yang tidak larut. Makin panjang rantai C makin tinggi titik cair dan titik didih.

TURUNAN ALKOHOL

Metanol atau metil alkohol (CH3OH) ditemukan tahun 1661 oleh Robert Boyle diantara
senyawaan yang terbentuk pada penyulingan kering kayu. Metanol murni berupa cairan tidak
berwarna, baunya menyerupai alkohol dan rasanya tajam. Larut dalam air dan pelarut
organik. Bila dibakar nyalanya tidak bercahaya dan kebiru-biruan. Metanol sangat beracun,
bila diminum selain dapat memabukkan juga dapat mengakibatkan kebutaan.

Dahulu metanol terdapat pada penyulingan kering kayu. Bila kayu dipanaskan dalam retor
dari besi pada suhu 300'C, maka dalam retor itu tinggal arang kayu, sedangkan sulingan
selain dari CO terdiri dari 2 fasa cair yang tidak dapat bercampur. Metanol tidak murni sering
disebut spiritus-kayu (wood spirit).

Metanol digunakan sebagai pelarut, untuk membuat pernis, industri zat warna, sebagai bahan
untuk membuat metanal, sebagai tambahan pada bensin, dan untuk mengawasifatkan etanol.

Etanol atau etilalkohol (C2H5OH) telah lama diketahui manusia, berkat pembentukannya
pada peragian buah yang mengandung sakar.

Etanol adalah cairan jernih yang larut dalam air dan berbau khas, nyalanya berwarna biru.
Etanol banyak dibuat dengan peragian sakar, misalnya glukosa.
Etanol digunakan di lab dan dalam teknik sebagai pelarut, untuk membuat senyawaan
organik, untuk membuat karet sintesis, sebagai bahan bakar, untuk membuat cuka,
chloroform, iodoform, dan untuk campuran minuman. Karena minuman beralkohol
dikenakan cukai tinggi, maka alkohol teknik selalu diawasifatkan (didenaturasi), yaitu
ditambahi metanol yang beracun dan piridin yang baunya busuk serta suatu zat warna, supaya
tidak dapat diminum lagi.

Fase Pertumbuhan Bakteri


Fase pertumbuhan bakteri dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase lag, fase logaritma
(eksponensial), fase stasioner dan fase kematian. Fase lag merupakan fase penyesuaian
bakteri dengan lingkungan yang baru. Lama fase lag pada bakteri sangat bervariasi,
tergantung pada komposisi media, pH, suhu, aerasi, jumlah sel pada inokulum awal dan sifat
fisiologis mikroorganisme pada media sebelumnya. Ketika sel telah menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang baru maka sel mulai membelah hingga mencapai populasi yang
maksimum. Fase ini disebut fase logaritma atau fase eksponensial.

Fase eksponensial ditandai dengan terjadinya periode pertumbuhan yang cepat. Setiap sel
dalam populasi membelah menjadi dua sel. Variasi derajat pertumbuhan bakteri pada fase
eksponensial ini sangat dipengaruhi oleh sifat genetik yang diturunkannya. Selain itu, derajat
pertumbuhan juga dipengaruhi oleh kadar nutrien dalam media, suhu inkubasi, kondisi pH
dan aerasi. Ketika derajat pertumbuhan bakteri telah menghasilkan populasi yang maksimum,
maka akan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang mati dan jumlah sel yang hidup.

Fase stasioner terjadi pada saat laju pertumbuhan bakteri sama dengan laju kematiannya,
sehingga jumlah bakteri keseluruhan bakteri akan tetap. Keseimbangan jumlah keseluruhan
bakteri ini terjadi karena adanya pengurangan derajat pembelahan sel. Hal ini disebabkan
oleh kadar nutrisi yang berkurang dan terjadi akumulasi produk toksik sehingga menggangu
pembelahan sel. Fase stasioner ini dilanjutkan dengan fase kematian yang ditandai dengan
peningkatan laju kematian yang melampaui laju pertumbuhan, sehingga secara keseluruhan
terjadi penurunan populasi bakteri.
TAHAP-TAHAP PERTUMBUHAN SEL

Adapun tahap-tahap pertumbuhan sel secara umum adalah sebagai berikut :


1. fase permulaan (fase inisial)
fase ini belum mengalami perbanyakan, tetapi air dan nutrient mulai masuk ke dalam sel
dan adaptasi sel
2. fase pertumbuhan dipercepat
Fase ini bersama – sama dengan permulaan (fase initial) sering disebut fase lag. Fase lag
merupakan fase penyesuaian dengan lingkungan
3. fase pertumbuhan logaritma (eksponensial)
Ketika sel telah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru maka sel mulai
membelah hingga mencapai populasi yang maksimum.
4. fase pertumbuhan yang mulai terhambat
Pada fase ini pembelahan sel berkurang, karena adanya penimbunan racun, pH berubah.
5. fase stasioner maksimum.
Fase stasioner terjadi pada saat laju pertumbuhan sama dengan laju kematiannya,
Beberapa sel mati dan yang lainnya tetap hidup dan membelah.
6. fase kematian dipercepat dan fase kematian logaritma
Fase stasioner ini dilanjutkan dengan fase kematian yang ditandai dengan peningkatan laju
kematian yang melampaui laju pertumbuhan, sehingga secara keseluruhan terjadi
penurunan populasi.

2.3 PERTUMBUHAN EKSPONENSIAL


Untuk menganalisis pertumbuhan eksponensial dapat menggunakan grafik
pertumbuhan atau dengan perhitungan secara matematis. Rumus matematika pertumbuhan
menggunakan persamaan diferensial:
dX / dt = μX …………………………(1)
ket:
X: jumlah sel / komponen sel spesifik (protein)
μ: konstanta kecepatan pertumbuhan
Dalam bentuk logaritma dengan bilangan dasar e, rumus yang menggambarkan aktivitas
populasi mikrobia dalam biakan sistem tertutup adalah:
ln X = ln X0 + μ(t) ……………………..(2)
X0: jumlah sel pada waktu nol
X: jumlah sel pada waktu t
t: waktu pertumbuhan
diamati.Dalam bentuk antilogaritma menjadi:
X = X0eμt …………………………..(3)
Untuk memperkirakan kerapatan populasi pada waktu yang akan datang dengan μ
sebagai konstante pertumbuhan yang berlaku. Parameter penting untuk konstante
pertumbuhan populasi secara eksponensial adalah waktu generasi (waktu penggandaan).
Penggandaan populasi terjadi saat X / X0 =2, sehingga rumus (3) menjadi:
2 = eμ (t generasi)…………………. (4)
Dalam bentuk logaritma dengan bilangan dasar e:
μ = ln 2 / t generasi = 0,693 / t generasi ….(5)
Waktu generasi (t generasi) dapat digunakan untuk mengetahui parameter lain, seperti
k ( konstante kecepatan pertumbuhan) sebagai berikut:
k = 1 / t generasi …………………………(6)
Untuk biakan sistem tertutup, kombinasi persamaan 5 dan 6 menunjukkan bahwa 2
konstante kecepatan pertumbuhan μ dan k saling berhubungan:
μ = 0,693 k ……………………………..(7)
μ dan k, keduanya menggambarkan proses pertumbuhan yang sama dari peningkatan
populasi secara eksponensial. Perbedaan diantaranya adalah, μ merupakan konstante
kecepatan pertumbuhan yang berlaku, yang digunakan untuk memperkirakan kecepatan
pertumbuhan populasi dari masing-masing aktivitas sel individual dan dapat digunakan untuk
mengetahui dinamika pertumbuhan secara teoritis, sedang k adalah nilai rata-rata populasi
pada periode waktu terbatas, yang menggambarkan asumsi rata-rata pertumbuhan populasi.

PENENTUAN TINGKAT KESEGARAN

Kesegaran ikan akan mengalami penurunan sejalan dengan lamanya kematian atau
penyimpanan hasil perikanan tersebut. Disini telah dijelaskan bahwa kerusakan hasil
perikanan dapat disebabkan oleh faktor fisik, kimiawi dan biologis.

Tingkat kesegaran hasil perikanan dapat ditentukan berdasarkan pengukuran sifat fisik,
kimiawi, biologis dan organoleptik. Kekerasan dan elastisitas daging merupakan sifat fisik
ikan yang dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat kesegaran hasil perikanan. Susut
bobot dan kadar air merupakan parameter kimiawi yang memiliki kaitan erat dengan
kesegaran ikan. Adapun karakter biologis yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat
kesegaran hasil perikanan adalah populasi mikroba pembusuk. Kenampakan, aroma,
tekstur, dan cita rasa merupakan karakter organoleptik yang dapat digunakan untuk
menentukan tingkat kesegaran hasil perikanan.

Dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran sifat fisik, kimiwai,
biologis dan organoleptik pada standar yang ada, maka dapat diketahui tingkat kesegaran
hasil perikanan. Standar dimaksud dapat berupa Standar nasional Indonesia (SNI), pola
perubahan kekerasan, elastisitas, susut bobot, kadar air dan mikroba pembusuk atau lembar
penilaian organoleptik.
(eafrianto.wordpress.com).

2. Penentuan tingkat kesegaran ikan dapat dilihat dari cirri-ciri yang bercetak tebal pada
artikel tersebut. Diantaranya adalah Kekerasan dan elastic daging. Hal ini merupakan tanda
yang mudah dikenali untuk menentukan apakah ikan tersebut masih segar atau sudah busuk.
Ciri yang kedua adalah Susut Bobot dan kadar air. Bila susut bobot tubuh ikan serta kadar
airnya berkurang, maka hal tersebut menunjukkan tingkat kesegaran ikan sudah rendah.

Dilihat dari karakter biologis, adanya populasi mikroba pembusuk juga merupakan parameter
tingkat kesegaran ikan. Semakin banyaknya jumlah mikroba pembusuk, semakin rendah
tingkat kesegaran ikan tersebut. Kenampakan, aroma, tekstur dan cita rasa merupakan hal
yang paling mudah untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan. Bila kenampakan, aroma, dan
cita rasanya sudah berubah dari aslinya berarti tingkat kesegaran ikan sudah mulai menurun.
Tetapi sebaliknya bila kenampakan, aroma, dan cita rasa masih sama seperti keadaan aslinya
berarti tingkat kesegaran ikan masih terjaga.

"Fish Burger" adalah campuran daging ikan tanpa dun dari berbagai jenis ikan yang
dicincang dan dilumatkan dengan ditambah sedikit pati (hidrat arang) dan bumbu-bumbu.

Bahan Baku
Ikan segar, fillet segar/beku, daging ikan bermutu tinggi.

Telur ayam, Pati (tepung tapioka), Mentega (margarin), Mlnyak goreng, Tepung roti kering,
Lembaran plastik 40 x 25 cm
Bumbu-bumbu :

Garam, Gula, Bawang merah, Bawang putih, Jahe, Lada, Natrium glutamat

Cara Pembuatan
Persiapan bumbu

Bawang merah, bawang putih dan jahe dengan perbandingan 15 : 3 : 1. Suatu jurnlah dengan
perbandingan tersebut dihancurkan sampai lumat dengan blender atau ditumbuk dalam
lumpang, campuran yang sudah halus ini disebut 'Condiment-.

Timbang tepung tapioka (pati/kanji), mentega, garam, gula, lada dan condiment yang
didasarkan atas berat campuran daging ikan yang akan diolah menjadi fish burger dengan
resep sebagai berikut.

Contoh resep berikut ini untuk 6 Kg campuran daging ikan yang akan diolah

400 gram pati 8%

150 gram garam 2 1/2 %

120 gram mentega 2%

15 gram lada 1/4 %

6 butir telur 1butir/Kg daging ikan

15 gram MSG 4%

Daun kucai secukupnya.

Pembuatan campuran daging ikan:

Dalam mempersiapkan campuran daging ikan perlu diperhatikan jumlah daging ikan yang
akan dihasilkan oleh setiap jenis ikan menurut ukurannya. Hal ini penting untuk
merencanakan jumlah ikan yang diperlukan menurut jenis dan ukurannya. Berikut ini suatu
urutan dan petunjuk kerja yang dapat diikuti dalam mendapatkan campuran daging ikan.
Cuci berbagai jenis ikan segar berkualitas prima dengan air bersih dan sisiki (buang sisiknya)
jika ikan bersisik (bahan mentah ikan beku, dilelehkan dahulu). Dalam penangguhan
pengambilan dagingnya, Ikan harus dies untuk mencegah kemunduran mutunya oleh
pengaruh kenaikan suhu.

Ikan dibuang isi perutnya, kemudian difillet dan fillet yang didapat dibuang kulit dan durinya.
Daging ikan dikumpulkan dalam wadah dan dilindungi dari kenaikan suhu dengan cara
membungkus daging ikan dengan plastik (kantong plastik) kemudian dies (es tidak
bersentuhan langsung dengan daging ikan).

Sisa daging ikan yang meiekat di tulang punggung dan di bagian lainnya dikerok dengan
sendok dan disatukan dengan fillet. Kumpulan daging ikan selama menunggu pengolahan
selanjutnya harus dies dan dilindungi dari pencemaran (lalat, debu dan lain-lain).

Timbang seluruh daging ikan yang terkumpul dari berbagai jenis ikan tersebur di atas. Jika
campuran daging ikan, itu sejumlan 5 Kg. maka dipedukan 1 Kg cumi-cumi bersih untuk
membuat fish burger.

Campuran daging ikan digiling atau dicincang sampai lumat dan campuran ini siap dibuat
adonan fish burger.

Pembuatan adonan:

Ke dalam campuran daging ikan yang telah dicincang/lumat ditambahkan sejumlah bahan
tambahan dan bumbu-bumbu sesuai dengan resep di atas sambil terus diaduk sampai merata.

Dalam membuat adonan perlu diperhatikan urut-urutan membubuhkan bahan tambahan dan
bumbu-bumbu sebapi berikut :

Pertama: Tambahkan garam (150 gram/6 Kg daging ikan) ke dalam campuran daging ikan
dan aduk hingga merata.

Kedua: Tambahkan mentega ke dalam campuran daging ikan yang telah diberi garam dan
aduk sampai merata.

Ketiga: Tambahkan telur satu persatu (6 butir/6 Kg).


Keempat : Tambahkan pati sedikit demi sedikit, sambil adonan diaduk sampai seluruh pati
(480 gram/6 Kg ikan) tercampur merata.

Selanjutnya berturut-turut ditambahkan gula. condiment, lada dan lain-lainnya ke dalam


campuran di atas tadi.

Urutan penambahan bahan tambahan dan bumbu dari pertama hingga keempat harus diikuti
sebagaimana mestinya jangan dirubah, agar didapat tingkat homogenitas adonan yang baik
dan fish burger yang baik pula. Pengadukan adonan dapat dilakukan dengan alat mekanik,
ditumbuk atau dengan tangan seperti membuat roti, atau kerupuk.

Pencetakan dan pembekuan:

Siapkan lembaran plastik tipis berukuran 40 x 25 cm, kemudian ditaburi dengan mentega
yang tipis. Plastik ini dijadikan alat pembungkus adonan dalam cetakan. Adonan tidak
bersentuhan dengan kaleng cetakan.

Masukkan adonan (hasil butir 3.3.) ke dalam cetakan yang telah dialasi lembaran plastik
dilabur mentega. Setiap cetakan berisi 400 gram adonan. Lembaran plastik yang menjurai ke
luar dilipat sehingga membungkus adonan dalam cetakan. Pindahkan adonan yang
terbungkus dalam cetakan ini ke dalam cetakan lainnya agar bagian yang belipat berada di
bagian bawah pada cetakan berikutnya.

Adonan dalam cetakan siap untuk dibekukan. Pembekuan dilakukan dengan alat pembeku
(freezer) bersuhu - 15°C. Lama pembekuan sekitar 8 hingga 10 jam. Fish burger mentah
beku dapat tahan tanpa perubahan mutu yang nyata selama sekitar 2 bulan jika disimpan
dalam gudang beku bersuhu sekitar - 18°C.

Titik Kendali Kritis

Untuk menentukan titik kendali kritis identifikasi titik kendali kritis ditentukan berdasarkan
pohon keputusan titik kendali kritis. Pada tahap ini semua bahaya yang berpengaruh terhadap
keamanan fish burger harus diidentifikasi mulai dari pemilihan bahan baku, pencucian,
penggilingan daging yang sudah dibersihkan, pengadonan, pencetakan, pengukusan,
penirisan, hingga pengemasan dan pendistribusian.
1. Pemilihan bahan baku.

Resiko yang mungkin timbul dari tahapan ini adalah bahan baku yang digunakan kurang
bagus kualitasnya sehingga dapat tercemar bakteri patogen. Pengendalian kritis dari
pemilihan bahan baku adalah pemilihan bahan baku haruslah cermat dan pemilihan supplier
yang tetap sehingga terjamin dari segi kualitas bahan baku yang kita inginkan. 2.
Penggilingan daging yang sudah dibersihkan (disiangi) Resiko fisik yang sangat mungkin
terjadi pada proses ini adalah daging yang telah digiling terkontaminasi oleh benda asing
yang dapat membuat bahan baku berada pada titik kendali kritis, pengendaliannya adalah
seluruh hasil gilingan tersebut digiling ditempat yang steril dan pastikan bahwa alat-alat yang
digunakan bersih dari benda asing seperti rambut, kertas maupun potongan kay dan harus
menggunakan es pada sat daging ikan telah selesai digiling.

3. Pencetakan

Resiko yang dapat timbul dari pencetakan adalah alat yang digunakan untuk mencetak atau
pekerja yang melakukan pencetakan kurang steril tidak menggunakan sarung tangan dan
penutup rambut, dan alat pencetakan tidak atau krang bersih saat di cuci akan dapat membuat
bahan baku produk yang telah dicetak mengalami titik kritis. Pengendalian yang dapat
dilakukan adalah memastikan pekerja menggunakan penutup kepala dan sarung tangan
agar bakteri yang terkandung dalam tangan tidak mencemari makanan dan menghindari
produk tercemar benda asing seperti rambut. Alat yang digunakan telah benar-benar dicuci
bersih dan steril sehingga tidak mencemari atau merusak bahan baku yang telah dicetak. 4.
Pengukusan Resiko yang dapat terjadi pengukusan adalah air yang digunakan untuk
mengukus telah tercemar oleh logam berat atau bahan kimia berbahaya. Pengendaliannya
adalah air yang digunakan untuk merebus haruslah air yang bersih dan bukan air yang telah
ditamgpung beberapa hari pada bak penampungan, dan sudah benar-benar mendidih baru
dapat dikukus dengan baik.

5. Penirisan

Pada proses penirisan resiko yang dapat terjadi adalah pada saat ditirisakan suhu tidak sesuai
sehingga dapat menyebabkan bakteri patogen tumbuh dengan cepat dan adanya binatang dan
pada media maupun tempat penirisan kurang bersih dari benda asing. Pengendalian kritisnya
adalah dengan cara memastikan bahwa suhu harus sesuai, tempat yang digunakan selalu
dijaga kesterilannya dan selalu mengecek pada saat ditiriskan, jangan sampai tidak terkontrol.

6. Dicelupkan ke dalam telur kocok serta Pelumuran dalam tepung roti

resiko yang dapat timbul dari proses ini adalah baik tepung roti telah terkontaminasi oleh
benda asing. Pengendalian kritisnya adalah dengan cara memilih supplier dan bahan
tambahan dengan selektif.

7. Pengemasan

Pada proses pengemasan salah satu resiko yang dapat terjadi adalah kemasan yang akan
digunakan mengandung bahan kimia berbahaya. Pengendaliannya dalah menggunakan
kemasan yang aman dan dapat melindungi produk tersebut dari benda asing maupun bakteri
yang dapat menyerang, serta memastikan bahwa kemasan telah tertutup rapat agar produk
dapat bertahan lebih lama

Anda mungkin juga menyukai