Anda di halaman 1dari 14

PEDAGOGIA Vol. 2, No.

1, Februari 2013: halaman 36-49

PENANAMAN DISIPLIN PADA ANAK USIA DINI


Choirun Nisak Aulina
Dosen Jurusan PGPAUD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Jl. Mojopahit 666B Sidoarjo, Surel: Aulina_14@yahoo.com
ABSTRACT
The children discipline is to give an understanding of what is good and bad.
Education needs to instil discipline in children that making mistakes is
certainly contains a number of consequences, for which the penalty function
in children's education. Discipline is the behavior of the value that can be
done by force and could be voluntary. For young children, a form of
discipline should be implemented voluntarily and through play. Teachers,
parents and the community are factors were the factors most influential to
child disipline.

Keywords : discipline, children, play.

ABSTRAK
Kedisplinan pada anak-anak adalah memberikan pengertian akan mana yang
baik dan yang buruk. Pendidikan disiplin perlu di tanamkan pada anak
bahwa berbuat kesalahan tentu mengandung sejumlah konsekuensi,untuk
itulah fungsi hukuman dalam pendidikan anak. Disiplin merupakan perilaku
nilai yang bisa dilakukan secara paksa dan bisa dilakukan dengan sukarela.
Untuk anak usia dini, bentuk disiplin harus dilaksanakan secara sukarela dan
melalui bermain. Guru, masyarakat dan orangtua adalah faktor-faktor adalah
faktor-faktor yang paling berpengaruh untuk mendisiplinkan anak.
Kata kunci : displin, anak-anak, permainan

PENDAHULUAN
Kekerasan pada anak kian marak terjadi di Indonesia, baik kekerasan di
sekolah (School Violence) yang dilakukan oleh guru terhadap siswa di sekolah
maupun kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh orang tua terhadap
anak. Para pelaku kekerasan pada anak (guru atau orang tua) seringkali berdalih
bahwa yang mereka lakukan tersebut adalah cara untuk mendisiplinkan anak.
Mereka berpikir bahwa jika anak tidak melaksanakan aturan yang mereka buat,
maka mereka wajib diberi sanksi atau hukuman yang salah satu bentuknya adalah
hukuman fisik.
Salah satu kasus pembinaan disiplin yang berbau kekerasan terjadi di
Sekolah Dasar Sisir Kota Batu Malang. Dengan dalih membentuk kedisiplinan
siswa selama belajar di kelas, seorang guru memplester mulut siswanya yang

36

Choirun Nisa Aulina, Penanaman Disiplin Pada Anak Usia Dini

membuat gaduh di kelas. Memplester mulut siswa merupakan tindakan yang tidak
seharusnya dilakukan oleh guru.
Hal tersebut tentu saja tidak dapat dibenarkan. Kekerasan yang
dialami anak dapat memberikan efek psikologis yang berkepanjangan pada
dirinya. Penanaman disiplin tidak harus dilakukan dengan kekerasan. Pemahaman
para guru dan orang tua mengenai disiplin yang kurang baik dapat menjadi
penyebab terjadinya kasus-kasus kekerasan seperti diatas. Mereka cenderung
menyamakan disiplin dengan pemberian hukuman berupa kekerasan.
Pemahaman yang bias atau tidak tepat mengenai konsep disiplin tersebut
memiliki efek yang besar terhadap perkembangan anak. Jika anak tumbuh dan
berkembang di keluarga yang menerapkan konsep disiplin yang salah maka akan
salah pula cara pendisiplinannya. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan
terjadinya praktek kekerasan.
Disiplin jelas berbeda dengan hukuman. Pada dasarnya disiplin
merupakan kebutuhan mutlak di masa kanak-kanak mengingat masa ini
merupakan masa yang paling efektif untuk pembentukan perilaku anak. Setiap
anak memiliki potensi memahami aturan yang berkembang pada setiap tahap
kehidupannya. Disiplin diperlukan untuk membantu penyesuaian pribadi dan
sosial anak. Melalui disiplin anak dapat belajar berperilaku sesuai dengan cara
yang disetujui dan sebagai imbalannya mereka dapat dengan mudah diterima oleh
lingkungan sosialnya.
Sedangkan hukuman merupakan salah satu unsur kedisiplinan yang
diperlukan untuk mendisiplinkan anak. Unsur disiplin yang lain selain hukuman
adalah peraturan, penghargaan dan konsistensi. Jadi dalam pelaksanaan disiplin
semua unsur tersebut harus ada. Peraturan sebagai standar konsep moral yang
dijadikan pedoman perilaku,konsistensi sebagai cara untuk mengajar dan
melaksanakan peraturan, hukuman sebagai bentuk konsekuensi pelanggaran yang
dilakukan secara sengaja, dan penghargaan untuk usaha mencontoh perilaku yang
diharapkan atau yang disetujui.
Jadi disiplin dengan sewenang-wenang khususnya dengan menggunakan
hukuman yang keras atau kekerasan tidak dapat dibenarkan. Ada metode tertentu
yang harus digunakan untuk menerapkan atau mengembangkan sikap disiplin
pada anak. Untuk itulah perlu di ketahui dan pahami tentang perkembangan
disiplin pada anak supaya orang tua dan pendidik dapat memahami dengan baik
tentang disiplin yang baik yang dapat diterapkan atau dikembangkan pada anakanak khususnya anak usia dini sebagai calon generasi mendatang.

PEMBAHASAN
Disiplin
Disiplin berasal dari kata yang sama dengan disciple yang artinya
seorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin.
Menurut Poerwadarminta dalam Kamus Bahasa Indonesia disiplin adalah latihan
batin dan watak dengan maksud supaya segala perhatiannya selalu mentaati tata
tertib di sekolah atau militer atau dalam suatu kepartaian. Sedankan menurut
37

PEDAGOGIA Vol. 2, No. 1, Februari 2013: halaman 36-49

Kostelnik dan kawan-kawan dalam buku Developmentally Appropriate


Practise,self discipline is the Voluntary, internal regulation of Behavior. Jadi
menurut Kostelnik dan kawan-kawan disiplin adalah sebuah perilaku sukarela
(tanpa adanya paksaan) yang menunjukkan keteraturan internal akan peraturanperaturan yang ada. Menurut mereka seseorang dapat dikatakan memiliki
kedisiplinan jika mereka dapat membedakan atau memahami perilaku yang benar
dan yang salah serta dapat menaati peraturan dengan baik tanpa harus ada reward
dan punishment .Sikap yang demikian akan membuat seseorang mudah diterima
oleh lingkungannya karena kedisiplinan dapat membentuk interaksi sosial yang
positif.
Menurut Charles Schaefer disiplin adalah sesuatu yang mencakup
pengajaran, bimbingan atau dorongan yang dilakukan oleh orang dewasa yang
bertujuan untuk menolong anak belajar untuk hidup sebagai makhluk sosial dan
untuk mencapai pertumbuhan serta perkembangan mereka yang optimal.
Dari berbagai pengertian di atas dapat diketahui bahwa disiplin
merupakan cara masyarakat dalam mengajarkan anak mengenai perilaku moral
yang disetujui kelompok dimana dalam diperlukan unsur kesukarelaan dan adanya
kesadaran diri. Artinya, kemauan dan kemampuan untuk berperilaku sesuai aturan
yang disetujui kelompok muncul dari dalam diri tanpa adanya paksaan. Oleh
karena itu dalam mengajarkan disiplin sebaiknya tidak ada paksaan dari orang tua
atau pun guru sebagai pemimpin, sehingga anak atau siswa akan berdisiplin
karena adanya kesadaran dari dalam diri anak itu sendiri, bukan paksaan. Dengan
demikian maka anak akan dapat mengetahui dan tujuan dari disiplin adalah untuk
kehidupan yang lebih baik dan berguna untuk kebahagiaannya sendiri, terutama
karena berhubungan dengan keterampilan sosial dan self esteem atau konsep diri
anak.
Tujuan Disiplin untuk anak usia dini
Tujuan disiplin adalah membentuk perilaku sedemikan rupa sehingga ia
akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat
individu itu diidentifikasikan. Orang tua atau pun guru diharapkan dapat
menerangkan terlebih dahulu apa kegunaan atau manfaat disiplin bagi anak
sebelum mereka melakukan kegiatan pendisiplinan terhadap anak. Hal ini
dilakukan supaya anak memahami maksud dan tujuan berdisiplin pada saat
mereka menjalaninya. Dan pada akhirnya hal tersebut akan berbuah manfaat yang
positif bagi perkembangan anak itu sendiri.
Unsur-unsur Disiplin
Menurut Harlock agar disiplin mampu mendidik anak untuk dapat
berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh kelompok sosial mereka,
maka disiplin harus memiliki empat unsur pokok yaitu :
1. Peraturan
Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku, dimana pola
tersebut ditetapkan oleh orang tua, guru atau teman bermain. Tujuannya

38

Choirun Nisa Aulina, Penanaman Disiplin Pada Anak Usia Dini

adalah untuk membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam
situasi tertentu.
Peraturan mempunyai dua fungsi yaitu a) Peraturan mempunyai nilai
pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak perilaku yang
disetujui anggota kelompok tersebut; b) Peraturan membantu mengekang
perilaku yang tidak diinginkan.
Agar peraturan dapat memenuhi kedua fungsi tersebut, maka peraturan
itu haruslah dapat dimengerti, diingat dan diterima oleh si anak. Anak kecil
membutuhkan lebih banyak peraturan daripada anak yang lebih besar sebab
menjelang remaja anak dianggap telah belajar apa yang diharapkan dari
kelompok sosial mereka.
2.

Hukuman
Hukuman berasal dari kata kerja Latin, punire, dan berarti menjatuhkan
hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau
pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Walaupun tidak dikatakan,
namun tersirat bahwa kesalahan, perlawanan atau pelanggaran ini disengaja,
dalam arti bahwa orang itu mengetahui bahwa perbuatan itu salah tetapi tetap
melakukannya.
Tujuan jangka pendek dari menjatuhkan hukuman adalah untuk
menghentikan tingkah laku yang salah. Sedangkan tujuan jangka panjangnya
adalah untuk mengajar dan mendorong anak untuk menghentikan sendiri
tingkah laku mereka yang salah. Hukuman merupakan salah satu unsur
kedisiplinan yang dapat digunakan untuk membuat anak berperilaku sesuai
standar yang ditetapkan kelompok sosial mereka.
Hukuman memiliki tiga fungsi penting dalam perkembangan moral
anak, yaitu: a) Menghalangi, hukuman dapat menghalangi pengulangan
tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Contohnya bila anak ingin
melakukan sesuatu yang dilarang oleh orang tuanya, ia akan mengurungkan
niatnya karena ia mengingat hukuman yang pernah diterimanya ketika ia
melakukan hal tersebut di masa lampau. b) Mendidik, Sebelum anak
memahami konsep peraturan, mereka akan mempelajari manakah tindakan
yang benar dan mana tindakan yang tidak benar. Hal tersebut dapat dipelajari
anak melalui hukuman. Jadi mereka akan belajar dari pengalaman ketika
menerima hukuman, apabila mereka melakukan hal yang tidak benar maka
mereka akan mendapat hukuman dan bila mereka melakukan hal yang benar
maka mereka tidak akan mendapat hukuman. c) Motivasi, Fungsi hukuman
yang ketiga adalah untuk menghindari perilaku yang tidak diterima
masyarakat. Pengalamannya mengenai akibat-akibat tindakan yang salah dan
mendapat hukuman akan diperlukan sebagai motivasi untuk menghindari
kesalahan tersebut. Bila anak mampu mempertimbangkan dengan baik
tindakan yang akan mereka lakukan dan akibatnya, maka mereka dapat
belajar memutuskan apakah tindakan tersebut pantas atau tidak dilakukan,
dengan demikian mereka memiliki motivasi untuk menghindari tindakan
yang tidak benar.

39

PEDAGOGIA Vol. 2, No. 1, Februari 2013: halaman 36-49

Menurut Schaefer (dalam Sujiono & Sujiono, 2005:47), ada tiga bagian
besar bentuk hukuman yang dapat diberikan sesudah satu perbuatan salah.
Bentuk hukuman tersebut adalah sebagai berikut: a) Membuat anak-anak itu
melakukan suatu perbuatan yang tidak menyenangkan. b) Mencabut hak anak
dari suatu kegemaran atau suatu kesempatan yang enak. c) Menimpakan
kesakitan berbentuk kejiwaan dan fisik terhadap anak. Bentuk hukuman yang
popular di masyarakat adalah bentuk hukuman nomor tiga, yaitu hukuman
fisik, seperti menempeleng, memukul, memecut dan lain-lain. Bentuk
hukuman seperti ini dianggap paling efektif untuk mendisiplinkan anak.
Bentuk hukuman fisik seperti itu dapat memunculkan dendam pada diri
anak. Akibatnya ekspresi kejiwaan yang ditampilkan oleh anak akan muncul
berupa sikap menantang atau melawan, dan manifestasi perilaku yang tampak
adalah kekerasan, kebrutalan,merusak, bahkan melanggar hukum. Jadi
hukuman yang berbentuk fisik bagi anak yang terobsesi dendam tidak akan
menyelesaikan masalah, namun justeru akan menimbulkan masalah baru
dimana ia akan tumbuh menjadi anak yang pembangkang.
Hukuman memang diperlukan dalam mendisiplinkan anak, hal tersebut
diperlukan apabila kesalahan yang dilakukan anak serius dan membahayakan
dirinya sendiri dan orang lain.
3.

Penghargaan
Penghargaan berarti tiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang
baik. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa kata-kata
pujian, senyuman atau tepukan di punggung.
Penghargaan mempunyai beberapa peranan penting dalam mengajar
anak untuk berperilaku sesuai dengan cara yang direstui masyarakat yaitu : a)
Penghargaan mempunyai nilai mendidik; b) Penghargaan sebagai motivasi
untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial. Apapun bentuk
penghargaan yang digunakan, penghargaan itu harus sesuai dengan
perkembangan anak. Bila tidak, ia akan kehilangan efektivitasnya. Dengan
meningkatnya usia, penghargaan bertindak sebagai sumber motivasi yang
kuat bagi anak untuk melanjutkan usahanya untuk berperilaku sesuai dengan
harapan.

4.

Konsistensi
Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Peraturan,
hukuman dan penghargaan yang konsisten membuat anak tidak bingung
terhadap apa yang diharapkan dari mereka. Ada beberapa fungsi konsistensi
yaitu : a) Mempunyai nilai mendidik; b) Mempunyai nilai motivasi yang
kuat; c) Mempertinggi penghargaan terhadap peraturan danorang yang
berkuasa. Anak yang terus diberi pendidikan disiplin yang konsisten
cenderung lebih matang disiplin dirinya bila dibandingkan anak yang tidak
diberi disiplin secara konsisten.
Dalam menerapkan disiplin orangtua atau guru hendaknya
menggunakan metode atau cara yang dapat menambah motivasi anak untuk
berperilaku baik. Jadi peraturan atau disiplin itu dilakukan oleh semua orang

40

Choirun Nisa Aulina, Penanaman Disiplin Pada Anak Usia Dini

baik itu anak, siswa, orang tua ataupun guru. Dalam menerapkan disiplin
yang paling penting adalah tidak adanya sikap permusuhan, yang ada
hanyalah keinginan untuk membentuk menjadi anak yang berguna dan baik.
Tipe-tipe Disiplin
Menurut Hurlock (1999:93) ada beberapa tipe-tipe disiplin yaitu:
1. Disiplin Otoriter
Merupakan disiplin yang menggunakan peraturan dan pengaturan
yang keras untuk memaksakan perilaku yang diinginkan. Disiplin otoriter
selalu berarti mengendalikan melalui kekuatan eksternal dalam bentuk
hukuman, terutama hukuman badan.Contohnya adalah guru yang memberi
peraturan keras di dalam kelas, apabila siswa tidak mengerjakan pekerjaan
rumah maka harus berdiri di depan kelas selama jam pelajaran berlangsung.
2. Disiplin Permisif
Disiplin permisif berarti sedikit disiplin atau tidak berdisiplin.
Disiplin permisif biasanya tidak membimbing anak ke pola perilaku yang
disetujui secara sosial dan tidak menggunakan hukuman. Anak dibiarkan
meraba-raba dalam situasi yang terlalu sulit untuk ditanggulangi oleh mereka
sendiri tanpa bimbingan atau pengendalian.Contohnya adalah guru yang tidak
memberikan hukuman apapun kepada siswanya yang tidak mengerjakan
pekerjaan rumah, jadi ia membiarkan siswanya yang tidak mengerjakan
pekerjaan rumah begitu saja tanpa memberinya pengarahan bahwa tindakan
yang dilakukannya tersebut merupakan hal yang tidak baik.
3. Disipin Demokratis
Disiplin demokratis menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran
untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan.
Metode ini lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin daripada aspek
hukumannya.Disiplin demokratis menggunakan hukuman dan penghargaan,
dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman tidak
pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan. Hukuman hanya
digunakan bila terdapat bukti bahwa anak secara sadar menolak melakukan
apa yang diharapkan dari mereka. Bila perilaku anak memenuhi standar yang
diharapkan, orang tua yang demokratis akan menghargainya dengan pujian
atau pernyataan persetujuan yang lain.
Contohnya adalah guru yang memberikan pendekatan personal kepada
siswanya yang melanggar tata tertib sekolah, misalnya tidak menggunakan
seragam sekolah dengan memberikan pengarahan mengapa menggunakan
seragam sekolah itu penting. Guru memberikan peringatan dan siswa tidak
diberikan hukuman yang keras. Dan apabila siswa tersebut di lain waktu telah
menggunakan seragam sekolah lengkap, guru akan memberikan penghargaan
kepadanya berupa pujian dan penguatan agar siswa tersebut terus
menggunakan seragam sesuai aturan.

41

PEDAGOGIA Vol. 2, No. 1, Februari 2013: halaman 36-49

Karakteristik Perkembangan Disiplin Anak Usia Dini


Salah satu konsep penting tentang disiplin adalah bahwa disiplin yang
diberikan kepada anak haruslah sesuai dengan perkembangan sesuai usia anak
tersebut. Menurut Sujiono & Syamsiatin (2003:33) perkembangan disiplin pada
anak usia 0 - 8 tahun sebagai berikut:
1. Perkembangan pada masa bayi (0 3 tahun)
Sepanjang masa bayi, bayi harus belajar melakukan reaksi-reaksi yang
benar pada berbagai situasi tertentu di rumah dan di sekelilingnya.
Tindakan yang salah haruslah selalu dianggap salah, terlepas siapa yang
mengasuhnya. Kalau tidak, bayi akan bingung dan tidak mengetahui apa
yang diharapkan darinya.
Fenomena yang tampak pada usia 0 8 tahun adalah disiplin berdasarkan
pembentukan kebiasaan dari orang lain terutama ibunya, misalnya :
a. Menyusui tepat pada waktunya;
b. Makan tepat pada waktunya;
c. Tidur tepat pada waktunya;
d. Berlatih buang air seni (toilet training).
2. Perkembangan pada masa kanak-kanak (3 8 tahun)
Fenomena yang tampak adalah :
a. Anak mulai patuh terhadap tuntutan atau aturan orang tua dan
lingkungan sosialnya.
b. Dapat merapikan kembali mainan yang habis pakai;
c. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan;
d. Membuat peraturan/tata tertib di rumah secara menyeluruh.
Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Penanganan Disiplin
Faktor pendukung yang perlu diperhatikan dalam penanaman disiplin
yakni ; a) Menciptakan tokoh teladan, Anak-anak belajar banyak sekali dengan
proses meniru orang tua mereka, dan meniru diantara kebiasaan baik dan buruk
mereka; b) Menghargai daripada menghukum, menghargai kebiasaaan baik
dengan senyum, pelukan atau dengan menunjukkan ketertarikan pada apa yang
anak lakukan lebih efektif daripada hukuman untuk kebiasaan buruk; c)
Menjadikan pantas apa yang mereka inginkan, anak membutuhkan waktu untuk
belajar dan apabila orang tua berharap terlalu banyak untuk segera berhasil itu
membuat anak tidak bahagia; d) Konsisten, Ketika peraturan dibuat, segala usaha
seharusnya dibuat untuk menegakkannya. Sehingga anak tahu mana perbuatan
yang baik atau buruk; e) Menjauhi teriakan, ancaman atau tamparan. Anak tidak
dapat dipaksa untuk makan, tidur dan lain-lain dengan cara ini; f) Mengatakan
maaf bila kita berlaku tidak baik. Semua orang tua pernah marah dan
melakukan sesuatu yang tidak beralasan. Jika mereka mengatakan maaf setelah
itu, maka anak akan belajar untuk mengatakan maaf juga; g) Menjelaskan apa
yang kita katakana. Jika orang tua tidak menjelaskan apa yang mereka katakan,
maka anak akan bingung untuk menentukan batasan yang boleh dan yang tidak
boleh. Hal ini dapat membuat anak merasa gelisah.

42

Choirun Nisa Aulina, Penanaman Disiplin Pada Anak Usia Dini

Disamping faktor pendukung, dalam penanaman disiplin juga ditemui


beberapa faktor pendukung diantaranya adalah ; a) Keyakinan bahwa disiplin dan
hukuman adalah sinonim Hukuman akan membuat anak mempunyai sedikit
keinginan untuk berusaha berprilaku sesuai dengan harapan sosial. Hukuman
fisik tidak menjadikan peningkatan dalam disiplin melainkan akan meningkatkan
perilaku immoralitas; b) Ketidakkonsistenan dalam disiplin. Hal ini dapat
menyebabkan kebingungan pada anak. Mereka tidak dapat menentukan batas
perbuatan yang diperbolehkan maupun yang tidak diperbolehkan.
Stimulasi (Model Pengembangan Disiplin)
Disiplin merupakan cara masyarakat mengajarkan pada anak mengenai
perilaku moral yang diterima oleh kelompok. Tujuannya adalah untuk
memberitahukan kepada anak perilaku mana yang baik dan mana yang buruk serta
mendorong untuk berperilaku agar sesuai dengan standar yang diperlukan.
Adapun hal yang diperlukan adalah peran para orang tua, orang dewasa ataupun
guru untuk bisa memberikan stimulasi dan intervensi apa kepada anak agar anak
mengetahui perilaku-perilaku tersebut diatas.
Peraturan dan hukum merupakan unsur yang penting dalam pendisiplinan
yang berfungsi sebagai pedoman bagi penilaian yang baik. Selama perkembangan
moral masa kanak-kanak, yang harus ditekankan adalah aspek pendidikan dari
disiplin. Hukuman hanya bisa diberikan apabila terbukti anak-anak sebenernya
mengerti dengan apa yang diharapkan dan anak sengaja melanggar harapan
tersebut.
Banyak orang tua menganggap bahwa bayi tidak dapat mengerti dan
memahami pujian, padahal bayi mengerti ekspresi wajah yang menyenangkan
yang menyertai kata-kata pujian itu. Hal ini mendorong bayi untuk mengulangi
perilaku yang mendatangkan tanggapan yang baik.
Pada masa bayi (0-3 tahun) sebelum hukuman diberlakukan, bayi harus
belajar tentang apa yang benar dan apa yang salah. Hal ini tidak mungkin
berlangsung dalam satu malam. Oleh karena itu,aspek pendidikan disiplin
sebaiknya ditekankan selama masa bayi untuk mengajarkan bayi mengetahui
mana yang benar dan mana yang salah, dan memberi hadiah berupa pujian dan
perhatian apabila hal yang dilakukannya benar, daripada menghukumnya apabila
berperilaku salah. Ini tidak berarti hukuman boleh digunakan. Hukuman harus
dilakukan bila mempunyai nilai mendidik, apabila tangan anak dipukul karena
melakukan sesuatu yang dilarang maka pukulan tersebut menandakan bahwa
tindakannya salah dan tidak boleh di ulang lagi.
Pada masa kanak-kanak awal (3-8 tahun) penanaman disiplin bisa
dilakukan dengan suatu cara yang lebih banyak mengandung rasa tanggung jawab
dan hormat terhadap martabat orang lain, juga berdasarkan atas kepercayaan yang
sama dan semangat untuk bekerja sama.
Adapun perbedaan antara disiplin dengan hukuman adalah sebagai
berikut. Pada disiplin, anak-anak akan menjadi disiplin ketika mereka
menunjukkan alternative positive daripada mengatakan tidak, mereka
mengetahui perbuatan mereka dapat berakibat bagi orang lain, mereka mengetahui

43

PEDAGOGIA Vol. 2, No. 1, Februari 2013: halaman 36-49

bahwa perbuatan baik akan dihargai, mereka mengetahui bahwa orang dewasa
dapat menunjukkan keadilan dan peraturan yang sederhana akan mendorong
mereka untuk melakukan perbuatan secara konsisten. Anak-anak yang disiplin
belajar untuk berbagi dan kooperatif, lebih dapat mengatasi rasa marah (emosi),
lebih dapat mendisiplinkan diri serta merasa lebih sukses dan bisa mengontrol diri
mereka sendiri.
Sedangkan pada penggunaan hukuman, perbuatan anakdikontrol melalui
rasa takut, mengakibatkan perasaan yang tidak dihargai, kemudian mereka akan
bersikap menolak hukuman.
Anak-anak yang dihukum akan merasa malu,
menyembunyikan kesalahan mereka, cenderung untuk menjadi marah dan agresif,
serta gagal untuk membangun kontrol diri mereka sendiri.
Dalam bukuEarly Childhood Education, Gartrell menyarankan bahwa
dalam mendisiplinkan siswanya guru dapat fokus kepada pembentukan
encouraging classroom yang berdasar kepada empat hal, yaitu manajemen
konflik, pertemuan anggota kelas, bimbingan terbuka dan bimbingan
komprehensif.
Manajemen konflik digunakan ketika ada dua atau lebih anak yang
terlibat. Pertemuan kelas digunakan ketika ada konflik yang mempengaruhi
keseluruhan kelas, bimbingan terbuka digunakan untuk mendamaikan konflik
dengan orang dewasa atau ketika ada hal-hal tambahan yang dibutuhkan setelah
sebuah konflik diselesaikan.
Gartrell (Brewel, 2007:177) merekomendasikan lima langkah untuk
membangun bimbingan yang komprehensif , yaitu;
1) Pendinginan (Cool down), Guru dan semua anak yang terlibat
membutuhkan waktu beberapa saat untuk mendinginkan kepala sebelum
bicara. Hal ini dilakukan supaya semua yang akan terlibat dalam
pembicaraan bisa bersikap lebih tenang.
2) Mengidentifikasikan masalah. Anak-anak menyetujui permasalahan apa
yang terjadi dan mengungkapkannya dengan kata-kata. Mereka mungkin
membutuhkan bantuan ketika melakukan ini,
3) Solusi brainstrorm, anak-anak mengungkapkan dengan beberapa solusi,
4) Maju. Praktekkan solusi yang sudah diungkapkan,
5) Melanjutkan. Guru melanjutkan dengan monitoring, dorongan, dan
bimbingan pada anak dimana anak terlibat.
Maksud dari bimbingan adalah menolong anak belajar bagaimana
menangani konflik dan kekecewaan. Anak-anak harus bisa mengetahui atau
menemukan apa yang harus dilakukan ketika dihadapkan pada konflik dan
menghukum mereka, dengan atau tanpa kursi time out tidak mengajarkan
mereka apa yang harus dilakukan pada masa yang akan datang.
Hukuman mungkin dapat menghentikan suatu perilaku secara temporer.
Tetapi hukuman juga dapat mengajarkan anak-anak untuk mengajarkan
perilaku yang sesuai pada anak-anak. Hukuman bisa mengurangi inisiatif
anak-anak jika mereka tidak mengetahui perilaku apa yang tidak
menyebabkan hukuman dan dapat mengakibatkan anak-anak menghindari
hukuman.

44

Choirun Nisa Aulina, Penanaman Disiplin Pada Anak Usia Dini

Cara guru merespon perilaku anak sangat penting untuk menolong anak
tumbuh dan merasa kompeten. Pada dasarnya disiplin itu dibutuhkan, jadi
jangan diabaikan, tetapi tidak dilakukan dengan kekerasan di dalam kelas
karena tidak sehat bagi siswa dan guru.Bimbingan dapat menolong anak
untuk mendapat rasa percaya diri, belajar untuk bisa kooperatif, dan secara
bertahap belajar keterampilan yang penting untuk belajar bertanggung jawab
terhadap perilaku mereka sendiri.
Guru harus mempertimbangkan efek jangka panjang pada rasa percaya
diri anak, lebih baik dari hasil pada saat sekarang, ketika membuat keputusan
disiplin. Guru harus berikipir pada situasi disiplin seperti kesempatan belajar
yaitu kesempatan untuk menolong anak-anak memecahkan masalah,
bagaimana untuk menegoisasi perbedaan-perbedaan, bagaimana mengatasi
frustasi dan lain-lain.Disiplin yang efektif membutuhkan pemikiran dan
perencanaan, tidak hanya untuk mencegah masalah tetapi juga untuk
menyiapkan reaksi yang layak dilakukan ketika terjadi permasalahan.
Guru yang berilmu juga mengerti perilaku yang normal untuk anakanak pada usia yang berbeda dan tidak mempunyai ekspektasi yang tidak
nyata. Misalnya, untuk anak yang paling kecil mungkin berteriak atau
mengamuk, empat tahun mungkin menggunakan bahasa yang tidak baik,
anak lima tahun mungkin memanggil temannya dengan bahasa yang kasar,
dan anak umur delapan tahun mungkin membentuk grup atau kelompok.
Berkaitan dengan disiplin, selain Gatrell, terdapat juga beberapa ahli
lain yang menyarankan tentang konsep atau desain sistem manajemen
perilaku untuk menolong guru mengontrol perilaku anak. Penjelasan berikut
akan menjelaskan model asertif disiplin, model Glasser, model Ginott dan
model Dreikurs.
1). Model Asertif
Dicetuskan oleh Lee Canter (1976), disiplin asertif adalah sebuah sistem
dimana aturan untuk perilaku kelas didirikan oleh guru dan dikemukakan di
muka kelas. Konsekuensi dari melanggar aturan juga dikemukakan. Jika
seorang anak melanggar aturan seperti berbicara di kelas misalnya, namanya
akan ditulis di papan (dalam beberapa kesempatan terbuka, Canter
merekomendasikan agar namanya ditulis di buku daripada di papan).
Biasanya, konsekuensi dari menerima dua tanda dikirimke kantor pimpinan
atau memberitahu orangtua anak.
Karena adanya gangguan menyebabkan guru tidak bisa mengajar
dengan efektif, Canter percaya bahwa penggunaan disiplin asertif
memudahkan guru untuk lebih efektif dan memcahkan masalah manajemen
di ruang kelas. Sistem ini digunakan di banyak sekolah dasar, yang artinya
bahwa sebelumnya banyak guru anak-anak yang menyarankan untuk
menggunakan disiplin asertif.
Penyelenggara atau pimpinan juga
mempercayai bahwa sistem ini menolong guru untuk lebih nyaman mengenai
disiplin seperti yang sebelumnya pernah dipromosikan.
Satu dari beberapa hal penting dari guru-guru anak kecil harus lakukan
adalah akses kebenaran dari asumsi program manajemen perilaku. Canter

45

PEDAGOGIA Vol. 2, No. 1, Februari 2013: halaman 36-49

berdasarkan sistem disiplin asertif dengan asumsi bahwa anak-anak ingin


mengganggu guru dan mencegah terjadinya pembelajaran. Guru yang
mempercayai bahwa anak-anak mempunyai keinginan untuk belajar dan
mengobservasi rasa ingin tahu dimana anak-anak kecil yang belajar dengan
pendekatan ini akan menemukan bahwa asumsi ini invalid.
Masalah lain dengan disiplin asertif adalah bahwa disiplin asertif
mengasumsikan bahwa anak kecil bisa melaksanakan peraturan. Guru yang
berpengalaman tahu bahwa anak kecil bisa belajar bahwa beberapa perilaku
dapat diterima saat sekolah dan lainnya tidak. Mereka juga mengetahui
bahwa pembelajaran ini biasanya memakan waktu, bimbingan dan
pengalaman berulang.
Sistem disiplin asertif mengasumsikan bahwa
berbicara dengan anak-anak bahwa ada aturan dan hukuman bagi mereka bila
melanggar aturan akan mencegah perilaku yang tidak diinginkan.
Pendekatan ini mungkin mencegah perilaku pada momen tertentu, tetapi
anak-anak tidak akan tahu mengapa perilaku ini tidak dapat diterima, dan
mereka akan belajar untuk membuat penilaian yang lebih baik mengenai
bagaimana untuk berperilaku pada situasi di masa depan.
Sistem manajemen perilaku yang memaksa membuat peraturan oleh
kekuasaan orang dewasa tidak menolong anak-anak belajar untuk
bertanggungjawab. Beberapa sistem melakukannya, mengajar anak-anak
untuk mematuhi peraturan melalui kekuatan asertif. Beberapa situasi
dimana orang-orang dewasa harus memaksakan kekuasaan mereka dan
berharap mematuhi peraturan secara instant contahnya, dengan tujuan untuk
mencegah luka atau mengatasi keadaan darurat, seperti api. Orang-orang
dewasa menggunakan beberapa control hingga anak-anak mereka cukup
dewasa untuk belajar alas an yang rasional untuk mengontrol perilaku mereka
seperti pada situasi tersebut.
Bagaimana pun juga,mengontrol anak-anak melalui kekuasaan dan
mematuhi peraturan secara instant harusnya bukan merupakan tipe
managemen perilaku. Gartrell mengekspresikan kepeduliannya terhadap
disiplin asertif yang merusak konsep diri anak-anak dan merubah guru-guru
menjadi: teknisi yang mengatur. Mungkin kepedulian yang lebih besar
adalah anak-anak tidak bisa memutuskan perilaku yang layak dan
membangun rasa tanggung jawab dari perbuatan mereka.
Model asertif disiplin juga gagal untuk memeriksa penyebab perilaku
yang mengganggu. Sistem ini juga diterapkan pada kurikulum, pengaturan
ruangan atau jadwal. Tiada satupun disiplin diterapkan tanpa pengawasan
yang hati-hati dari semua factor-faktor dan individual yang terlibat dalam
situasi belajar.
2). Model Glasser
Model Glasser berdasarkan pada menyiapkan pilihan-pilihan yang baik
untuk anak-anak dan mengatasi masalah yang terjadi pada situasi yang
lembut dan perilaku logis. Glasser percaya bahwa pilihan baik akan
menghasilkan perilaku yang baik dan pilihan yang jelek akan menghasilkan
perilaku yang jelek. Dia mempercayai bahwa perilaku mewakili individual

46

Choirun Nisa Aulina, Penanaman Disiplin Pada Anak Usia Dini

untuk menunjukkan kebutuhan mereka dan jika sekolah mempunyai disiplin


yang lebih baik, mereka akan menjadi tempat di mana lebih sedikit anak dan
guru yang frustasi dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Beberapa
kebutuhan yang penting bahwa Glasser mengidentifikasikan kebutuhan untuk
memiliki, untuk memiliki kekuatan, untuk bebas dan untuk bersenangsenang. Sekolah di mana anak-anak tidak merasakan perasaan memiliki atau
tidak mempunyai kekuatan untuk membuat pilihan adalah sekolah yang
biasanya memiliki masalah disiplin.
Glasser merekomemendasikan bahwa pengalaman mengajar guru
dimana anak memiliki motivasi yang tinggi untuk bekerja dan berbagi di
dalam kelompok dan anak yang lebih kuat menolong anak lebih lemah,
dimana anak yang lebih kuat menolong anak yang lebih lemah dan saling
berkontribusi di dalam kelompok. Salah satu bentuk dari model Glasser
adalah class meeting dimana anak-anak mendiskusikan peraturan kelas dan
perilaku.
Meskipun model Glasser lebih sering digunakan pada anak yang lebih
tua kepada anak yang lebih muda, dia fokus pada pemecahan masalah,
dengan pilihan yang disediakan oleh guru.
3)Model Ginott
Model Ginott berdasarkan pada pengaturan iklim kelas yang kondusif
untuk menciptakan disiplin yang baik melalui komunikasi yang efektif antara
guru dan anak-anak. Ginott percaya bahwa disipin adalah sebuah proses
yang perlu dilakukan setiap waktu.
Salah satu prinsip model ini adalah bahwa anak-anak harus mengatasi
masalah. Ginott menggunakan komunikasi kongruen untuk mendeskripsikan
respon bahwa ada hubungan antara perasaan anak-anak mengenai situasi atau
diri mereka sendiri. Dia juga menganjurkan kerjasama yang meminta bukan
menuntut.
Guru-guru
menggunakan
rekomendasi
Ginott
dan
mengkomunikasikan keinginan mereka untuk menolong anak-anak untuk
menyelesaikan masalah.
4) Model Dreikurs
Model Dreikurs adalah model yang paling baik yang diketahui pada
perhatiannya untuk kosekuensi logis. Dreikurs mendefinisikan disiplin
sebagai mengajarkan anak-anak untuk menentukan batas mereka sendiri. Dia
mempercayai bahwa semua anak ingin memiliki dan perilaku mereka
mewakili usaha mereka untuk mencapai rasa memiliki. Perilaku yang tidak
baik adalah hasil dari kesalahan tujuan, seperti mencari perhatian. Metode
yang terbaik untuk disiplin adalah mendorong perilaku yang positif. Ketika
guru menemui masalah perilaku, Dreikurs menyarankan penggunaan
kosekuensi logis dari perilaku mereka.
Jadi yang menjadi tanggung jawab guru dalam sistem managemen
perilaku disiplin berdasarkan kriteria berikut: a) Respek pada anak, b)
Mengetahui anak secara individual, c) Mengetahui pertumbuhan,
perkembangan, dan perilaku norma; d) Keinginan untuk menerima displin

47

PEDAGOGIA Vol. 2, No. 1, Februari 2013: halaman 36-49

sebagai sebuah keempatan untuk belajar; e) Mencegah kata-kata penilaian, f)


Terbatas tetapi menbuat peraturan yang kooperatif.

KESIMPULAN
Disiplin merupakan cara masyarakat mengajarkan pada anak mengenai
perilaku moral yang diterima oleh kelompok. Tujuannya adalah untuk
memberitahukan kepada anak perilaku mana yang baik dan mana yang buruk serta
mendorong untuk berperilaku agar sesuai dengan standar yang diperlukan. Hal
yang diperlukan adalah peran para orang tua, orang dewasa ataupun guru untuk
bisa memberikan stimulasi dan intervensi apa kepada anak agar anak mengetahui
perilaku-perilaku yang diinginkan oleh standar kelompok sosialnya.
Disiplin dan hukuman bukanlah kata yang sinonim. Disiplin yang baik
mendorong perkembangan anak-anak yang sesuai untuk mampu mencapai
pengontrolan diri dan juga untuk menciptakan disiplin secara individu. Orang tua
dan guru harus mempertimbangkan dengan baik bagaimana cara mengatasi
tingkah laku anak. Orang tua dan guru harus berpikir mengenai kebutuhan anak
dan tingkat perkembangan mereka dengan tujuan agar anak-anak bisa belajar
dengan cara yang terbaik untuk mencapai pengontrolan diri.
Disiplin merupakan pengajaran, bimbingan dan dorongan yang dilakukan
oleh orang tua, orang dewasa maupun guru untuk anak atau orang yang lebih
muda. Melalui bimbingan, anak diajarkan serta diberi dorongan yang positif agar
perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi lebih optimal, baik dari segi psikis
maupun jasmani. Yang perlu untuk diperhatikan bahwa disiplin yang diberikan
haruslah sesuai dengan perkembangan anak.
Ketika melaksanakan disiplin anak tidak merasa bahwa itu sebuah
paksaan dari orang tua, orang dewasa maupun guru, melainkan karena kesadaran
dirinya sendiri dan anak itu sendiri mengetahui manfaat atau kegunaan dari
disiplin yaitu untuk kehidupan yang lebih baik dan berguna untuk kebahagiaan
sendiri. Pada dasarnya pendisiplinan dilakukan untuk menolong anak agar ia
dapat belajar untuk hidup sebagai makhluk sosial.

DAFTAR PUSTAKA
Brewer, Jo Ann. Introduction to Early Childhood Education. United states:
Pearson, 2007.
Efendi, Mohammad. Pembinaan Disiplin Anak Tanpa Hukuman. Jakarta:
Fasilitator Edisi I, 2006.
Hurlock, Elizabeth B.. Perkembangan Anak .Jakarta: Erlangga,1999.
Kostelnik, Marjorie J. dan kawan-kawan. Developmentally Appropriate
Curriculum. Ohio: Pearson. 2007.

48

Choirun Nisa Aulina, Penanaman Disiplin Pada Anak Usia Dini

Sujiono, Bambang dan Yuliani Nurani Sujiono. Mencerdaskan Perilaku Anak


Usia Dini. Jakarta; Elex Media Komputindo. 2005.
Sujiono, Yuliani Nurani dan eriva syamsiatin. Perkembangan Perilaku Anak Usia
Dini. Jakarta: Pusdiani Press (Pusat Studi Anak Usia Dini Universitas
Negeri Jakarta), 2003.

49

Anda mungkin juga menyukai