Anda di halaman 1dari 9

Job Demand (Tuntutan Pekerjaan)

Tuntutan pekerjaan adalah segala aspek fisik, psikologis, sosial dan


organisasional dari sebuah pekerjaan yang membutuhkan usaha dan keterampilan
fisik dan psikis secara berkelanjutan, sehingga membutuhkan pengorbanan fisik
dan psikologis tertentu.
Dalam konteks safety, job demand termasuk beban kerja yang berlebihan,
terdapatnya persaingan, dan kendala situasional seperti peralatan yang buruk atau
risiko dan bahaya yang dirasakan (Conchie, Moon & Duncan, 2013). Penelitian
yang dilakukan oleh Nahrgang et, al 2011, Synder et al, 2008) menunjukan bahwa
kendala situasional berhubungan secara positif dengan angka kejadian kecelakaan
kerja di tempat kerja. Beban kerja yang berlebih juga berhubungan dengan
berkurangnya perilaku leadership. dan meningkatkan perilaku unsafe behavior
(turner et al, 2005)

a. Workload Demand (Tuntutan Beban Kerja)


Beban kerja merupakan beban yang dialami oleh tenaga kerja sebagai
akibat pekerjaan yang dilakukan olehnya. Pengaruh beban kerja cukup
dominan terhadap kinerja sumber daya manusia tetapi dapat juga menimbulkan
efek negatif terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja (SNI, 2009)1.
Beban kerja yang berlebihan akan mempengaruhi kemampuan pekerja
dalam pelaksanaan K3 karena sumber daya dan waktu menjadi terbatas. Dalam
penelitian

Dyer

(2000)

ditemukan

bahwa

beban

kerja

yang

1 SNI 7269. 2009. Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Tingkat Kebutuhan

Kalori Menurut Pengeluaran Energi. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional

berat

mempengaruhi kemampuan pekerja dalam pemantuan K3 seperti kelalaian


pekerja dalam melaksanakan tugas pencatatan kejadian insiden/kecelakaan.
Tuntutan beban kerja yang berlebih secara khusus menjadi masalah pada
safety leaderhip. Beban kerja kerja yang berlebih menghabiskan energi dan
waktu para leader untuk melakukan pengawasan. Hal ini berakibat interaksi
antara para leader dan pekerja dalam konteks safety menjadi berkurang dan
tidak efektif (Conchie et al, 2013)2. Penelitian Turner et al (2010) juga
menunjukan bahwa untuk memastikan setiap pekerja dapat melaksanakan
safety pada saat tuntutan pekerjaan meningkat, dibutuhkan dukungan dari
teman sekerja.
Selain energi dan waktu pengawasan yang tidak ada, Menurut Conchie et
al, (2013) munculnya tuntutan beban kerja juga mendorong ketergantungan
para leader pada mekanisme koping seperti percepatan (pemrosesan informasi
yang lebih cepat), menghindari keputusan, dan filtrasi (subjektif dalam
memilih informasi untuk diproses). Mekanisme ini menghasilkan pemrosesan
informasi yang sedikit tentang situasi dan fokus kegiatan yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan pekerjaan. Keadaan ini dapat membuat leader mungkin
tidak menganggap keselamatan sebagai salah satu fokus yang harus.
Akibatnya, adanya peningkatan tuntutan beban kerja dapat berisiko
menunjukan komitmen yang rendah terhadap perilaku safety leadership.

b. Role Overload (Peran yang Berlebih)


2 Conchie, S.M., Moon .S., Duncan, M. 2013. Supervisors` Engagement in Safety

Leadership : Factors That Help and Hinder. Safety Science 51 (2013) 109-117

Menurut Rizzo, House, & Lirtzman, (1970) sebagaimana dikutip oleh


Bolino dan Turnley (2005)3 mendefinisikan peran yang berlebihan (role overload)
merupakan situasi di mana karyawan merasa bahwa ada terlalu banyak tanggung
jawab atau kegiatan yang diharapkan dari mereka dalam rentang waktu yang
tersedia dan dalam batas kemampuan mereka. Peran yang berlebih akan
membutuhkan sumber daya tambahan terutama dalam hal waktu dan energi.
Peran yang berlebih memiliki potensi untuk mengganggu siklus kinerja dan
penetepan tujuan. Survei yang dilakukan oleh Agenda (2002) menunjukan bahwa
70 % pekerja mempercayai bahwa mereka terbebani dengan pekerjaan mereka
selama ini. Hal ini dikarenakan tuntutan kerja yang semakin kompleks dan
memberatkan (Kirwan-Taylor, 2001).
Karakteristik peran yang berlebih dapat menimbulkan kerugian bagi proses
kerja yang aman (Parker et al, 2001). Lemahnya kepemimpinan dan peningkatan
peran yang berlebihan terbukti berhubungan dengan semakin tingginya kejadian
insiden dan cedera (Barling, Loughlin, & Kelloway, 2002)4.
Peran yang berlebih sering memunculkan dampak negatif dan seringkali
membentuk keadaan yang bertentangan antara tanggungjawab peran seorang
supervisor terhadap upaya pengawasan untuk terlibat dalam safety leadership.
3

Bolino, M. C. dan Turnley, W. H. 2005. The Personal Costs of Citizenship


Behavior: The Relationship Between Individual Initiative and Role
Overload, Job Stress, and WorkFamily Conflict. Journal of Applied
Psychology. 2005, Vol. 90, No. 4, 740 748

4 Barling, J., Loughlin, C., & Kelloway, E. K. 2002. Development and Test of A

Model Linking Safety-Specific Transformational Leadership and Occupational


Safety. Journal of Applied Psychology, 87, 488-496.

Peran yang berlebih menghambat safety leadership karena mencairkan perasaan


arti penting dari keselamatan, meningkatkan beban kognitif, dan pada tingkat
yang lebih mendasar, mengurangi jumlah waktu supervisor untuk fokus pada
fungsi pengawasan safety (Conchie, Moon, & Duncan, 2013).

c. Tuntutan Produksi
Karakteristik personal yang terdiri dari usia, masa kerja, tingkat
pendidikan, jenis
kelamin, suku bangsa dan kepribadian berkolerasi dengan komitmen
organisasi.
(Mathieu & Zajac, 1990; Mowday dkk, 1982).
Angle dan Perry (1981) serta Steers (1977) berpendapat bahwa
semakin
tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula harapannya
sehingga tidak
mungkin dipenuhi oleh organisasi; akibatnya semakin rendah
komitmen karyawan
pada organisasi. Mathieu dan Zajac (1990) juga menemukan bahwa
tingkat
pendidikan berkorelasi negatif kecil dengan komitmen organisasi.
Karakteristik personal lain, yaitu jenis kelamin memiliki pengaruh
terhadap

komitmen organisasi. Angle dan Perry (1981) serta Hrebeniak dan


Alutto (1972)
menemukan bahwa wanita memiliki komitmen organisasi yang lebih
tinggi
daripada pria. Mathieu dan Zajac (1990) justru menemukan bahwa
karyawan pria
memiliki komitmen organisasi yang lebih tinggi daripada karyawan
wanita.
Lama kerja sebagai salah satu anteseden karakteristik personal juga
memiliki
pengaruh yang cukup besar terhadap komitmen organisasi. Mathieu
dan Zajac
(1990) menemukan adanya korelasi yang positif rendah antara masa
kerja dengan
komitmen organisasi.

Otonomi (Autonomy)
Otonomi merupakan kebebasan individu dalam melaksanakan pekerjaan,
termasuk kebebasan mengenai penjadwalan kerja, pengambilan keputusan, dan
metode kerja (Morgeson dan Humphrey, 2006; Parker et al. 2011)5. Otonomi
merupakan kondisi kerja yang telah lama diakui sebagai sumber daya yang
berharga bagi pekerja (Nahrgrang, Morgeson, dan Hoffman, 2011)6. Dalam
konteks safety, otonomi bermanfaat bagi para supervisor untuk mempromosikan
keselamatan secara umum (Conchie et al, 2013) dan telah terbukti memiliki
hubungan dengan rendahnya tingkat cedera di tempat kerja (Shannon et al, 1997
dalam Conchie et al, 2013), karena otonomi memungkinkan supervisor untuk
fokus pada faktor manusia daripada faktor teknologi dan dapat melakukan
penangan risiko secara tepat. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian Parker,
Axtell, dan Turner (2011)7 juga mengkonfirmasi bahwa otonomi dan kualitas
komunikasi secara bermakna mempunyai hubungan yang positif dengan safe

5 Morgeson, F.P., dan Humphrey, S.E,. 2006. The Work Design Questionnaire

(WDQ): Developing and Validating a Comprehensive Measure for Assassing Job


Design and the Nature of Work. Journal of Applied Psychology. 2006, Vol. 91, No.
6, 13211339
6 Nahrgrang, J.D., Morgeson F.P., dan Hoffmann, D.A,. 2011. Safety at Work : A

Meta-Analytic Investigation of the Link Between Job Demands, Job Resources,


Burnout, Engagement, and Safety Outcomes. Journal of Applied Psychology. 2011
Jan;96(1):71-94
7 Parker, S K., Axtell, C. M, dan Turner, N. 2001. Designing a Safer Workplace :

Importance of Job Autonomy, Communication Quality, and Supportive


Supervisors. Journal of Occupational Health Psychology 2001, Vol.6, No.3, 211228

working.

Analisis

tambahan

menunjukkan

bahwa

komitmen

organisasi

sepenuhnya dimediasi efek otonomi kerja terhadap kerja yang aman dan sebagian
dimediasi pengaruh kualitas komunikasi pada kerja yang aman. Beberapa studi
juga telah memperlihatkan hubungan antara otonomi dan tingkat kinerja
keselamatan, termasuk secara aktif dapat mempertahankan kinerja safety,
menurunkan frekuensi lost time injury, dan dan rendahnya angka kecelakaan
dalam level organisasi (Betcherman, McMullen, Leckie, & Caron, 1994)8.

Dukungan Sosial (Social Support)


Penelitian

pada

model

Job

Demand-Resources

secara

konsisten

menggolongkan dukungan pengawas (kepemimpinan), dukungan sosial, dan iklim


kerja sebagai sumber daya kerja (Demerouti et al, 2001; Schaufeli et al, 2009)9.
Dukungan sosial merujuk pada kenyamanan, kepedulian, harga diri atau
segala bentuk bantuan lainnya yang diterima dari orang lain atau kelompok
(Purba, Yulianto, & Widyanti, 2007)10. Dukungan sosial dalam safety termasuk
keterlibatan dan dukungan dari rekan kerja, kerjasama tim, dan dukungan rekan
8 Betcherman, G., McMullen, K., Leckie, N., & Caron, C. 1994. The Canadian

workplace in transition. Kingston, Ontario : IRCPress.


9

Schaufeli, W. B., Bakker, A. B., & van Rhenen, W. 2009. How Changes in
Job Demands and Resources Predict Burnout, Work Engagement, and
Sickness Absenteeism. Journal of Organizational Behavior, 30, 893
917.Demerouti, E., Bakker, A. B., Nachreiner, F., & Schaufeli, W. B. 2001.
The Job DemandsResources Model of Burnout. Journal of Applied
Psychology, 86,499 512.

10 Purba, J., Yulianto. A, Widyanti, E. 2007. Pengaruh Dukungan Sosial

Terhadap Burnout Pada Guru. Jurnal Psikologi Vol. 5 No. 1, Juni 2007

kerja untuk keselamatan (Nahrgrang, Morgeson, dan David, 2011). Dalam


pendapat lain, dukungan sosial juga didefinisikan mencakup sejauh mana
munculnya peluang untuk mengumpulkan bantuan dan saran tidak hanya dari
rekan kerja, tetapi juga dari atasan kerja (Morgeson & Humphrey, 2008;
Morgeson & Humphrey, 2006)11.
Dengan demikian, dalam konteks keselamatan, karyawan dapat menerima
dukungan kepemimpinan dengan cara pemimpin mengkomunikasikan nilai-nilai
keselamatan kepada karyawan mereka, membantu karyawan mengembangkan
cara-cara baru untuk mencapai keselamatan, dan memiliki keprihatinan tentang
keselamatan karyawan (Zacharatos, Barling & Iverson 2005 12; Zohar, 200213).
Karyawan juga dapat menerima dukungan sosial yang meliputi tingkat nasihat dan
bantuan dari orang lain, dukungan tentang keamanan, dan penekanan pada kerja
tim (Morgeson & Humphrey, 2006). Sumber akhir dukungan datang dari
organisasi dalam bentuk iklim keselamatan (Nahrgrang, Morgeson, dan David,
2011).

11 Morgeson F.P., & Humphrey S.E., 2008. Job and Team Design: Toward a

More Integrative Conceptualization of Work Design. Research in Personnel and


Human Resource Management. Vol. 27. Pp 39-91
12 Zacharatos, A., Barling, J., & Iverson, R. D. 2005. High-Performance Work

Systems and Occupational Safety. Journal of Applied Psychology 2005, Vol. 90,
No. 1, 7793
13 Zohar, D. (2002a). The Effects of Leadership Dimensions, Safety Climate, and

Assigned Priorities on Minor Injuries in Work Groups. Journal of Organizational


Behavior, 23,7592.

Dukungan sosial merupakan sumber daya tunggal yang paling konsisten


secara positif mempengaruhi komitmen dalam keselamatan di berbagai industri
yang berbeda. Dukungan sosial dapat berasal dari organisasi, pengawas, atau
rekan kerja (Nahrgrang, Morgeson, dan David, 2011; Zohar dan Luria, 200414).
Tucker, Chmiel, Turner, Hershcovis, & Stride (2008) 15. menemukan bahwa rekan
kerja memiliki pengaruh yang lebih kuat pada komitmen pekerja dalam
keselamatan.

14 Zohar, D. & Luria, G. 2004. The Use Supervisory Practice As Leverage To

Improve Safety Behavior : a Cross-Level Intervention Model. Journal of Safety


Research, Vol 34, 567-577
15 Tucker, S., Chmiel. N., Turner, N., Hershcovis, M.S., Stride. C. B. 2008.

Perceived Organizational Support for Safety and Employee Safety Voice: The
Mediating Role of Coworker Support for Safety. Journal of Occupational Health
Psychology. 2008, Vol. 13, No. 4, 319 330

Anda mungkin juga menyukai