Anda di halaman 1dari 14

Desain Instalasi Pipa Di Bawah Laut

Dengan Metode S-lay


HADI MUHAMMAD FAHMI1, PRIMA MEGANTARA1,
DANI RUSIRAWAN1, AHMAD TAUFIK2
1

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, ITENAS Bandung


2
PT. AT Solusi Engineering Consulting, Jakarta
Email: hadimf92@gmail.com
ABSTRAK

Dalam makalah ini, perancangan pipa di bawah laut dengan metode S-lay
akan didiskusikan. Diameter luar pipa yang digunakan sebagai parameter
studi kasus adalah 14 inc. Perancangan dimulai dengan menentukan
tebal pipa, melakukan analisis kestabilan pipa, melakukan analisis
bentang bebas pipa dan melakukan analisis instalasi. Berbagai jenis
pembebanan harus diidentifikasi untuk dapat menentukan tebal pipa dan
bentang bebas pipa, sementara itu pelapisan concrete harus dilakukan
untuk menambah kestabilan pipa. Untuk analisis bentang bebas pipa,
kajian dilakukan dengan menggunakan analisis statik dan dinamik.
Swibber resolute digunakan sebagai lay barge dalam analisis instalasi
dengan metode S-lay, dan analisis dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak offpipe. Dari hasil evaluasi dan analisis diperoleh bahwa
untuk kasus ini tebal pipa yang dipilih adalah 14,3 mm, penambahan
pelapis concrete adalah 45 mm, jarak maksimum bentang bebas pipa
dalam kondisi statik dan dinamik masing-masing adalah 13 m dan 40 m,
dan berdasarkan analisis instalasi dapat diprediksi bahwa tegangan
maksimum di daerah overbend adalah 72 % SMYS dan di daerah sagbend
12,5 % SMYS, serta radius kurva minimum yang boleh terjadi adalah
96,65 m.
Kata kunci: tebal pipa, kestabilan pipa, bentang bebas, kondisi statik dan
dinamik, SMYS.
ABSTRACT
In this paper, offshore pipeline design with S-lay method will be discussed.
The outside diameter as case study parameter is 14 inch. As a procedure,
the wall thickness selection, on bottom stability analysis, free span
analysis, and installation analysis will be performed. Various type of the
load should be identified in order to determine wall thickness and free
span analysis, meanwhile concrete coating can be used to increase on
bottom stability. Static and dynamic analysis is implemented in free span
analysis. In the installation analysis with S-lay method, swibber resolute is
used as lay barge, using offpipe software package. Based on evaluation

and analysis, it is found that the wall thickness is 14.3 mm, concrete
coating thickness is 45 mm, maximum distance of free span are 13 m for
static and 40 m for dynamic, and it can be predicted that maximum stress
at overbend area is 72% SMYS, at segbend area is 12.5% SMYS and
minimum radius curvature is 96.65 m.
Key words: wall thickness, on bottom stability, free span, static and
dynamic condition, SMYS.
1.

Pendahuluan

Kebutuhan energi minyak dan gas semakin meningkat sehingga


mendorong peningkatan aktivitas eksplorasi. Kegiatan eksplorasi pun
dilakukan hingga di lepas pantai. Untuk penyalurannya dibutuhkan
fasilitas sistem pipelines. Biaya pembangunan offshore pipelines lebih
besar dibandingkan dengan biaya prouksi terutama pada tahap instalasi.
Pre-analisis instalasi (pemilihan ketebalan pipa, analisis kestabilan pipa
dan bentang bebas pipa) hingga analisis instalasi telah diatur oleh standar
dan kode. Program pembantu dan perangkat lunak juga dipakai untuk
mempermudah dan mempercepat tahap perancangan.

Metode Instalasi
Jenis-jenis metode instalasi pipa di bawah laut diantaranya adalah S-lay, Jlay dan Reel lay. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan.
Metode S-lay adalah metode yang paling sering dipakai. Gambar 1
menunjukkan sketsa dari metode S-lay dan gambar 2 menunjukkan sketsa
metode instalasi J-lay.

Gambar 1. Sketsa Metode S-lay (Guo, 2005)

Gambar 2. Sketsa Metode J-lay (Palmer, 2008)


2.

Pre-analisis Instalasi

2.1 Pemilihan Ketebalan Pipa


Tekanan internal
Tegangan hoop (hoop stress) merupakan reaksi dari material pipa akibat
dari tekanan internal, yang secara statis dapat ditentukan besarannya.
Tegangan ini diharapkan tidak melampaui tegangan plastis material pipa
yang dapat menyebabkan kegagalan pipa (busting). Persamaan hoop
stress yang timbul akibat tekanan internal adalah sebagai berikut (ASME,
2010):
(1)
Dimana:
= Hoop stress
= Tekanan internal
= Tekanan eksternal
= Diameter luar

= Ketebalan nominal dinding pipa

Gambar 3. Ilustrasi hoop stress

Tekanan Eksternal
Struktur pipa di bawah laut akan mengalami tekanan hidrostatik dari air
laut yang menjadi lingkungan kerjanya dan tekanan ini disebut sebagai
tekanan eksternal pada pipa. Semakin dalam lokasi pipa, semakin besar
pula tekanan eksternal yang bekerja pada pipa tersebut. Pada kedalaman
tertentu dimana tekanan eksternal jauh lebih besar dari tekanan internal
yang bekerja pada pipa, maka semakin besar pula kemungkinan akan
terjadinya kegagalan (collapse) pada pipa.
Untuk mencegah terjadinya collapse tersebut, maka besarnya tekanan
eksternal yang bekerja pada pipa harus memenuhi kriteria berikut ini
(DNV, Submarine Pipeline Systems, 2012):
(2)
Dimana:
= Tekanan eksternal (psi)
=
= Massa jenis air laut (lb/ft)
= Percepatan gravitasi (ft/s)
= Kedalaman perairan (ft)

= Karakteristik tekanan collapse (psi)


= Faktor ketahanan material
= Faktor ketahanan safety class

Lokal Buckling
Lokal buckling merupakan suatu kondisi dimana terjadi deformasi bentuk
pada satu titik penampang melintang suatu pipa. Kondisi kritis yang
terjadi merupakan kombinasi dari longitudinal stress dan hoop stress, dan
dapat dirumuskan sebagai berikut ini (DNV, Submarine Pipeline Systems,
1981):
(3)
(4)
(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)
Dimana:
= Longitudinal stress
= Longitudinal stress (Axial)
= Longitudinalstress (Bending)
= Critical longitudinal stress
=Critical longitudinal stress (Axial)
=Critical longitudinal stress (Bending)
= Critical hoop stress

Propagation buckling
Propagation buckling adalah kondisi dimana potongan melintang pipa
berubah konfigurasinya dan merambat di sepanjang pipa. Energi yang
menyebabkan buckle merambat adalah tekanan hidrostatik, yang
disebabkan karena tekanan eksternal (hidrostatik) lebih besar dari
tekanan propagation buckling pipa, yang berperan sebagai penahan.
(API, 2009)

(13)

(14)

2.2 Analisis Kestabilan Pipa di Bawah Laut


Kestabilan pipa di dasar laut merupakan hal yang perlu diperhatikan pada
proses perancangan struktur pipa di bawah laut. Salah satu cara untuk
mempertahankan kestabilan pipa di dasar laut adalah dengan cara
memasang lapisan beton (concrete coating) sehingga berat pipa
bertambah dan kestabilan pipa pun dapat dicapai (Palmer, 2008). Gayagaya yang bekerja pada pipa di bawah laut, terdiri dari:
Gaya vertikal :

(15)
Gaya horizontal :
(16)
2.3 Analisis Bentang Bebas Pipa
Kondisi bentang bebas pipa adalah kondisi dimana pipa menggantung
tanpa tumpuan sehingga akan menyebabkan pipa mengalami
kegagalan. Bentang bebas pipa terdapat 2 kondisi yaitu statik dan
dinamik. Untuk kondisi dinamik ada dua kasus pergerakan, in line
dan cross flow. Seperti ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Arah pergerakan akibat arus laut (Bai, 2001)


Lc cross flow

(17)

Lc in-line

(18)

3.

Analisis Instalasi S-lay

Instalasi pipa dengan metoda S-lay, membagi pipa menjadi 2 daerah yaitu
overbend dan sagbend (lihat gambar 5). Overbend adalah lengkungan
pipa yang terbuka kebawah dimulai dari pipa di barge (keluar tensioner)
hingga ujung stinger (stinger tip), sedangkan daerah sagbend adalah
lengkungan pipa yang terbuka keatas yang dimulai dari titik balik
(inflection point) sampai ke touchdown point (TDP). Barge berfungsi
sebagai tempat proses-proses yang dilakukan sebelum proses instalasi
seperti penyimpanan, pengelasan, dan pengujian. Tensioner adalah alat
yang berfungsi mendorong dan menarik pipa pada saat proses instalasi.
Stinger adalah struktur yang dibuat untuk pembentukan lengkungan
overbend. Touchdown point adalah titik jatuh pipa di dasar laut.
Pada daerah overbend pipa akan mengalami bending momen, tegangan
longitudinal akibat tensioner, dan gaya reaksi dari tumpuan di stinger.
Ketika pipa masuk kedalam air maka pipa akan dikenai beban hidrostatik
dari air. Pada daerah sagbend pipa akan mengalami bending momen,
tegangan longitudinal dan tekanan hidrostatik akan semakin besar karena
semakin dalam (mendekati dasar laut). Setelah pipa mencapai titik
jatuhnya (TDP) pipa akan mengalami residual lay tension akibat tegangan
tensioner pada saat proses instalasi.
Untuk keamanan dan keselamatan proses instalasi standar telah
mengatur tegangan maksimum yang diijinkan untuk daerah overbend
85% SMYS sedangkan sagbend 72% SMYS untuk kondisi statik.

Gambar 5. Konfigurasi pipa saat instalasi (Bai, 2001)

Berikut ini adalah persamaan untuk menghitung radius di daerah


overbend :

(19)
Dimana :
F

faktor desain (0,85)


=

Specified Minimum Yield Stress (SMYS)

Gambar 6. Pemodelan daerah sagbend (Guo, 2005)

(20)
Dimana:
q
=
EI
=
s

berat satuan pipa


kekakuan tekuk pipa

tegangan efektif pipa bagian bawah

=
=

jarak panjang bentang pipa


sudut pada jarak s

Persamaan diatas adalah persamaan non linear untuk proses instalasi


pipa daerah sagbend (lihat gambar 6).
Perangkat lunak Finite element analysis (FEA) yang biasa digunakan
untuk analisis instalasi adalah offpipe, abaqus, orcaflex .

Gambar 7 menunjukkan proses masukan pada program offpipe untuk data


pipa. Data lingkungan, data barge juga di masukkan ke program offpipe.
Setelah selesai pemasukan data dilakukan running program offpipe.
Gambar 8 menunjukkan tabel keluaran offpipe yang menghasilkan nilai
bending momen dan persentase tegangan yang terjadi, sedangkan
gambar 9 menunjukkan profil pipa hasil dari masukkan offpipe
(konfigurasi barge roller, stinger roller).
Gambar 9-11 menunjukkan terjadi tegagan dan bending momen
maksimum terjadi di daerah sagbend (stinger). Dengan nilai tegangan
maksimum di daerah overbend 72% SMYS dan daerah sagbend 12,5%
SMYS. Bending momen maksimum yang terjadi di daerah overbend
memiliki nilai 368 KNm. Radius kurva yang terjadi di overbend 114,10 m
dan radius sagbend 219,77 m.
Radius minimum overbend :

(21)
Rminimum yang diijinkan = 96,65 m; Ryang terjadi = 114,10 m
Diketahui :
E = Modulus elastisitas
D = Diameter luar pipa
SMYS = Specified Minimum Yield Strength
DF = Desaign factor
Radius sagbend yang terjadi :

(22)
R = 219,77 m
Diketahui :
T = Residual lay tension
i = koefisien gesek seabed
wsub = berat pipa terendam
SF = safety factor

Gambar 7. Input program offpipe

Gambar 8. Output program offpipe

Gambar 9. Grafik profile pipa vs bending momen

Gambar 10. Grafik profile pipa vs total stress

Gambar 11. Grafik profile pipa vs tegangan tensioner


4.

Kesimpulan

Dari evaluasi dan analisis yang sudah dilakukan, dapatlah diambil


beberapa kesimpulan penting ssb:
1. Untuk pipa dengan diameter luar 14 inch, tebal pipa yang
direkomendasikan adalah 14,3 mm, ketebalan concrete coating 45
mm dan bentang bebas pipa maksimum 13 (untuk static) dan 40 m
(untuk dinamik).
2. Lay barge yang digunakan adalah swiber resolute dengan spesifikasi
tensioner, barge roller dan stinger roller terlampir didapat :

Tegangan maksimum yang terjadi di overbend = 72%SMYS dan


sagbend = 12,5% SMYS
Bending momen maksimum terjadi di daerah overbend
(laybarge) = 368 KNm
Radius kurva yang terjadi di overbend = 114,10 m dan sagbend
= 219,77 m
Radius minimum kurva yang diijinkan = 96,65 m

Dengan hasil stress di overbend < 85% SMYS dan sagbend < 72% SMYS
serta radius minimum 96,65 m maka dapat dikatakan bahwa pipa layable
(dapat diinstal dengan aman).

DAFTAR PUSTAKA

API. (2009). Design, Construction, Operation, and Maintenance of Offshore


Hydrocarbon Pipelines (LSD). USA.
ASME. (2010). Gas Transmission and Distribution Piping Systems (ASD).
New York USA : Assosiation Society of Mechanical Engineers
Bai, Y. (2001). Pipelines and Riserss. London UK: Elsevier.
DNV. (1981). Submarine Pipeline Systems (ASD). Hovik Norway: Det
Norske Veritas.
DNV. (2012). Submarine Pipeline Systems (LRFD). Houstan USA : Det
Norske Veritas.
Guo, B. (2005). Offshore Pipelines (Design, Installation, and Maintenance).
New York USA: Elsevier.
Palmer, A. (2008). Subsea Pipeline Engineering. Oklahoma USA: Penn Well.

Anda mungkin juga menyukai