Anda di halaman 1dari 7

Nama : Bagus Bramastho D.

NPM : 230110070033

KERUSAKAN HASIL PERIKANAN

Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan, baik secara
fisik, kimiawi dan biologis. Luka atau memar yang dialami ikan selama pemanenan atau
penangkapan merupakan kerusakan fisik yang sering dialami ikan. Pencemaran bahan kimia
dan reaksi biokimia yang berlangsung setelah ikan dipanen atau ditangkap merupakan
kerusakan kimiawi yang banyak dialami ikan. Peningkatan jumlah mikroba merupakan
kerusakan biologis yang selalu dialami ikan setelah kematiannya.

Selama proses perombakan kimiawi, akan terbentuk senyawa histamin, putresin,


kadaverin, trimetil amin, amnonia, H2S, alkohol dan senyawa keton. Sedangkan populasi
mikroba akan mencapai fase eksponensial (lag phase). Kerusakan ini dapat menyebabkan
ikan tidak aman untuk dikonsumsi karena mempengaruhi penerimaan konsumen atau
menyebabkan penyakit .

Kerusakan hasil perikanan akan berakibat buruk apabila ikan dibiarkan dalam lingkungan
yang bersuhu tinggi. Pada lingkungan demikian, proses perombakan secara kimiawi
berlangsung lebih cepat dan populasi mikroba pembusuk berkembang pesat. Dengan
demikian, ikan akan menjadi bahan pangan yang tidak aman karena telah memasuki tahap
pembusukan. (eafrianto.wordpress.com).

Histamin

Histamin merupakan senyawa turunan dari asam amino histidin yang banyak terdapat
pada ikan. Di dalam tubuh manusia, histamin memiliki efek psikoaktif dan vasoaktif. Efek
psikoaktif menyerang sistem saraf transmiter manusia, sedangkan efek vasoaktif-nya
menyerang sistem vaskular. histamin dapat menyebabkan migren dan meningkatkan
tekanan darah. Sedangkan jika dikonsumsi dalam kadar yang rendah Histamin tidak
berbahaya .

kadar histamin pada ikan dapat meningkat karena adanya kesalahan pada
penanganan bahan baku sebelum dan sesudah pembekuan
Putresin Putrescine (putresin) adalah senyawa kimia organik NH2 (CH2) 4NH2
(diaminobutane atau butanediamine), dihasilkan dari pemecahan asam amino dalam
organisme hidup dan mati dan mengandung racun dalam dosis yang besar. Penyebab
timbulnya bau busuk pada daging ikan.

Kadaverin

Kadeverin memiliki kesamaan dengan putresin merupakan senyawa kimia organik


diamine. Yang menimbulkan bau busuk pada ikan serta menyebabkan daging ikan beracun

Trimetilamin

 Trimetilamin(TMA) merupakan senyawa organik dengan rumus N (CH3) 3. biasanya


terdapat dalam semua ikan laut, dan tidak ada didalam ikan air tawar.Penyebab timbulnya
bau anyir pada ikan

Amnonia
 Amnonia(amonia) merupakan senyawa dengan rumus kimia NH 3, Yang berupa gas berbau
tajam yang khas(bau pesing). konsentrasi Amnonia berlebih dapat menyebabkan kematian
pada ikan, ikan yang mati akibat kadar amnonia berlebih mengurangi masa simpan ikan tsb

H2S
H2S adalah rumus kimia dari gas Hidrogen Sulfida yang terbentuk dari 2 unsur Hidrogen
dan 1 unsur Sulfur. H2S terbentuk akibat adanya penguraian zat-zat organik oleh bakteri.
H2S mengeluakan bau yang busuk(seperti ;telur busuk). Merupakan indikator bahwa kualitas
ikan sudah tidak baik

Alkohol
 Merupakan turunan hidrokarbon yang satu atau lebih atom H-nya diganti dengan gugus
hidroksil. Alkohol dibagi atas 3 golongan, yaitu alkohol primer, alkohol sekuder, alkohol
tersier
Senyawa Keton
 alkanon merupakan golongan senyawa karbon dengan gugus fungsi karbonil(-C=O).
gugus fungsi karbonil terletak ditengah, diapit dua buah alkil, sehingga alkanon mempunyai
rumus umum sbb; R-CO-R1

Fase Eksponensial
 Fase eksponensial adalah fase dimana bakteri melakukan pembelahan secara biner
dengan jumlah kelipatan (eksponensial). Pada fase ini, terjadi lonjakan peningkatan jumlah
biomassa sel, sehingga bisa diketahui seberapa besar terjadi pertumbuhan secara optimal
dan tingkatan produktifitas biomassa sel.
PENENTUAN TINGKAT KESEGARAN

Kesegaran ikan akan mengalami penurunan sejalan dengan lamanya kematian atau
penyimpanan hasil perikanan tersebut. Disini telah dijelaskan bahwa kerusakan hasil
perikanan dapat disebabkan oleh faktor fisik, kimiawi dan biologis.

Tingkat kesegaran hasil perikanan dapat ditentukan berdasarkan pengukuran sifat fisik,
kimiawi, biologis dan organoleptik. Kekerasan dan elastisitas daging merupakan sifat fisik
ikan yang dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat kesegaran hasil perikanan. Susut
bobot dan kadar air merupakan parameter kimiawi yang memiliki kaitan erat dengan
kesegaran ikan. Adapun karakter biologis yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat
kesegaran hasil perikanan adalah populasi mikroba pembusuk. Kenampakan, aroma,
tekstur, dan cita rasa merupakan karakter organoleptik yang dapat digunakan untuk
menentukan tingkat kesegaran hasil perikanan.

Dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran sifat fisik, kimiwai,
biologis dan organoleptik pada standar yang ada, maka dapat diketahui tingkat kesegaran
hasil perikanan. Standar dimaksud dapat berupa Standar nasional Indonesia (SNI), pola
perubahan kekerasan, elastisitas, susut bobot, kadar air dan mikroba pembusuk atau lembar
penilaian organoleptik.
(eafrianto.wordpress.com).

Kekerasan dan Elastisitas daging


Pola perubahan Kekerasan dan elastisitas daging, terbagi kedalam 3 tahap
 Pre Rogis Mortis
Ikan masih fresh, Bau amis dan segar, teksturnya masih kencang, warna cerah,
badannya licin, gerakan operculumnya masih sehat, matanya masih jernih, Warna insang
merah cerah, tubuhnya tidak kaku atau masih lentur.
 Rigor Mortis
Ikan mulai berbau busuk, badan mulai kaku dan keras, insang merah pucat, mata
menghitam dan menjorok kedalam.
 Post Rigor Mortis
Ikan berbau lebih busuk, badan mulai melunak atau lembek, insang merah pucat dan
keluar darah dari Insang, mata menghitam dan menjorok kedalam, warna ikan menjadi
menghitam.

* Saat memasuki fase Rigor Mortis sebenarnya ikan sudah tidak layak jual
Susut Bobot dan Kadar Air
 Ikan yang diangkut dari lokasi budidaya ke lokasi tujuan sering mengalami susut bobot.
Susut Bobot sangat tampak akibatnya. Berat badan ikan saat masih segar dan tidak segar
jauh perbedaannya. Ini diakibatkan ikan stress, produksi urin dan feses melimpah serta
pengaruh kadar air dalam tubuh ikan tersebut.

Populasi Mikroba Pembusuk

 indikator yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas hasil perikanan selama
penyimpanan adalah jumlah populasi mikroba yang hidup di tubuh ikan. Tubuh ikan
mengandung sejumlah mikroba, terutama di lapisan lendir permukaan tubuh, insang, dan
saluran pencernaan. Jenis dan jumlah mikroba yang terdapat pada tubuh ikan dapat
menggambarkan kualitas hasil perikanan tersebut. Apabila populasi mikroba pembusuk
sudah mendominasi, maka ikan sudah dapat dikatakan busuk.

Kenampakan, Aroma, Tekstur dan Cita Rasa

Parameter Ikan Segar Ikan Tidak segar

Kenampakan Cerah, terang, mengkilat, tak Suram, kusam, berlendir


berlendir

Mata Menonjol keluar Cekung, masuk kedalam


rongga mata

Mulut Terkatup Terbuka

Sisik Melekat kuat Mudah dilepaskan

Insang Merah cerah Merah gelap

Daging Kenyal, lentur Tidak kenyal, lunak

Anus Merah jambu, pucat Merah, menonjol keluar


Bau Segar, normal seperti Busuk, bau asam
rumput laut

Lain-lain Tenggelam dalam air Terapung diatas air

Ringkasan Produk
 Nama Produk : Kaviar
Kaviar adalah makanan yang terbuat dari telur ikan tertentu, umumnya ikan sturgeon,
yang sudah diproses dan digarami. kaviar mengandung 47 vitamin dan mineral. Ada 68
gram lemak dalam satu pon (16 ons) kaviar, yang terdiri dari 25% kolesterol dan 75% lesitin.
Hanya ada kalori dalam 74 ons atau 1.188 kalori dalam satu pon kaviar.

Prosedur pengolahan kaviar :

-‐ Penyeleksian telur Resiko bahaya


  fisik pada tahap ini yaitu telur mudah berlendir dan jika sudah berlendir maka akan
mengeluarkan bau yang tidak sedap dan jika dikonsumsi berasa asam “kecut”, kendalinya
dengan cara memisahkan telur yang baik dan yang kurang baik.
-‐ Pemberian Rasa dan warna Pada tahap ini bahaya kimiawi yang terjadi karena bahan
yang digunakan untuk member rasa dan warna mengandung bahan kimia yang berbahaya.
Pengendaliaanyan dengan vcara memilih bahan rasa dan warana yang aman untuk produk
dan dikonsumsi.
-‐ Pengukuran Garam dan pH Pada tahap ini terjadi bahaya kimiawi, karena apabila
kadar pH berlebihan akan mengakibatkan rasa terlalu asam. Pengendaliannya dengan cara
selalu mengontrol kadar pH
-‐ Pateurisasi Resiko pada tahap ini adalah terjadinya bahaya fisik, apabila suhu yang
digunakan untuk pasterusasi tidak pas maka akan mengakibatkan rusaknya postur telur,
pengendaliaannya dengan selalu mengontrol suhu.
-‐ Pengeringan Pada tahap ini bahay yang terjadi adalah bahaya biologis karena telur
terkontaminasi oleh bakteri yang ada pada udara panas, pengendaliaannya adalah alat yang
digunakan untuk pengeringan harus steril.
-‐ Pengemasan. Resiko bahaya kimiawi pada tahap ini karena bahan yang digunakan
untuk mengemas produk mengandung bahan kimia, pengendaliannya dengan cara memilih
bahan kemasan yang amat untuk produk dan dikonsumsi.

Anda mungkin juga menyukai