Anda di halaman 1dari 14

BAHAYA GHIBAH DALAM KONTEKS HIDUP BERMASYARAKAT

Dr. Muh. Rusli, M.Fil.I


Abstrak
Artikel ini mengkaji tentang ghibah dalam konteks hidup bermasyarakat.
Ghibah secara subtansi merupakan pengungkapan aib atau cacat seseorang
yang menyebabkan orang tersebut sakit hati. Untuk itu, dalam konteks keIndonesiaan yang multi etnik, bahasa, agama, dan adat istiadat, seyogyanya
setiap orang mampu menahan diri dari prilaku ghibah yang dapat
menyebabkan konflik SARA. Islam mengutuk pelaku ghibah layaknya
memakan daging saudaranya yang sudah mati dan dosanya melebihi pelaku
riba. Tentu saja kita bukan kanibal yang rela melakukan perbuatan sekeji itu.
Berdasarkan hasil ijtihad ulama, Islam hanya mentolerir pengungkapan aib
seseorang bilamana bukan bertujuan untuk merendahkan harkat dan
mengurangi kehormatan seseorang. Dampak ghibah di dunia mengakibatkan
hilangnya rasa kasih sayang dan sekaligus dapat merusak perdamaian serta
disiksa di alam barzah. Diperlukan upaya menghindari ghibah dengan
membatasi pembicaraan hanya dalam soal kebaikan atau memilih diam
ketimbang memperkeruh masalah. Karena ghibah tergolong dosa besar,
maka harus ditaubatkan dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, di
samping itu harus meminta maaf kepada orang yang digunjing. Namun jika
orang yang digunjing telah meninggal maka hendaknya mendoakan
keselamatannya; menunjukkan niat baik kepada keluarganya; dan
membayarkan hutangnya bila ternyata ia mempunyai hutang.
Kata Kunci: ghibah bermasyarakat mudharat.
A. Pendahuluan
Perkembangan zaman di Indonesia yang semakin maju berdampak
pada
kehidupan
kehidupan
bermasyarakat.
Kebebasan
dalam
mengekspresikan diri di ruang-ruang publik adalah hal yang lumrah.
Maraknya tayangan TV yang mengupas ruang-ruang privasi seseorang
merupakan obyek hiburan dan pemberitaan. Hanya saja, mengingat acaraacara tersebut bernuasa gosif atau belum tentu kebenarannya, kini hal
tersebut menjadi problem di tengah masyarakat. Apakah membicarakan
rahasia orang atau mencari kejelekan orang lain tidak termasuk ghibah yang
notabene dilarang dalam Islam?, sejauhmana toleransi Islam membolehkan
seseorang membicarakan aib orang lain?.
Problem tersebut mendapat beragam tanggapan dari masyarakat
dengan dalil pembenarannya masing-masing. Tidak sedikit yang

138

Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat

membolehkan namun tidak sedikit pula yang melarangnya. Olehnya itu,


ghbah menarik untuk dikaji, apakah gosif sama dengan ghibah?. Di
samping itu, al-Quran hanya menegaskan ghbah sebagai sesuatu hal yang
dilarang, tetapi tidak dijumpai penjelasan tentang apa yang dimaksudkan
dengan ghbah itu sendiri. Belum lagi, dalam al-Quran ditemukan banyak
ayat-ayat yang bercerita tentang kejelekan dan kedurhakaan umat-umat
terdahulu. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah al-Quran juga
memuat dan melegitimasi ghbah?. Dengan demikian, perlu dilakukan
pengkajian secara mendalam dengan merujuk pada hadis Nabi saw. dan
pandangan ulama, sehingga mampu melahirkan paradigma baru tentang
ghbah.
B. Pengertian Ghbah (MD)
Ghbah (MD) menurut bahasa min al-Igtiyab artinya dari yang
tidak nampak1. Ghbah dapat juga berarti umpatan, fitnah dan gunjingan.2
Kemudian kata umpatan dalam kamus bahasa Indonesia dapat diartikan
sebagai perkataan yang memburuk-burukkan orang lain.3 Dapat pula berarti
penggunjingan yang diidentikkan dengan kata gosip, yaitu cerita negatif
tentang seseorang.4 Dengan demikian, ghbah dapat dipahami mempunyai
arti yang kurang lebih sama dengan kata umpatan, penggunjingan dan gosip.
Selanjutnya, ghbah menurut istilah dapat dilihat dari pandangan
Im m al-Ghz li yang memahami ghbah ini tidak hanya pengungkapan aib
seseorang yang dilakukan secara lisan, tetapi juga termasuk pengungkapan
dengan melalui perbuatan, misalnya dengan isyarat tangan, isyarat mata,
tulisan, gerakan dan seluruh yang dapat dipahami maksudnya.5 Di antara aib
tersebut yakni kekurangan seseorang pada badan, pada keturunan, akhlak,
perbuatan, pada ucapan, agama, termasuk pada pakaian, tempat tinggal dan
kendaraannya.6
Di antara hadis Nabi saw. yang menerangkan pengertian ghibah
yakni:

Lihat Ibnu Mansur al-Ansari, Lisan al-Arab (Beirut: Dar Sadir, t.th), h. 656
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir; Kamus Arab Indonesia (Cet.
IV; Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), h. 1025
3
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. VIII;
Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985), h. 1125
4
Ibid., h. 328
5
Lihat al-Im m Ab Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghaz li,
Ihy Ulm al-Dn, jilid II (Cet.III; Bair t-Libanon: D r al-Fikr, 1991), h. 154
6
Lihat ibid., h. 152-153
2

http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma

139

Muh. Rusli

#D# DE# M D# E# kh P F # E# o
# # D# w
# D# ok # F
##E#J#RF l F ##l#EL#EcF#l
i #E#F #ok
### #J#Q MQ D#h #P #E##E#J#E#F#E#cF
# #.7+hF#jlP#/p#Dk,#Q L #h
Artinya:
Rasulullah saw. telah bersabda: Apakah kalian mengetahui apa ghbah
itu? Mereka berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau
bersabda: (ghbah itu) adalah pengungkapan engkau tentang saudaramu
mengenai apa yang ia benci. Dikatakan (Nabi ditanya): Apakah
pendapatmu jika yang ada pada saudaraku sesuai apa yang saya
katakana?. Beliau bersabda: Jika yang ada padanya sesuai apa yang
engkau katakan, maka sesungguhnya engkau telah menggunjingnya, dan
jika tidak sesuai yang ada padanya, maka sungguh engkau telah
mendustakannya. (HR. Muslim; Turmuzi dan Ahmad).
Hadis tersebut memberikan gambaran bahwa ghbah itu adalah
pengungkapan yang dilakukan seorang Muslim mengenai diri sesamanya
Muslim yang apabila didengar menimbulkan rasa benci.8 Dapat juga
dimaknai ghbah yaitu menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang
Muslim, sedang ia tidak suka bila itu disebutkan.9 Adapun Muhammad alZarq ni menyatakan bahwa ghbah ini sebenarnya berlaku khusus bagi
orang Muslim, sebab kata akhka dalam hadis Nabi saw. yang dimaksudkan
adalah saudara seagama (sesama umat Islam). Karena itu, ghbah tidak
berlaku pada orang kafir (l ghbah f kfir).10 Ghbah tidak berlaku pada
orang kafir juga dapat didasarkan pada azbabun nuzul ayat QS. al-Hujur t
(49): 12
7

Ab Husayn Muslim Ibn Hajj j al-Qusyayri al-Naisab ri, Sahh


Muslim, jilid II (Indonesia: Maktabah Dahl n, t.tp.), h. 432. Hadis-hadis yang
semakna, dapat pula dilihat dalam Sunan al-Tumzy, pada kitab ke 25, bab 23;
juga terdapat dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, pada juz II, h. 384, 386 dan
458.
8
Disadur dari al-Syaikh Khal l Mamum Syeikh, al-Manhaj Syarh
Shahih Muslim bin al-Hajjj (Cet. II; Bair t-Libanon : D r al-Marifah, 1996),
h. 358
9
Lihat Muhammad Sh lih al-Munajjid, Muharramt Istihna al-Ns,
diterjemah-kan oleh Ainul Haris Umar Thayib dengan judul Dosa-dosa Yang Dianggap
Biasa (Cet. I; Jakarta: Akafa Press, 1997), h. 103
10
Lihat al-Im m Sayyidiy Muhammad al-Zarq niy, Syarh al-Zarqahni Al
Muwaththa li al-Imm Mlik, juz IV (Bair t-Libanon: D r al-Fikr, t.th), h. 405

140

Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)

Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat

#YXT # # 22 # FC# XW# E # FC# ]CK%# <nm:[# S AW*B# S=W%X# W# SM{i U
Wc
#Oj\U # ]1UV# #
Wc # DU # 2iWPU # p

V f U #  #  W  # 1   # W * W c # YX T # S S I U %

# ###/Oq #!SV"##D ### S "XT##PS-)Fm VV#>*jW%


Terjemahnya :
12) Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian
kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di
antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang.11
Azbabun Nuzul ayat tersebut dalam suatu riwayat dikemukakan
bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Salman al-Farisi yang apabila selesai
makan ia terus tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada yang
mempergunjingkan perbuatan itu, maka turunlah ayat ini yang melarang
seseorang mengumpat menceritakan keaiban orang lain.12
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dipahami bahwa ghbah
adalah pengungkapan aib atau cacat seseorang Muslim yang dilakukan oleh
saudara seagamanya, baik yang dilakukan secara lisan, tulisan, isyarat
maupun gerakan yang dapat dipahami maksudnya sebagai bentuk
penghinaan atau merendahkan derajatnya, dan apabila didengar atau
diketahui oleh orang yang digunjing itu akan timbul rasa permusuhan, malu,
dan sebagainya.
Dalam konteks hidup bermasyarakat di Indonesia yang plural dari
aspek agama, maka membicarakan aib orang lain atas dasar berbeda agama
tentu saja akan melahirkan konflik agama. Untuk itu, cukup bijak jika ghibah
tidak dibatasi persoalan agama, bahkan ghibah antar pemeluk agama
memungkinkan lebih tinggi mudharatnya dibandingkan dengan sesama agama.
C. Hukum Ghbah
Ghbah merupakan perbuatan yang sangat berbahaya menurut
11

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: CV. Penerbit


Jumanatul Ali-Art, 2005), h. 518
12
Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat
al-Quran (Cet. II; Bandung: CV. Diponegoro, 1975), h. 460

http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma

141

Muh. Rusli

pandangan Islam. Hal tersebut didasarkan pada hadis Nabi saw. yang
menyatakan bahwa ghbah termasuk dosa besar. Sebagaimana sabdanya :

##EQ oED#ELlD#LkF# #J#E#o


##D#w#MD#
#l L #p
D#l
# # 131+hF#XE#LJ##gDg#LF#Dk,#\
Artinya :
Dari Nabi saw, bersabda: Sesungguhnya yang paling riba daripada riba
adalah penggunjingan terhadap kehormatan seorang Muslim dengan
tanpa kebenaran (HR. Ab D wud; Ibn M jah dan Ahmad).
Hadis tersebut di atas menjelaskan bahwa ghbah itu sama dengan
riba, bahkan dipandang yang paling riba daripada riba. Dengan demikian,
ghbah itu hukumnya haram, sebab Allah telah mengharamkan riba.14
Status ghbah sebagai dosa besar juga dapat dilihat pada hadis Nabi yang
berbunyi

# EQ o
D#l EM
D#lM
F # #J #o
# #D#w
#D# ok #E
# #15+gDg#LF#Dk,#\
#l L #p
#Xk #l ##l D
Artinya :
Rasulullah saw bersabda : Yang paling besar dosa besar adalah
gunjingan seseorang tentang kehormatan seseorang laki-laki Muslim
tanpa kebenaran.
Kemudian dalam hadis yang lain, juga disebutkan :

#E##SEL D#M p
D DM Q X
D#E#o
# #D#w
#D#ok #F
#D#l\
#QD#qD#Q #l]pD#EL#ltD#E##E#D#ok
#j #
\nD# # QD# ELlD# F # Q D# E# F # ]
EL# EJ
13

Ab D wud Sulaim n Ibn al-Asya al-Sijist ni al-Azdiy, Sunan Ab


Dwud di-tahqq oleh Sidqi Muhammad Jami, juz II (Bair t-Libanon: D r alFikr, 1994), h. 457. Hadis-hadis yang semakna, dapat pula dilihat dalam Sunan
Ibn Mjah, pada kitab Shiym, bab 21; juga dalam Musnad Ahmad bin Hanbal,
pada Musnad al-Asyrah, hadis ke 1564
14
Lihat QS. al-Baqarah (2): 275
15
Ab D wud Sulaim n Ibn al-Asya al-Sijist ni al-Azdiy, loc.cit.,
Bandingkan dengan CD. Rom Had al-Syarf al-Kutub al Tisah dalam Sunan
Ab Dwud, hadis nomor 4234, Kitab al-Adab.

142

Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)

Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat

# #16+p#Dk,# S
E D#SE E D#SEx
]
D
Artinya :
Rasulullah saw bersabda: Jauhilah kalian tujuh mbiqt (kejahatan
yang membinasakan). Mereka berkata: Hai Rasulullah, apa itu ? Nabi
bersabda: Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah
haramkan kecuali dengan haq, makan harta anak yatim, makan riba,
berpaling pada hari pertempuran dan menuduh perempuan-perempuan
yang terpelihara kesuciannya lagi mukminat (HR. Muslim)
Berdasarkan hadis-hadis di atas, maka dapat dipahami bahwa ghbah
merupakan dosa besar yang melebihi riba. Olehnya itu, menurut hadis tidak
ada kemungkinan untuk membolehkan orang melakukannya. Lain halnya
dengan ijtihad ulama dalam menyikapi ghbah, pada kasus-kasus tertentu
mereka membolehkannya sebagaimana hasil ijtihad Ibr him Muhammad
Jam l yang menurutnya, menggunjing dibolehkan dalam beberapa hal,
antara lain :
1. Ketika menyampaikan penganiayaan orang lain kepada penguasa/
pemerintah dengan menerangkan hakikat yang sebenarnya dan
menerangkan keadaan orang yang melakukannya.
2. Ketika meminta pertolongan untuk mengubah suatu kemungkaran
yang pada saat itu diminta keterangan dan penjelasannya.
3. Ketika meminta fatwa dalam masalah yang terkadang
membutuhkan banyak perincian bukti, bahkan sifat-sifat agar
pemberi fatwa mengerti kedudukan masalah yang dibicarakan
4. Ketika hendak memberikan peringatan dari musibah atau kefasikan
yang membutuhkan penjelasan dan untuk membersihkan diri ketika
ditanya tentang seorang saksi yang dianggap tidak benar dan
merugikan.
5. Ketika menanyakan seseorang yang lebih dikenal dengan gelarnya.
6. Menyebutkan orang-orang yang secara terang-terangan berbuat
kefasikan agar berhati-hati terhadapnya.17
Menyikapi pandangan ulama tersebut dalam konteks kehidupan
bermasyarakat, maka ghbah itu diperbolehkan bilamana bukan bertujuan
untuk merendahkan harkat dan mengurangi kehormatan seseorang. Untuk
itu, setiap orang harus berhati-hati dalam berbicara apalagi jika yang
dibicarakan terkait dengan pribadi seseorang.
16

Ab Husayn Muslim Ibn Hajj j al-Qusyayri al-Naisab ri, op. cit., juz

I, h. 92
17

Lihat Ibr him Muhammad al-Jam l, Amrd al-Nufs, diterjemahkan


oleh Amir Hamzah Fachruddin dengan judul Penyakit-penyakit Hati (Cet. I;
Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), h. 109-110
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma

143

Muh. Rusli

D. Mudharat/Dampak Ghbah
Larangan Allah tentang ghbah bukanlah larangan belaka, namun
larangan tersebut mengindikasikan adanya dampak yang sangat besar yang
ditimbulkan oleh ghbah tersebut.
Menurut hemat penulis, dampak ghbah dapat dibagi dua yakni
1. Dampak di dunia.
Al-Ghazali menyebutkan bahwa ghbah dapat merusak hubungan
persaudaraan, sebab orang yang digunjingnya itu setelah mengetahui
dirinya bicarakan, tentu saja hal itu menyebabkan hatinya sakit dan
perasaannya pun menjadi luka, sehingga tumbuh rasa permusuhan
antara yang menggunjing dan yang digunjing itu. Apabila rasa
permusuhan telah tumbuh, maka dapat mengakibatkan hilangnya
rasa kasih sayang dan sekaligus dapat merusak perdamaian.18
Dalam fenomena keseharian kita, tidak sedikit kita saksikan
orang yang tega menyakiti bahkan membunuh saudaranya, orang
tuanya atau keluarganya lantaran ia merasa sakit hati karena
dibeberkan aibnya. Olehnya itu, larangan ghbah merupakan aturan
agama yang berdampak langsung pada hubungan sosial.
2. Dampak di akhirat
Selain memiliki dampak yang besar di dunia. Nabi Muhammad saw.
juga telah memperingatkan akan siksaan yang dihadapi oleh pelaku
ghbah, berdasarkan riwayat hadis sebagai berikut ;

# # D# w
#
M D# # t F # R

# E# l
L # LF #
#E# d
# h lY
L # PG # # E # l M # # l # o

# # Y
# TEL#t
#Np L #EY
#lc
H#Xk #EF #RM Q oE
#E#E # d
o
# J #EF #E#T #h \
D#Dj # #h \
D#Dj
#M D##ELj #E J #E#T #
s
#E Q L # #E #E
# #19+hF#Dk,# M D
Artinya :
Dari Ab Bakrah berkata bahwa saya pernah berjalan bersama Nabi saw,
18

Lihat Muhammad al-Ghaz li, Khuluq al-Muslim, diterjemahkan oleh H. Moh.


Rivai dengan judul Akhlaq Seorang Muslim (Cet. IV; Semarang: Wicaksana, 1992), h.
178
19
Ab Abdill h Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, disertai catatan
pinggir (hamisy) dari Ali bin Hsi m al-D n al-Muttaqy, Muntakhab Kans al-Ummal fi
Sunan al-Aqwl wa al-Af l, juz V (Bair t: al-Maktab al-Isl mi, 1978), h. 26

144

Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)

Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat

lalu (kami) melewati dua kuburan lalu beliau bersabda: siapa yang akan
memberiku pelapa kurma. Lalu Abi Bakrah berkata: saya dengan
seseorang yang lain mendatangkan kepadanya dahan kurmah, lalu beliau
membelah dua dan menjadikan (menancapkannya) pada tiap kubur satu
potongan dahan itu. Kemudian beliau bersabda: Semoga dengan (dahan
kurma) ini dapat meringankan siksaan keduanya selama dahan kurma
yang tertancap pada keduanya masih basah. Kemudian beliau bersabda
lagi: Sesungguhnya keduanya tersiksa karena masalah ghbah dan
kencing (HR. Ahmad)
Hadis lain yang bersumber dari Yala bin Syib bah yang matannya
berbunyi sebagai berikut :

#J #=#E #M \
Ew#Oj #lM ##l #o
# #D#w
#M D#F
# #+kEdMD#Dk,#rED#]#G#E#Dj
Artinya :
Sesungguhnya Nabi saw melewati sebuah kuburan yang tersiksa
penghuninya, maka ia bersabda, bahwa ini adalah karena memakan
daging-daging manusia (HR. al-Bukh ri)
Dari kedua hadis tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dampak
atau balasan orang yang suka melakukan ghbah kemudian meninggal
sebelum bertaubat adalah mengalami siksaan kubur. Selain itu, ia tidak
masuk Surga bilamana perilaku ghbah yang dilakukannya itu didasari oleh
rasa iri hati, rasa dendam dan terutama oleh adu domba. Hal ini dapat
dipahami berdasarkan hadis Nabi saw, yakni ;
Dalam riwayat lain disebutkan :

#Dk,# S
EQ # Y
D# ch # E# # o
# # D# w
# M D
# #20+kEdMD
Artinya :
Adalah Nabi saw bersabda : Tidak akan masuk syurga orang yang
suka adu domna (HR. al-Bukh riy).
Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa adanya
larangan Allah dan Nabi-Nya untuk tidak melakukan ghbah bukanlah
larangan tanpa sebab, melainkan akan berdampak buruk baik dalam
20

Al-H fizh Ahmad bin Hajar al-Asqal ni, Fath al-Bry bi Syarh Shahh alBukhry, juz X (Bair t-Libanon: t.p., t.th.), h. 472. CD. Rom Had al-Syarf al-Kutub al
Tisah dalam Shahh al-Bukhry, hadis nomor 5596, Kitab Adab

http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma

145

Muh. Rusli

kehidupan dunia maupun di akhirat kelak. Olehnya itu, umat Islam


harus mampu menjaga diri dari perbuatan tersebut termasuk kepada
umat lain.
E. Cara untuk Menghindari Ghbah
Mengingat hukum dan dampak yang ditimbulkan oleh ghbah, maka
sudah seharusnya umat Islam mampu menangkap pesan dari hadis Nabi
tentang cara untuk menghindarinya.
Di antara hadis-hadis Nabi saw. yang bisa dijadikan acuan, yakni :

# D# EL##E# #E#o# #D#w#D#ok # F


#F #Dl c
# #lc
ID
# #21+E#Dk,#111#R x
Artinya :
Adalah Rasulullah saw bersabda : Barang siapa yang percaya kepada
Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia berkata yang baik atau
diam (HR. M lik)
Kalimat Dc# dipandang tepat untuk diterapkan sebagai
salah satu cara dalam menghindari ghbah. Jika setiap individu dalam
masyarakat mampu membatasi pembicaraannya hanya dalam soal kebaikan,
maka ghbah sebagai yang terlarang dalam Islam akan hilang dengan
sendirinya dalam kehidupan masyarakat. Dalam suasana kehidupan
masyarakat yang anggota-anggotanya hanya mengarahkan pembicaraannya
dalam hal kebaikan, tentunya setiap individu dalam masyarakat itu berupaya
memelihara lidahnya hanya dengan mengucapkan kata-kata yang baik dan
bermanfaat, tanpa bertujuan untuk menyakiti hati dan merendahkan martabat
orang lain.
Disamping itu, kata atau kalimat yang baik akan berniilai sedekah,
sebagaimana sabda Nabi saw, yang menyatakan :

###hw# #Eo##E#o# #D#w


#M D#
#hw# EQ# E# l # F# E# E]# Q LDg# # XlD#
D#
D
#l D#g #hw#ExD#J#Et #c# # M

21

Al-Im m Anas bin M lik, al-Muwaththa di-tahqq oleh Muhammad


F ad Abd. al-B qy, juz I (Cet. III; Bair t: D r al-Had , 1997), h. 708

146

Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)

Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat

# #22+kEdMD#Dk,#hw
Artinya :
Dari Nabi saw bersabda : setiap ucapan keselamatan bernilai sedekah;
seorang bapak yang bersungguh berkerja setiap hari mencari nafkah
(untuk keluarganya) atau meringankan beban (keluarganya) bernilai
sedekah; dan kalimat yang baik serta setiap langkah menuju ke mesjid
adalah sedekah; dan menunjukkan jalan (kepada seseorang) adalah
sedekah. (HR. al-Bukh riy)
Usaha lain agar terhindar dari ghbah adalah diam. Diam dapat
dimaknai sebagai sikap hidup tidak melakukan membicarakan hal-hal yang
terkait dengan kekurangan seseorang, baik lisan, isyarat, gerakan, gerakan
maupun tulisan.
F. Taubat Bagi Pelaku Ghbah
Taubat merupakan salah satu jalan untuk penyucian diri dari dosa.
Sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa ghibah
merupakan dosa besar yang sangat besar dampaknya. Olehnya itu, jika kita
terlancur melakukannya maka secepat mungkin untuk melakukan taubat.
Nabi saw. telah memberikan petunjuk tentang taubat bagi pelaku
ghibah, sebagaimana sabdanya :

#F # Q M Q D # # k E
# =# E# o
# # D# w
#
M D#
# #23+gDg#LF#Dk,# #l Q p
P
Artinya :
Dari Nabi saw beliau bersabda : Pembayaran denda orang yang
engkau telah mengumpatnya, yaitu engkau memintakan ampun
(kepada Allah) baginya. (HR. Ab D wud)
Mengenai hadis di atas, juga diriwayatkan oleh al-H ris dengan
isnad yang lemah, namun dari riwayat lain misalnya al-H kim berdasarkan
hadis dari Huzaifah dan Baih qy, hadis ini dianggapnya sebagai hadis yang

22

Al-Im m Ab Adill h Muhammad bin Isma l bin Ibr him bin alMugh rah bin Bardizbat al-Bukh riy, Shahh al-Bukhriy, juz VII. Bair t-(Libanon:
D r al-Fikr, 1981), h. 79
23

CD. Rom Had al-Syarf al-Kutub al Tisah dalam Sunan Ab Dwud, hadis
nomor 4231, Kitab Adab. Lihat juga al-H fizh Ibn Hajar al-Asqal ni, Bulgh al-Marm
min Adillat al-Ahkam (Indonesia: D r Ihy al-Kutub al-Arabiyah, t.th), h. 306-307

http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma

147

Muh. Rusli

berkualitas shahh.24
Interpretasi hadis di atas menuai kontroversi. al-Hasan mengatakan
pelaku ghbah itu dalam menebus dosanya sudah cukup dengan ber-itsighfr,
tanpa meminta penghalalan dari orang yang di-ghbah-nya.25 Namun,
menurut jumhur ulama cara bertaubat bagi orang yang menggunjingkan
orang lain adalah dengan meninggalkan kebiasaan tersebut dan bertekad
untuk tidak mengulanginya lagi, di samping harus meminta maaf kepada
orang yang digunjingnya.26
Menurut hemat penulis, jika usahanya untuk meminta maaf kepada
orang yang telah digunjingnya terhalang karena tidak tahu keberadaannya
atau telah meninggal, maka ada tiga hal yang harus dilakukan oleh pelaku
ghbah yang hendak bertobat, yaitu; mendoakan keselamatan atas orang
yang pernah di-ghbah-nya; menunjukkan niat baik terhadap keluarganya;
dan membayarkan hutang-nya bila ternyata ia mempunyai hutang.
Demikian gambaran tentang ghbah dimana ghbah merupakan hal
yang sangat besar dampaknya bilamana menjangkiti umat Islam. olehnya itu,
sudah sepantanyalah umat Islam mampu menghindarkan diri dari perbuatan
tersebut. Bilamana ghbah terlanjur dilakukan maka secepat mungkin untuk
memohon ampun baik langsung kepada orang yang digunjing maupun
kepada Allah swt.
G. Penutup
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut
:
1. Hakikat ghbah adalah pengungkapan aib atau cacat seseorang Muslim
yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud menghina atau
merendahkan derajatnya. Dengan demikian ia berdosa. Tetapi jika
24

Lihat al-Sayyid al-Im m Muhammad bin Ism il al-Kahl niy alShan niy al-Mar f bin al-Am r, Subul al-Salm, juz IV (Bandung: Maktabah
Dahl n, t.th), h. 203
25
Lihat al-All mah al-Marh m al-Syaikh Muhammad Jam l al-D n alQ simiy al-Dimasyqy, Mauizah al-Muminn min Ihyh Ul al-Dn, juz I
(Indonesia: D r Ihy al-Kutub al-Arabiyah, t.th), h. 236
26
Lihat Ibr him Muhammad al-Jam l, op. cit., h. 79 Pendapat ini juga
dianut oleh Syiakh al-Naw wiy, bahkan ia menekankan kepada pelaku ghbah agar
meminta penghalalan dari orang yang di-ghbah-nya, di samping memenuhi tiga
syarat tobat lainnya, yaitu harus menghentikan maksiat, haruslah menyesali
perbuatannya dan bersungguh-sungguh tidak akan kembali mem-perbuatnya untuk
selama-lamanya, Lihat, Syaikh al-Hasan Muhy al-D n Ab Zakariyah Yahya bin
Syar f al-Nawawiy, Riyd al-Shlihn min Kalm Sayyid al-Mursaln
(Semarang-Indonesia: Maktabah wa Mathbaah Toha Putra, t.th), h. 12-13.

148

Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)

Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat

pengungkapan aib tersebut dimaksudkan demi untuk mendapatkan


pelajaran sebagaimana al-Quran menceritakan kejelekan umat-umat
terdahulu maka ghbah tersebut dibolehkan, atau demi kemaslahan
bersama dan menghindari mudharat yang lebih besar.
2. Ghbah dengan maksud untuk merendahkan derajat orang lain atau ingin
menyakitinya sangat dilarang oleh Islam. Olehnya itu, bila terlanjur
melakukan, maka diharuskan meminta maaf kepada orang yang telah
disakiti hatinya untuk mengihlaskannya, dan bila hal tersebut tidak
memungkinkan dengan pertimbangan dia akan marah bilamana ia
mengetahui telah dighibah maka cukuplah kita berbuat baik kepadanya
dan tidak mengulangi perbuatan tersebut, seraya bertaubat kepada Allah
dan mendoakannya semoga ia senantiasa mendapat rahmat dan hidayah
dari Allah SWT.
3. Dari segi aksiologi, Islam mengajarkan untuk senantiasa membangun rasa
persaudaraan (ukhuwah). Dengan demikian nilai yang diajarkan dari
kasus ghibah adalah mewujudkan rasa persaudaraan tersebut. Mengingat
dampak negatif yang ditimbulkan ghibah yang dapat merusak tatanan
kehidupan bermasyarakat. Disamping itu, dampak ghibah tidak hanya
pada orang yang dighibahnya, tetapi dirinya sendiri akan tersiksa dalam
kehidupan dunia, dengan tertutupnya pintu persahabatan, rezki, dan lain
sebagainya. Belum lagi siksaan yang harus diterima di dalam alam kubur
dan akhirat. Olehnya itu, ghibah sangat erat hubungannya dengan konsep
kemaslahatan. Dengan demikian mencermati acara yang bernuansa
Gosip yang marak ditayangkan di TV, sangat besar mudharatnya
dibandingkan maslahahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
H. Implikasi
Ghibah adalah persoalan yang lumrah di tengah masyarakat,
meskipun tidak semuanya berdampak negatif. ghibah yang dibolehkan
agama dapat membawa kepada kemaslahan umat. Namun ghibah yang
dilarang dapat menghancurkan tatanan sosial dan konteks kehidupan
bermasyarakat dan lepas dari tuntutan agama. Olehnya itu, sebaiknya acara
TV yang bernuansa Gosip tidak ditonton oleh umat Islam. Disinyalir
banyaknya waktu yang terbuang percuma disebabkan karena kecanduan
acara tersebut, belum lagi dampak psikologis bagi remaja dan anak-anak
serta menipisnya budaya malu.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Am r, al-Sayyid al-Im m Muhammad bin Ism il al-Kahl niy alShan niy al-Mar f bin. Subul al-Salm, juz IV. Bandung:
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma

149

Muh. Rusli

Maktabah Dahl n, t.th.


Al-Ansari, Ibnu Mansur. Lisan al-Arab, Beirut: Dar Sadir, t.th.
Al-Asqal ni, Fath al-Bry bi Syarh Shahh al-Bukhry, juz X. Bair tLibanon: t.p., t.th.
Al-Azdiy, Ab D wud Sulaim n Ibn al-Asya al-Sijist ni. Sunan Ab
Dwud di-tahqq oleh Sidqi Muhammad Jami, juz II. Bair tLibanon: D r al-Fikr, 1994.
Al-Ghaz li, al-Im m Ab Hamid Muhammad bin Muhammad. Ihy Ulm
al-Dn, jilid II. Cet.III; Bair t-Libanon: D r al-Fikr, 1991.
Al-Ghaz li, Muhammad. Khuluq al-Muslim, diterjemahkan oleh H. Moh.
Rivai dengan judul Akhlaq Seorang Muslim. Cet. IV; Semarang:
Wicaksana, 1992.
Al-Jam l, Ibr him Muhammad. Amrd al-Nufs, diterjemahkan oleh Amir
Hamzah Fachruddin dengan judul Penyakit-penyakit Hati. Cet. I;
Bandung: Pustaka Hidayah, 1995.
Al-Munajjid, Muhammad Sh lih. Muharramt Istihna al-Ns,
diterjemah-kan oleh Ainul Haris Umar Thayib dengan judul Dosadosa Yang Dianggap Biasa. Cet. I; Jakarta: Akafa Press, 1997.
Al-Munawwir, Ahmad Warson. al-Munawwir; Kamus Arab Indonesia.
Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak, 1984
Al-Naisab ri, Ab Husayn Muslim Ibn Hajj j al-Qusyayri. Sahh Muslim,
jilid II. Indonesia: Maktabah Dahl n, t.tp.
Al-Nawawiy, Syaikh al-Hasan Muhy al-D n Ab Zakariyah Yahya bin
Syar f. Riyd al-Shlihn min Kalm Sayyid al-Mursaln. SemarangIndonesia: Maktabah wa Mathbaah Toha Putra, t.th
Al-Zarq niy, al-Im m Sayyidiy Muhammad. Syarh al-Zarqahni Al
Muwaththa li al-Imm Mlik, juz IV. Bair t-Libanon: D r al-Fikr, t.th.
Bukh riy al-Jafiy, Ab Abdill h Muhammad bin Isma l bin Ibr h m Ibn alMugh rah Ibn al-Bardizbat. Shahh al-Bukhriy, juz VII. Bair tLibanon: D r al-Fikr, 1981.
CD. Rom Had al-Syarf al-Kutub al Tisah
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya. Bandung: CV. Penerbit
Jumanatul Ali-Art, 2005.
Dimasyqiy, al-All mah al-Marh m al-Syaikh Muhammad Jam l al-D n alQ simiy. Mauizah al-Muminn min Ihyh Ul al-Dn, juz I.

150

Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)

Bahaya Ghibah dalam Konteks Hidup Bermasyarakat

Indonesia: D r Ihy al-Kutub al-Arabiyah, t.th.


Hanbal,Ab Abdill h Ahmad Ibn Musnad Ahmad bin Hanbal, disertai
catatan pinggir (hamisy) dari Ali bin Hsi m al-D n al-Muttaqy,
Muntakhab Kans al-Ummal fi Sunan al-Aqwl wa al-Afl, juz V.
Bair t: al-Maktab al-Isl mi, 1978.
M lik, Al-Im m Anas bin al-Muwaththa di-tahqq oleh Muhammad F ad
Abd. al-B qy, juz I. Cet. III; Bair t: D r al-Had , 1997.
Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. VIII; Jakarta:
PN. Balai Pustaka, 1985
Shaleh, Qamaruddin. Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayatayat al-Quran. Cet. II; Bandung: CV. Diponegoro, 1975.
Syeikh, Al-Syaikh Khal l Mamum. al-Manhaj Syarh Shahih Muslim bin
al-Hajjj. Cet. II; Bair t-Libanon : D r al-Marifah, 1996.

http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma

151

Anda mungkin juga menyukai